tinjauan pustaka faringitis

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.Di negara-negara yang berpenghasilan tinggi, faringitis adalah umum pada anak-anak usia 3 hingga 15 tahun. Di Amerika Serikat, rata-rata anak lingkungan usia 5 tahun terinfeksi faringitis GABHS (Group A Beta Hemolytic Streptococcus). (1) Faringitis akut merupakan salah satu klasifikasi dalam faringitis.Faringitis akut adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang bersifat mendadak dan cepat memberat.Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur.Faringitis akut dapat disebabkan oleh viral, bakteri, fungal dan gonorea.Penyebab terbanyak radang ini 1

Upload: meysiek

Post on 16-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kedokteran

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangFaringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (540%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.Di negara-negara yang berpenghasilan tinggi, faringitis adalah umum pada anak-anak usia 3 hingga 15 tahun. Di Amerika Serikat, rata-rata anak lingkungan usia 5 tahun terinfeksi faringitis GABHS (Group A Beta Hemolytic Streptococcus).(1)Faringitis akut merupakan salah satu klasifikasi dalam faringitis.Faringitis akut adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang bersifat mendadak dan cepat memberat.Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur.Faringitis akut dapat disebabkan oleh viral, bakteri, fungal dan gonorea.Penyebab terbanyak radang ini adalah infeksi virus seperti virus influenza dan adenovirus.Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh kuman golongan Streptokokus Beta Hemolitikus, Streptokokus viridians dan Streptokokus piogenes. Faringitis akut dapat menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infection) dari orang yang menderita faringitis.(2) Kunjungan rawat jalan per tahun bagi faringitis akut adalah sekitar 12 juta di Amerika Serikat.(3) Adenovirus merupakan virus penyebab faringitis akut yang paling sering, sedangkan S. pyogenes (Group A Beta Hemolytic Streptococcus)merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling umum.(4)Sebuah penelitian telah dilakukan pada Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Hilla Teaching Hospital, Hilla, Iraq mengenai spesimen usap tenggorokan dari 177 pasien yang menderita faringitis akut. Penelitian menunjukkan bahwa 67 hasil kultur dijumpai bakteri Beta Hemolytic Streptococcus, 11 penderita (16,4%) dijumpai Streptococci Anginosus, group C dan F Streptococci dijumpai sebanyak 6,2% dari semua spesimen sebagai penyebab faringitis akut.(5)Dari penelitian di Ohio State University, USA, 189 orang dewasa yang menderita faringitis akut telah dilakukan kultur dan evaluasi serologi untuk Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS), Mycoplasma pneumoniae dan Branhamella catarrhalis. 16 pasien terbukti terinfeksi GABHS dan seorang pasien terinfeksi B. catarrhalis.(6)Informasi mengenai karakteristik penyakit-penyakit THT di Indonesia, khususnya faringitis akut, masih sulit diperoleh. Atas pertimbangan data-data tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik penderita faringitis akut di Rumah Sakit Labuang Baji tahun 2014. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai distribusi faktor risiko, gejala dan tanda klinis, serta dapat dijadikan sebagai evaluasi pemberian terapi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 2.1. FaringFaring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior koluma vertebra.(7)

Gambar 2.1. Potongan sagital rongga hidung, faring dan laringdiambil dari kepustakaan 2

Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui istmus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.(2)Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).(7) Unsur-unsur faring meliputi mukosa, jaringan ikat dan otot.(2)Secara struktural, faring tersusun atas:1. NasofaringBatas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.(7,8)2. OrofaringOrofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.(7,8)3. Laringofaring (Hipofaring)Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal.Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets) sebab pada beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.(2)2.2. Faringitis Akut2.2.1. DefinisiFaringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.(4)Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections).(2)2.2.2. EtiologiFaringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%) dan bakteri (5-40%) yang paling sering.(2)Kebanyakan faringitis akut disebabkan oleh agen virus. Virus yang menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus, Coronavirus, Coxsackie virus A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.(9,10)Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-30% pada anak-anak (5-15 tahun).(2,11)Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab faringitis bakterial gram negatif ditemukan pada pasien aktif secara seksual, terutama yang melakukankontak orogenital. Dalam sebuah penelitian pada orang dewasa yang terinfeksi gonorea, faringitis gonokokal ditemukan 20% pada pria homoseksual, 10% pada wanita dan 3% pada pria heteroseksual. Sekitar 50% individu yang terinfeksi adalah tanpa gejala, meskipun odinofagia, demam ringan dan eritema dapat terjadi.(9)Selain itu, Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan menyumbang terjadinya faringitis fungal. Faringitis gonorea hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.(2)Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam.(12)2.2.3. EpidemiologiFaringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak.National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun.(13) Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut, mencatatkan 200 kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat.(14)Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3 tahun.(15)2.2.4. Gejala KlinisGejala-gejala yang timbul pada faringitis akut bergantung pada mikroorganismenya. Faringitis akut yang disebabkan bakteri mempunyai gejala nyeri kepala yang hebat, demam atau menggigil, malaise, nyeri menelan, muntah dan mungkin batuk tapi jarang.(2) Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu demam, limfaadenopati pada anterior servikal, eksudat pada tonsil, tidak ada batuk.(12)Faringitis yang disebabkan virus biasanya mempunyai gejala nyeri tenggorokan yang parah dan dapat disertai dengan batuk, suara serak dan nyeri substernal. Demam, menggigil, malaise, mialgia dan sakit kepala juga dapat terjadi.(9) Sedangkan gejala pada faringitis fungal adalah nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.(2)2.2.5. DiagnosisPada faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri, pemeriksaan pada faring yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula dan limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif.Anak-anak di bawah 3 tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini.(14)Pada faringitis viral, pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.Virus influenza, Coxsachie virus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.Coxsachie virus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapatpembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.(2)Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke faringitis.Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi, paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati.(4)Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar. Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS.(14)Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS.Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior.Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.(4)2.2.6. PenatalaksanaanTerapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tenggorokan.Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan minum yang cukup.Kumur dengan air hangat. Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.(2)Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini Group A Beta Hemolytic Streptococcus. Dapat juga diberikan Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari, jika pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin 4x500 mg/hari. Kumur dengan air hangat atau antiseptik beberapa kali sehari.(2)Faringitis yang disebabkan Candida dapat diberikan Nystasin 100.000 400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3, seftriakson 250mg secara injeksi intramuscular.(2)2.2.7. KomplikasiKomplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus jika tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada1 diantara 400 infeksi GABHS yang tidak diobati.(15)2.2.8. PrognosisPrognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus. Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-hati dengan komplikasi yang berpotensi terjadi.(15)

BAB IIIKERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3. EtiologiVirusBakteriJamurKontak iritanFaktor risikoUsiaStatus sosial ekonomiGejala dan tandaDemamNyeri menelanMalaiseBatukLinfadenopatiEksudat pada tonsilDiagnosisAnamnesisPemeriksaan fisikPemeriksaan penunjangKultur swab tenggorokFaringitis AkutTerapi sesuai etiologiAntibiotikAntifungalEdukasi dan konseling untuk etiologi virus (self-limiting) dan kontak iritanFollow up3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka teoridiambil dari kepustakaan 2, 9, 12, dan 14 (telah diolah kembali)

3.2. Dasar Pemikiran Variabel yang DitelitiBerdasarkan tinjauan pustaka, pemikiran peneliti, dan tujuan dari penulisan, dapat dikemukakan beberapa variabel yang berhubungan dengan karakteristik penderita faringitis akut, yaitu faktor risiko, gejala dan tanda klinis, jenis terapi yang diberikan, dan outcome atau hasil yang hasil setelah pengobatan yang dinilai pada follow up.Diantara karakteristik tersebut, dapat dilakukan identifikasi terhadap beberapa variabel, yaitu; faktor risiko terjadinya faringitis, seperti usia dan status sosial ekonomi, dalam hal ini pekerjaan dan tingkat pendidikan. Gejala dalam hal ini diidentifikasi berdasarkan keluhan utama. Serta tanda klinis serta jenis terapi yang diberikan kepada penderita.3.3. Kerangka Konsep

: Variabel dependen: Variabel independen

Gambar 3.2. Kerangka konsep penelitian

3.4. Definisi Operasional3.4.1. Faringitis akutMerupakan diagnosis seorang dokter terkait keluhan utama, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yang bersesuaian dengan ilmu yang dimiliki, mengarahkan pada diagnosa faringitis akut, dan tertulis pada catatan medik.3.4.2. UsiaSelisih antara tanggal pasien terdiagnosa faringitis akut dengan tanggal lahir pasien, tertulis pada catatan medik, dan dikategorikan dalam kriteria obyektif sebagai berikut:1. 0 - 4 tahun2. 5 - 9 tahun3. 10 - 14 tahun4. 15 - 19 tahun5. 20 - 24 tahun6. 25 - 29 tahun7. 30 - 34 tahun8. 35 - 39 tahun9. 40 - 44 tahun10. 45 tahun

3.4.3. Jenis kelaminCiri-ciri seksual individu yang dinilai berdasarkan tampilan fisik, tertulis dalam catatan medikdan dikategorikan dalam kriteria obyektif sebagai berikut:1. Laki-laki2. Perempuan3.4.4. PekerjaanTingkat kerentanan penderita terhadap suatu penyakit, tergantung pula dari social ekonomi dan paparan terhadap kuman penyakit dan dapat dilihat dari pekerjaan seseorang. Pekerjaan adalah pencaharian; yg dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yg dilakukan untuk mendapat nafkah, tertulis dalam catatan medik.

3.4.5. PendidikanJenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani penderita, tertulis dalam catatan medik,dan dikategorikan dalam kriteria obyektif sebagai berikut:1. Belum sekolah2. SD / Sederajat3. SMP / Sederajat4. SMA / Sederajat5. Akademik / Sarjana3.4.6. Keluhan utamaGejala penyakit yang mengarah pada diagnosa faringitis akut, yang diungkapkan oleh penderita dan membuat dirinya berkunjung untuk mendapatkan pengobatan, dan tertulis dalam catatan medik.3.4.7. Gejala klinisTemuan selama proses pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita oleh seorang dokter, yang mengarahkan pada diagnosa faringitis akut, dan tertulis dalam catatan medik.3.4.8. Jenis terapiKelompok obat yang diberikan dokter di akhir kunjungan, disesuaikan dengan penyebab faringitis akut, dan tertulis dalam catatan medik.

BAB IVMETODE PENELITIAN

4. 4.1. Desain PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional. Pengambilan sampel penelitian dan pengolahan data dilakukan dengan pendekatan waktu sebagaimana penelitian dengan desain cross sectional.4.2. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015.4.3. Populasi dan Sampel4.3.1. Populasi PenelitianPopulasi penelitian adalah catatan medik pasien yang terdaftar di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji.4.3.2. Sampel PenelitianSampel penelitian diambil dari catatan medik pasien yang terdiagnosa faringitis akut pada instalasi rawat jalan periode kunjungan Januari Mei 2015.4.3.3. Kriteria Inklusi1. Catatan medik pasien yang terdiagnosa faringitis akut pada instalasi rawat jalan periode kunjungan Januari Mei 2015.2. Catatan medik dengan pengisian yang lengkap.

4.3.4. Kriteria Ekslusi1. Catatan medik yang tidak jelas terbaca.4.3.5. Besar SampelUntuk menentukan jumlah minimal sampel, digunakan rumus;

DimanaZ: Tingkat kemaknaan = 90% = 0,9P: Proporsi kategori = 0,63Q: 1 - P = 0,37d: Kesalahan yang dapat diterima = 5% = 0,05.Dengan demikian, penelitian ini membutuhkan sampel minimal:

n = 75,52.Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah sampel adalah 76.Jadi, penelitian ini memerlukan minimal 76 catatan medik pasien dengan diagnosa faringitis akut. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling.4.4. Cara Pengumpulan DataData yang diambil merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari catatan medik pasien di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji dengan diagnosis faringitis akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Somro A. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. Afr J Biotechnol. 2011; 10(33):6190-7.2. Rusmarjono, Hermani A. Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty A, Nurbaiti I, Jenny B. dan Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6.Jakarta; 2007. p. 212-18.3. Struble, K. 2013.Bacterial Pharyngitis. Dalam: http://emedicine.medscape.com/article/225243-overview [25 Februari 2015].4. Miriam T, Clestin N, Hussain A. Pharyngitis. Am Fam Physician. 2004;Mar; 69(6): 1465-70.5. Al-Charrakh A, Al-Khafaji J, Al-Rubaye R. Prevalence of B-Hemolytic Group C and F Streptococci in Patients With Acute Pharyngitis. N Am J Med Sci. 2011; Mar; 3(3): 12936.6. Guthrie R. Aetiology of Acute Pharyngitis and Clinical Response to Empirical Therapy with Erythromycin Versus Amoxicillin. Fam Pract. 1988 Mar; 5(1):29-35.7. Frank H. Netter, MD., 2006. Pharynx: Median Section and Pharynx: Opened Posterior View. In: Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Section 1 Head and Neck.Plate 63, 66.8. Rospa H, Mulyani S. Tenggorokan Atas (Faring dan Tonsil). Dalam: Gangguan THT. Jakarta: TIM; 2011. p. 99-100, 154-6.9. John L. Boone, MD., 2003. Etiology of Infectious Diseases of the Upper Respiratory Tract. In: Ballengers Otorhinolaryngology Head and Nexk Surgery. 16th Edition. 2003 BC Decker Inc. Chapter 30. P: 635-7.10. Anthony W, Shira D. 2013. Evaluation of Acute Pharyngitis in Adults. Available From: http://www.uptodate.com/contents/evaluation-of-acute-pharyngitis-in-adults [25 Ferbruari 2015].11. Ferri, 2013. Pharyngitis/ Tonsilitis. In: Ferri: Ferris Clinical Advisor 2013, 1st ed. Available From: http://www.mdconsult.com/books/page.do?eid=4-u1.0-B978-0-323-08373-7.[25 Ferbruari 2015].12. Jill G. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of Physician Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58.13. Mary T, Anthony R. PharyngitisIn: Mandell: Mandell, Douglas, and Bennetts Principles and Practice of Infectious Diseases, 7th ed.Volume 1, Part II, Section B, Chapter 54. 2013. p. 815-821.14. Alan L. Acute Pharyngitis: Primary Care. In: The New England Journal of Medicine 2011; 344:205-211.15. Marvez E, Ernst A, Gray J. The Role of Betamethasone in the Treatment of Acute Exudative Pharyngitis. In: Acad Emerg Med. 1988 Jun; 5(6): 567-72.16. Korb K, Scherer M, Chenot JF. Steroids as adjuvant therapy for acute pharyngitis in ambulatory patients: a systematic review. In: Ann Fam Med. 2010 Jan-Feb;8(1):58-63.17. Sinta AD, Noviyanti R, Nuriri R. Penentuan Streptococcus group A penyebab faringitis pada anakmenggunakan skor McIsaac dan rapid antigen detection test (radt)dalam upaya penggunaan antibiotika secara bijak. In: Jurnal Biologi XVII(1):6-9.18. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW. Clinical practice guideline for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis: 2012 update by the Infectious Diseases Society of America. In: Clin Infect Dis. 2012 Nov 15;55(10):1279-82.19. Damayanti E, Iriani Y, Yuwono. Ketepatan Skoring McIsaac untuk Mengidentifikasi Faringitis Group A Streptococcus pada Anak. In: Sari Pediatri. 2014 Feb; 15(5): 301-6.20. Esposito S, Blasi F, Bosis S. Aetiology of acute pharyngitis: the role of atypical bacteria. In: J Med Microbiol. 2004 Jul;53(Pt 7):645-51.21. Cooper RJ, Hoffman JR, Bartlett JG. Principles of appropriate antibiotic use for acute pharyngitis in adults.In: Arch InternMed 2001;134(6):509-17.3