translate journal faringitis

21
Journal Reading Epistaxis Rodney J. Schlosser, M.D Oleh : Diva Yurian Dwika , S.Ked Getrina Sri Wahyuni , S.Ked Opyanda Eka Mitra, S.Ked Norra Purti, S.ked Patriot Fajri Rakasiwi, S.Ked Sabella Gustika Vernanda, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

Upload: raka-fkur

Post on 13-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

translate journal faringitis

TRANSCRIPT

Page 1: translate journal faringitis

Journal Reading

Epistaxis

Rodney J. Schlosser, M.D

Oleh :

Diva Yurian Dwika , S.Ked

Getrina Sri Wahyuni , S.Ked

Opyanda Eka Mitra, S.Ked

Norra Purti, S.ked

Patriot Fajri Rakasiwi, S.Ked

Sabella Gustika Vernanda, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2015

FARINGITIS STREPTOKOKUS

Page 2: translate journal faringitis

Michael R. Wessels, M.D.

Fitur jurnal ini dimulai dengan sketsa kasus yang menyoroti masalah klinis umum.

Bukti mendukung bermacam-macam strategi yang kemudian dipaparkan, diikuti dengan

ulasan dari perdoman resmi, ketika ada. Artikel ini diakhiri oleh rekomendasi klinis

dari pengarang.

Seorang anak perempuan usia 10 tahun dengan nyeri tenggorokan dan demam

yang telah berlangsung selama 1 hari. Dia mengalami kemerahan dan tampak

sakit sedang. Pemeriksaan klinis menunjukkan temperatur tubuhnya 39C,

kelenjar getah bening servikal anterior bilateral sebesar 1 hingga 2 cm pada

dimensi terbesar, dan eritema dan eksudat putih kekuningan pada tonsil yang

membesar dan faring bagian posterior. Tes deteksi antigen cepat dari spesimen

hapusan tenggorokan menunjukkan nilai positif untuk streptokokus grup A.

Bagaimana pasien harus dievaluasi dan diterapi?

PROBLEM KLINIS

Nyeri tenggorokan adalah gejala yang sangat umum ditemukan. Faringitis akut

menyumbangkan sebesar 1.3 % dari kunjungan pasien rawat jalan pada layanan

kesehatan di Amerika Serikat, dan diperhitungkan untuk estimasi sebesar 15 juta

kunjungan pasien pada tahun 2006.1 Streptokokus grup A (Streptococcus pyogenes)

bertanggung jawab pada 5 hingga 15 % dari kasus faringitis pada dewasa dan 20 hingga

30 % dari kasus pada anak-anak.2 Faringitis streptokokus ditemukan paling sering pada

anak-anak dengan usia antara 5 sampai 15 tahun. Di daerah beriklim sedang, tingkat

kejadian tertinggi adalah pada saat musim dingin dan awal musim semi. Tanggungan

ekonomi dari faringitis streptokokus pada anak-anak di Amerika Serikat telah diestimasi

yaitu sebesar $224 juta hingga $539 juta per tahun, dengan fraksi besar dari biaya yang

terkait disebabkan oleh hilangnya jam bekerja dari orang tua.3

Infeksi faringeal streptokokus tidak hanya menyebabkan kesakitan akut tetapi

juga dapat memicu sindrom pasca infeksi yaitu misalnya glomerulonefritis pasca

streptokokus dan demam reumatik. Demam reumatik saat ini tidak umum pada sebagian

besar negara berkembang, namun tetap menjadi penyebab utama dari terjadinya

Page 3: translate journal faringitis

penyakit jantung pada anak di area-area dengan sumber daya yang buruk misalnya

bagian Afrika sub-Sahara , India, dan bagian-bagian Australasia.4

STRATEGI DAN BUKTI

EVALUASI

Permulaan dari gejala pada pasien dengan faringitis streptokokus sering terjadi

tiba-tiba. Sebagai tambahan dari nyeri tenggorokan, gejala dapat meliputi demam,

menggigil, rasa tidak nyaman, nyeri kepala, dan khususnya pada anak-anak yang lebih

muda yaitu nyeri perut, mual, dan muntah.5 Kadang-kadang, faringitis streptokokus

diikuti dengan scarlet fever, yang mana dimanifestasikan sebagai ruam eritematus

papuler halus yang muncul di wajah, dapat menonjol pada lipatan kulit, dan dapat

berdeskuamasi selama stadium konvalesens. Batuk, radang selaput mukosa, dan

konjungtivitis merupakan gejala yang tidak tipikal pada faingitis streptokokus, dan, bila

ditemukan, disarankan penyebab alternatif yang lain misalnya infeksi virus. Nyeri

tenggorokan dapat terjadi dengan parah, dan dapat memburuk di sisi yang lain. Namun,

nyeri unilateral yang parah atau ketidakmampuan untuk menelan harusnya

menimbulkan perhatian tentang komplikasi supuratif lokal seperti misalnya abses

peritonsilar dan retrofaringeal, khususnya apabila gejala-gejala ini muncul atau

berkembang beberapa hari dari penyakit. Pada anak yang berusia kurang dari 3 tahun,

faringitis eksudatif yang disebabkan oleh infeksi streptokokus jarang ditemykan. Dalam

kelompok usia ini, infeksi streptokokus dapat dimanifestasikan sebagai coryza,

ekskoriasi hidung, dan adenopati yang umum. Pada kebanyakan orang, demam terjadi

dalam waktu 3 sampai 5 hari, dan nyeri tenggorokan terjadi dalam waktu 1 minggu,

bahkan tanpa terapi tertentu.

Diagnosis faringitis streptokokus berdasarkan gejala klinis terkenal tidak dapat

dipercaya, gejala dan tanda yang bervariasi, dan tingkat keparahan penyakit beragam

mulai dari radang tenggorokan ringan saja hingga faringitis eksudatif klasik dengan

demam tinggi dan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Diagnosis jauh lebih sulit

ditegakkan karena infeksi dapat disebabkan oleh agen penyebab lainnya dan tidak dapat

dibedakan secara klinis dari faringitis streptokokus.

Sistem penilaian klinis telah dibuat untuk memprediksi kemungkinan penyakit

infeksi streptokokus di antara kalangan anak-anak dan orang dewasa yang mengalami

Page 4: translate journal faringitis

sakit tenggorokan. Sistem ini didasarkan pada gejala klinis yang mendukung: demam,

pembengkakan tonsil atau terdapat eksudat, nyeri bila disentuh dan pembesaran kelenjar

getah bening anterior leher, serta tidak adanya batuk. Kemungkinan hasil positif dari

kultur tenggorokan atau tes rapid antigen-detection berkisar antara 3% atau kurang pada

pasien tanpa kriteria klinis yang mendukung hingga kira-kira 30 sampai 50% pada

mereka yang memiliki kriteria klinis yang mendukung dan hasil positf dari kultur

tenggorokan.

Prediksi klinis berdasarkan kriteria tersebut telah divalidasi pada orang dewasa

dan anak-anak untuk membantu mengidentifikasi pasien yang mana sedang dievaluasi

dengan kultur tenggorokan atau tes rapid antigen-detection. Misalnya, dengan tidak

adanya faktor risiko tertentu, seperti sebagaimana diketahui paparan terhadap seseorang

dengan faringitis streptokokus atau riwayat demam rematik akut atau penyakit jantung

rematik, kultur tenggorokan atau tes rapid antigen-detection tidak akan diindikasikan

pada pasien yang hanya terpapar satu kali dengan faringitis streptokokus atau tidak ada

kriteria yang tercantum di atas. Pertimbangan lain dalam memutuskan apakah akan

melakukan kultur tenggorokan atau tes rapid antigen-detection adalah adanya fakta

bahwa orang-orang tertentu merupakan karier asimptomatik S. pyogenes.

Bakteri ini dapat dikultur dari faring tanpa adanya gejala atau tanda-tanda

infeksi selama musim dingin pada kira-kira 10% dari anak usia sekolah dan lebih jarang

pada orang di kelompok usia lainnya. Karier dapat bertahan selama beberapa minggu

atau bulan dan dihubungkan dengan faringitis streptokokus supuratif risiko yang sangat

rendah atau gejala sisa dari faringitis streptokokus non supuratif atau penyebaran ke

yang lain. Oleh karena itu, dengan tidak adanya temuan klinis yang mendukung, kultur

positif atau tes rapid antigen-detection kemungkinan akan mencerminkan kejadian dari

karier S. pyogenes.

Page 5: translate journal faringitis

TES LABORATORIUM

Karena gejala klinis nonspesifik, diagnosis faringitis streptokokus harus

berdasarkan hasil tes khusus untuk mendeteksi mikroorganisme: kultur tenggorokan

atau tes rapid antigen-detection dari swap tenggorok. Swab faring posterior dan amandel

dan bukan lidah, bibir, atau mukosa bukal meningkatkan sensitivitas kedua kultur dan

tes rapid antigen-detection. Pengukuran antibodi serum streptolysin O atau DNase B,

meskipun berguna untuk diagnosis retrospektif infeksi streptokokus untuk memberikan

dukungan pada diagnosis demam rematik akut atau poststreptococcal glomerulonefritis,

tidak membantu dalam penanganan faringitis, setelah titer tidak meningkat pada 7-14

hari setelat onset dari infeksi, mencapai puncaknya pada minggu 3-4.

Page 6: translate journal faringitis

karena hasil dari kultur dari tenggorokan tidak tersedia dalam 1 atau 2 hari, uji

deteksi antigen cepat telah dikembangkan untuk mendeteksi s.pyogenes secara langsung

melalui swap dari tenggorokan, biasanya dalam hitungan menit.16 uji ini didasari pada

ekstrasi asam dari dinding sel karbohidrat antigen dan deteksi antigen dengan

penggunaan antibodi yang spesifik. Sebuah pendekatan alternatif telah menjadi

identifikasi cepat dari rangkaian DNA spesifik S.pyogenes dengan cara hibridisasi

dengan probe DNA atau dengan cara langsung dengan pengujian kadar rantai reaksi

polymerase. Berbagai sensitivitas (umumnya, 70 sampai 90%) telah dilaporkan untuk

saat ini berhasil dideteksi dengan uji cepat deteksi antigen, dan kadar sensitivitas telah

terbukti tergantung pada manifestasi klinis infeksi streptokokus pada populasi yang di

uji.17,18 Nilai spesifitas uji cepat deteksi antigen adalah 95% atau lebih besar, dan dengan

demikian hasil positif dapat dianggap sesuatu yang defenitif dan dapat menghindari

kebutuhan akan kultur. Uji deteksi cepat antigen kurang sensitif daripada kultur,

Page 7: translate journal faringitis

sehingga sebagian besar pedoman merekomendasikan dilakukannya kultur tenggorokan

jika uji deteksi antigen cepat hasilnya negatif.

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

semenjak faringitis streptokkus menjadi penyakit yang dapat sembuh sendiri dari

sebagian besar kasus, sebuah pertanyaan muncul apakah perlu dilakukan pemberian

antibiotik pada kasus yang terkonfirmasi. Meskipun pada kasus pasca glomerulonefritis

streptokokus tampak tidak bisa dicegah dengan pemberian antibiotik yang sama pada

kasus faringitis streptokokus, beberapa potensi lain yang menguntungkan dapat

dipertimbangkan dalam pemberian obat.

studi yang melibatkan sebagian besar pada rekrutan militer pada tahun 1950-an telah

menunjukkan pemberian antibiotik mengurangi risiko perkembangan dari demam

rematik akut. 7,19-21 Secara umum, percobaan yang melibatkan studi obat yang ditetapkan

berdasarkan perhitungan catatan militer (bukan pengacakan yang tetap) dan kontrol

penggunaan plasebo yang tidak konsisten, atau hasil yang tidak dimengerti. Meskipun

dengan keterbatasan, analisis meta yang mencakup sembilan studi (melibatkan 6702

pasien) menunjukkan bahwa pemberian berbagai regimen dari pemberian antibiotik

intramuskular dapat dikaitkan dengan penurunan 80% dalam kejadian demam rematik

akut, dibandingkan dengan tanpa pemberian antibiotik (resiko relatif, 0.20; 95%

confidence interval [CI], 0.11 sampai 0.36).22

Pemberian antibiotik juga mengurangi resiko komplikasi supuratif infeksi

streptokokus. Ulasan cochrane secara acak dari percobaan kontrol plasebo menunjukkan

pemberian antibiotik secara signifikan menurunkan risiko dari otitis media akut (dalam

11 studi; risiko relatif, 0.30; 95% confidence interval [CI],, 0.15 sampai 0.58) dan abses

peritonsilar (dalam 8 studi; risiko relatif, 0.15; 95% confidence interval [CI], 0.05

sampai 0.47).23

tanpa pengobatan, faringitis streptokokus didapatkan hasil positif yang persisten

dari swap tenggorokan hingga 6 minggu pada 50% pasien.24 Sebaliknya, pengobatan

dengan antibiotik aktif memberikan hasil kultur swap tenggorokan yang negatif dalam

24 jam pada lebih dari 80% pasien.25,26 Hal ini direkomendasikan pada anak yang

mendapatkan pengobatan untuk faringitis streptokokus dalam 24 jam sebelum mereka

Page 8: translate journal faringitis

kembali ke sekolah karena onset pendek yang dihubungkan dengan tingginya hasil

positif dari kultur.27

Pengobatan dengan antibiotik juga mengurangi durasi dari gejala yang

disebabkan oleh streptokokus. Dalam uji coba didapatkan jumlah demam dan sakit

tenggorokan secara signifikan lebih rendah pada pasien yang diberi antibiotik dalam 24

jam daripada pasien yang hanya menerima plasebo. 6,7,25,26 Antibiotik mungkin kurang

efektif dalam mengurangi munculnya gejala jika pengobatan yang diberikan telat.6

PENDEKATAN UNTUK DIAGNOSA DAN PENGOBATAN

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, alasan digunakannya pengobatan dengan antibiotik

untuk streptokokus faringitis adalah untuk mencegah terjadinya demam reumatik akut.

gitis adalah untuk mencegah demam rematik akut. Meski tetap tinggi di beberapa

daerah di dunia, kejadian demam rematik akut pada negara-negara maju telah menurun

drastis, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pendekatan secara tradisional dalam

mendiagnosis dan terapi faringitis streptokokus memang tepat.

Dalam konteks ini, beberapa hasil analisis telah membandingkan efektivitas biaya

berbagai strategi untuk diagnosis dan pengobatan. Strategi ini termasuk pengobatan

antibiotik berdasarkan hasil dari kultur tenggorokan, tidak ada pengobatan, perawatan

semua pasien dengan gejala, pengobatan berdasarkan hasil uji cepat deteksi antigen

saja, pengobatan berdasarkan hasil uji cepat deteksi antigen ditambah kultur pada pasien

dengan uji cepat deteksi antigen negatif, dan pengobatan berdasarkan algoritma dari

tanda dan gejala saja atau kombinasi dengan penggunaan kultur selektif, uji cepat

deteksi antigen, atau keduanya. Salah satu analisis dari empat strategi untuk pengelolaan

faringitis pada anak-anak menyimpulkan bahwa uji cepat deteksi antigen ditambah

kultur adalah biaya yang paling efektif termasuk biaya pengelolaan komplikasi infeksi

streptokokus dan pengobatannya. Dalam analisis ini, nilai sensitivitas yang relatif

rendah (55%) ditunjukkan dari uji cepat deteksi antigen, dan manfaat terhadap kultur

menurun dengan meningkatnya sensitivitas uji cepat deteksi antigen. Studi lain yang

melibatkan anak-anak, yang termasuk empat strategi ditambah strategi "tidak

mengobati” dan menggunakan sensitivitas 80% untuk uji cepat deteksi antigen,

menunjukkan bahwa uji cepat deteksi antigen saja adalah pendekatan dengan biaya

terhemat. Sebuah penelitian yang melibatkan orang dewasa yang sama menyimpulkan

Page 9: translate journal faringitis

bahwa pengobatan empiris semua pasien bergejala adalah strategi paling hemat biaya

dan bahwa empat strategi lain memiliki efektivitas biaya yang sama. Strategi hanya

mengobati pasien dengan kultur yang positif adalah yang paling mahal. Namun, uji

cepat deteksi antigen ditambah kultur akan menjadi strategi yang paling hemat biaya

jika prevalensi faringitis streptokokus lebih besar dari 20%. Sebuah temuan yang

konsisten adalah bahwa pengobatan antibiotik empiris berdasarkan gejala saja adalah

terlalu sering menggunakan antibiotik, peningkatan biaya, dan tingkat peningkatan efek

samping dari antibiotik, dibandingkan dengan strategi lainnya.

Regimen pengobatan

Rejimen pengobatan yang dianjurkan dirangkum pada Tabel 3.

Tindak lanjut setelah Pengobatan

Kultur berulang umumnya tidak dianjurkan setelah pengobatan faringitis streptokokus

tanpa komplikasi. Kultur positif setelah pengobatan yang tepat adalah makna klinis

yang pasti jika gejala dan tanda faringitis telah diselesaikan. Meskipun hasil tersebut

bisa berarti gagal pengobatan, juga dapat berarti bahwa pasien adalah pembawa

streptokokus yang memiliki episode kambuhan faringitis yang disebabkan oleh

organisme lain.

Sebuah uji cepat deteksi antigen, kultur, atau keduanya harus dilakukan jika gejala

faringitis berulang setelah pengobatan; jika hasilnya positif, pengobatan ulang

diindikasikan. Jika kurang patuh terhadap regimen awal, intramuskular benzatin

penisilin mungkin lebih disukai untuk pengobatan ulang. Kekambuhan mungkin juga

hasil reinfeksi dari kontak anggota keluarga yang merupakan pembawa. Meskipun

pembawa bukan merupakan indikasi untuk perawatan di sebagian besar keadaan,

banyak ahli merekomendasikan kultur spesimen usap tenggorokan dari anggota

keluarga dan perawatan semua pembawa jika diduga reinfeksi. Klindamisin dan

sefalosporin tampaknya lebih efektif daripada penisilin dalam memberantas pembawa,

dan salah satu dari agen-agen ini lebih disukai dalam situasi ini. S. pyogenes dapat

bertahan selama berhari-hari pada sikat gigi, tapi perannya dalam infeksi ulang belum

terbukti. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa hewan peliharaan adalah sumber

infeksi streptokokus berulang.

AREA KETIDAKPASTIAN

Page 10: translate journal faringitis

Beberapa artikel telah menyarankan bahwa tingkat kesembuhan bakteriologis terkait

dengan pengobatan penisilin faringitis streptokokus telah menurun dalam beberapa

dekade terakhir dan bahwa sefalosporin lebih berkhasiat. Sebuah meta-analisis dari 51

studi menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat kegagalan

bakteriologis terkait dengan pengobatan penisilin antara periode 1953-1979 dan periode

1980-1993 (10,5% dan 12%, masing-masing). Sebuah meta-analisis kemudian 35

percobaan perbandingan dari tahun 1970 sampai tahun 1999, yang melibatkan 7125

anak-anak, menunjukkan perbedaan kecil, tetapi tingkat kesembuhan bakteri yang

signifikan lebih menguntungkan sefalosporin dibandingkan penisilin. Namun, seperti

dalam studi sebelumnya, tidak ada perubahan yang signifikan dalam tingkat

kesembuhan.

Tabel.3 regimen penatalaksanaan yang direkomendasikan pada faringitis streptococcus grup ANama obat

Penicilin V

Benzathine Penicilin G

Amoxicillin

Alternatif pada pasien yang alergi penicilin

cephalexin

cefadroxil

Dosis, cara pemberian dan lama pemberian

BB <27 kg : 250 mg Peroral. 2-3x/hari selama 10 hariBB ≥27 kg: 500 mg Peroral. 2-3x/hari selama 10 hari

BB <27 kg : 600.000 U IM dosis tunggalBB ≥27 kg: 1.200.000 U IM dosis tunggal

20 mg/kgBB peroral. 2x/hari. Dosis maksimal 500mg. Selama 10 hari atau 50mg/kgBB. 1x/hari. Dosis maksimal 1g selama 10 hari

Ket

Spektrum sempit, murah, telah banyak dilakukan percobaan klinik

Terbukti paling baik untuk preventif demam rematik akut, tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pasien

sediaan oral lebih baik dibanding penicilin. Regimen yang digunakan sekali sehari hanya yang telah disetujui FDA yaitu yang memiliki waktu rilis pada pasien diatas 12 tahun, (moxatag, middlebrook pharmaceuticals), 775 mg peroral 1x/hari selama 10 hari. Meskipun tidak disetujui FDA, formulasi standar amoxicilin 1x/hari telah terbukti berhasil pada anak-anak

Referensi

Clegg et al., 32Lennon et al,33

Page 11: translate journal faringitis

azithromicin

klindamicin

20 mg/kgBB peroral. 2x/hari. Dosis maksimal 500mg. Selama 10 hari

30 mg/kgBB peroral. 1x/hari. Dosis maksimal 1g. Selama 10 hari

12 mg/kgBB peroral. 1x/hari. Dosis maksimal 500mg. Selama 5 hari

7 mg/kgBB peroral. 3x/hari. Dosis maksimal 300mg. Selama 10 hari

dan dewasa, sama dengan penggunaan amoxicilin 2x/hari atau berbagai regimen penicilin.

Cephalosporin dianggap dapat diterima sebagai alternatif pada pasien yang tidak memiliki riwayat alergi yang muncul segera setelah penggunaan penicilin. Cephalosporin generasi pertama lebih baik karena memiliki spektrum yang lebih sempit dan lebih murah

FDA menyetujui penggunaan selama 5 hari, dosis yang rendah berhubungan dengan tinggginya tingkat kegagalan pada anak-anak, resistensi <8% di sebagian besar wilayah Amerika utara tetapi lebih tinggi pada kalangan tertentu dan >20% pada wilayah Eropa dan Asia

Sediaan oral memilik rasa yang tidak enak. Kemungkinan berhubungan dengan tingginya kejadian Clostridium difficile colitis, resistensi <2% di USA dan Kanada tetapi mencapai 20% pada beberapa daerah

Liu et a.,35 Tamayo et al.,36 Tanz et al., 37

Tamayo et al.,36 Tanz et al., 37 Kim and Yong Lee38

Page 12: translate journal faringitis

Bagaimanapun, seperti dalam penelitian sebelumnya, tidak terdapat perubahan

yang bermakna pada tingkat kesembuhan berhubungan dengan penisilin yang berasal

dari tahun 1970an hingga 1990an. Pembahasan yang diusulkan untuk perbedaan tingkat

kesembuhan bakteriologik yang berhubungan dengan terapi penisilin merupakan variasi

bagian proporsi karier S. Pyogenes dalam populasi penelitian.44,45 Penisilin kurang

efektif dibandingkan sefalosporin atau klindamisin dalam mengeradikasi karier S.

Pyogenes yang asimptomatik. Oleh karena itu, semakin banyak proporsi karier yang

dilibatkan dalam percobaan, semakin rendah tingkat kesembuhan bakteriologiknya.

Dalam suatu percobaan acak yang membandingkan sefadroksil dengan penisilin pada

anak dengan kultur tenggorokan atau uji cepat deteksi antigen positif, keseluruhan

tingkat kesembuhan bakteriologik sebesar 94% dan 86% secara berturutan (P<0,01).40

Bagaimanapun, diantara pasien yang secara klinis (sebelum analisis hasil bakteriologik)

tergolong kemungkinan besar menderita faringitis streptokokal (misalnya, orang dengan

kelenjar limfadenopati yang lunak pada leher, eksudat tonsiler, atau petekie tonsil dan

tidak batuk, hidung tersumbat, atau diare), tidak ada perbedaan yang bermakna pada

tingkat kesembuhan antara dua regimen terapi. Sebaliknya, diantara pasien-pasien yang

secara klinis tergolong kemungkinan karier, tingkat kesembuhan bakteriologiknya

sebesar 95% untuk golongan sefadroksil dan hanya 73% untuk golongan penilisin.

Beberapa pembahasan telah diusulkan untuk kegagalan pengobatan penisilin yang

terjadi kadang-kadang, tetapi data yang ada untuk mendukungnya kurang.

Kemungkinan mekanisme mencakup degradasi lokal penisilin oleh enzim beta-

laktamase yang diproduksi oleh flora tenggorokan lainnya dan efek inhibisi penisilin

pada flora kompetitor. Bagaimanapun, data untuk mendukung mekanisme lainnya

belum dapat ditentukan.40 Belum ada bukti bahwa S. Pyogenes menjadi lebih resisten

dengan penisilin.

PEDOMANRekomendasi untuk evaluasi dan pengobatan faringitis streptokokal telah

dipublikasi dan disahkan oleh American College of Physicians (ACP), American

Academy of Family Physicians (AAFP), dan Centers for Disease Control and

Prevention (CDC)46,47; Infectious Diseases Society of America (IDSA)48; dan American

Heart Association-American Academy of Pediatrics (AHA).49 Semua pedoman ini

mempertimbangkan bahwa itu masuk akal untuk tidak melakukan kultur tenggorok atau

Page 13: translate journal faringitis

uji cepat deteksi antigen pada orang tanpa gejala klinis yang mendukung infeksi

streptokokus (demam, limfadenopati yang lunak pada leher, pembesaran atau eksudat

tonsil atau faring dan tanpa batuk). Pedoman ACP, AAFP, dan CDC mendukung bahwa

tiga strategi alternatif untuk dewasa dengan dua atau lebih gejala klinis di atas. Strategi

pertama yaitu mengobati pasien dengan hasil uji cepat deteksi antigen positif. Strategi

kedua adalah mengobati pasien dengan keempat gejala klinis tanpa pemeriksaan lanjut

dan pasien dengan dua atau tiga gejala klinis dan hasil uji cepat deteksi antigen positif.

Strategi ketiga adalah tidak memeriksa seorangpun dan mengobati pasien dengan tiga

atau empat gejala klinis. IDSA dan AHA tidak mendukung strategi kedua dan ketiga

ACP, AAFP, dan CDC karena kedua pendekatan tersebut menyebabkan peningkatan

penggunaan antibiotik yang tidak perlu.

Semua pedoman merekomendasikan penisilin oral atau intramuskular sebagai

terapi utama untuk faringitis streptokokus. Pedoman terbaru AHA yang telah

dimunculkan juga mendukung amoksisilin satu kali sehari sebagai terapi lini pertama.

ACP, AAFP, CDC dan IDSA merekomendasikan penggunaan eritromisin pada pasien

dengan alergi terhadap penisilin. AHA merekomendasikan sefalosporin generasi

pertama pada pasien dengan alergi terhadap penisilin yang tidak memiliki hipersensitif

segera terhadap antibiotik betalaktamase, dengan klindamisin, azitromisin atau

klaritromisin sebagai pilihan terapi alternatif. Pedoman pada beberapa negara Eropa

lebih mengikuti pendekatan tersebut sedangkan pedoman Eropa lainnya menentukan

bahwa faringitis streptokokus merupakan self limited disease yang tidak memerlukan

diagnosis spesifik atau terapi antibiotik kecuali pada pasien risiko tinggi (misalnya

orang dengan riwayat demam rematik akut atau penyakit jantung rematik) atau pasien

sakit berat.28 Sebaliknya, pedoman dari India, dimana insidensi demam rematik akut

masih tinggi, penisilin G benzatin merupakan terapi utama yang direkomendasikan

untuk faringitis streptokokus.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada pasien dengan tanda dan gejala yang mengarah pada faringitis

streptokokus, misalnya pasien pada skema, diagnosis spesifik harus ditegakkan dengan

melakukan kultur tenggorok atau uji cepat deteksi antigen dengan kultur tenggorok bila

uji cepat deteksi antigen negatif, setidaknya pada anak-anak. Penisilin merupakan terapi

Page 14: translate journal faringitis

pilihan dan sefalosporin generasi pertama merupakan pilihan alternatif kecuali ada

riwayat hipersensitifitas segera terhadap antibiotik betalaktamase. Pada pasien dalam

skema kasus, hasil uji cepat deteksi antigen positif mendukung diagnosis infeksi

streptokokus. Penulis akan merekomendasikan ibuprofen atau asetaminofen untuk

mengatasi gejala dan akan meresepkan penisilin V oral untuk 10 hari. Jika hasil uji

cepat deteksi antigen positif, kultur tenggorok tidak diperlukan untuk diagnosis,

maupun diperlukan setelah terapi, jika gejala teratasi.