journal translate rhinosinusitis

27
RHINOSINUSITIS : bukti dan pengalaman : Suatu Lampiran Pendahuluan Rinosinusitis (RS) adalah proses inflamasi dari mukosa hidung, dan itu diklasifikasikan sebagai akut (<12 minggu) atau kronis (≥12 minggu) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk evolusi tanda dan gejala, dan menurut beratnya kondisi, seperti ringan, sedang, atau berat. Keparahan penyakit diklasifikasikan melalui Skala Visual Analog (VAS) (Gambar. 1), dari 0-10 cm. Pasien diminta untuk mengukur dari 0 sampai 10 untuk tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh gejala; nol mengartikan tidak ada ketidaknyamanan, dan 10 ketidaknyamanan terbesar. Tingkat keparahan ini kemudian diklasifikasikan sebagai berikut: ringan: 0-3 cm; sedang:> 3-7 cm; berat:> 7-10 cm. 1 Meskipun VAS hanya divalidasi untuk Rinosinusitis kronis (RSK) pada orang dewasa, European Position Paper tentang Rinosinusitis dan Polip Nasal 2012 1 juga merekomendasikan penggunaannya untuk Rhinosinusitis Akut (RSA). Terdapat beberapa kuesioner khusus untuk rinosinusitis; namun,dalam prakteknya, sebagian besar memiliki keterbatasan dalam aplikasinya, khususnya di kondisi akut. 2- 4 Rinosinusitis akut Definisi Rinosinusitis akut (ARS) adalah proses inflamasi dari mukosa hidung dengan onset mendadak, berlangsung hingga 12 minggu. Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam jangka waktu tertentu, namun selalu dengan remisi lengkapdari tanda dan gejala di antara setiap episode. Klasifikasi

Upload: sheila-jessica-andavania

Post on 09-Jul-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Translate Rhinosinusitis

RHINOSINUSITIS : bukti dan pengalaman : Suatu Lampiran

Pendahuluan

Rinosinusitis (RS) adalah proses inflamasi dari mukosa hidung, dan itu diklasifikasikan sebagai akut (<12 minggu) atau kronis (≥12 minggu) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk evolusi tanda dan gejala, dan menurut beratnya kondisi, seperti ringan, sedang, atau berat. Keparahan penyakit diklasifikasikan melalui Skala Visual Analog (VAS) (Gambar. 1), dari0-10 cm. Pasien diminta untuk mengukur dari 0 sampai 10 untuk tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh gejala; nol mengartikan tidak ada ketidaknyamanan, dan 10 ketidaknyamanan terbesar. Tingkat keparahan ini kemudian diklasifikasikan sebagai berikut: ringan: 0-3 cm; sedang:> 3-7 cm; berat:> 7-10 cm.1

Meskipun VAS hanya divalidasi untuk Rinosinusitis kronis (RSK) pada orang dewasa, European Position Paper tentang Rinosinusitis dan Polip Nasal 20121 juga merekomendasikan penggunaannya untuk Rhinosinusitis Akut (RSA). Terdapat beberapa kuesioner khusus untuk rinosinusitis; namun,dalam prakteknya, sebagian besar memiliki keterbatasan dalam aplikasinya, khususnya di kondisi akut.2- 4

Rinosinusitis akut

Definisi

Rinosinusitis akut (ARS) adalah proses inflamasi dari mukosa hidung dengan onset mendadak, berlangsung hingga 12 minggu. Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam jangka waktu tertentu, namun selalu dengan remisi lengkapdari tanda dan gejala di antara setiap episode.

Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi untuk rinosinusitis. Salah satu yang paling sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan etiologi, yang didasarkan terutama pada durasi gejala:1

- RSA Viral atau common cold: kondisi umumnya diri terbatas, di mana durasi gejala kurang dari sepuluh hari;- RSA post-virus: ketika terjadi perburukan gejala lima hari setelah onset penyakit, atau bila gejala terus berlangsung selama lebih dari sepuluh hari;- Rinosinusitis Bakteri Akut (RBA): pada presentase kecil, pasien dengan RSA post-virus dapat berkembang menjadi RBA.

RSA virus atau common cold memiliki durasi gejala yang biasanya kurang dari 10 hari. Ketikaterdapat perburukan gejala pada sekitar hari kelima, atau menetap lebih dari sepuluh hari

Page 2: Journal Translate Rhinosinusitis

(dan kurang dari 12 minggu), dapat diklasifikasikan sebagai RS post-virus. Diperkirakan bahwa RSA post-virus berkembang menjadi RBA dengan persentase kecil, sekitar 0,5 - 2%.

Terlepas dari durasi waktu, setidaknya terdapat tiga dari tanda-tanda / gejala di bawah ini yang mengarahkan ke RSA bakteri:

- Sekresi nasal (yang biasanya unilateral) dan adanya nanah di rongga hidung;- Nyeri lokal yang intens (dengan dominasi unilateral);- Demam > 38◦C;- Peningkatan laju endap darah (LED) dan kadar C- reactive protein (CRP);- ''Perburukan ganda '': kekambuhan yang akut atau keburukan setelah periode awal dari gejala yang ringan.

Diagnosis klinis

Tanda dan gejalaPada tingkat pelayanan kesehatan primer dan untuk kepentingan epidemiologi, RSA dapat didiagnosis berdasarkan gejala saja, tanpa perlu pemeriksaan khusus otorhinolaryngologi dan / atau pencitraan. Dalam kasus ini, perbedaan antara jenis RSA terutama didasarkan dengan riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan medis umum dan spesialis, baik ahli otorhinolaryngologi atau tidak. Penting diperhatikan bahwa pada saat penilaian medis,pasien mungkin lupa memberi informasi mengenai ''perburukan '' jika tidak ditanyakan secara khusus. Riwayat dari durasi terjadinya gejala berlangsung beberapa hari sering diikuti dengan terjadinya kekambuhan. Bergantung pada dokter apakah mengetahui atau tidak, dalam kebanyakan kasus, itu dapat mewakili evolusi dari penyakit yang sama, dari RSA ke RS post-virus, bukan dua infeksi yang berbeda.Evaluasi subjektif dan diagnosis pada pasien dengan RSA didasarkan dengan adanya dua atau lebih dari gejala kardinal berikut ini:1

• Obstruksi hidung / kongesti;• Anterior atau posterior nasal discharge / rhinorrhea (paling sering, namun tidak selalu, purulen);• Wajah nyeri / tekanan / sakit kepala;• Gangguan penciuman.

Selain gejala-gejala di atas, odinofagia, disfonia, batuk, rasa penuh dan tekanan pada telinga dan gejala sistemik seperti asthenia, malaise dan demam juga dapat terjadi. Beberapa studi tentang frekuensi gejala-gejala RSA ini pada masyarakat menunjukkan adanya variabilits yang besar.5-7 Kemungkinan terjadinya RBA lebih besar ditandai dengan adanya tiga atau lebih dari tanda dan gejala berikut:1

• Sekresi nasal / adanya nanah dalam rongga hidung yang biasanya unilateral;• Nyeri lokal yang biasanya unilateral;

Page 3: Journal Translate Rhinosinusitis

• Demam> 38◦C;• Perburukan gejala / kemunduran setelah periode awal penyakit;• Peningkatan laju endap darah (LED) dan kadar C – reactive protein (CRP).

Gejala RSA memiliki onset tiba-tiba yang khas, tanpa riwayat gejala rinosinusitis sebelumnya. Dalam eksaserbasi akut rinosinusitis kronis (RSK), kriteria diagnostik dan pengobatan sama dengan yang digunakan untuk RSA.1 Batuk, meskipun dianggap sebagai gejala yang penting berdasarkan pedoman internasional, tetapi tidak menjadi salah satu gejala kardinal dalam dokumen ini. Namun pada populasi pediatrik, batuk diidentifikasi sebagai salah satu dariempat gejala kardinal, bukan gangguan penciuman.1,8

Obstruksi hidung merupakan salah satu gejala penting dari RSA dan harus dievaluasi bersama dengan keluhan lain pasien. Meskipun metode evaluasi obyektif obstruksi hidung seperti rinomanometri, aliran inspirasi puncak hidung dan rhinometri akustik jarang diterapkan dalam praktek sehari-hari pada pasien dengan RSA, penelitian menunjukkan korelasi yang baik antara gejala yang dilaporkan oleh pasien dan pengukuran obyektif yang diperoleh dengan metode ini.1

Rhinorrhea yang purulen sering diinterpretasikan praktek klinis sebagai indikator infeksi bakteri yang membutuhkan penggunaan antibiotisk.9,10 Namun, bukti-bukti untuk asosiasi initerbatas. Meskipun gejala yang tampaknya meningkatkan peluang positif terhadap kultur bakteri,rhinorrhea yang purulen saja tidak mencirikan RBA.11 Rhinorrhea yang purulen yang kebanyakan unilateral dan adanya nanah di rongga hidung memiliki nilai prediktif positif hanya 50% dan 17%, masing-masing untuk kultur bakteri positif yang diperoleh dari aspirasi sinus maksilaris.12

Oleh karena itu, adanya rhinorrhea yang purulen tidak selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri dan tidak harus dijadikan sebagai kriteria terisolasi untuk preskripsi antibiotik.11-13

Pengurangan indera penciuman adalah salah satu yang paling gejala sulit diukur dalam praktek klinis dan biasanya dievaluasi hanya secara subyektif. Hiposmia dan anosmia merupakan keluhan umum terkait dengan RSA, yang dapat dinilai dengan tes objektif yang sudah tervalidasi dan skala subjektif menunjukkan korelasi yang baik.14,15 Penting bahwa tes fungsi penciuman ini adaptasi melalui proses translasi, budaya dan sosial ekonomi digunakan di populasi yang berbeda.16

Nyeri dan tekanan pada wajah umum terjadi pada RSA. Nyeri wajah atau gigi unilateral dianggap sebagai prediktor sinusitis maksilaris akut.5,17 Keluhan sakit gigi pada gigi atas di topografi sinus maksilaris menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan adanya kultur bakteri positif, dengan dominasi Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza yang diperoleh dengan aspirasi sinus.18 Namun, dalam studi lain, nilai prediksi positif dari gejala nyeri wajah yang unilateral untuk infeksi bakteri hanya 41% .17

Beberapa penelitian dan pedoman berusaha untuk mendefinisikan kombinasi dari gejala yang paling tinggi menentukan probabilitas infeksi bakteri dan respons antibiotic.1 Pada studi oleh Berg dan Carenfelt, 7 adanya dua atau lebih temuan ( rhinorrhea yang purulent dan nyeri lokal yang kebanyakan unilateral, nanah dalam rongga hidung dan rhinorrhea yang purulen bilateral) menunjukkan sensitivitas 95% dan 77% spesifisitas untuk diagnosis RBA.

Page 4: Journal Translate Rhinosinusitis

Pemeriksaan klinis pasien dengan RSA awalnya harus melibatkan pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala dan leher, dengan perhatian khusus adanya edema wajah yang lokal atau difus. Pada oroskopi, sekresi purulen posterior di orofaring adalah temuan penting.8 Rhinoskopi anterior adalah bagian dari pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalam evaluasi utama pasien dengan gejala kelainan di hidung, dan meskipun memberikan informasi yang terbatas, mungkin dapat mengungkapkan aspek penting sekresi dan mukosa hidung.1

Demam dapat terjadi pada beberapa pasien dengan RSA pada hari-hari pertama infeksi,19 dan saat lebih tinggi dari 38◦C mengindikasikan penyakit yang lebih parah dan merupakan indikasi perlunya pengobatan yang lebih agresif, terutama ketika dikaitkan dengan gejala berat lainnya. Demam juga secara signifikan terkait dengan kultur bakteri positif yang diperoleh oleh aspirasi hidung terutama S. pneumoniae dan H. influenzae.

Meskipun data dalam literature terbatas, pada pasien dengan RSA, adanya edema dan nyeri pada palpasi area maksilofasial mungkin menunjukkan penyakit yang lebih parah, membutuhkan antibiotik.9

Di tingkat pelayanan kesehatan primer, endoskopi hidung umumnya tidak tersediadan tidak dianggap sebagai pemeriksaan wajib untuk diagnosis RSA. Jika tersedia, memberikan visualisasi yang lebih baik anatomi hidung dan diagnosis topografi, serta kesempatan untuk mendapatkan bahan untuk analisis mikrobiologi.1 Pada penilaian dan pemeriksaan klinis pasien, kemungkinan variasi antara wilayah geografis dan berbeda populasi harus dipertimbangkan. Iklim, sosial, perbedaan ekonomi dan budaya, serta beragam kesempatan akses pelayanan kesehatan,di antara faktor lain, mungkin mengubah persepsi subjektif dari penyakit, serta berpotensi menghasilkan gambaran klinis yang khas. Pentingnya variabilitas ini tidak diketahui dari sudut pandang bukti ilmiah; diperlukan studi lebih banyak untuk mendeteksi itu.

PengobatanAdanya keprihatinan terhadap penggunaan antibiotik yang sembarangan dan dengan perkembangan resistensi bakteri di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa sekitar 50 juta resep antibiotik untuk rinosinusitis di Amerika Serikat tidakdi perlukan, yang diresepkan untuk infeksi virus. Ketika pasien mengikuti algoritma yang lebih selektif untuk pengobatan antibiotik, manfaat lebih besar, dan itu hanya diperlukan untuk mengobati tiga pasien untuk satu pencapaian hasil yang diharapkan.20 Dengan demikian, kecenderungan seluruh dunia untuk mengobati RSA menurut tingkat keparahan penyakit dan durasi.

AntibiotikMeta-analisis dengan plasebo-terkontrol, acak, uji klinis tersamar ganda menunjukkan kemanjuran antibiotik dalam perbaikan gejala pasien RBA, terutama jika diberikan dengan hati-hati. Mereka tidak diindikasikan untuk kasus rinosinusitis virus, karena mereka tidak mengubah perjalanan penyakit, 21dan tidak boleh diresepkan sebagai pengobatan simtomatik, sehingga menghindar dari penggunaan yang sembarangan karena dapat mengkontribusi dalam peningkatkan resistensi bakteri.22

Page 5: Journal Translate Rhinosinusitis

Studi klinis telah menunjukkan bahwa sekitar 65% dari pasien yang didiagnosis dengan RBA memiliki resolusi klinis spontan,23 dan dalam beberapa kasus RBA ringan dapat diatasi secara spontan dalam sepuluh hari pertama;21 karena itu, pengobatan adjuvant awal, tanpa antibiotik mungkin merupakan pilihan yang tepat untuk RS ringan dan / atau post-virus. Antibiotik harus dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan setelah pengobatan dengan tindakan adjuvant atau jika keparahan gejala meningkat. Antibiotik diindikasikan dalam kasus RBA sedang sampai berat, pada pasien dengan gejala yang berat (demam > 37,8◦C dan nyeri wajah yang parah) dan pada pasien immunocompromised, terlepas dari durasi penyakit, dan dalam kasus ringan atau RBA tanpa komplikasi yang tidak membaik dengan pengobatan awal dengan kortikosteroid topikal nasal.24,25

Tidak ada penelitian untuk menentukan durasi pengobatan optimal dengan antibiotik. Secara umum, durasi pengobatan 7-10 hari bagi kebanyakan agen antimikroba dan 14 hari untukklaritromisin. Amoksisilin dianggap pilihan pertama antibiotik di pusat kesehatan masyarakat, karena efektivitasnya dan biaya rendah. Makrolid memiliki khasiat yang sebanding terhadap amoksisilin dan diindikasikan untuk pasien alergi terhadap antibiotik β - laktam.22,25,26 Dalam kasus dugaan resisten S. pneumoniae terhadap penisilin, kasus yang berat dan/atau kasus dengan komorbiditas, diindikasikan antimikroba spektrum luas.

Kortikosteroid topikal intranasalPasien usia lebih dari 12 tahun dengan RS post-virus, atau pasien RBA dengan gejala ringan atau sedang,24 dan tanpa demam atau nyeri wajah yang intens,25 manfaat dari kortikosteroid topikal nasal sebagai monoterapi. Selain menghilangkan gejala rhinorrhea, hidung tersumbat, nyeri sinus, dan nyeri/tekanan pada wajah,24 kortikosteroid topikal meminimalkan penggunaan antibiotik yang sembarangan, mengurangi risiko resistansi bakteri.25

Penelitian menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal nasal dengan terapi antibiotik yang tepat memberikan perbaikan gejala umum dan khusus RS lebih cepat, terutama kongesti dan nyeri wajah,27- 32 mempercepat pemulihan pasien, walau tidak ada perbaikan yang signifikan di gambaran radiografi.30,31,33 Namun, dosis optimal dan waktu pengobatan belum dipastikan.28-31

Meskipun tidak ada penelitian yang membandingkan efektivitas dari berbagai jenis kortikoid nasal pada RSA, banyak dari itu seperti budesonid, flutikason dan mometason furoat propionat telah menunjukkan keuntungan.33 Penggunaannya direkomendasikan untuk setidaknya 14 hari untuk perbaikan gejala.

Kortikosteroid oralPenggunaan kortikosteroid oral direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan RBA yang memiliki nyeri wajah intens, selama mereka tidak memiliki kontraindikasi dalam penggunaannya.34,35 Kortikosteroid oral harus digunakan selama tiga sampai lima hari, hanya dibeberapa hari pertama dalam fase akut, dan selalu bersamaan dengan terapi antibiotik, memperpendek durasi nyeri wajah34 dan mengurangi konsumsi analgesik konvensional.35

Evaluasi setelah 10-14 hari pengobatan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

Page 6: Journal Translate Rhinosinusitis

dalam resolusi gejala atau kegagalan pengobatan bila dibandingkan terapi antibiotik terisolasi dengan kortikosteroid oral.35 Beberapa studi dalam literatur penggunaan kortikosteroid oral dalam pengobatan RBA telah menunjukkan hasil yang baik dengan metilprednisolon dan prednison.

Lavage nasalMeskipun sering menggunakan larutan salin isotonik atau hipertonik dalam nasal lavage pasien dengan rhinitis dan RS, sedikit yang diketahui manfaat nyata dalam RSA.

Pengujian acak 36 membandingkan nasal lavage dengan larutan garam fisiologi dan lartuan hipertonik menunjukkan intoleransi pasien yang lebih besar untuk larutan hipertonik.Sebuah meta-analisis dari plasebo-terkontrol, acak dan percobaan double-blind menunjukkan manfaat terbatas irigasi hidung dengan larutan garam nasal pada orang dewasa, pada umumnya, tidak menunjukkan perbedaan antara pasien dan kelompok kontrol. Hanya satu studi menunjukkan perbedaan rata-rata perbaikan dalam waktu resolusi gejala 0,3 hari tanpa statistik yang signifikan.37

Dalam meta-analisis lain pada pasien yang lebih muda dari 18 tahun dengan RSA, menunjukkan tidak ada bukti jelas bahwa antihistamin, dekongestan lavage nasal efektif terhadap anak-anak dengan ARS.38

Meskipun sedikit bukti dari manfaat klinis, penggunaan saline lavage nasal umumnya direkomendasikan pada pasien dengan RSA. Ini menghasilkan peningkatan fungsi silia, mengurangi mukosa edema dan mediator inflamasi, sehingga membantu membersihkan rongga hidung dari sekresi dari proses infeksi, dan dilaporkan tidak memiliki efek samping.39

Rhinosinusitis Kronik

Definisi

Rhinosinusitis kronik adalah penyakit inflamasi dari mukosa hidung yang berlangsung selama setidaknya >12 minggu. Dalam kasus-kasus tertentu, perkembangan sinus yang terisolasi dapat diamati, seperti yang terjadi pada sinusitis odontogenik atau fungal ball. Hal ini dapat dibagi menjadi dua fenotip utama: CRS dengan poliposis hidung (CRSwNP) dan CRS tanpa polip hidung (CRSsNP). Saat ini, ada bukti yang menunjukkan bahwa dua varietas ini memiliki mekanisme patofisio dan patogenesis berbeda.

RK adalah penyakit yang umum terjadi pada populasi dan data epidemiologi penting untuk mengevaluasi distribusi, menganalisis faktor-faktor risiko dan mempromosikan kebijakan kesehatan masyarakat. Namun, data tersebut langka dalam literatur. Selain itu, definisi yang berbeda dan metode yang heterogen yang digunakan dalam penelitian - dan, akibatnya, dalam hasil yang diperoleh - membuat sulit untuk membandingkan data.

Page 7: Journal Translate Rhinosinusitis

Diagnosis klinis

Beberapa uji klinis telah dikembangkan untuk diagnosis klinis CRS, tetapi pada kebanyakan pasien hanya didasarkan pada adanya tanda dan gejala sinonasal, dengan durasi lebih dari 12 minggu. Endoskopi Sinonasal dan computed tomography (CT) adalah pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam mengklasifikasikan penyakit. Dalam bentuk CRSwNP dan CRSsNP, gejala utama adalah:

Sumbatan hidungGejala yang sangat subjektif. Merupakan salah satu keluhan yang paling sering dalam praktek klinis, mempengaruhi sekitar 83,7% dari pasien, menjadi hal yang lebih serius bila pasien yang disertai pula dengan polip hidung. Hal ini disebabkan oleh kongesti pembuluh sinusoidal, yang mengakibatkan edema lokal, diikuti oleh fibrosis jaringan, dan hanya dapat diatasi dengan penggunaan vasokonstriktor. Meskipun itu adalah gejala subjektif, beberapa artikel dalam literatur yang telah divalidasi , sumbatan hidung merupakan gejala yang penting pada CRS,dengan menggunakan rinomanometri akustik dan peak nasal inspiratory flow

• Rhinorrhea: dapat terjadi pada daerah anterior atau posterior, dan sekresi dapat bervariasi dari hyaline sampai mukopurulen dan dapat terjadi pada 63,6% dari pasien dengan CRS. Hal ini juga dapat disertai dengan cacosmia, batuk dan suara serak. Ini adalah gejala yang sulit untuk diukur

• Gangguan penciuman: Hiposmia atau anosmia sering terjadi, terutama pada CRSwNP, ditemukan 46% dari pasien. Hal ini dapat disebabkan oleh proses obstruktif (polip), edema mukosa dan / atau degenerasi yang disebabkan oleh proses peradangan kronis, dengan atau tanpa polip hidung, atau karena prosedur bedah lokal. Ada beberapa uji coba dengan bukti dengan tingkatan yang baik dalam literatur, yang menunjukkan adanya gangguan penciuman pada pasien dengan CRS.

• Nyeri wajah atau tekanan.

Gejala dengan prevalensi variabel (18-80%) . Hal ini lebih sering ditemukan pada CRSwNP, pada pasien dengan rhinitis alergi yang sulit terkontrol atau selama proses eksaserbasi . Rhinogenic headache merupakan diagnosis eksklusi, menurut International Headache Society (IHS).

Page 8: Journal Translate Rhinosinusitis

• Batuk: Ini adalah gejala yang sering terjadi pada masa kecil, sering tidak produktif, dan mungkin satu-satunya manifestasi klinik dalam CRS. Selain gejala yang biasa terjadi, seperti phlegm, iritasi faring dan laring, disfonia, halitosis, rasa penuh pada telinga, adynamia dan gangguan tidur harus ditanyakan. Selama anamnesis, di samping gejala klasik yang sudah dijelaskan , penting untuk bertanya tentang penyakit sistemik dan faktor predisposisi yang dapat mendukung perkembangan CRS. Kebiasaan pribadi seperti merokok, penggunaan kokain, paparan inhalansia beracun, jenis iklim di wilayah di mana pasien berada dan pencemaran lingkungan harus diperhatikan

• Pemeriksaan fisik:

Anterior rhinoskopi (dengan dan tanpa vasokonstriktor): penggunaannya terbatas, kecuali dalam kasus-kasus poliposis, ketika polip dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan sederhana dari ruang depan hidung. Namun, penting untuk menggambarkan tanda-tanda seperti hipertrofik inferior dan turbinasi tengah, penyimpangan septum atau degenerasi mukosa. Perlu disebutkan bahwa tidak ada tanda-tanda patognomonik dari CRS.

• Oropharyngoscopy: adanya sekresi retropalatal muco-catarrhal menunjukkan gejala postnasal discharge yang tidak berwarna

Pemeriksaan penunjang

Nasal endoskopi

Nasal endoskopi menggambarkan visualisasi sistematis rongga hidung ( turbinasi rendah, menengah dan atas), septum hidung, di samping nasofaring dan aliran drainase, dan dapat dilakukan dengan dan tanpa dekongestan nasal topikal. Adanya polip, degenerasi mukosa, sekresi, crusts, perubahan struktural, bekas luka dan tumor pada hidung juga dapat diamati. Hal ini dapat dilakukan pada awal atau secara berkala (misalnya, 3, 6, 9, dan 12 bulan) untuk membantu diagnosis, untuk mengawasi tindak lanjut periode penyakit dan pasca operasi, serta untuk mengumpulkan bahan untuk uji coba tambahan.

Hal ini penting untuk melakukan penilaian yang sistematis dari rongga hidung, seperti: pemeriksaan septum hidung, turbinasi, visualisasi dari meatus tengah, dari reses sphenoethmoidal dan nasofaring. Hal ini juga diperlukan untuk memverifikasi adanya crusts, ulserasi, perforasi septum, tanda-tanda perdarahan hidung serta sekresi, dan untuk mengecualikan kemungkinan poliposis terkait dan lesi luas. Hal ini sangat penting untuk

Page 9: Journal Translate Rhinosinusitis

melakukan endoskopi pada pasien yang sedang menjalani atau sebelumnya telah menjalani operasi. Bukti lain yang didapatkan penyakit pada mukosa yang terjadi selama enam bulan setelah operasi , harus dipertimbangkan sebagai CRS. Faktor lain yang harus diperhatikan pada pasien dengan yang sebelumnya menjalani operasi adalah resirkulasi mukus dengan tidak termasuk ostium alami dari sinus maksilaris pada antrostomy. Endoskopi hidung adalah pemeriksaan yang paling penting untuk membantu diagnosis, untuk mengawasi tindak lanjut dari penyakit tindak lanjut dan periode pasca operasi, serta untuk mengumpulkan bahan untuk uji coba yang akan datang

Penilaian pencitraan

CT adalah metode pilihan untuk CRS; Namun, bukan merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis, kecuali dalam kasus-kasus dengan tanda-tanda dan gejala unilateral dan dengan dugaan terdapat komplikasi.

Bacterioscopy / kultur sekresi sinus

Ditunjukkan dengan penyakit dengan kasus refrakter terhadap pengobatan, dan ketika bahan yang dikumpulkan tidak terkontaminasi. Hal ini dilakukan dengan cara menusuk sinus maksilaris melalui fossa canine dan menggunakan endoskopi, dengan pengumpulan yang dilakukan di meatus tengah.

Biopsi

Hal ini penting untuk studi dan pengklasifikasian lokasi inflamasi dari CRS dan polyposis hidung serta diindikasikan untuk diagnosis diferensial dari autoimun, penyakit granulomatosa dan untuk menyingkirkan kasus neoplasma (terutama dalam kasus-kasus unilateral).

Komentar

Penyelidikan diagnostik CRS didasarkan pada riwayat pasien, tanda-tanda dan gejala, pemeriksaan endoskopi dan CT scan. Yang terakhir ini dianggap sebagai faktor utama dalam menganalisis perkembangan penyakit dan dalam keputusan untuk intervensi bedah. Beberapa penyebab CRS hanya dapat mencetuskan manifestasi di daerah sinonasal, tetapi harus diingat bahwa rongga hidung dan sinus paranasal mungkin menunjukkan timbulnya penyakit sistemik. Mengidentifikasi faktor predisposisi dan penyakit yang berhubungan dengan terjadinya rinositis dan hal yang paling penting adalah untuk manajemen pasien yang adekuat.

Pengobatan

Page 10: Journal Translate Rhinosinusitis

Pengobatan sistemik dan antimikroba topical

Berkembangnya pandangan tentang CRS sebagai proses inflamasi multifaktorial telah dinyatakan dengan jelas dalam konsensus terbaru, yaitu, bukan disebabkan oleh infeksi bakteri persisten.

Bukti mengarahkan bahwa pentingnya menggunakan antimikroba untuk pengobatan pemyakit ini. Dalam prakteknya, tidak mengherankan bahwa, kelompok obat ini tetap sebagai pengobatan sehari-hari yang digunakan, serta terus-menerus diidentifikasi penggunaannya pada berbagai proposal yang berbeda untuk mengelola penyakit ini.

Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya alternatif dan pengetahuan tentang adanya bakteri dalam sinus paranasal sebagai bentuk bebas dan / atau biofilm. Dasar pilihan utama antibiotik juga memungkinkan ditemukannya bakteri di dalam sinus paranasal, adanya bakteri saja belum tentu menggambarkan kondisi infeksi atau inflamasi. Namun, adanya bakteri seperti Staphylococcus dan Pseudomonas persentase tinggi pada pasien dengan kejadian berulang (pascaoperasi) terus menggambarkan bagian dari patogenesis CRS. Untuk tujuan ilustrasi dan pertanyaan, terlepas dari analisis statistik signifikan, perlu dicatat bahwa dalam hal persentase, jumlah kultur positif dalam penelitian ini adalah tinggi baik pada kelompok dengan hasil yang buruk dan dalam kelompok dengan hasil yang menguntungkan ( 87% vs 73%), dan untuk bakteri tertentu perbedaan mutlak adalah 14% (39% vs 25%).

Penelitian terbaru menggambarkan bakteri sebagai elemen yang diperlukan dan akuntabel, tergantung pada interaksi dengan host, untuk menjaga keseimbangan jumlahnya untuk merespon inflamasi. Penggunaan probiotik topikal dan bakteri dalam upaya untuk membangun flora dan induktor biofilm dari homeostasis sinonasal sebagai contoh.

Selama lima tahun terakhir, belum ada bukti yang dramatis untuk penggunaan antimikroba di CRS. Namun demikian, direkomendasikan penggunaan macrolide jangka panjang, misalnya, dengan tidak adanya peningkatan serum IgE. Meltzer et al. di sebuah artikel, didapatkan kurangnya publikasi yang berisi proposal yang terbukti efektif untuk pengobatan CRS, dan menekankan bahwa, selama presentase yang berbeda dari penyakit ini tidak didefinisikan dengan baik, beberapa perawatan akan mengikuti dengan keterbatasan dalam interpretasi hasil dan ekstrapolasi. Mereka juga menekankan bahwa ada peningkatan peminatan dalam pengembangan penelitian; Namun, perbandingan sederhana dari catatan saat uji coba terkontrol secara acak (RCT) dibandingkan dengan plasebo, yaitu, desain yang memadai untuk pencarian tanggapan seperti di National Institute of Health (NIH - ClinicalTrial.gov) tidak memungkinkan upaya verifikasi ini. (Http://clinicaltrials.gov/ct2/results). Dengan demikian, kriteria inklusi dan

Page 11: Journal Translate Rhinosinusitis

eksklusi yang lebih spesifik, pengacakan, prospective design , dan study control arms yang diperlukan sebagai acuan untuk pengobatan antibiotik pada CRS

Komentar

Karena seringnya penggunaan antimikroba, penting untuk dapat membedakan antara jenis antibiotik tersebut sebagai pilihan terapi untuk CRS. Selain itu, belum ada informasi yang cukup agar penggunaannya tidak digunakan. Maka dalam hal ini diperlukan untuk dapat mengidentifikasi pasien dengan tepat dan mendapatkan manfaat dari penggunaan antimikroba dalam berbagai kasus dan mengidentifikasi agen yang terlibat, dengan uji kultur sensitivitas. Pilihan penggunaan antimikroba jangka panjang dalam kasus CRSwNP, di mana ada beberapa gejala berat yang belum dapat diatasi dengan penggunaan beberapa terapi dengan beberapa perawatan, termasuk operasi, dan meskipun demikian, tanpa serum elevasi IgE, masih kurangnya bukti dan efek biologis yang mungkin terjadi, harus hati-hati dipertimbangkan ketika membatasi penggunaanya . Tidak ada cukup bukti, dalam hal kuantitatif dan kualitatif, untuk merekomendasikan penggunaan antibiotik topikal untuk CRS dengan dan tanpa polip hidung.

Kortikosteroid pada rinosinusitis kronis

Terapi dengan kortikosteroid topikal dan / atau sistemik (CS) merupakan salah satu pengobatan CRS. Efek obat ini lebih tampak pada pasien dengan poliposis. Meskipun lebih berbasis bukti dan studi yang diperlukan, agen ini dianggap sebagai adjuvant dalam memerangi CRS secara umum, terutama bila digunakan secara topikal. Pemberian sistemik disarankan untuk kasus CRS dengan gejala yang tidak terkontrol, di mana tujuannya adalah untuk mengurangi sementara, dampak penyakit pada kehidupan pasien. Dalam situasi ini, dianjurkan untuk menggunakan dosis efektif terendah dalam waktu sesingkat mungkin untuk meminimalkan efek samping yang lebih parah.

Penggunaan pra operasi pada pasien dengan indikasi bedah

Meskipun ada perbedaan pendapat, pasien dengan purulen CRSsNP pasien mendapat amoksisilin klavulanat 875  mg setiap 12 jam atau cefuroxime 500  mg setiap 12 jam sebelum operasi selama 7-10 hari, dan dosis pemeliharaan perawatan pasca operasi untuk 7-21 hari.Dalam beberapa kasus, fluoroquinolones dan makrolida dapat diresepkan.

Pada pasien dengan CRSwNP, penggunaan kortikosteroid oral disarankan selama tiga sampai lima hari,manajamen perawatan pasca operasi, tergantung pada luasnya penyakit. Contoh: prednisolon 0.50  mg / kg / hari. Irigasi dari mukosa hidung dengan saline (isotonik) dan larutan hipertonik, dengan dan tanpa bahan pengawet, adalah ukuran klasik dan aman dalam pengobatan

Page 12: Journal Translate Rhinosinusitis

CRS dan sangat berguna dalam mengatur sekresi dan mengeringkan mukosa pre dan post operasi. Tidak ada bukti untuk aksi obat tersebut untuk pengobatan terisolasi. 

Pengobatan bedah: teknik

Beberapa teknik bedah telah dijelaskan pada pasien dengan CRSwNP dan CRSsNP, terapi obat yang refrakter.  Perlu disebutkan bahwa tidak ada gold standart yang dapat diterapkan untuk semua kasus. Karena kurangnya uji coba terkontrol secara acak, beberapa aspek dari manajemen bedah tetap kontroversial. Yang paling penting adalah sejauh mana diseksi bedah. Akibatnya, pedoman saat ini, terutama didasarkan pada studi case-series dan pendapat ahli, menunjukkan manajemen bedah individual. CRS dengan dan tanpa polip hidung (NP) dilakukan diseksi bedah, sejauh luasnya penyakit. 1

Prosedur bedah yang paling sering adalah endonasal access. Namun, beberapa kasus mungkin memerlukan eksternal access atau combined access. Contohnya adalah lesi pada lateral maksilaris atau lesi sinus frontalis, atau bahkan dalam kasus-kasus dengan kurangnya landmark anatomi untuk pendekatan secara eksklusif endonasal. Terlepas dari teknik dan instrumen yang digunakan, jelas ada kurva yang dipelajari dari terapi bedah sinonasal endoskopi. Sangat penting bahwa ahli bedah memiliki pengetahuan yang mendalam tentang anatomi bedah dan mengalami pelatihan sebelumnya melalui program khusus untuk belajar diseksi dari hidung dan sinus paranasal.

Terapi pembedahan pada CRS dapat berkembang dengan baik karena penggunaaan nasal endoscopy. Akurasi gambar dengan endoskopi (optical 0 degree wide angle), dengan angulasi ( 30, 45,70 derajat)memungkinkan dapat menvisualisasi secara detail dan meresesus kavitas paranasalis. Perkembangan peralatan yang spesifik dan instrument ke dalam intranasal dan adanya sinus (dilatasi balon, neuronavigator, dan microdebrider) selalu memggambarkan prosedur bedah mulai dilatasi simple dari ostium drainase sampai marsupialisasi kompleks pada sinus paranasalis ke dalam nasal kavitas.

Pengobatan pasca operasi - topikal

Beberapa produk telah tersedia untuk pengobatan topikal pasca operasi. Dapat digunakan pada volume tinggi atau rendah dengan tekanan tinggi, rendah atau negatif. 63Kapasitas obat untuk mencapai daerah anatomi yang tepat dalam sinus paranasal telah menjadi subyek dari penelitian yang luas selama lima tahun terakhir. Terapi topikal efektif tergantung pada beberapa faktor seperti teknik aplikasi, anatomi sinonasal pasca operasi dan fluid dynamic (volume, tekanan, posisi). Kombinasi factor-faktor tampaknya memiliki dampak yang signifikan terhadap efektivitas terapi topikal di mukosa sinonasal pasien. 64-67

Page 13: Journal Translate Rhinosinusitis

Menghilangkan lendir, antigen, polutan, produk inflamasi dan bakteri / biofilm adalah tujuan dari pengobatan topikal. Intervensi ini sangat sering tergantung pada solusio volume tinggi dengan tekanan positif untuk memasok pasukan geser yang dapat mengubah tegangan permukaan antara cairan dan udara. Namun, pendekatan yang sama mungkin tidak sesuai untuk penggunaan solusi farmasi yang membutuhkan sifat mempromosikan distribusi yang lengkap dalam sinus paranasal, kontak yang dengan mukosa untuk penyerapan lokal dan pengeluaran minimal. 63

Hal ini dianggap sangat penting untuk melanjutkan perawatan medis pasca operasi di hampir semua bentuk CRS. Saat ini, disarankan untuk mencuci dengan nasal saline dan nasal kortikosteroid topical setelah operasi endoskopi sinonasal untuk CRS. 63,68Penggunaan obat langsung di lokasi penyakit memiliki keuntungan yang memungkinkan tinggi dosis lokal dan meminimalkan efek samping. 64 Distribusi solusi topikal untuk sinus yang tidak dioperasi tampaknya terbatas. Dengan demikian, operasi endoskopi sinonasal adalah penting untuk memungkinkan distribusi topikal efektif untuk sinus paranasal. 1distribusi pasca operasi lebih unggul dengan perangkat tekanan positif volume tinggi. 65-67semprotan Low-volume dan tetes memiliki distribusi yang buruk dan harus dipertimbangkan sebagai pengobatan hanya untuk rongga hidung, terutama sebelum operasi endoskopi sinonasal. Ada data terbatas pada jumlah yang diperlukan untuk memungkinkan distribusi yang lengkap. Lavage nasal dengan larutan garam isotonik dapat digunakan dalam langsung pada CRS pasca operasi, serta kortikosteroid topikal hidung, yang dapat dimulai 2-3 minggu setelah operasi, atau setelah hilangnya crusts. Tidak ada data yang relevan dalam literatur untuk penggunaan nasal topical agents pasca operasi pada CRS

Pengobatan pasca operasi - sistemik

Kortikosteroid (CS)

Setelah terapi pembedahan CRS, pada dasarnya kortikosteroid sistemik (CS) dapat digunakan dengan dua cara: dalam dosis singkat, antara 7 dan 14 hari, dengan pemeliharaan dosis untuk seluruh pengobatan, atau untuk waktu yang lebih lama, menggunakan dosis bertahap. Peran utama dari CS dalam berbagai jenis penyakit adalah untuk mengurangi peradangan mukosa, sehingga memberikan efek yang lebih baik untuk efek pembedahan. Namun, penggunaan obat ini masih dihindari oleh banyak ahli bedah karena efek sampingnya.

Antibiotik . Tujuan dari penggunaan antibiotik pasca operasi adalah untuk mencegah infeksi segera yang disebabkan sekresi yang terkumpul dalam sinus paranasal segera setelah operasi. Jika ada sekresi purulen selama prosedur bedah, harus diresepkan antibiotik , dengan berdasarkan pada kultur dan uji sensitivitas. Antibiotik yang efektif terhadap patogen yang paling umum harus digunakan.

Meskipun data literatur tentang efektivitas antibiotik pada periode pasca operasi dari terapi bedah endoskopi sangat langka, diyakini bahwa antibiotik dapat memperbaiki gejala dan penampilan

Page 14: Journal Translate Rhinosinusitis

endoskopi, jika digunakan untuk jangka waktu lama (setidaknya 14 hari), tetapi tidak ada data tentang lamanya manfaat obat ini. Secara umum, turunan penisilin, terutama amoksisilin + asam klavulanat dan cefuroxime axetil adalah agen yang paling sering digunakan.

Aspek Khusus dari Rhinosinusitis Pada Anak-anak

Diagnosis

Diagnosisis klinis dari ARS pada anak-anak tidak mudah untuk diperoleh. Banyak gejala-gejala adalah biasa pada penyakit kanak-kanak seperti cold, flu dan rhinitis alergi. Apalagi, ada keterbatasan dan kesulitan berhubungan dengan pemeriksaan klinis pada pediatric.

Tanda-tanda dan gejala-gejala umum

Penelitian pada anak-anak dengan ARS menunjukan bahwa gambaran klinis yang selalu terjadi demam(50-60%), rhinorea(71-80%), batuk(50-80%), dan nyeri(29-33%), ditambah sekresi belakang hidung(post nasal drip) dan hidung tersumbat. Pada anak-anak sampai dengan usia sebelum sekolah, gejala nyeri mempunyai angka kejadian terendah, digantikan dengan batuk. Pada masa sekolah dasar dan dewasa, nyeri adalah gejala yang lebih sering muncul.

Meskipun tidak terdapat banyak penelitian, banyak professional medis dan pedoman merekomendasikan bahwa diagnosis dari ARS bacterial menjadi klinis, berdasarkan waktu evolusi(gejala ISPA lebih dari 10 hari), serangan mendadak dari gejala dengan intensitas berat (seperti awal 4 hari pertama), atau gejala memburuk setelah periode awal perbaikan ISPA, dikenal sebagai keparahan ganda. Berikut ini bias menjadi tanda dan gejala: demam tinggi, cairan hidung bernanah yang banyak, edema periorbital dan nyeri wajah.

Pemeriksaan Klinis

Sebagai tambahan tanda dan gejala yang disebutkan diatas, endoscopy hidung membantu dalam mediagnosis dan membedakan antara penyakit dari virus dan bakteri, memperjelas gambaran dari sekresi hidung dan nasofaring. Ketika positif ABRS (sekresi bernanah mengalir dari meatus media), diagnosis ditegakan. Bagaimanapun, sekresi bernanah tidak selalu mudah untuk dilihat pada anak-anak. Lebih lanjut, meskipun sangat spesifik, dia mempunyai sensitifitas yang rendah, sehingga tes yang negative tidak menghilangkan diagnosis dari ABRS.

Pencitraan

Ada consensus terbaru dari banyak pedoman baru-baru ini menyatakan bahwa diagnosis ARS tidak harus berdasarkan temuan radiologi, terutama pada plain radiograph.

Proses infeksi virus pada anak-anak selalu melibatkan sinus. Anak-anak menunjukan gejala ISPA kurang lebih enam hari dengan gambaran klinis selalu menunjukan abnormalitas pada semua sinus: maxilaris dan etmoid, sfenoid dan frontal, dalam hal jumlah. Gambaran opak tidak

Page 15: Journal Translate Rhinosinusitis

spesifik dan dapat terjadi di virus, bakteri, dan alergi sama seperti tumor, atau khusus pada sinus nonformation.

Temuan CT pada anak-anak dengan gambaran klinis mengarah pada ARS menunjukan temuan yang paling penting menggambarkan perubahan berupa kemunduran signifikan setelah dua minggu. Indikasi CT pada kondisi sinus akut harus dilakukan pada pasien yang tidak membaik dan gejala nya menetap setelah terapi yang tepat, maupun yang diduga komplikasi.

Pengobatan ARS pada anak-anak

Sebagian besar sembuh spontan

Terapi antibiotic

Hasil dari metanalisis menggambarkan bahwa rata-rata perbaikan dan penyembuhan ARS antara 7 dan 15 hari sedikit lebih tinggi ketika antibiotic digunakan. Atas alasan ini, dipercayai bahwa antibiotik digunakan pada kasus yang lebih berat atau ketika ada penyakit penyerta yang dicetuskan oleh ARS, seperti asma dan bronchitis kronik. Bagaimanapun, tidak ada konsesnsus umum mengenai penggunaan antibiotic pada ARS. Secara umum, amoxicillin(40 mg/kg/hari atau 80 mg/kg/hari) merupakan terapi utama yang dapat diterima pada banyak penelitian. Amoxicillin/clavulanate dan sefalosporin merupakan pillihan yang baik terhadap tahap beta lactamase dan diindikasikan pada kasus gagal terapi.

Seperti rekomendasi pada otitis media akut, pada ARS terdapat pula pilihan dosis tunggal sefriakson 50 mg/kg IV atau IM utuk anak-anak yang mual muntal dan tidak dapat menerima pengobatan secara oral. Jika ada perbaikan klinis dalam 24 jam, pengobatan sepenuhnya dengan antibioitik oral.

Untuk pasien alergi penisilin, ada beberapa perselisihan diantara panduan internasional yang terakhir. Beberapa mempertimbangan trimetropin/sulfametoksazol, macrolide dan klindamisin adalah pilihan yang baik untuk keadaan ini. Yang lain tidak merekomendasikan penggunaan trimetropin/sulfametoksazol dan macrolide dikarenakan meningkatnya resistensi dari Peneumococci dan H. influenza terhadap obat ini dan menyarankan golongan quinolone seperti levofloxacin sebagai alternative khususnya pada anak-anak, meskkipun dalam hal toksisitas, harga yang mahal dan munculnya resistensi. Tidak ada tinjauan terhadap durasi pengobatan yang optimal. Rekomendasi berdasarkan observasi klinis menunjkan hasil yang beragam, dari 10-28 hari pengobatan. Suatu saran menyarankan untuk mempertahankan terapi selama 7 hari setelah gejala membaik.

Kortikosteroid Intranasal

KS intranasal selama 3 minggu bersama dengan antibiotic menunjukan keuntungan ketika dibandingkan untuk mengobati ARS pada anak-anak dan dewasa dengan antibiotic saja, khususnya dalam hubungan dengan batuk dan cairan hidung. Ada beberapa bukti, berdasarkan

Page 16: Journal Translate Rhinosinusitis

single double-blind, percobaan acak, pada pasien >12 tahun, sebuah dosis ganda KS intranasal sebagai obat tunggal lebih efektif dalam membatasi ARS dari pada antibiotic saja

Rekuren ARS (RARS)

Kebanyakan penulis sepakat bahwa RARS adalah episode akut yang bertahan kurang dari 30 hari, dengan interval sekurangnya 10 hari dengan pasien tanpa gejala total. Menurut beberapa penulis, pasien harus memiliki setidaknya 4 kejadian/tahun untuk masuk dalam kriteria ini.

Seperti keadaan kronis, harus mencari beberapa penyebab yang bersasal daari sistemik. Penyelidikan harus termasuk proses alergi, dengan melakukan tes spesifik; defisiensi immunoglobulin, dengan penelitian kuantitatif terutama IgA dan IgG; kista fibrosis; GERD, dan penyakit siliaris. Hipertrofi tonsil faringeal, bahkan sedang, harus dipertimbangkan, sejak itu dapat menjadi rumah berkembang bagi pathogen. Factor anatomis, meskipun tidak sesuai pada anak-anak, juga harus disingkirkan(konka bullosa, deviasai septum, dll.). dalam kasus ini, CT, endoskopi nasal dan/atau MRI dapat membantu dalam mendiagnosis proses sumbatan dan kelainan bentuk/susunan.

Bakteriologi sama pada ARS dan, oleh karena itu, pengobatan pada fase akut harus mengikuti prinsip yang sama. Sayangnya, hal itu dibutuhkan untuk mengetahui bahwa penggunaan antibiotic secara terus menerus dalam jangka pendek turut serta dalam resistensi bacterial. Pencegahan dengan antimikroba harus dipertimbangkan untuk kasus tertentu, selalu pada kasus yang diketahui dengan penyakit mendasar/utama, terutama pada imunodeficiensi.

Langkah-langkah pencegahan dibawah ini disarankan: vaksinasi tahunan untuk influenza dan penumococus vaksin. Pada kasus dimana rhinitis alergi atau GERD saling berhubungan, kejadian kasus akut menurun ketika penyakit penyerta diobati. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pengobatan dengan imunostimulator seperti bacterial lysates membantu dalam menjaga infeksi saluran napas terhadap rekureni virus dan bakteri, dan dapat menjadi terapi tambahan dalam menjaga RARS.

Keistimewaan dari rinosinusitis kronik pada anak-anak

CRS pada anak-anak bukan merupakan penelitian yang sering dilakukan seperti pada dewasa dan prevalensinya belum sepenuhnya ditetapkan. Hal itu karena beberapa factor mempengaruhi penyakit, termasuk factor inflamasi dan factor bakteriologi, dan bahwa tonsil faringeal adalah factor yang penting dalam kelompok umur ini. Pengobatan terutama dengan obat-obatan, dan terapi pembedahan sebagai pilihan pada sebagian kecil pasien.

Gambaran klinis dan diagnosis

Diagnosis klinis dari CRS pada anak-anak merupakan sebuah tantangan, karena sering menyerupai dengan penyakit yang biasa terjadi pada anank-anak, seperti infeksi virus pada URT, hipertrofi,dengan atau tanpa infeksi pada tonsil faringeal dan adenoid dan rhinitis alergi. Tanda

Page 17: Journal Translate Rhinosinusitis

dan gejala yang paling penting termasuk sumbatan pada hidung, rinorea (anterior/posterior), ± nyeri/tekan pada wajah, batuk ±dan/atau tanda endoskopi pada penyakit. CT dapaat menunjukan perubahan yang sesuai pada sinus paranasal.

Studi Pencitraan

Penelitian yang menilai timbulnya kelainan pada sinus paranasal pada CT,memasukan alasan klinis yang tidak berhubungan dengan CRS pada anak-anak menunjukan persentase kelainan radiografi sinus dari 18%-45%, persentase sama dengan temuan pada anak-anak dengan gejala CRS. Ini menggambarkan bahwa pentingnya sebuah studi pencitraan adalah tidak mutlak dan harus selalu mempertimbangkan gambaran klinis.

Bakteriologi

Ada beberapa penelitian dalam bakteriologi pada CSR di anak-anak. Mikroorganisme yang sudah ditemukan dalam aspirasi atau intraoperative termasuk: S. alpha hemolytic dan Staphylococcus aureus, S. pneumonia, H. influenza dan M. catarrhalis, juga organisme anaerobic seperti bacteroides dan brook I fusobacterium.

Terapi

Obat-obatan

Penelitian baru-baru ini menunjukan bahwa terapi CRS pada anak-anak dengan antibiotic untuk jangka pendek tidak dapat dibenarkan. Di samping itu, kedua korikosteroid nasal dan larutan saline telah menunjukan keuntungan, dan dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk penyakit ini, dengan atau tanpa adanya polyp

Terapi Pembedahan

Pendekatan dengan pembedahan harus selalu dipertimbangkan untuk kasus khusus, i.e., anank-anank yang tidak merespon terhadap terapi farmakoligis yang sesuai. Penelitian telah menunjukan perbaikan yang signifikan pada gambaran klinis dan pada kualitas hidup, tanpa bertolak belakang dalam hubungan dengan sekuel fasial osteoskeletal. Sayangnya, sebagian besar studi yang mendukung rekomendasi ini tidak mempunyai prospek(kemungkinan terjadi), randomized design. Secara umum, pendekatan dengan pembedahan, ketika diindikasikan, awalnya dapat terdiri dari adenoidectomy, dengan pencucian sinus maxillaris. Pembedahan dapat dilakukan dengan atau tanpa dilatasi ballon, diikuti pembedahan dengan endoskopi sinus paranasal pada kasus gejala rekurens. Pada kasus anak-anak dengan kistik fibrosis, NP, antrochoanal polyps ata alergi jamur RS, pembedahan dengan endoskopi adalah pilihan pertama. Mungkin penelitian selanjutnya membandingkan terapi dengan metode berbeda dengan kuesioner gejala yang terstandarisasi, sebelum dan sesudah operasi, dapat memperoleh pendekatan terapeutik terbaik pada pasien anak-anak dengan CRS.

Page 18: Journal Translate Rhinosinusitis

Konflik Kepentingan

Penulis mengumumkan tidak mempunyai konflik kepentingan.