makalah pleno
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
Menganalisis Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Terapinya
Disusun Oleh: Kelompok D3
Dessy Christina Noelik 102013056
Dwiputra Oktarizky 102013104
The, Melita Mulyani 102013118
Nathania Benedicta Nirahua 102013213
Ozzy Alberto Nainggolan 102013255
Ayu Priscilia Tondingrante 102013315
Ralin Julian Basar 102013439
Putri Wibowo 102013439
Nur Rulainei binti Shamsuddin 102013520
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta
11510
Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia. Dengan
populasi yang banyak, rakyat Indonesia banyak mengalami masalah-masalah kesehatan, salah
satunya penyakit pernapasan. Polusi udara, asap rokok, pajanan terhadap bahan-bahan yang
berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia.
Salah satu penyakit pernapasan yang ada adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
PPOK merupakan penyakit paru dimana terjadi sumbatan pada jalan napas yang berlangsung
lama. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Penatalaksanaan pada PPOK dapat secara medika mentosa dengan pemberian bronkodilator
maupun secara non-medika mentosa dengan ventilasi mekanik.
Kata kunci: PPOK, bronkitis kronis, emfisema.
Abstract: Indonesia is one of the most densely populated country in the world. With a
population that many, many Indonesian people experiencing health problems, one of which is
1
a respiratory disease. Air pollution, cigarette smoke, exposure to materials related to work
can cause respiratory problems in humans. One existing respiratory disease is chronic
obstructive pulmonary disease (COPD). COPD is a lung disease where there is a blockage
in the airway that lasts a long time. COPD consists of chronic bronchitis and emphysema, or
a combination of both. Management of COPD may be medikamentosa by administering
bronchodilators or in non-medikamentosa with mechanical ventilation.
Keywords: COPD, chronic bronchitis, emphysema.
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan
berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara
yang berbahaya.
Anamnesis
Anamnesis yang dapat dilakukan adalah:1
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Berapa lama pasien merasa sesak napas?
2. Kapan pasien merasa sesak napas, saat istirahat atau aktifitas?
3. Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas?
4. Berapa jauh pasien dapat berjalan?
5. Apakah pasien batuk? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warnanya?
Apakah terdapat alergi?
6. Berapa lama pasien mengalami keadaan seburuk ini? Kira-kira apa pemicunya?
7. Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak saat berbaring?
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan ? Asma? Bronkiektasis?
emfisema? TB atau terpajan TB ? Pneumonia?
Bagaimana pernapasan pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi ?
2. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas ?
2
3. Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi ?
4. Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks ?
5. Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien ?
Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat?
Adakah respons terhadap terapi terdahulu (kortikosteroid)?
Apakah pasien mengkonsumsi tablet, inhaler, nebuliser, atau oksigen ?
6. Ada riwayat alergi?
Riwayat Penyakit Keluarga dan Riwayat Penyakit Sosial
1. Apakah pasien saat ini merokok ? Apakah pasien pernah merokok ? Jika ya, berapa
banyak ?
2. Bagaimana riwayat pekerjaan pasien?
3. Ada riwayat masalah pernapasan di keluarga?
4. Apakah pasien memelihara hewan ?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang bisa didapatkan adalah:2
Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah.
Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
3
bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed - lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2yang terjadi pada
gagal napas kronik.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes faal paru dengan
spirometri, COPD Assessment Test (CAT), pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan spirometri dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1)
dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang dapat
dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat dihirup
dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70% FVC keluar
pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien
PPOK rasio akan menurun dibawah 70%. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji Bronkodilator, setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1atau APE, perubahan VEP1atau APE < 20%
nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling umum
terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya bulla. Selain
menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis banding terhadap
penyakit-penyakit paru lainnya.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan darah arteri untuk memeriksa kadar gas darah
(arterial blood gas), hemoglobin dan hematokrit untuk melihat hipoksemia dan tingginya
4
kadar karbondioksida. Darah perifer juga dapat dipakai untuk melihat polisitemia (produksi
sel darah merah ditingkatkan untuk kompensasi oksigen jaringan) akibat hipoksemia yang
berlangsung lama dan tanda-tanda infeksi.2
Working diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.2
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen reversibilitas, terjadi secara
intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan
inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang
predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa dan
hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus.
Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak
ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat
dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama
adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar
mukosa saluran napas besar disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas
oleh mukus tersebut. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen
bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia
sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa.
Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat
berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa
merupakan gambaran yang mencolok dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari
50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa,
yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan
hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik
(termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering diserbuki oleh sel radang dan
mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan
5
obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang
menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-
unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-
proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi
saluran napas.
Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh besar pada
ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang menimbulkan
hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah dengan rasio V/Q
yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab menyebabkan
hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik dibandingkan pada
emfisema.
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak
dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai
batuk darah. Sesak napas bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya
terdengar suara mengi. Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-
krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran
napas. Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi, takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) dan
polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik).2,3
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita
bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma
persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi
kriteria PPOK. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik
terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur
penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan
paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil
elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat
topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif
dan temuan fisiologis yang khas.
6
Gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan dyspnea sepanjang hari bahkan saat
beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapati pergerakan napas menurun, bentuk thorax
barrel chest, suara napas menurun, dan hipersonor pada perkusi. Pemeriksaan penunjang
yang paling baik adalah dengan rontgen foto thorax dan biasa didapati tampilan hiperinflasi
paru. Selain itu bisa juga digunakan tes fungsi paru dengan spirometri. Hasil pemeriksaan
dapat berupa penurunan FEV, kapasitas vital, dan peningkatan volume residual.
Gambaran radiologik emfisema secara umum adalah penambahan ukuran paru anterior-
posterior yang menyebabkan bentuk thorax kifosis, dan penambahan ukuran paru vertikal
menyebabkan diafragma terletak lebih rendah dengan bentuk diafragma yang datar dan
peranjakandiafragma berkurang pada pengamatan dengan fluoroskopi. Dengan aerasi paru
yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan menghasilkan
bayangan lebih radiolusen sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran
fibrosisnya dan vaskular paru yang relatif jarang.2,3
Klasifikasi PPOK PPOK ringan yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan
sesak napas.PPOK sedang yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan
sesak napas dengan sesak timbul pada saat beraktivitas).PPOK berat yaitu sesak napas
dengan derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik, eksaserbasi lebih sering terjadi dan
disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Tabel 1. Klasifikasi PPOK2
7
Differential Diagnosis
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah keadaan terjadinya dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat
rusaknya otot dan jaringan sekitar. Bronkiektasis dapat terjadi secara kongenital dan didapat.
Bronkiektasis congenital sering asimomatik, baru terdeteksi saat dewasa ketika terjadi infeksi
sekunder. Umumnya bronkiektasis terjadi akibat proses inflamasi kronik yang disebabkan
oleh infeksi terutama tuberculosis. Pada infeksi sekunder sputum berbau busuk. Dahak bisa
berdarah bahkan bisa hemoptisis massif. Selain itu obstruksi saluran napas juga dapat
mengakibatkan bronkiektasis seperti adanya sumbatan mukus dalam lumen, perbesaran
kelenjar, dan tumor.
Gejala klinis yang tampak adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang
disertai hemoptisis, demam, dan sesak napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey
comb appearance. Terapi farmakologisnya dapat diberikan obat-obatan ekspektoran,
mukolitik, dan antibiotik apabila perlu. Pasien juga diedukasikan untuk menghindari faktor
pencetus seperti asap rokok, polutan, dan pencegahan terhadap infeksi, serta banyak minum
air putih. Fisioterapi berupa postural drainage juga dapat dilakukan.3
Asma
Asma bronkial adalah inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang
ditandai dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama
pada malam hari atau dini hari.
Pada penderita asma gejala yang timbul pada serangan akut adalah bronkokonstriksi,
wheezing saat ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan takipnea. Pada
keadaan yang berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan ditemukan
pulsus paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat berlanjut
dan mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin menurun.
Keadaan ini dinamakan status asmatikus dan dapat mengakibatkan asidosis respiratorik oleh
karena P CO2 yang semakin meningkat dan dapat berakibat fatal.3
Tabel 2.Perbedaan Asma dan PPOK2
8
Bronkhitis
Bronkitis adalah suatu kondisi yang timbul bila dinding bagian dalam saluran
pernapasan utama terinfeksi dan meradang. Keadaan ini biasanya diikuti dengan infeksi
pernapasan seperti demam. Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu bronkitis akut dan kronis.
Pada anak-anak umumnya yang terjadi adalah bronkitis akut yang disebabkan oleh
infeksi virus (90%). Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas kronik dapat
memudahkan terjadinya bronkhitis akut. Gejala dari bronkitis akut adalah batuk yang
menyebabkan sulit bernapas, umumnya diawali dengan batuk kering dan dalam beberapa hari
(2 - 3 hari) berubah menjadi batuk produktif dengan dahak, dapat pula diertai mengi. Anak
dapat mengeluhkan sakit di retrosternal. Anak dapat muntah akibat batuknya, terdapat
demam yang tidak terlalu tinggi, dan terdapat influenza atau pilek. Pada beberapa hari tidak
ada kelainan pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan
suara nafas kasar.4
Bronkitis akut adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (1 – 2
minggu). Yang perlu dilakukan adalah membuat suasana nyaman di rumah. Berikan anak
banyak minuman, apabila ada humidifier atau alat untuk memberikan uap untuk anak di
rumah maka dapat diberikan, serta anak membutuhkan obat batuk untuk mengencerkan
dahaknya dan mengurangi batuknya.
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus sehingga tidak membutuhkan
antibiotik. Gejalanya akan berlangsung antara 5-10 hari dan akan membaik dalam 10-14
9
hari. Selain virus, terdapat faktor risiko iritan yang memudahkan peradangan saluran
pernapasan seperti asap rokok dan polusi udara. Karena itulah selain obat-obatan dan
minuman yang adekuat, penghindaran asap rokok dan polusi udara juga sebaiknya
dilakukan.4
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sedikitnyan 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis,
bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu.4
Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya adalah
RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah
parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah / droplet.
Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi
bisa menyebabkan penyakit yang berat. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah Usia
kurang dari 6 bulan, Tidak pernah mendapatkan ASI, Prematur, Menghirup asap rokok.
Gejala klinis yang timbul pada bronkiolitis adalah batuk, wheezing (bunyi nafas
mengi), sesak nafas atau gangguan pernafasan, sianosis (warna kulit kebiruan karena
kekurangan oksigen) , takipneu (pernafasan yang cepat), retraksi interkostal (otot di sela iga
tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas), pernafasan cuping hidung
(cuping hidung kembang kempis), demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang
terjadi).
Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan
membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72
jam pertama. Jarang terjadi bronkiolitis ulang.5
Tuberkulosis Paru
Merupakan penyakit yang sangat luas dinegeri yang sedang berkembang. Menurut
WHO, di Indonesia 50% akan memiliki hasil positif terhadap tes Mantoux. Didapati demam
yang tidak diketahui sebabnya dan ada tanda infeksi saluran napas atas. Etiologi berupa
Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium bovis, berupa basil tahan asam, tidak
memiliki endotoksin maupun eksotoksin. Penularan biasanya melalui udara, peroral, dan
kontak langsung melalui luka di kulit. Terjadi eksudasi dan konsolidasi terbatas, dan dengan
10
cepat menyebar melalui kelenjar getah bening. Ada gambaran tuberkel dan basil tahan asam
pada gambaran mikroskopik. Lesi dapat terjadi dimana saja, terutama perifer dekat pleura dan
dibawah yang berkebalikan dengan kejadian pada orang dewasa. Pada radiologi, didapati
kompleks primer, pembesaran kelenjar sekitar trakea, penyebaran militer, atelektasis, dan
pleuritis dengan efusi. Bisa juga diperiksa menggunakan bakteriologis, dari bilasan lambung,
sekret bronkus, sputum, cairan pleura, LCS, dan bahan lainnya. Ada didapati batuk, panas,
anoreksia, dan berat badan menurun, serta bisa bergejala seperti bronkopneumonia.
Pencegahan menggunakan vaksin BCG.6,7,8
Etiologi
Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai risiko tambahan akibat
polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien memiliki asma kronis yang
tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Genetik: defisiensi alfa1-antitripsin merupakan
predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini.9
Epidemiologi
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM& PL di 5 rumah sakit
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
lainnya (2%). Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001,
sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah
tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok
pasif. Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-
25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response,lebih
banyak batang rokok yang 5 dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut
maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.10
Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
11
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps. Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi
predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,
sehingga terjadi kerusakan jaringan. Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran
gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.
Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.11
Manifestasi Klinik
Batuk kronik, batuk produktif, kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus
menerus tanpa disertai batuk ( produksi sputum berlebihan pada jenis bronchitis kronik).
Selain itu, sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat
12
melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang
bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Dispnea, obstruki saluran
napas yang progresif. Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan
sputum mukoid terutama pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat
eksaserbasi adalah meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan
wheezing.5,11
Penatalaksanaan
Medikamentosa:2
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama
pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Antiinflamasi
13
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I:amoksisilin, makrolid.
Lini II: amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru.
Perawatan di Rumah Sakit :dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat, Sefalosporin
generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas,
Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi, Sefalosporin generasi IV per injeksi.
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati – hati.
Komplikasi2
1. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2< 60 mmHg dan Pco2> 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan:
Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
2. Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
14
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
3. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
4. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.
Pencegahan
Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam upaya
memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja
terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan
ventilasi yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan
terutama pada lingkungan pertambangan.9
Prognosis
Prognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk hingga
mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah
obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah,
pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru
atau cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi akut yang
sering terjadi.9
Kesimpulan
PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah kelompok penyakit paru dengan terutama
terjadi obstruksi menahun. Kelompok penyakit yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik,
emfisema. Faktor predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak adalah
sesak napas dan batuk persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi
progresivitas penyakit dan menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale.
15
Prognosis kurang baik dan diperberat oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang
sering, dan kebiasaan merokok yang belum dihentikan.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.
173.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoaman diagnosis dan tata laksana penyakit
paru obstruktif kronis. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
ppok/ppok.pdf
3. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;
2008.h.84-6.
4. Hull D, Jonston D. Dasar-dasar pediatric. Ed 3. Jakarta: EGC. 2008. H.126-9
5. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.122.
6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Volume I. Edisi
ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.656-8.
7. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010.h.556-67.
8. Lyrawati D, Leonita NMA. Sistem pernapasan: assessment, patofisiologi, dan terapi
gangguan pernapasan. Malang: Badan Penerbit Universitas Brawijaya; 2012
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.181.
10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit paru
obstruktif kronik. Diunduh dari
http://www.btklsby.go.id/wp-content/uploads/2010/07/KEPMENKES-1022-THN-
2008-TTG-PEDOMAN-PENGENDALIAN-PPOK.pdf
11. Penyakit paru obstruktif kronik. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22281/4/Chapter%20II.pdf
16
17