rhinosinusitis akut

Upload: ellysa-virgiana

Post on 07-Mar-2016

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUSRHINOSINUSITIS MAKSILARIS AKUT

Pembimbing :Prof. dr. Soepomo Soekardono, Sp.THT-KL (K)

Disusun oleh :Ellysa Virgiana(2013-061-119)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYARUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTAPERIODE 18 AGUSTUS 2014 13 SEPTEMBER 2014BAB ISTATUS PASIEN

I. Identitas PasienNama: Sdr. RY Umur: 20 tahunJenis kelamin: PerempuanPekerjaan: PelajarTanggal pemeriksaaan: 25 Agustus 2014

II. AnamnesisDilakukan autoanamnesis pada tanggal 25 Agustus 2014

Keluhan utama :Keluar ingus dan hidung terasa tersumbat sejak 8 hari lalu.Keluhan tambahan :Nyeri pada pipi terutama sebelah kanan sejak 8 hari lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluhkan keluarnya ingus dan kedua hidung yang tersumbat sejak 8 hari lalu. Ingus yang keluar pekat, berwarna kekuningan, dan berbau tidak sedap. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya rasa nyeri dan penuh pada kedua pipi terutama sebelah kanan. Pasien juga merasakan adanya sensasi menelan lendir dan telinga kanannya tersumbat terutama pada saat bangun di pagi hari. Tidak terdapat keluhan pada tenggorokan maupun rongga mulut, batuk, dan juga demam. Riwayat sering bersin-bersin dan penurunan penciuman juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:- Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal Riwayat trauma hidung disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat sakit gigi disangkal Riwayat sakit maag disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat alergi, asma pada anggota keluarga disangkal Riwayat Pengobatan : Pasien mengkonsumsi Decolgen akan tetapi gejala dirasakan belum membaik Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Kebiasaan : Pasien memiliki kebiasan sering mengkonsumsi minuman dingin Kebiasaan merokok disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: tampak sakit ringanKesadaran: compos mentisTanda-tanda vital:- Tekanan darah: tidak diukur- Laju nadi: tidak diukur - Laju nafas: tidak diukur- Suhu: afebris, tidak diukur

Pemeriksaan wajah: Inspeksi : tidak terlihat adanya tanda-tanda alergi (allergic shiner, nasal crest) dan tidak ada perubahan warna kulit maupun kelainan morfologi Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kedua pipi atau pada daerah sinus maksilaris

Pemeriksaan telinga:- Aurikula dextra : Pinna: deformitas (-), laserasi (-), edema (-), hiperemis (-) Tragus: nyeri tekan (-) Retroaurikuler: sikatriks (-), limfadenopati (-) Kanalis akustikus eksternus : hiperemis (-), sekret (-), serumen (-), corpal (-) Membran timpani : Intak Cone of light (+) Hiperemis (-) Retraksi/bulging (-)

- Aurikula sinistra : Pinna: deformitas (-), laserasi (-), edema (-), hiperemis (-) Tragus: nyeri tekan (-) Retroaurikuler: sikatriks (-), limfadenopati (-) Kanalis akustikus eksternus : hiperemis (-), sekret (-), serumen (-), corpal (-) Membran timpani : Intak Cone of light (+) Hiperemis (-) Retraksi/bulging (-)

Pemeriksaan Hidung-Inspeksi : Tidak tampak peradangan Tidak tampak deformitas-Palpasi : Tidak teraba krepitasi- Rinoskopi anterior dextra: Mukosa hidung dan konka tampak hiperemis Konka tampak edema Terdapat sekret mukopurulen Tidak tampak deviasi septum- Rinoskopi anterior sinistra: Mukosa hidung dan konka tampak hiperemis Konka tampak edema Terdapat sekret mukopurulen Tidak tampak deviasi septum

- Rinoskopi posterior : tidak dilakukan

Pemeriksaan Tenggorok- Rongga mulut dan faring : Tidak tampak hiperemis Tidak tampak stomatitis Mukosa oral basah Tidak tampak karies dentis- Lidah: Laserasi (-) Permukaan lidah kasar dan tidak kotor- Tonsila palatina : Tidak hiperemis Tidak hipertrofi

Pemeriksaan Leher- Inspeksi dan Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

IV. Resume Pasien perempuan, usia 20 tahun, datang dengan keluhan utama pilek dan hidung tersumbat sejak 8 hari lalu serta gejala dirasakan menetap. Sekret mukopurulen berwarna kekuningan dan berbau tidak sedap. Daerah pipi kanan dan kiri terasa nyeri, penuh, dan nyeri bila ditekan. Terdapat post nasal drip, mukosa dan konka hidung kanan dan kiri hiperemis serta edema dengan sekret mukopurulen. Pemeriksaan telinga, rongga mulut, tenggorok, dan leher dalam batas normal. Keluhan batuk, bersin-bersin, demam, sakit telinga, dan sakit gigi disangkal. Keluhan seperti ini belum pernah dirasakan pasien sebelumnya. Riwayat trauma, asma, alergi, dan penurunan penciuman disangkal.

Tabel 1. Gejala Penyakit Hidung dan Sinus ParanasalKongenitalTanda & GejalaAtresia KoanaNasal DermoidNasal GliomaEncephaloceleKasus

Pucat+----

Sianosis+----

Massa-+++-

Membran+----

Rhinorrhea---++

Furstenburg Sign---+-

Hidung LuarInfeksiTanda & GejalaFolikulitis Vestibulum NasiErysipelasRhinoskleromaSifilisKasus

Hiperemis++---

Nyeri++-+-

Gumma---+-

Edema++---

Demam-+---

Sekret--++-

Saddle Nose---+-

Interstitial Keratitis---+-

Tuli---+-

Ulserasi---+-

Tapir Nose--+--

Nodul Infiltrat--+--

Ulserasi---+-

Limfadenopati---+-

Hidung dan Sinus ParanasalInfeksi dan InflamasiTanda & GejalaRhinitis AlergikaRhinitis VasomotorRhinitis AtrofiPolip NasiSinusitisKasus

Hidung tersumbat++++++

Rhinorrhea+++-++

Gangguan penghidu+-+++-

Cephalgia+-+-+-

Bersin+--+--

Demam----+-

Postnasal Discharge+---++

Nafas berbau--+-++

Nyeri tekan sinus----++

TraumaTanda & GejalaTrauma HidungTrauma MaksilaKasus

Deformitas++-

Deviasi++-

Hematoma++-

Edema+++ mukosa

Laserasi++-

Perdarahan++-

Paresis nervus-+-

Perubahan letak palatum-+-

Mobilisasi hidung-+-

KeganasanTanda & GejalaTumor Sinus GanasTumor Hidung dan Sinus ParanasalKasus

Hidung tersumbat+++

Rhinorrhea+++

Post Nasal Discharge+++

Epistaksis++-

Perubahan bentuk hidung+--

Gangguan penglihatan-+-

Kesulitan membuka mulut-+-

Kelemahan otot pipi-+-

Cancer Age++-

Korpus AlienumTanda & GejalaBenda AsingKasus

Ditemukan benda asing+-

Rhinorrhea++

Ulserasi+-

Darah+-

Edema++

Hiperemis++

Hidung tersumbat++

V. Diagnosis Banding Rhinitis atrofi Korpus alienum di hidung Tumor sinus paranasal

VI. Diagnosis KerjaRhinosinusitis Maksilaris Bilateral Akut

VII. PenatalaksanaanEdukasi Istirahat cukup, memenuhi kebutuhan gizi adekuat, dan olah raga secara teratur Menghindari paparan debu, dingin, asap rokok dan polusi

Medikamentosa Amoxiclav (Amoxicillin Asam Klavulanat) 625 mg S 3 dd 1 Metronidazol 500 mg S 3 dd 1 K-Diklofenak 25 mg S 3dd 1 Avamyz nasal spray (Fluticasone furoate) S 1 dd Puff 2

VIII.PrognosisQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam: bonamQuo ad sanactionam: dubia ad malam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi HidungHidung merupakan bagian dari saluran pernapasan yang terletak superior dari palatum durum. Hidung memiliki fungsi sebagai organ penghidu dan berperan dalam menghangatkan, humidifikasi, menyaring, dan membersihkan udara yang masuk ke dalam sistem pernapasan.1Hidung terdiri dari 2 bagian utama yaitu hidung eksterna dan kavum nasi, serta terdiri dari kavum nasi dekstra dan sinistra. Pada penampakan luar, hidung berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung (apeks), alar nasi, kolumela, dan lubang hidung. Satu per tiga bagian atas dibentuk oleh persatuan tulang os. nasal, prosesus frontalis os. maksila serta prosesus nasalis os. frontal dan 2/3 bawahnya dibentuk oleh kartilago. Terdiri dari sepasang kartilago lateral, kartilago septum nasi, kartilago alar mayor, dan beberapa pasang kartilago minor.1,2Gambar 2.1 Anatomi Hidung Eksterna Kavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan. Kavum nasi terdiri dari bagian nares anterior dan nares posterior atau koana yang menghubungkan hidung dengan nasofaring. Bagian depan dari kavum nasi adalah vestibulum yang dilapisi oleh kulit yang mengandung banyak kelenjar sebasea dan vibrise sehingga dapat menyaring partikel-partikel besar yang masuk ke hidung.2Bagian medial dari kavum nasi adalah septum nasi dan bagian lateralnya adalah konka. Konka merupakan bagian dari tulang yang menonjol dan dilapisi oleh mukosa. Terdapat empat buah konka yaitu konka inferior, media, superior, dan suprema. Konka inferior merupakan konka terbesar, sedangkan konka suprema akan rudimenter. Diantara konka-konka tersebut dengan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus superior terletak diantara konka superior dan media, merupakan muara dari sinus etmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis. Meatus media merupakan muara dari sinus frontalis, sinus maksilaris dan sinus etmoidalis anterior, terletak diantara konka media dan inferior. Meatus inferior merupakan muara dari duktus nasolakrimalis dan terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung.1,2,Bagian luar hidung dan vestibulum dilapisi epitel gepeng berlapis dengan lapisan tanduk. Sedangkan, mukosa hidung dibagi menjadi mukosa respiratorik dan mukosa olfaktorius. Mukosa respiratorius berwarna merah muda pada sebagian besar rongga hidung. Epitel mukosa pernapasan adalah torak berlapis semu, bersilia dan memiliki sel goblet yang menghasilkan mukus yang dapat menahan partikel kecil dan memiliki densitas lebih besar terhadap mediator inflamasi. Sistem transport mukosilier sebagai pertahanan tubuh dimana silia bergerak secara sinkron menuju satu arah yaitu ke nasofaring untuk transport mukus hasil produksi sel goblet dan sekresi serosa hasil produksi kelenjar nasi di lamina propria. Lamina propria dari mukosa nasal khususnya pada konka inferior memiliki jaringan vena yang erektil atau disebut dengan sinusoid. Peran dari sinusoid tersebut adalah untuk menghangatkan udara inspirasi dan berperan dalam kongesti nasal.1,2

Gambar 2.2 Anatomi Kavum NasiBerbeda dengan mukosa respiratorik, mukosa olfaktorius atau penghidu terdiri dari epitel toraks tanpa silia ataupun sel goblet. Mukosa olfaktorius berwarna coklat kekuningan dan terdapat pada 1/3 atas septum. Epitel terdiri dari sel sensorik bipolar, memiliki mikrovili, sel sustantekular, sel basal, dan kelenjar olfaktorius di lamina proprianya. Sel sensorik bipolar memiliki proyeksi dendrit pada epitelnya dan akson pada bagian basal, kemudian menembus lempengan kribiformis masuk ke dalam rongga otak. Kumpulan akson tersebut bergabung menjadi nervus olfaktorius dan mencapai bulbus olfaktori yang merupakan korteks olfaktorius primer.1,2 Hidung diperdarahi oleh arteri karotis komunis interna dan eksterna melalui arteri etmoidalis anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika yang asalnya dari arteri karotis komunis interna serta dari arteri sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri karotis komunis eksterna. Cabang-cabang akhir dari arteri-arteri tersebut bertemu dengan arteri labialis superior dan arteri palatina mayor membentuk pleksus Kiesselbach. Drainase vena hidung disalurkan ke pleksus pterigoideus dan pleksus oftalmika.

Gambar 2.3 Vaskularisasi HidungHidung dipersarafi oleh nervus ethmoidalis anterior untuk bagian depan dan atas. Sedangkan bagian lainnya dipersarafi oleh ganglion sfenopalatina.

Gambar 2.4 Inervasi Hidung

2.2 Anatomi Sinus ParanasalSinus paranasal merupakan sebuah rongga atau ruangan yang ada di dalam tulang tengkorak. Terdapat empat pasang sinus paranasal mulai dari yang paling besar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, dan sinus sphenoidalis. Sinus maksila dan sinus ethmoidalis telah terbentuk sejak bayi lahir, sedangkan sinus frontalis baru berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.1,2Gambar 2.5 Sinus ParanasalSinus frontalis terletak pada tulang frontal, dipisahkan oleh tulang tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdarainase melalui ostium yang terletak di resesus frontal yang berhubungan dengan infundibulum ethmoid.1,2 Sinus maksilaris terdapat sepasang yaitu sinus maksilaris dekstra dan sinistra. Sinus maksilaris berbatasan dengan lateral kavum nasi. Bagian anterior merupakan permukaan fasial os aksila yang disebut fosa kanina, dnding posterior adalah permukaan infra temporal maksila. Dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, sementara dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Dasar dari sinus maksilaris berdekatan dengan akar gigi premolar 2 dan molar 1. Akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga berpotensi menjadi jalur penyebaran infeksi yang dapat menyebabkan sinusitis. Ostium maksila terletak lebih tinggi daripada dasar sinus sehingga drainase hanya bergantung dari gerak silia dan harus melalui infundibulum yang merupakan bagian sinus ethmoid anterior. Pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini akan mengahalangi drainase sinus maksilaris, penyumbatan ostium, dan penumpukan secret mukopurulen.1,2Sinus ethmoidalis terletak di bagian media dan superior dari sinus maksilaris. Terbagi menjadi dua yaitu sinus ethmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus ethmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus ethmoid anterior biasanya kecil dan banyak, sedangkan sel sinus etmoid posterios lebih besar dan lebih sedikit. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior juga terdapat penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksilaris. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal menyebabkan sinusitis frontal sementara pembengkakan di infundibulum menyebabkan sinusitis maksila. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan degan sinus sfenoid.1,2Sinus sfenoidalis terletak superior dari nasofaring dan terletak di tengah tengkorak. Batas superior terdapat fosa serebri dan kelenjar hipofisis, batas inferiornya adalah atap nasofaring. Sebelah lateral sinus sfenoid berbatasan dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, kanalis optikus, dan nervus kranialis II-VI. Sedangkan pada batas posterior berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan selaput lendir. Di dalam sinus, silia bergerak mengalirkan lendir menuju ostium. Terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior yang bergabung di resesus sfenoetmoidalis dialirkan ke nasofaring. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati post nasal drip.1Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu pada meatus media terdapat muara dari ostium sinus maksila, sinus frontal, dan sinus ethmoidalis. Daerah ini dinamakan kompleks osteo-meatal yang terdiri dari infundibulum ethmoid, resesus frontalis, bula ethmoid dari sel ethmoid anterior dan ostium sinus maksilaris. Kelainan dalam rongga hidung akan mempengaruhi unit osteomeatal dan akan menyebabkan kelainan sesuai dengan letak gangguan tersebut.1,2

Gambar 2.6 Kompleks Osteomeatal

2.3 Fungsi Hidung dan Sinus ParanasalFungsi hidung antara lain fungsi respirasi, fungsi penghidu, dan fungsi fonatik. Fungsi respirasi untuk menyaring udara, humidifikasi, dan mekanisme imunologik lokal. Udara inspirasi yang masuk ke hidung melalui nares anterior mengalami humidifikasi oleh selaput lendir. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup disaring oleh hidung oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi. Partikel-partikel ini akan dikeluarkan dari hidung melalui refleks bersin. Hidung juga berfungsi sebagai indra penghidu. Hal ini dimungkinkan karena adanya n. olfactorius. Fungsi fonetik hidung penting untuk kualitas suara. Sumbatan hidung menyebabkan resonansi berkurang sehingga suara terdengar sengau.Fungsi sinus paranasal masih dalam perdebatan. Ada yang menganggap sinus ini tidak memiliki fungsi tetapi ada pula yang berpendapat sinus paranasanal berfungsi sebagai pengatur kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan dan meredam benturan kepala, resonansi suara, meredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus.

2.4 Rhinosinusitis2.4.1 DefinisiPada awalnya istilah rhinosinusitis lebih dikenal dengan sinusitis. Sinusitis adalah inflamasi atau infeksi yang terjadi pada mukosa sinus paranasal. Pada tahun 1997, Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery memperkenalkan istilah rhinosinusitis untuk menggantikan istilah sinusitis. Hal ini dikarenakan infeksi pada mukosa sinus hampir selalu diawali dengan rinitis dan secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung. Selain itu, hidung seringkali terlibat dalam infeksi atau inflamasi pada waktu yang bersamaan dengan infeksi atau inflamasi sinus.Rhinosinusitis berarti sekelompok gangguan yang dikarakteristikan dengan inflamasi dari mukosa hidung dan sinus paranasal. Sinus yang paling sering mengalami peradangan adalah sinus maksilaris, diikuti oleh sinus ethmoidalis, sinus frontalis, dan yang paling jarang adalah sinus sfenoidalis. Terdapat klasifikasi rhinosinusitis berdasarkan durasi:3,41) Akut: < 4 minggu2) Sub akut: 4-12 minggu3) Kronik: > 12 mingguSelain itu, rhinosinusitis akut akan dibagi lagi menjadi rhinosinusitis akut viral danbakterial.

2.4.2 Etiologi dan Faktor RisikoSebagian rhinosinusitis disebabkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) oleh virus. Seiring dengan perjalanan penyakitnya, dapat terjadi superinfeksi dengan bakteri. Meskipun sebagian besar sinusitis didahului oleh infeksi pada hidung, infeksi dental juga tidak boleh luput dari perhatian.2,3 Berikut adalah beberapa kuman patogen yang umum menyebabkan rhinosinusitis: a) Virus Rhinovirus Influenza virus Parainfluenza virus Adenovirus b) Bakteri Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza Moraxella catarrhalis Staphylococcus aureus Streptococcus aureusc) Jamur Aspergillus Mucormycosisd) Alergika

Sebagian besar rhinosinusitis disebabkan oleh infeksi virus yang berhubungan dengan common cold dengan penyebab terbanyak adalah Rhinovirus. Pada dewasa penyebab rhinosinusitis karena infeksi bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia (20-45%) dan Haemophilus influenza (22-35%). Sementara pada anak, rhinosinusitis bakteri paling banyak disebabkan oleh Streptococcus pneumonia (30-43%) dan Moraxella catarrhalis (20-28%). Rhinosinusitis dapat pula disebabkan oleh infeksi jamur, terutama pada pasien dengan imunodefisiensi, dimana yang paling sering oleh Aspergillus.3,5Terdapat beberapa kondisi yang menjadi factor predisposisi terjadinya rhinosinusitis yaitu ISPA berulang, variasi anatomis, rhinitis alergika, mukosa nasal yang kering, trauma dental, barotrauma, faktor hormonal, imunokompromais, iritasi zat iritan, cystic fribrosis, diskinesia silia (Sindrom Kartgerner), serta tuba nasotrakeal dan nasogastrik.

2.4.3 PatofisiologiPatofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu kerusakan silia, kuantitas dan kualitas mukosa, serta obstruksi drainase sinus. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh karena infeksi virus. Kebanyakan pasien yang mengalami ISPA memberikan gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akan menyebabkan edema pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus. Hal ini akan berpengaruh pada drainase dalam sinus. Virus juga akan memproduksi enzim dan neuraminidase yang melonggarkan mukosa sinus, sehingga mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Silia akan menjadi kurang aktif dan sekret menjadi lebih kental atau bersifat mukopurulen.1,3Sekret yang kental merupakan media yang baik untuk berkembangnya bakteri. Proses inflamasi yang ditandai dengan bakteri yang berkembang serta abnormalnya lapisan mukosilia, mengakibatkan terjadinya reinfeksi oleh virus. Penurunan jumlah oksigen dikarenakan terkonsumsi oleh bakteri akan memberikan lingkungan yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen atau hipoksia ini juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit.1,2

2.4.5 Manifestasi klinisManifestasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala subyektif merupakan keluhan yang dirasakan oleh pasien yaitu adanya malaise, malas beraktivitas, depresi, dapat dirasakan febris, hidung tersumbat, sekresi lendir dari hidung yang kental dan terkadang berbau, nyeri pada daerah sinus paranasal, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari, adanya sensasi lendir yang tertelan ke tenggorokan (post nasal drip). 3Sedangkan gejala obyektif adalah gejala yang ditemukan dari hasil pemeriksaan yaitu berupa pembengkakan pada daerah mukosa hidung dan kemerahan, sekresi hidung yang purulent, nyeri tekan pada sinus paranasal yang terkena, nyeri pada daerah gigi premolar dan molar (sinusitis maksilaris), rhinorrhea anterior, dan post nasal drip.1,6

TipeManifestasi Klinis

Rhinosinusitis AkutSekret hidung purulen (anterior, posterior, atau keduanya), obstruksi nasal, nyeri pada wajah, terasa penuh atau tertekan atau keduanya: Sekret hidung purulen dapat dikeluhkan oleh pasien atau ditemukan pada saat pemeriksaan fisik Obstruksi nasal dapat dikeluhkan pasien sebagai hidung tersumbat atau dapat ditemukan saat pemeriksaan fisik Nyeri pada wajah, rasa penuh atau tertekan dirasakan di sekitar mata, bagian anterior wajah atau dikeluhkan sebagai sakit kepala yang terlokalisir atau menyeluruh

Rhinosinusitis Viral Akut Manifestasi klinis dari rhinosinusitis akut dengan durasi gejala tidak lebih dari 5 hari

Rhinosinusitis Bakterial AkutManifestasi klinis dari rhinosinusitis akut dengan durasi gejala selama 10 hari atau lebih atau setelah adanya perburukan setelah hari ke-5 (double sickening)

Rhinosinusitis KronisDua atau lebih manifestasi klinis berikut dan berlangsung selama 12 minggu atau lebih: Drainase mukopurulen (anterior, posterior, atau keduanya) Kongesti nasal Nyeri di wajah, terasa penuh, atau tertekan HipoosmiaDisertai dengan satu atau lebih dari tanda berikut: Mukus purulen atau edema di meatus media atau regio ethmoid Polip di kavum nasi atau meatus media Pemeriksaan radiologis yang menunjukkan inflamasi dari mukosa sinus paranasal

Rhinosinusitis Akut RekurenEmpat atau lebih episode rhinosinusitis dalam satu tahun dengan resolusi sempurna antara masing-masing episode, dengan setiap episode harus memenuhi kriteria rhinosinusitis bakterial akut

2.4.6 DiagnosisA. Anamnesis:Penegakan diagnosis rhinosinusitis dapat dilakukan melalui anamnesis. Penderita dapat ditanyakan keluhan yang dirasakan, onset, dan durasinya. Kemudian dengan menemukan adanya tanda atau gejala peradangan pada hidung dan sinus paranasal dengan 2 atau lebih gejala: Sumbatan/obstruksi/kongesti hidung atau keluarnya sekret dari hidung (nasal drip) Nyeri atau tertekan pada wajah Penurunan kemampuan menghiduSelain itu, juga harus ditentukan derajat keparahan penyakit apakah berat, sedang, ringan, tidak ada gejala (asimptomatik). Hal ini dapat dilakukan dengan skala 0-10, nilai 0 menyatakan tidak nyeri dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, sedangkan nilai 10 berarti sangat nyeri dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Skala kurang dari 3 menunjukkan derajat ringan, skala 3-7 sedang, dan 7-10 berat.7

B. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dapat dengan inspeksi dan palpasi pada daerah hidung dan maxilofasial dengan tanda pembengkakan dan nyeri tekan. Selain itu dapat pula dengan menggunakan rhinoskopi baik anterior maupun posterior. Pada pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan inspeksi terlebih dahulu dan memperhatikan hidung bagian luar atau eksternal. Dilihat apakah terdapat deformitas atau krepitasi untuk menunjukkan adanya kemungkinan trauma. Menggunakan spekulum dapat dilihat mukosa hidung yang akan terlihat kemerahan dan edema menunjukkan adanya reaksi inflamasi. Selain itu, dilihat pula apakah ada deviasi septum, dan edema konka, serta menilai sekret mukopurulen.7,8

Gambar 2.7 Rhinoskopi Anterior Pada Rhinosinusitis

Dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi posterior, akan terlihat rongga nasofaring, konka, adenoid, dan juga postnasal drip yang kerap terjadi. Lalu dilakukan pemeriksaan pada rongga mulut dan orofaring untuk menilai kemungkinan gangguan pada gigi dan adanya postnasal drip. Pemeriksaan sinus paranasal dilakukan baik dengan inspeksi untuk melihat adanya bengkak pada daerah sinus, dan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada daerah sinus paranasal (dahi, periorbital, dan pipi). Selain itu, juga dapat melakukan tes provokasi untuk menilai apakah terdapat sekret yang keluar dari sinus maksilaris. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan untuk melihat adanya tanda seperti polip, sekret mukopurulen dari meatus media, serta edema mukosa/obstruksi pada meatus media.

C. Pemeriksaan PenunjangMenurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, pemeriksaan radiografi dari sinus paranasal tidak perlu dilakukan jika pasien telah memenuhi kriteria diagnosis untuk rhinosinusitis akut. Hanya apabila terdapat kecurigaan akan adanya komplikasi seperti periorbital edema, penglihatan ganda, penurunan visus, ophtalmoplegia, sakit kepala bagian frontal, pembengkakan region frontal, dan tanda-tanda meningitis, dari rhinosinusitis akut atau adanya kemungkinan diagnosis alternatif, maka perlu dilakukan pencitraan.7 Pemeriksaan radiologi sinus paranasal apabila dilakukan dapat terlihat adanya air fluid level dan penebalan mukosa pada sinus maksilaris untuk infeksi akut, sinusitis yang tidak sembuh setelah pemberian terapi, atau adanya gejala sinus secara persisten tanpa hasil endoskopi.Melalui CT scan, pemeriksa dapat melihat adanya perubahan mukosa atau penebalan kompleks osteomeatal dan sinus paranasal secara lebih jelas. Selain itu, juga dapat terlihat anatomi tulang secara detil, mendapatkan gambaran variasi anatomis, dan berguna untuk membantu perencanaan preoperatif. Hal ini dimungkinkan karena CT scan sangat baik untuk menilai tulang dan sangat sensitif dalam menunjukkan adanya penebalan mukosa dan cairan yang terperangkap di dalam sinus. Adapun penebalan mukosa akibat rhinosinusitis viral dapat menghilang dalam kurun waktu 2 minggu, sedangkan bila dikarenakan infeksi bakteri, penebalan mukosa baru dapat menghilang lebih dari 1 bulan.

Gambar 2.7 Gambaran CT Scan Sinusitis Pada Sinus Maksilaris Kanan

Pemeriksaan MRI dapat juga digunakan untuk membantu melihat penebalan mukosa dan adanya cairan terperangkap di dalam sinus paranasal secara lebih jelas. Akan tetapi, prosedur ini pun tidak direkomendasikan untuk diterapkan secara rutin. Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Akan tetapi hanya sinus frontalis dan maksilaris yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit atau mengalami sinusitis, akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan hematologi juga dapat digunakan terutama untuk memastikan adanya proses infeksi atau inflamasi yang tengah berlangsung. Apabila CRP tinggi menandakan bahwa telah terjadi infeksi bakteri. ESR juga meningkat pada infeksi. Kadar NO yang sangat rendah dapat menunjukkan kondisi diskinesia silia primer maupun obstruksi sinus. Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan mikrobiologis dan tes resistensi dengan mengambil sekret dari meatus media atau superior untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksilaris melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi maka dapat dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya. Selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.2.4.7 TatalaksanaTujuan penatalaksanaan yaitu mempercepat penyembuhan, mengurangi durasi dari gejala-gejala yang dialami oleh pasien, mencegah komplikasi dari rhinosinusitis, serta mencegah perkembangan penyakit dari akut menjadi kronis. Prinsip sebagian besar pengobatan adalah membuka sumbatan di kompleks osteomeatal, sehingga drainase dan ventilasi sinus menjadi pulih. Tatalaksana dari rhinosinusitis meliputi terapi konservatif, medikamentosa, dan tindakan atau operasi.3,5,6Terapi konservatif dapat diterapkan pada setiap penderita. Hal ini ditujukkan untuk mempercepat pemulihan, meningkatkan daya tahan atau system imunitas tubuh, dan terutama mencegah perburukan gejala atau penyakit. Pada penderita rhinosinusitis akut dapat dilakukan edukasi untuk istirahat cukup atau bed rest. Selain itu penderita disarankan untuk menghindari faktor-faktor pencetus yang dapat memperberat gejala seperti udara dingin, debu, polusi asap, dan juga merokok. Penderita disarankan pula untuk melakukan kompres hangat dan penguapan pada daerah hidung dan sinus paranasal.3,6Secara umum penatalaksanaan medikamentosa rhinosinusitis tergantung pada etiologinya. Pada rhinosinusitis virus akut dapat diberikan analgesic, antipiretik, dan dekongestan topikal selama 3 hari, untuk selanjutnya dievaluasi kembali. Sedangkan pada rhinosinusitis bacterial akut, dapat diberikan terapi berupa analgetik (golongan acetaminophen, NSAID, hingga opioid), dekongestan, kortikosteroid, irigasi salin, mukolitik, dan antibiotik (golongan Amoxicillin, Amoxicillin-Klavulanat, Trimetrophrim/Sulfametoksazole, dan Makrolid). Terapi pada rhinosinusitis kronik atau rekuren dapat diberikan terapi yang sama dengan rhinosinisitis bakteri, disamping itu juga dengan selalu menjaga higienitas seperti mencuci tangan, tidak merokok, dan irigasi salin.6,7,8Indikasi pemberian antibiotik pada kasus rhinosinusitis, antara lain: rhinosinusitis akut yang tidak membaik dalam 7 hari atau memburuk, nyeri sedang sampai dengan berat, suhu tubuh yang meningkat (>38,3oC), dan imunodefisiensi. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan pada kasus rhinosinusitis bakterial menurut Jurnal American Family Physician Acute Rhinosinusitis in Adults tahun 2011 adalah amoksisilin sebagai first line dikarenakan aman, efektif (terutama untuk Strep. pneumonia), lebih murah, dan spektrum sempit. Apabila pasien menderita alergi terhadap golongan penicillin dapat diganti dengan antibiotik lini kedua yaitu trimetrophrim/sulfametoksazole, doksisiklin, atau levofloksasin. Pada infeksi akibat bakteri yang dapat memproduksi enzim beta lactamase, seperti Haemophilus influenza dan Moraxella catharalis, penggunaan amoksisilin saja tidak dapat mengeradikasi bakteri tersebut, sehingga penggunaannya harus dikombinasikan dengan asam klavulanat dengan anjuran dosis sebesar 3 x 500mg atau 2 x 875mg selama 5-7 hari pada dewasa dan 10-14 hari pada anak. Selain itu, dapat pula ditambahkan antibiotik metronidazole terutama apabila terdapat kecurigaan adanya infeksi oleh bakteri anaerob akibat adanya sekret mukopurulen kuning kehijauan yang berbau tidak sedap.6 Pemberian terapi adjuvant juga dibutuhkan pada rhinosinusitis yaitu berupa analgetik, dekongestan, antihistamin, irigasi nasal salin, dan kortikosteroid topikal (intranasal). Analgetik ditujukan untuk mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, membuat pasien lebih tenang dan dapat beristirahat. Asetaminofen, NSAID, atau kombinasi dengan opioid dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri. Pemberian dekongestan digunakan untuk mengurangi edema mukosa, memfasilitasi aerasi dan drainase. Dekongestan dapat diberikan dalam bentuk oral maupun topikal, akan tetapi dekongestan topikal tidak disarankan untuk digunakan lebih dari 3 hari, dikarenakan dapat berisiko terjadi congestive nasal rebound (rhinitis medikamentosa). Antihistamin digunakan untuk meringankan gejala rhinorrhea karena efeknya yang dapat mengurangi produksi mukus yang berlebihan akibat adanya respon alergi. Akan tetapi harus hati-hati pada efek sampingnya apabila digunakan jangka panjang dapat mengakibatkan mukosa terlalu kering. Irigasi nasal salin juga dapat digunakan untuk mengencerkan sekret san meningkatkan klirens mukosilier. Mukolitik dapat diberikan sebagai pengencer dahak apabila ada gejala batuk (ambroxol atau bromhexin).3,6,7Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, pemberian antibiotik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal lebih efektif dalam mengurangi gejala pada rhinosinusitis bakterial akut. Gambar 2.8 Algoritme Tatalaksana Rhinosinusitis Akut Pada Dewasa oleh Dokter UmumSumber: European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012

Pada bagan diatas, didapatkan bahwa tatalaksana awal ditentukan oleh derajat keparahan penyakitnya. Pada kondisi yang ringan atau gejala kurang dari 5 hari (common cold), terapi yang diberikan hanya bersifat simptomatik seperti pemberian antipiretik, dekongestan, nasal saline, dan analgesik. Pada kondisi yang moderate, ditambahkan dengan steroid topikal yang harus dievaluasi pemakaiannya dalam 14 hari. Bilamana tidak ditemui adanya perbaikan klinis, maka dapat dipertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis THT-KL. Sedangkan, pada kondisi yang berat selain steroid topikal dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik. Bila dalam pemantauan dalam 48 jam tidak ditemukan adanya perbaikan klinis, maka dapat dirujuk ke spesialis THT-KL.7Gambar 2.9 Algoritme Tatalaksana Rhinosinusitis Akut Pada Dewasa Oleh Spesialis THT-KL7Sumber: European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012

2.4.8 KomplikasiBila gejala bertambah parah dan tidak dapat diobati dengan terapi, dokter harus mengevaluasi kembali untuk mengkonfirmasi apakah pasien menderita sinusitis bacterial akut. Orbita adalah struktur yang paling sering tekena dan biasa disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis. Pasien dengan rhinosinusitis bakterial akut dengan gejala penglihatan (diplopia, kesulitan membuka mata, penurunan tajam penglihatan), sakit kepala berat, somnolen, atau demam tinggi. Hal ini perlu dievaluasi lebih lanjut dengan CT scan dengan media kontras.Tulang

Osteomyelitis

Tumor Potts Puffy

Intrakranial

Trombosis Sinus Kavernosus

Abses subdural

Trombosis sinus sagitalis superior

Orbita

Trombosis sinus kavernosus

Selulitis preseptal

Abses orbital

Selulitis orbital

Abses subperiosteal

2.4.9 Prognosis Prognosis rhnosinusitis sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika drainase sinus membaik dengan terapi antibiotic atau terapi oeratif, maka pasien mempunyai prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery 16th ed. BC Decker;2003.2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin, J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.3. Soekardono S. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Yogyakarta: Bagian THT-KL RS Panti Rapih.4. Bailey BJ, Johnson JT. Head and neck surgery Otolaryngology Ed. 4th. Lippincot William and Wilkins, New York. 2006. 5. Busquets JM, Hwang PH. Non polypoid rhinosinusitis: classification, diagnosis, and treatment. Cummings: Otolaryngology: Head and Neck Surgery, 4th ed.2005.6. Aring AM, Chan MM. Acute rhinosinusitis in adults. American Family Physician. 2011 Mei 1;83(9):1057-1063.7. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert J, etc. European position paper on rhinosnusitis and nasal polyps. International Rhinology Society. 2012 Maret;50:1-329.8. Huntzinger A. Guidelines for the diagnosis and management of rhinosinusitis in adults. American Family Physician. 2007 Des 1;76(11):1718-1724.

29