makalah pleno rhinosinusitis
DESCRIPTION
RinosinusitisTRANSCRIPT
Kata Pengantar
Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan
kepada kami untuk membuat makalah ini. Kelompok kami juga berterima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah
satunya adalah dr. Monica sebagai tutor pembimbing PBL kami dan sebagai pemberi
informasi, kritikan, dan saran yang membangun kami untuk lebih baik lagi.
Kelompok kami sadar bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangannya. Tetapi
kami telah berusaha untuk membuat makalah yang berguna bagi para pembaca. Karena itu,
kami mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi
perkembangan kami ke depan.
Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca,
serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya dan selamat membaca.
Jakarta, 31 Maret 2014
Penulis
1
Daftar Isi1. Kata Pengantar....................................................................................1
2. Daftar Isi..............................................................................................2
3. Bab I Pendahuluan..............................................................................4
1.1.Latar Belakang..............................................................................4
1.2.Tujuan...........................................................................................4
4. Bab II Isi..............................................................................................5
2.1. Anamnesis....................................................................................5
2.2. Pemeriksaan ................................................................................7
2.2.1. Fisik...................................................................................7
2.2.2. Penunjang..........................................................................9
2.3. Diagnosis....................................................................................13
2.4. Etiologi.......................................................................................16
2.5. Epidemiologi .............................................................................18
2.6. Patofisiologi ..............................................................................18
2.7. Gejala Klinis .............................................................................22
2.8. Komplikasi dan Penatalaksanaan ..............................................22
2.9 Pencegahan dan Prognosis.........................................................30
5. Bab III Penutup.................................................................................31
6. Daftar Pustaka...................................................................................32
2
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini
membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak
dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai
sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang
pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sfenoidalis di belakang bola mata.1,2
Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang
atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang
berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh rinitis
akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas, berenang
dan menyelam, trauma, serta barotrauma.
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang
tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum
ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien
dengan pemberian antibiotik.
1.2 TujuanDengan adanya penulisan ini maka diharapkan penulis dan pembaca dapat
mengetahui dan memberikan pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang perlu
diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan mengenai Rhinosinusitis Maksilaris Akut.
3
Bab II
Isi
2.1 Anamnesis
Keluhan utama sinusitis maksilaris akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri
atau rasa tekanan pada pipi unilateral atau bilateral yang bertambah ketika menunduk.
Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan ingus yang purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip) dan keluhan sistemik seperti demam serta lesu.
Keluhan lain adalah sakit kepala yang kadang-kadang disertai nyeri alih ke gigi dan
telinga, hiposmia atau anosmia, halitosis, dan batuk atau sesak akibat post nasal drip1.
Keluhan pada sinusitis maksilaris kronis tidak khas, sehingga sulit didiagnosis.
Keluhan khas nyeri pada pipi tidak ditemukan. Pasien mungkin datang dengan
keluhan sakit kepala kronik, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga,
hiposmia dan mudah lelah1,3.
2.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh
pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam
medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis
tersebut disebut teknik Head to Toe.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
2.2.1 Pemeriksaan Fisik
4
Pemeriksaan Sinus Paranasal 1,4
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan
sinuskopi,
Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu
sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu
sinusitis frontalis akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah
terbentuk abses.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu oada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.
Rinoskopi
Pada rinoskopi anterior biasa akan didapatimukosa konka hiperemis, dan edema. Pada
sinusitis anterior tampak mukopus atau nanah di meatus.
Pada rinoskopi posterior tampak nanah atau mukopus di nasofaring (post nasal drip)
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus maksila.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik
5
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang.
2.2.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang penting dan relatif murah adalah foto polos rontgen
sinus posisi Waters, PA dan lateral, yang terlihat adalah adanya perselubungan
sinus, penebalan mukosa, dan batas udara-cairan (air fluid level)
b. CT scan juga dapat digunakan untuk pemeriksaan, dan akan menghasilkan
gambaran sinusitis yang lebih jelas, namun jarang dilakukan secara rutin karena
mahal. Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan
sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Biasanya dikerjakan pada sinusitis
kronik atau pada pre- operasi sebagai panduan operator untuk melakukan operasi
sinus.1
c. Pemeriksaan mikrobiologi sekret dan tes resistensi dapat dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius/ superior, yang paling baik sekret diambil
dari pungsi sinus maksilaris1.
2.3Diagnosis1. Diferensial Diagnosis5-8
Sinusitis Frontalis
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulean keempat fetus,
berasal dari sel- sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris satu lebih besar
dari pada yang lainnya, dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%
orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus ffrontalnya
tidak berkembang. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarya 2,4 cm dan
dalamnya 2cm. Sinus frontal biasanya bersekat- sekat dan tepi sinus berlekuk- lekuk. Tidak
adanya gambaran septum- septum atau lekuk- lekuk dinding sinuspada foto rontgen
menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari
orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah
6
ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostium- ostium yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior.Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Sinusitis Etmoidalis
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus- sinus lainnya.
Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm
dibagian anterior dan 1,5 dibagian posterior. Sinus etmoid berongga- rongga terdiri dari sel
yang menyerupai sarang tawon. Sel- sel ini jumlahnya bervariasi, berdasarkan letak sinus
etmoid dibagi menjadisinus etmoid anterior yang bermuara di medius dan sinus etmoid
postertior yang bermuara di meatus superior. Dibagian terdeoan sinus etmoid anterior ada
bagian yang sempit disebut resessus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel
etmoid terbesar disebut bulla etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan
yang disebut infundibulum, tempat bermuara ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)
seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai
penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri yang dirasakan di
pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya,
terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung
7
Sinus Sfenoidalis
Sinus sfenoid terletak di dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi 2 oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2cm
tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm . Saat sinus berkembang, pembuluh darah
dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus
dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas- batasnya adalah fosa serebri
media dan kelenjar hipofisa disebelah superior, atap nasofaring disebelah inferiornya, dan
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan pada posterior
berbatasan dengan fosa serebri postertiot di daerah pons.
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola
mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis,
sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
2. Working Diagnosis5-8
Rinosinusitis
Suatu peradangan pada sinus yang terjadi akibat alergi atau infeksi karena bakteri, virus
atau jamur. Secara klinis rinosinusitis dapat dibahagikan kepada 3 yaitu ; rinosinusiitis
akut apabila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis
subakut apabila gejalanya berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis
kronis apabila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Terdapat 4 jenis sinus yaitu sinus
frontalis, maksilaris, etmoidalis dan sfenoidalis. Apabila rinosinusitis terjadi pada
beberapa sinus, maka ia dikenali sebagai multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal dikenal sebagai pansinusitis.
Rhinosinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi
oleh karena:
(1) merupakan sinus paranasal yang terbesar
(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia
8
(3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila,
(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang
sempit sehingga mudah tersumbat
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang
menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
Batuk iritatif non produktif seringkali ada.
2.4 Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaianan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindroma Kartagener, dan di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.1
Infeksi virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus karena mukosa sinus paranasalis
berjalan kontinu dengan mukosa hidung. 1
Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu
lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan
lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab
otitis media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah
Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis
9
(4%), bakteri anerob, Branhamella catarrhalis, streptokok alfa, Staphyolococcus aureus, dan
Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh
bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang tidak
adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat
cenderung opurtunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Bakteri aerob
yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphyolococcus
aureus, Streptococcus viridians, Haemophilus influenza, Neisseria flavus, Staphyolococcus
epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Eischerichia coli. Bakteri anaerob termasuk
Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antar
organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi. 1
Infeksi Jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur
yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-
orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.
2.5EpidemiologiSinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang
tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris
adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. 9
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus adalah
penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah
diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 5 milyar dollar
dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya
dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.9
2.6Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi ini berhubungan dengan 3 faktor, yaitu patensi ostia, fungsi
silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem
fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
10
1. Patensi ostia yang berkurang pengaliran mukus atau drainage akan menjadi kurang
adekuat hipoksia disfungsi silia dan perubahan produksi mukus merusak
mekanisme dari klirens atau bersihan mukus akumulasi cairan di dalam sinus media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Patensi ostia berkurang pada edema, polip hidung,
inflamasi, tumor, trauma, jaringan parut, dan variasi anatomi (misalnya concha bullosa,
deviasi septum), dan instrumen atau alat pada nasal seperti pipa nasogastrik.
2. Kerusakan fungsi silia akumulasi cairan dan bakteri di dalam sinus. Gerakan silia yang
tidak efektif dapat disebabkan oleh pergerakan silia yang lambat, hilangnya koordinasi
pergerakan silia, atau hilangnya sel silia dari epitel hidung. Lambatnya pergerakan silia
dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, air dingin, sitokin atau mediator inflamasi lainnya.
Terganggunya gerakan silia dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti pada
diskinesia silia primer pada Sindrom Kartagener. Sel silia dapat hilang sebagai hasil dari
injuri epitel hidung karena iritasi saluran pernapasan, polutan, tindakan bedah, penyakit
kronis, virus, atau bakteri.
3. Silia memerlukan medium cairan untuk bergerak dan berfungsi secara normal.
Lingkungan normal silia dibentuk oleh lapisan mukus ganda (lapisan tipis perisiliaris
yang memungkinkan pergerakan silia dan lapisan gel atau serous yang tebal sebagai
tempat melekatnya ujung silia). Lapisan mukus terdiri dari mukoglikoprotein,
imunoglobulin, dan sel inflamasi. Sekret hidung dihasilkan oleh sel goblet dan sel
kolumna siliata dari sel epitel hidung dan oleh mukus submukosa. Perubahan komposisi
mukus menurunkan elastisitas atau meningkatkan viskositas merubah efektivitas
dalam membersihkan bagian dalam hidung dan mukosa intrasinus. Perubahan komposisi
mukus akan merubah pergerakan silia. Produksi mukus yang berlebihan (seperti yang
diakibatkan oleh polusi udara, alergen, iritasi atau infeksi) akan mempengaruhi sistem
klirens mukosiliaris.
2.7Gejala Klinis3 Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam
dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau
dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri/ rasa
tekanan pada muka dan bisa juga terdapat nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan
di depan telinga. Nyeri ditempat lain juga bisa dirasakan (reffered pain).. Penciuman
terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat
11
perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan
sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.Gangguan lainnya bisa mengenai
telinga yaitu sumbatan kronik pada muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti
bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
susah diobati. 5-8
4 Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di
pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip). 5-8
2.8 Komplikasi dan Penatalaksanaan
Pengobatan sinusitis kronis lebih bersifat paliatif daripada kuratif. Pengobatan paliatif
yang dapat diberikan pada penderita dengan sinusitis kronis dibagi menjadi:
A. Pengobatan konservatif
Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan terapi untuk sinusitis
maksilaris subakut dan kronis. Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur dan uji
sensitivitas. Antibiotik harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari. Drainase diperbaiki
dengan dekongestan lokal dan sistemik. Selain itu juga dapt dibantu dengan diatermi
gelombang pendek selama 10 hari, pungsi dan irigasi sinus. Irigasi dan pencucian sinus
ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan
klinis masih tetap banyak sekret purulen berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali
normal, maka perlu dilakukan operasi radikal.
B. Pengobatan radikal
Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan
dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang
terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini
dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi
intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau
tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain
2% dengan tambahan ephineprin disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke
12
superior untuk saraf intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat
diatas akar gigi. Incisi dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi
menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai
kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.
Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor.
Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat
masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior
selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini
dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah
depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah
mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa
berbagai jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar
tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat
gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika
terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam
antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2.
kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema, hematoma
dan perasaan tidak nyaman.
C. Pembedahan tidak radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunakan
endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BESF). Prinsipnya adalah
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi sumber
penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali
melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.7,8
3. Komplikasi1
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.1
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi
akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Komplikasi Orbita
13
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering
kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi
orbita ini.
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya
terbentuk suatu tromboflebitis septic.
Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.
Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut sinobronkitis.
Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat
timbul asma bronkhial.
2.9 Prognosis
Prognosis sinusitis maksilaris sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang
dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik
atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik
14
Bab III
Penutup
Sinus adalah ruang berisi udara yang membantu mengurangi berat tengkorak, fungsi
proteksi, dan resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus yaitu sinus fontalis, sinus
maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinusitis maksilaris adalah peradangan
mukosa sinus maksilaris yang dapat disebabkan oleh bakteri (aerob atau anaerob, virus, dan
jamur). Mekanisme patofisiologi sinusitis maksilaris dipengaruhi oleh patensi osia, gangguan
fungsi silia, dan sekresi hidung. Faktor tersebut akan merubah sistem fisiologis dan
menyebabkan sinusitis. Penegakan diagnosis sinusitis adalah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi sinusitis maksilaris adalah dengan
pemberian antibiotik untuk eradikasi bakteri, terapi simptomatis seperti pseudoefedrin dan
analgesik, serta dengan menghilangkan penyebab sinusitis. Tindakan yang dapat diperlukan
adalah bilas sinus dan terapi bedah jika pengobatan tidak adekuat. Komplikasi sinusitis relatif
jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi adalah kelainan intracranial, osteomielitis dan
abses subperiostal dan kelainan paru.
Daftar Pustaka
1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N
(eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta:
Gaya Baru; 2001.p.120-4.
2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku
ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.p.200.
3. Brook, I. 2012. Chronic Sinusitis. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Diakses tanggal 17 Maret 2014.
4. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2006.
5. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Fakultas kedokteran universitas indonesia. 6th ed. Jakarta;
2011. P.145-53.
15
6. Adam, G. L. 1997. Boies: Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.
7. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis.
Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p
8-9
8. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S.
Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-9
9. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 862-3
16