faringitis nita.doc

26
FARINGITIS DISUSUN OLEH : Nita Prasasti G99122086 KEPANITERAAN KLINIK SMF FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA 2013

Upload: prasastinita

Post on 25-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

faringitis

TRANSCRIPT

FARINGITIS

DISUSUN OLEH :

Nita Prasasti

G99122086

KEPANITERAAN KLINIK SMF FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2013

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah infeksi pada faring,

yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, eksudat pada faring, faring

hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise1. Radang ini

dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin

dan lain-lain. Pada umumnya, penyebab paling sering dari faringitis yaitu

infeksi oleh virus (misal EBV) atau bakteri Streptococcus beta hemolitikus.

Radang tenggorokan/faringitis banyak dialami oleh orang yang tinggal atau

bekerja di tempat yang berdebu, lingkungan yang sangat kering, penggunaan

suara yang berlebihan, makanan yang dapat mengiritasi tenggorokan, batuk

yang menetap, maupun alergi 2.

B. EPIDEMIOLOGI

Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis

kelamin3, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi anak-anak3.

Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya

meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut

sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa4. Kematian yang

diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi

penyakit ini5.

    Faringitis akut baik disertai demam atau tidak, pada umumnya

disebabkan oleh virus6, seperti Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzavirus,

Coksakievirus, Coronavirus, Echovirus, Epstein-Bar virus (mononukleosis)

dan Cytomegalovirus. Dari golongan bakteri seperti Streptokokus beta

hemolitikus kelompok A, merupakan kelompok bakteri yang sering

ditemukan4,6, sedangkan jenis bakteri yang lain seperti Neisseria gonorrhoeae,

Corynobacterium diphtheriae, Chlamydia pneumonia, grup C dan G

streptokokus2,3.

    Penyebab faringitis yang lain seperti Candida albicans (Monilia) sering

didapatkan pada bayi dan orang dewasa yang dalam keadaan lemah atau

terimunosupresi4,6. Hal-hal seperti udara kering, rokok, neoplasia, intubasi

endotrakeal, alergi, dan luka akibat zat kimia dapat juga menyebabkan

faringitis3,5.

C. PATOFISIOLOGI

Bakteri penyebab faringitis pada umumnya memiliki sifat penularan yang

tinggi melalui droplet udara yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini

dapat dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri hinggap pada sel yang

sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini

menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan

tonsil. Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya kemerahan pada faring5.

D. GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus atau virus

yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun, terdapat banyak

tumpang tindih dalam tanda-tanda  serta gejala penyakit tersebut dan secara

klinis seringkali sukar untuk membedakan satu bentuk faringitis dari bentuk

lainnya4.

    Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan yang

relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise, penurunan nafsu makan

disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan sebagai tanda dini. Rasa nyeri pada

tenggorokan dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru mulai

terasa satu atau dua hari setelah awitan gejala-gejala dan mencapai puncaknya

pada hari ke-2-3. Suara serak, batuk, rinitis juga sering ditemukan. Walaupun

pada puncaknya sekalipun, peradangan faring mungkin berlangsung ringan

tetapi kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil

mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang faring.

Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar limfoid langit-langit

dan tonsil serta sukar dibedakan dari eksudat-eksudat yang ditemukan pada

penyakit yang disebabkan oleh streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar

limfe servikal akan membesar, berbentuk keras dan dapat mengalami nyeri

tekan atau tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini tetapi

trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit berkisar

6000 hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000)

dengan sel-sel polimorfonuklear menonjol merupakan hal yang sering

ditemukan pada fase dini penyakit tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya

kecil artinya dalam melakukan pembedaan penyakit yang disebabkan oleh

virus dengan bakteri. Seluruh masa sakit dapat berlangsung kurang dari 24 jam

dan biasanya tidak akan bertahan lebih lama dari 5 hari. Penyulit-penyulit

lainnya jarang ditemukan4.

    Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2 tahun,

seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala, nyeri abdomen dan

muntah-muntah. Gejala-gejala tersebut mungkin berkaitan dengan terjadinya

demam yang dapat mencapai suhu 40˚C (104˚ F); kadang-kadang kenaikan

suhu tersebut tidak ditemukan selama 12 jam. Beberapa jam setelah keluhan-

awal, baru kemudian tenggorokan penderita mulai terasa sakit dan pada

sepertiga penderita mengalami pembesaran kelenjar-kelenjar tonsil, eksudasi

serta eritem faring. Derajat rasa nyeri faring tidak tetap dan dapat bervariasi

dari yang sedikit hingga rasa nyeri demikian hebat sehingga membuat

penderita sukar menelan. Dua per tiga dari para penderita mungkin hanya

mengalami eritema tanpa pembesaran khusus kelenjar tonsil serta tidak

terdapat eksudasi. Limfadenopati servikal anterior biasanya terjadi secara dini

dan nodus-nodus kelenjar mengalami nyeri tekan. Demam mungkin

berlangsung hingga 1-4 hari; pada kasus-kasus sangat berat penderita tetap

dapat sakit hingga 2 minggu. Temuan-temuan fisik yang paling mungkin

ditemukan berhubungan dengan penyakit yang disebabkan oleh streptokokus

adalah kemerahan pada kelenjar-kelenjar tonsil beserta tiang-tiang lunak,

terlepas dari ada atau tidaknya limfadenitis dan eksudasi-eksudasi. Gambaran-

gambaran ini walaupun sering ditemukan pada faringitis yang disebabkan oleh

streptokokus, tidak bersifat diagnostik dan dengan frekuensi tertentu dapat pula

dijumpai pada faringitis yang disebabkan oleh virus4.

    Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak jarang terjadi pada

faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah dibuktikan, adanya 2 atau

lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-gejala ini memberikan petunjuk pada

diagnosis infeksi virus4.

    Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang dapat

dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan streptokokus3,4.

Menurut Simon, diagnosis standar streptokokus beta hemolitikus kelompok A

adalah kultur tenggorok, karena mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang

tinggi tergantung dari teknik, sampel dan media. Bakteri yang lain seperti

gonokokus dapat diskrening dengan media Thayer-Martin hangat. Virus dapat

dikultur dengan media yang khusus seperti pada Epstein-Bar virus

menggunakan monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan laboratorium

ditemukan adanya leukositosis3.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda

dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam

menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis

karena bakteri atau virus7.

Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan

tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran

bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit

sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah

terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa,

petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami

pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan

coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang

dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi

apakah terdapat pembesaran lien dan hepar pada pasien.

F. PENGOBATAN

Terapi faringitis virus adalah aspirin atau asetaminofen, cairan dan

istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya

disebabkan oleh invasi bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan

oleh virus. Antibiotika dicadangkan untuk komplikasi ini.

Faringitis yang disebabkan oleh streptokokus paling baik diobati dengan

pemberian penisilin oral. Dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 250

mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg

2 kali sehari selama 10 hari8. Pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan

respon klinis yang cepat dengan terjadinya penurunan suhu badan dalam waktu

24 jam. Eritromisin atau klindamisin merupakan obat lain dengan hasil

memuaskan, jika penderita alergi terhadap penisilin4,6.

Dengan tambahan untuk mencukupi terapi antibiotik terhadap pasien-

pasien yang menderita faringitis, tanpa menghiraukan etiologinya, seharusnya

diberikan antipiretik untuk mengatasi nyeri atau demam. Obat yang dianjurkan

seperti ibuprofen atau asetaminofen3.

Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat, selain

terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu

meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula

memberikan sedikit keringanan gejala terhadap nyeri tenggorokan4.

G. PROGNOSIS

Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun

sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis 5.

BAB II

STATUS PASIEN

A. ANAMNESA

1. Identitas Pasien

Nama : Nn. S

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jebres, Surakarta

No. RM : 01 87 89 66

Masuk RS : 1 November 2013

Pemeriksaan : 1 November 2013

2. Keluhan Utama

Nyeri tenggorokan

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Moewardi dengan keluhan tenggorokan

nyeri sejak 2 hari yang lalu. Nyeri terutama dirasakan saat pagi hari setelah

bangun tidur yang disertai gatal dan kering pada tenggorokan. Pasien juga

mengeluhkan susah menelan makanan karena nyeri yang dirasakannya.

Selain itu, pasien juga merasa demam, lemas dan nyeri kepala sejak 2 hari

terakhir. Awalnya keluhan pasien tidak disertai pilek, namun semenjak

panasnya meningkat maka ingus hidung pasien juga meningkat dan

semakin mengental. Batuk (-), serak (-), hidung tersumbat (+), terasa

lendir mengalir di tenggorokan (-).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Sesak Nafas : disangkal

R. Asma : disangkal

R. Alergi : disangkal

R. Mondok : disangkal

5. Riwayat Penyakit keluarga

R. Sakit jantung : disangkal

R. Penyakit Paru : disangkal

R. Asma : disangkal

R. DM, Hipertensi : disangkal

6. Riwayat Status Gizi

Penderita biasa makan tiga kali sehari dengan nasi, lauk pauk ,

tahu, tempe, lebih sering makan daging ayam. Penderita minum air putih

kurang lebih 6-7 gelas perhari.

7. Anamnesa Sistemik

Keluhan utama : Tenggorokan terasa nyeri

Kepala : nyeri kepala (+)

Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-),

pandangan dobel (-), berkunang-kunang (-)

Hidung : pilek (+), mimisan (-), hidung tersumbat (+)

Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-),

berdenging ( - )

Mulut : mulut terasa kering (+), bibir biru (-), sariawan

(-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir

pecah-pecah (-)

Tenggorokan : sakit telan (+), serak (-), gatal (+)

Respirasi : sesak (-) waktu serangan, batuk (-), dahak ()

berwarna putih, batuk darah (-), mengi (-),

stridor (-)

Cardiovaskuler : nyeri dada (-), pingsan (-), keringat dingin (-),

berdebar-debar (-), lemas (-) saat serangan

Gastrointestinal : mual (-) saat serangan, muntah (-), perut terasa

panas (-), kembung (-), sebah (-), mbeseseg (-),

nafsu makan menurun (+), perut membesar (-),

muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB

darah lendir (-), BAB sulit (-), ambeien (-)

Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah

(-), nyeri saat BAK (-), sering kencing (-),

kencing sedikit (-)

Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-),

kesemutan (-)

Extremitas : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak

(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak

(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

Kulit : kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning

(-), kebiruan (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : komposmentis , sakit sedang, gizi kesan cukup

Tanda vital:

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

b. Nadi : 88 x / menit, reguler, isi cukup, elastisitas cukup.

c. Respirasi : 38 x / menit

d. Suhu : 38,3 0 C (per axiller)

e. Berat badan : 40 kg

f. Tinggi badan : 156 cm

Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),

venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+)

Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak

mudah dicabut

Mata : cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem

palpebra (-/-)

Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), MT intak,

LT lapang

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), epistaksis (-/-),

chonca inferior DS eutrofi, septum deviasi (-),

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),

gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah

tremor (-), papil lidah atrofi (-)

Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-) T1-T1, faring hiperemis (+), uvula

ditengah

Leher : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat (R+2),

KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri

tekan (-)

Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-),

pernapasan tipe thoraco-abdominal

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat,

Ictus cordis teraba di SIC V linea

midclavicula sinistra.

Perkusi : Batas jantung

Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternalis

dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis

dextra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis

sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V lateral linea

midclavicula sinistra

Kesan : Batas jantung normal

Auskultasi :

HR : 80 kali/menit, reguler

BJ I tunggal, BJ II tunggal, intensitas normal, reguler,

bising (-), gallop (-)

Ekstrasistole (-)

Paru : Depan : Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)

RBK(-/-), Wheezing (-/-)

Belakang:Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)

Abdomen : Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien

tidak teraba.

Extremitas : Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka

(-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka

(-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

C. RESUME

Pasien perempuan, usia 21 tahun datang ke RSUD Moewardi dengan

keluhan tenggorokan nyeri sejak 2 hari yang lalu. Nyeri terutama dirasakan

saat pagi hari setelah bangun tidur yang disertai gatal dan kering pada

tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan susah menelan makanan karena nyeri

yang dirasakannya. Selain itu, pasien juga merasa demam, lemas dan nyeri

kepala sejak 2 hari terakhir. Batuk (-), pilek (+), serak (-), hidung tersumbat

(+), terasa lendir mengalir di tenggorokan (-). Dari hasil pemeriksaan fisik

didapatkan demam 38,3 0C per axiller, sekret dan dinding faring yang tampak

hiperemis.

E. TUJUAN PENGGUNAAN OBAT

Untuk menghilangkan penyebab utama

Untuk menghilangkan gejala simptomatis yang dirasa mengganggu

KERANGKA BERPIKIR PENGGUNAAN OBAT

PENULARAN SECARA DROPLET

Kuman menginfiltrasi jar. epitel faring dan terjadi pengikisan

RADANG

Bakteri + MF + Monosit

IL – 1 BIL – 6ß – IFNTNF – αγ – IFN

Endogen pirogen

Prostaglandin

BATUK

GG

PARACETAMOL

ANTIBIOTIK

F. PEMBAHASAN OBAT

1. Amoxicilin

Dalam kasus di atas kita dapat menggunakan antibiotik untuk membunuh

kuman. Penegakan diagnosis infeksi kuman dapat dilihat dari adanya demam dan

tidak ada nyeri sendi. Bakteri tersering yang menyebabkan infeksi faring ialah

streptococcus B hemolitikus , yaitu bakteri gram positif. Kita dapat menggunakan

antibiotik penisilin spektrum luas seperti amoxicilin tablet 250 mg sebanyak tiga

kali dalam sehari.

Mekanisme kerja:

Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada

ikatan penisilin-protein (Protein Binding Penisilin), sehingga menyebabkan

penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam

dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri

menjadi pecah (lisis).

Indikasi:

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri

gram negatif (Haemophilus Influenza, Eschericia coli, Proteus mirabilis,

Salmonella) dan dapat juga digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan

oleh bakteri gram positif (Streptococcus, Enterococci). Amoksisilin dapat

digunakan dalam kasus infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas atas,

Hipothalamus

DEMAM

NYERI

MERAH

PANAS

BENJOLAN

FUNCTIO LESA

bronkitis; pneumonia; otitis media; abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya;

osteomielitis; penyakit lyme; profilaksis endokarditis.

Kontraindikasi:

Hipersensitif terhadap golongan penisilin.

Efek samping:

Alergi, gangguan lambung usus (mual, muntah, diare) dan radang kulit jarang terjadi.

2. Paracetamol

Mekanisme kerja:

Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan

perdebatan. Parasetamol bekerja menghambat produksi prostaglandin (senyawa

penyebab inflamasi), tetapi ternyata parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat

sebagai anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi

bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambat

pembentukan senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat

pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.

Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh

aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum

tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam

arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal

sebagai zat endogenous cababinoid.

Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid

endogen dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang

memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah

terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.

Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada

metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang

tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol

menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi

prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga

meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi,

dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi

parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini

menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi,

namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh,

dimana kondisinya tidak oksidatif.

Indikasi:

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. 

Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit

gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan

setelah vaksinasi.

Kontra Indikasi:

Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat

dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.

Efek samping:

Reaksi hipersensitivitas, methemoglobinemia, hemolisis eritrosit, dan

hepatotoksik.

RESEP

R/ Amoxicilin tab mg 250 No XXX

∫ 3 dd tab I

R/ Paracetamol tab mg 250 No XV

∫ prn (1-3) dd tab I

Pro : Nn. S (21 Tahun)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vincent, T., Mirian, Celestin,N., Hussain,N., Aneela. Pharyngitis.

http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735

htm.2006.

2. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-7.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. 2012.

3. Simon, HK. Pediatrics, Pharyngitis.

http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.htm. 2005 .

4. Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-

infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak

Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.

5. Kazzi,A.,Antoine, Wills,J. Pharyngitis.

http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.

6. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok:

Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta;

118.

7. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis

Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1994.

8. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210