tonsilo faringitis akut
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTIFIKASI
Nama : An. NA
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat badan : 16 kg
Tinggi badan : 114 cm
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Tanjung Kurung, Batu Raja
MRS : 25 Juni 2012
1.2. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ibu penderita, Juni 2012 )
Keluhan utama : demam
Keluhan tambahan : batuk
Riwayat Perjalanan Penyakit
1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam tinggi,
timbul mendadak, terus menerus, menggigil (-), kejang (-), nyeri pada belakang
bola mata (+), nyeri perut (+), nyeri pada sendi sendi tubuh (-), nyeri saat
menelan (+), mual (+) , muntah (-) , batuk (+), berdahak (-) pilek (-), mata merah
dan kotoran mata (-), keluar cairan dari telinga (-), keluar bintik bintik merah
pada tubuh (- ), mimisan ( -), gusi berdarah (-), BAB dan BAK biasa, badan
menjadi kuning (-), Penderita juga menyangkal berpergian ke luar kota dalam 1
bulan terakhir. Penderita tidak dibawa ke berobat hanya diberikan obat
paracetamol oleh orang tua penderita , demam turun.
1
5 jam sebelum masuk rumah sakit penderita kembali demam tinggi, timbul
mendadak, terus menerus, menggigil (-), kejang (-), nyeri pada belakang bola
mata (+), nyeri perut (+), nyeri pada sendi sendi tubuh (-), nyeri saat menelan
(+), mual (+) , muntah (-) , batuk (+), berdahak (-), pilek (-), mata merah dan
kotoran mata (-), keluar cairan dari telinga (-), keluar bintik bintik merah pada
tubuh (-), mimisan (+), gusi berdarah (-), BAB dan BAK biasa, badan menjadi
kuning (-) penderita obat paracetamol oleh orang tua penderita , namun demam
tidak turun.Penderita lalu dibawa ke IRD RSUD Ibnu Sutowo Baturaja.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Penderita menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya
o Riwayat sering timbul ruam kemerahan pada kulit dan mimisan
disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
o Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama disangkal
o Riwayat keluarga yang terkena diare disangkal
o Riwayat keluarga yang terkena DBD disangkal
o Riwayat keluarga yang terkena TBC disangkal
o Riwayat keluarga yang terkena malaria disangkal
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA : G3P3A 0
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Penolong : Bidan
Berat badan : 2800 gram
2
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat Makanan
0 bulan – 6 bulan : ASI
6 bulan – 1 tahun : ASI dan bubur susu
1 tahun – 1,5 tahun : Susu formula dan bubur nasi
1,5 tahun – sekarang : Nasi biasa
Sekarang : Penderita sering makan mie instan,
minuman kemasan dan gemar jajan
makanan warung ( chiki, sosis, goreng
gorengan)
Riwayat Vaksinasi
o BCG : (+)
o Polio : (+) 1,2,3,4
o DPT : (+) 1,2,3,4
o Hepatitis B : (+) 1,2,3
o Campak : (+)
kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan Fisik
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 1 tahun 2 bulan
Kesan : Perkembangan normal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita tinggal bersama ayah, ibu dan seorang adik. Ayah penderita
bekerja sebagai petani dengan penghasilan lebih kurang Rp. 1000.000,00 /bulan
3
dan ibu penderita bekerja sebagai ibu rumah tangga, tanpa penghasilan. Kesan
keluarga penderita adalah Sosial ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat Higiene
Keluarga pendertia menggunakan air sumur mandi, cuci, kakus. Penderita
juga minum dari air sumur tersebut yang telah dimasak.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK ( 4 Juli 2012)
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Pernapasan : 22 kali/ menit
Suhu : 37,0oC
Berat badan : 16 kg
Tinggi badan : 114 cm
Lingkar Kepala : normochepali
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Turgor : baik
Tonus : eutoni
Edema umum : tidak ada
Keadaan gizi : BB/U = 16/22 x 100% = 72 %
TB/U = 114/122 x 100% = 93 %
BB/TB = 16/21 x 100% = 76 %
Kesan : Gizi kurang
Keadaan Spesifik
Kulit
Tidak ada kelainan
4
Kepala
Bentuk : bulat, simetris
UUB : rata, tidak menonjol
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm
Hidung : sekret tidak ada, NCH tidak ada
Telinga : sekret tidak ada, serumen ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, raghaden tidak ada
Tenggorok : dinding faring hiperemis, bergranula
Tonsil : T2-T2 hiperemis,kripta tidak melebar, tidak ada dentritus
Leher : perbesaran KGB tidak ada, JVP 5-2 cmH2O
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : strem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat
Palpasi : thrill tidak teraba
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR= 84 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak
ada,bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
5
Auskultasi : bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia
Tidak ada indikasi pemeriksaan
Ekstremitas
Eritema tidak ada, petechiae tidak ada, akral dingin tidak ada, edema tidak ada
sianosis tidak ada.
1.4. DIAGNOSIS BANDING
TonsiloFaringitis Akut e.c suspect virus + Tersangka Demam Dengue + Gizi
kurang
TonsiloFaringitis Akut e.c suspect bakteri + Tersangka Demam Dengue +
Gizi kurang
1.5.. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 26 Juni 2012)
Darah rutin
Hb : 9,8 g/dl
Ht : 28 vol%
Leukosit : 2.500 /mm3
Trombosit : 81.000/mm3
Hitung Jenis : 0/0/0/44/56/0
DDR : plasma tidak ditemukan
Urinalisa
Reduksi : negatif
Protein :negatif
6
Bilirubin : negatif
Sedimen
Leukosit : 2-4
Eritrosit : 1-4
Sel.epitel : +
Kristal : +
1.6. DIAGNOSIS KERJA
TonsiloFaringitis Akut + Tersangka Demam Dengue + Gizi Buruk
1.7. RENCANA PEMERIKSAAN
Kultur swab faring
Titter IgG dan IgM
1.8. PENATALAKSANAAN
o Istirahat
o IVFD RL gtt XX/menit
o Parasetamol tablet 3 × 1/2 tab per hari
o Ampisilin 3x60mg/hari
o Sagestam 2x50 mg/hari
1.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
7
1.10. FOLLOW UP
26/6/2012
Demam : 3
Rawat : 2
Kel : demam (+), batuk (+), nyeri perut (+)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 94x/m
RR : 20x/m
Temp : 38,10 C
Hasil lab :
Hb : 9,8 g/dl
Ht : 28 vol%
Leukosit : 2.500 /mm3
Trombosit: 81.000/mm3
Diff.count : 0/0/0/44/56/0
DDR : plasma tidak ditemukanUrinalisaReduksi : negatifProtein :negatifBilirubin : negatifSedimen
Leukosit : 2-4Eritrosit : 1-4Sel.epitel : +
Kristal : +
A/ TFA + TDD
Th/
- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Paracetamol 4x ½ tab per hari
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
- Ranitidine 2x20 mg
27/6/2012
Demam : 4
Rawat : 3
Kel : demam (+), batuk (+), nyeri perut (+)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 90 x/m
RR : 28x/m
Temp : 38,50C
A/ TFA + TDD
Th/
- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Paracetamol 4x ½ tab per hari
- Ampisilin 3x60 mg
8
- Sagestam 2x50 mg
- Ranitidine 2x20 mg
28/6/2012
Demam : 4
Rawat : 3
Kel : demam (+), batuk (-)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 90 x/m
RR : 28x/m
Temp : 37, 80C
A/TFA + TDBD
Th/
- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Paracetamol 4x ½ tab per hari
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
- Ranitidine 2x20 mg
29/6/2012
Demam : 5
Rawat : 4
Kel : demam (+), batuk (-), nyeri perut (+)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 94 x/menit
RR : 28 x/menit
Temp : 37,7oC
Coated tongue (+)
A/ TFA+TDD
Th/
- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Paracetamol 4x ½ tab per hari
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
- Ranitidine 2x20 mg
30/6/2012
Demam : 6
Rawat : 5
Kel : demam (-), batuk (+)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 90 x / menit
RR : 28x/menit
Temp : 36,60C
A/ TFA+TDD
Th/
- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
2/6/2012
Rawat : 7
Kel : demam (-), batuk (-), gusi berdarah (+)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
Temp : 36,0 0C
A/ TFA+TDD
Th/- Istirahat
9
- IVFD RL gtt XVIII
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
R/ Cek thrombosit ulang3/6/2012
Rawat : 8
Kel : demam (-), batuk (-)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 100 x/menit
RR : 30 x/menit
Temp : 36,7 0C
Thrombosit: 40.000/mm3
Th/- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
R/ Cek thrombosit ulang4/6/2012
Rawat : 9
Kel : demam (-), batuk (-)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Temp : 36,8 oC
Th/- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50mg
5/6/2012
Rawat : 10
Kel : demam (-), batuk (-)
Ku : tampak sakit sedang
Nadi : 100 x/menit
RR : 30 x/menit
Temp : 36,58oC
Thrombosit: 159.000/mm3
Ht : 35 vol%
Th/- Istirahat
- IVFD RL gtt XVIII
- Ampisilin 3x60 mg
- Sagestam 2x50 mg
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TONSILOFARINGITIS
2.1.1. DEFINISI
Faringitis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak.
Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan derajat beratnya
penyakit. Tonsilofaringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun jarang terjadi pada
anak dibawah usia 1 tahun. Insiden meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
mencapai puncak pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insiden
tonsilofaringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang dibawah usia 3
tahun dan sebanding antara laki-laki dengan perempuan.
Tonsilofaringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Oleh karena itu
diperlukan strategi untuk melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana agar
dapat membedakan pasien-pasien yang membutuhkan antibiotik, dan mencegah serta
meminimalkan penggunaan medikamentosa yang tidak perlu.
Tonsilofaringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi faring dan
tonsil yang berlangsung hingga 14 hari. Tonsilfaringitis merupakan peradangan
membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya.
2.1.2. ETIOLOGI
Berbagai bakteri dan virus dapat menyebabkan tonsilofaringitis, baik sebagai
penyakit tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus merupakan etiologi
terbanyak tonsilofaringitis akut, terutama pada anak usia 3 tahun. Virus penyebab
penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, Parainfluenza virus, dapat
menjadi penyebab tonsilofaringitis. Virus Epstein Barr (EBV) dapat menyebabkan
tonsilofaringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksimononukleosis seperti
splenomegali dan limfadenopati generalisata. Infeksi virus sistemik seperti infeksi
virus campak, virus Rubella, Citomegalovirus (CMV), dan berbagai virus lainnya
juga dapat menyebabkan gejala tonsilofaringitis akut.
11
Streptokokus β hemolitikus grup A (SBHGA) adalah penyebab terbanyak
tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15-13% dari tonsilofaringitis akut
pada anak, sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10% kasus. Streptokokus grup A
biasanya bukan penyebab yang umum pada anak usia prasekolah.
2.1.3. PATOGENESIS
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung
dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang
terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara penularan yang kurang berperan,
demikian juga penularan melalui makanan.
Penyebaran SBHGA memerlukan pejamu yang rentan dan difasilitasi dengan
kontak yang erat. Infeksi ini jarang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun, mungkin
karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Remaja biasanya telah
mengalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan,
oleh karena itu infeksi SBHGA jarang terjadi pada kelompok ini.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan
nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi
dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga
menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai
dengan invasi lokal serta penglepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi
dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan
sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa
inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.
2.1.4. MANIFESTASI KLINIS
12
Secara umum gejala tonsilofaringitis akut oleh karena SBHGA adalah sakit
tenggorok, malaise, demam sakit kepala.beratnya gejala tergantung pada virulensi
dan kemampuan menyebar bakteri penyebabnya.
Virulensi SBHGA tinggi, enzym dan toksinya menyebabkan bakteri mampu
menyebar keseluruh mukosa dan submukosa tonsil dan faring, terutama dinding
posterior faring dan fosa tonsilaris. Virulensi dan kemampuan menyebar bakteri
SBHGA yang tinggi menyebabkan derajat trauma infeksi pada mukosa, submukosa
tonsil dan faring juga tinggi, dan reaksi inflamasi yang terjadi juga cukup kuat. Tanda
yang muncul berupa:
1. Vasodilatasi dan neovaskularisasi yang merata pada dinding posterior faring
dan plika tonsilaris.
2. Edema jaringan dan interstitiel dan prostaglandin yang terbentuk
menyebabkan timbulnya sakit tenggorok yang disebut “sore throat”
3. SBHGA mampu mencapai pembuluh darah dan limfonodi regional, sehingga
demam tinggi mendadak.
4. Limfadenitis sevikalis.
Pada tonsilofaringitis streptokokus akan dijumpai gejala dan tanda sebagai
berikut: Awitan akut, disertai mual dan muntah, faring hiperemis, demam, nyeri
tenggorokan, tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar getah bening anterior bengkak
dan nyeri, uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo
sekunder, petechie palatum mole. Sedangkan jika dijumpai gejala dan tanda sebagai
berikut ini, maka kemungkinan besar bukan karena streptokokus: usia dibawah 3
tahun, awitan bertahap, kelainan melibatkan beberapa mukosa, konjungtivitis, diare,
batuk, pilek, suara serak, mengi, rongki di paru, eksantema ulceratif.
Tanda khas faringitis difteri adalah membran asimetris, mudah berdarah, dan
berwarna kelabu pada faring. Membran tersebut dapat meluas dari baras anterior
tonsil hingga ke palatum mole dan atau uvula.
Pada tonsilofaringitis akut akibat virus dapat juga ditemukan ulcus di palatum
mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan
13
dengan eksudat faringitis streptokokus. Gejala yang timbul dapat hilang dalam 24
jam, berlangsung selama 4-10 hari (self limiting disease), jarang menimbulkan
komplikasi dan prognosisnya baik.
2.1.5. KOMPLIKASI
Menurut Klein dan Pichichero tonsilofaringitis akut oleh karena SBHGA
mempunyai potensi untuk menimbulkan dua macam komplikasi yaitu komplikasi
supurasi dan non supurasi. Komplikasi supurasi bersifat lokal yaitu mengenai
jaringan disekitar faring dan tonsil. Komplikasi tersebut dapat berupa abses
parafaring, abses peritonsil. Komplikasi nonsupurasi biasanya bersifat sistemik, yaitu
demam rematik, sendi rematik, penyakit jantung rematik dan glomerulonefritis. AAG.
Bawanegara. 2003. Evaluasi sistem skoring gejala klinik dari National Guidline
Clearinghouse (NGC) pada penderita tonsilofaringitis akut karena streptokokus beta
hemolitikus group A di RSUP DR kariadi Semarang”.
2.1.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Sulit untuk membedakan antara tonsilofaringitis
streptokokus dan tonsilofaringitis virus berdasar anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Baku emas penegakkan diagnosis tonsilofaringitis bakteri atau virus melalui
pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada area
tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya S. Piogenes. Untuk memaksimalkan
akurasi maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan regio tonsil, lalu
diinokulasi pada media segar darah domba 5% dan piringan basitrasin diaplikasikan,
kemidian ditunggu 24 jam.
2.1.7. TATALAKSANA
14
Usaha untuk membedakan toonsilofaringitis bakteri atau virus bertujuan agar
pemberian antibiotik sesuai indikasi. Tonsilofaringitis streptokokus grup A
merupakan satu-satunya tonsilofaringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan
khusus dalam penggunaan antibiotik.
Penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada tonsilofaringitis virus karena
tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan.
Istirahat cukup dan pemberian cairan intravena yang sesuai terapi suportif yang dapat
diberikan. Selain itu pemberian obat kumur dan hisap, pada anak yang cukup besar
dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabila terdapat nyeri atau demam,
dapat diberikan paracetamol atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak dianjurkan
terutama pada infeksi influenza karena insiden sindrom Reye kkerap terjadi.
Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasar pada gejala klinis dan
hasil kultur positif pada pemeriksaan apusan tenggorok. Antibiotik pilihan pada terapi
tonsilofaringitis akut Streptokokus grup A adalah penisilin V oral
15-30mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM
dengan dosis 600.000 IU (BB<30kg) dan 1.200.000 IU (BB>30kg. Amoksisilin dapat
digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, karena selain
efeknya sama obat ini juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin dengan dosis
50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan
penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak alergi dapat diberikan eritromisin etil
suksinat 40mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2-4 kali per hari selama 10 hari.
Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk
mengurangi frekuensi tonsilitis rekuran. Pengobatan dengan adenoidektomi dan
tonsilektomi telah menurun dalam dua tahun terakhir. Ukuran tonsil dan adenoid
bukanlah indikator yang tepat. Tonsilektomi biasanya dilakukan pada
tonsilofaringitsu berulang atau kronis.
2.2. DEMAM DENGUE
15
Deman dengue, sindrom jinak yang disebakan oleh beberapa virus dibawa
arthropoda, ditandai dengan demam bifasik, mialgia, artalgia, ruam, leucopenia,
limpadenopati.
2.2.1. ETIOLOGI
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak
terdapat perlindungan terhadap serotipe lain.
2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk family Stegomia. Aedes Aegpty,
nyamuk penggigit siang hari adalah vektor utama, dan semua empat tipe virus telah
ditemukan darinya. Pada kebanyakan daerah tropis aedes aegypty adalah sangat
urbanisasi, berkembang biak pada penyimpanan air minum, atau air mandi atau pada
air hujan yang terkumpul pada berbagai wadah.
2.2.3. PATOFISIOLOGI
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi :
aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular;
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang
16
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor di atas menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler;
kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati.
2.2.4. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi mulai
dari asimtomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue, sampai sindrom syok dengue. Walaupun
secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir
tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.
Biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan
kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan
disertai timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa dikenal sindrom
trias dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada anggota badan (kepala, bola
mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam makulopapular. Tanda lain menyerupai
demam dengue yaitu anoreksia, muntah, dan nyeri kepala.
2.2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, hitung trombosit, uji serologi
HI (Haemagglutination inhibiting antibody), Dengue Blot. Pansitopenia dapat terjadi
pada hari ketiga dan keempat. Neuropenia mungkin menetap atau muncul selama
stadium kedua penyakit dan dapat berlanjut sampai konvalesen.Trombosit terkadang
turun. Uji tourniquet jarang positif.
17
2.2.6. DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO (1997) dengan indikator demam 2-7 hari. Tendensi
perdarahan, hepatomegali, rejatan, bukti kebocoran plasma dan trombositopenia.
TDD : deman akut 2-7 hari ditambahan 2 lebih manifestasi sakit kepala,
sakit belakang bola mata, mialgia, atralgia, rash, manifestasi perdarahan, dan
leukopeni. Tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak terbukti
diagnosis klinis lain.
TDBD : demam + manifestasi perdarahan paling sedikit test tourniquet (+)
DSS : DBD derajat III dan IV
Derajat (WHO 1997):
I. Demam dengan uji bendung positif.
II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin,
lembab, dan pasien menjadi gelisah.
IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.
2.2.7. DIAGNOSIS BANDING
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, idiophatic trombocytopenic purpura (ITP),
leukemia, dan anemia aplastik.
Demam chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya seluruh keluarga
terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tinggi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan
18
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok. Pada hari-hari pertama ITP dibedakan dengan DBD dengan demam yang cepat
menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan
jumlah trombosit pada DBD lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia,
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada
anemia aplastik anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
2.2.8. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD di rawat di ruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus dengan DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.Hiperpireksi diatasi
dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol
70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15
mg/kg BB/kali. Analgesik atau sedari ringan mungkin diperlukan untuk
mengendalikan nyeri. Karena pengaruhny pada hemostasis, aspirin tidak boleh
diberikan. Penggantian cairan dan elektrolit diperlukan bila ada defisit yang
disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah atau diare.
Jenis Cairan (Rekomendasi WHO) : Kristaloid, Larutan ringer laktat (RL) atau
dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (DS/RL), larutan ringer asetat (RA) atau
dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (DS/RA), larutan NaCl 0,9% (garam faali =
GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali (D5/GF). Koloid yaitu dekstran 40
Plasma.
2.2.9. PROGNOSIS
Infeksi primer dengan demam dengue dan penyakit seperti dengue biasanya
sembuh sendiri dan benigna. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan
19
kejang demam adalah komplikasi yang peling sering pada bayi dan anak-anak.
Prognosis mungkin dipengaruhi secara merugikan oleh antobodi yang didapat pasif
atau oleh infeksi sebelumnya denganvirusa yang sangat terkait.
20
BAB III
ANALISIS KASUS
Satu hari SMRS yang lalu, Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun datang
dengan keluhan utama demam tinggi terus menerus. Keluhan tambahan batuk.
Dari anamnesis didapatkan adanya demam tinggi, terus-menerus, dan tidak disertai
menggigil, tidak disertai kejang. Penderita juga mengeluh batuk, sakit menelan, sakit
perut, mual, tetapi tidak sampai muntah. Sakit kepala, nyeri sendi, nyeri dibelakang
bola mata, pilek (-), mata merah dan kotoran mata (-), keluar cairan dari telinga (-),
keluar bintik bintik merah pada tubuh (- ), mimisan ( -), gusi berdarah (-), BAB dan
BAK biasa, Badan menjadi kuning (-), Penderita juga menyangkal berpergian ke luar
kota dalam 1 bulan terakhir. Penderita tidak dibawa ke berobat hanya diberikan obat
paracetamol oleh orang tua penderita , demam turun. 5 jam SMRS, pasin masih
mengalami demam tinggi terus menurun, disertai nyeri belakang bola mata, nyeri
perut, mual dan nyeri menelan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 80
kali/menit, pernafasan 22 kali/menit, suhu 37,0ºC. Pada pemeriksaan khusus akral
hangat, tanda-tanda perdarahan tidak ada. Pada pemeriksaan tonsil dan faring
didapatkan pembesaran tonsil T2-T2, kripta tidak melebar, detritus tidak ada dan
faring hiperemis, bergranula. Jadi kemungkinan tonsilofaringtis akut e.c susp virus.
Tidak didapatkan lagi epistaksis dan gusi berdarah. Ektermitas tidak didapatkan
petechie.
Status gizi penderita berdasarkan pemeriksaan antropometri tergolong ke
dalam gizi kurang (BB/TB = 76%). Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9,8 g/dl berarti Hb pada pasien ini mngalami penurunan.
Kemungkinan diakibatkan karena epistaksis yang dialami pasien.Ht 28 vol% dalam
batas normal. Leukosit 2.500/mm3 pada pasien ini mengalami penurunan yang dapat
diakibatkan oleh infeksi virus dengue yang dapat membuat perubahan imunologi
seluler sehingga pada fase akut terjadi leukopenia, Trombosit 81.000/mm3 berarti
21
terjadi penurunan trombosit tetapi hematokrit masih termasuk normal sehingga pasien
dikategorikan menderita demam dengue. DDR plasma tidak ditemukan sehingga
diagnosis malaria dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan urinalisa hasil yang
didapatkan masih dalam batas normal. Dengan demikian, diagnosis penderita ini
adalah tonsilofaringtis akut dan tersangka demam dengue.
Penatalaksanaan pada pasien ini bersifat suportif, tirah baring selama demam.
Pemasangan IVFD dengan cairan RL gtt 20x/menit. Diberikan obat penurunan panas
yaitu paracetamol dengan dosis 10-15mg/KgBB yaitu 3x ½ tab/hari jika terjadi
kenaikan suhu tubuh. Antibiotik yaitu amoxilin 3x 60mg/hari dan Sagestam
3x50mg/hari. Pemberian ranitidine diberikan karena keluhan mual pada pasien ini.
Prognosis pasien ini bonam.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.dr.Corry S. Matondang. 2003. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi Ke-2.
Jakarta : CV.Sagung Seto.
2. Prof.DR.dr.A.SamikWahab, SpA(K).2000.Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-15.
Jakarta. EGC.
3. Hppt//www.Emedicine.com.Tosilfaringitis.4 juli 2012.
4. Staf Pengajar IKA-FK UNSRI. 2008. Standar penatalaksanan Anak.
Palembang.
5. Staf Pengajar IKA-FK UI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media
Aesculapis. Jakarta.
23