makalah pleno

25
Menganalisis Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Terapinya Disusun Oleh: Kelompok D3 Dessy Christina Noelik 102013056 Dwiputra Oktarizky 102013104 The, Melita Mulyani 102013118 Nathania Benedicta Nirahua 102013213 Ozzy Alberto Nainggolan 102013255 Ayu Priscilia Tondingrante 102013315 Ralin Julian Basar 102013439 Putri Wibowo 102013439 Nur Rulainei binti Shamsuddin 102013520 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia. Dengan populasi yang banyak, rakyat Indonesia banyak mengalami masalah-masalah kesehatan, salah satunya penyakit pernapasan. Polusi udara, asap rokok, pajanan terhadap bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia. Salah satu 1

Upload: nathania

Post on 12-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah pleno

Menganalisis Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Terapinya

Disusun Oleh: Kelompok D3

Dessy Christina Noelik 102013056

Dwiputra Oktarizky 102013104

The, Melita Mulyani 102013118

Nathania Benedicta Nirahua 102013213

Ozzy Alberto Nainggolan 102013255

Ayu Priscilia Tondingrante 102013315

Ralin Julian Basar 102013439

Putri Wibowo 102013439

Nur Rulainei binti Shamsuddin 102013520

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

11510

Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia. Dengan

populasi yang banyak, rakyat Indonesia banyak mengalami masalah-masalah kesehatan, salah

satunya penyakit pernapasan. Polusi udara, asap rokok, pajanan terhadap bahan-bahan yang

berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia.

Salah satu penyakit pernapasan yang ada adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

PPOK merupakan penyakit paru dimana terjadi sumbatan pada jalan napas yang berlangsung

lama. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Penatalaksanaan pada PPOK dapat secara medika mentosa dengan pemberian bronkodilator

maupun secara non-medika mentosa dengan ventilasi mekanik.

Kata kunci: PPOK, bronkitis kronis, emfisema.

Abstract: Indonesia is one of the most densely populated country in the world. With a

population that many, many Indonesian people experiencing health problems, one of which is

1

Page 2: Makalah pleno

a respiratory disease. Air pollution, cigarette smoke, exposure to materials related to work

can cause respiratory problems in humans. One existing respiratory disease is chronic

obstructive pulmonary disease (COPD). COPD is a lung disease where there is a blockage

in the airway that lasts a long time. COPD consists of chronic bronchitis and emphysema, or

a combination of both. Management of COPD may be medikamentosa by administering

bronchodilators or in non-medikamentosa with mechanical ventilation.

Keywords: COPD, chronic bronchitis, emphysema.

Pendahuluan

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan

hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat

progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan

berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara

yang berbahaya.

Anamnesis

Anamnesis yang dapat dilakukan adalah:1

Riwayat Penyakit Sekarang

1. Berapa lama pasien merasa sesak napas?

2. Kapan pasien merasa sesak napas, saat istirahat atau aktifitas?

3. Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas?

4. Berapa jauh pasien dapat berjalan?

5. Apakah pasien batuk? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warnanya?

Apakah terdapat alergi?

6. Berapa lama pasien mengalami keadaan seburuk ini? Kira-kira apa pemicunya?

7. Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak saat berbaring?

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan ? Asma? Bronkiektasis?

emfisema? TB atau terpajan TB ? Pneumonia?

Bagaimana pernapasan pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi ?

2. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas ?

2

Page 3: Makalah pleno

3. Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi ?

4. Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks ?

5. Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien ?

Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat?

Adakah respons terhadap terapi terdahulu (kortikosteroid)?

Apakah pasien mengkonsumsi tablet, inhaler, nebuliser, atau oksigen ?

6. Ada riwayat alergi?

Riwayat Penyakit Keluarga dan Riwayat Penyakit Sosial

1. Apakah pasien saat ini merokok ? Apakah pasien pernah merokok ? Jika ya, berapa

banyak ?

2. Bagaimana riwayat pekerjaan pasien?

3. Ada riwayat masalah pernapasan di keluarga?

4. Apakah pasien memelihara hewan ?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang bisa didapatkan adalah:2

Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar

terdorong ke bawah.

Auskultasi

suara napas vesikuler normal, atau melemah

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

3

Page 4: Makalah pleno

bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

pursed - lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan

ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2

yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2yang terjadi pada

gagal napas kronik.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes faal paru dengan

spirometri, COPD Assessment Test (CAT), pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan darah.

Pemeriksaan spirometri dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1)

dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang dapat

dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat dihirup

dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70% FVC keluar

pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien

PPOK rasio akan menurun dibawah 70%. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak

mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Uji Bronkodilator, setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20

menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1atau APE, perubahan VEP1atau APE < 20%

nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling umum

terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya bulla. Selain

menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis banding terhadap

penyakit-penyakit paru lainnya.

Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan darah arteri untuk memeriksa kadar gas darah

(arterial blood gas), hemoglobin dan hematokrit untuk melihat hipoksemia dan tingginya

4

Page 5: Makalah pleno

kadar karbondioksida. Darah perifer juga dapat dipakai untuk melihat polisitemia (produksi

sel darah merah ditingkatkan untuk kompensasi oksigen jaringan) akibat hipoksemia yang

berlangsung lama dan tanda-tanda infeksi.2

Working diagnosis

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas

yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis

kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.2

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam

setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen reversibilitas, terjadi secara

intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan

inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang

predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa dan

hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus.

Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak

ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat

dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama

adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar

mukosa saluran napas besar disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas

oleh mukus tersebut. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen

bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia

sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa.

Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat

berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa

merupakan gambaran yang mencolok dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari

50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa,

yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan

hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik

(termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering diserbuki oleh sel radang dan

mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan

5

Page 6: Makalah pleno

obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang

menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-

unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-

proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi

saluran napas.

Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh besar pada

ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang menimbulkan

hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah dengan rasio V/Q

yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab menyebabkan

hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik dibandingkan pada

emfisema.

Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak

dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai

batuk darah. Sesak napas bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya

terdengar suara mengi. Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-

krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran

napas. Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi, takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) dan

polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik).2,3

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus

terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita

bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma

persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi

kriteria PPOK. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik

terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur

penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan

paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil

elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat

topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif

dan temuan fisiologis yang khas.

6

Page 7: Makalah pleno

Gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan dyspnea sepanjang hari bahkan saat

beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapati pergerakan napas menurun, bentuk thorax

barrel chest, suara napas menurun, dan hipersonor pada perkusi. Pemeriksaan penunjang

yang paling baik adalah dengan rontgen foto thorax dan biasa didapati tampilan hiperinflasi

paru. Selain itu bisa juga digunakan tes fungsi paru dengan spirometri. Hasil pemeriksaan

dapat berupa penurunan FEV, kapasitas vital, dan peningkatan volume residual.

Gambaran radiologik emfisema secara umum adalah penambahan ukuran paru anterior-

posterior yang menyebabkan bentuk thorax kifosis, dan penambahan ukuran paru vertikal

menyebabkan diafragma terletak lebih rendah dengan bentuk diafragma yang datar dan

peranjakandiafragma berkurang pada pengamatan dengan fluoroskopi. Dengan aerasi paru

yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan menghasilkan

bayangan lebih radiolusen sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran

fibrosisnya dan vaskular paru yang relatif jarang.2,3

Klasifikasi PPOK PPOK ringan yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan

sesak napas.PPOK sedang yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan

sesak napas dengan sesak timbul pada saat beraktivitas).PPOK berat yaitu sesak napas

dengan derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik, eksaserbasi lebih sering terjadi dan

disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.

Tabel 1. Klasifikasi PPOK2

7

Page 8: Makalah pleno

Differential Diagnosis

Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah keadaan terjadinya dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat

rusaknya otot dan jaringan sekitar. Bronkiektasis dapat terjadi secara kongenital dan didapat.

Bronkiektasis congenital sering asimomatik, baru terdeteksi saat dewasa ketika terjadi infeksi

sekunder. Umumnya bronkiektasis terjadi akibat proses inflamasi kronik yang disebabkan

oleh infeksi terutama tuberculosis. Pada infeksi sekunder sputum berbau busuk. Dahak bisa

berdarah bahkan bisa hemoptisis massif. Selain itu obstruksi saluran napas juga dapat

mengakibatkan bronkiektasis seperti adanya sumbatan mukus dalam lumen, perbesaran

kelenjar, dan tumor.

Gejala klinis yang tampak adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang

disertai hemoptisis, demam, dan sesak napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey

comb appearance. Terapi farmakologisnya dapat diberikan obat-obatan ekspektoran,

mukolitik, dan antibiotik apabila perlu. Pasien juga diedukasikan untuk menghindari faktor

pencetus seperti asap rokok, polutan, dan pencegahan terhadap infeksi, serta banyak minum

air putih. Fisioterapi berupa postural drainage juga dapat dilakukan.3

Asma

Asma bronkial adalah inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang

ditandai dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama

pada malam hari atau dini hari.

Pada penderita asma gejala yang timbul pada serangan akut adalah bronkokonstriksi,

wheezing saat ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan takipnea. Pada

keadaan yang berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan ditemukan

pulsus paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat berlanjut

dan mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin menurun.

Keadaan ini dinamakan status asmatikus dan dapat mengakibatkan asidosis respiratorik oleh

karena P CO2 yang semakin meningkat dan dapat berakibat fatal.3

Tabel 2.Perbedaan Asma dan PPOK2

8

Page 9: Makalah pleno

Bronkhitis

Bronkitis adalah suatu kondisi yang timbul bila dinding bagian dalam saluran

pernapasan utama terinfeksi dan meradang. Keadaan ini biasanya diikuti dengan infeksi

pernapasan seperti demam. Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu bronkitis akut dan kronis.

Pada anak-anak umumnya yang terjadi adalah bronkitis akut yang disebabkan oleh

infeksi virus (90%). Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas kronik dapat

memudahkan terjadinya bronkhitis akut. Gejala dari bronkitis akut adalah batuk yang

menyebabkan sulit bernapas, umumnya diawali dengan batuk kering dan dalam beberapa hari

(2 - 3 hari) berubah menjadi batuk produktif dengan dahak, dapat pula diertai mengi. Anak

dapat mengeluhkan sakit di retrosternal. Anak dapat muntah akibat batuknya, terdapat

demam yang tidak terlalu tinggi, dan terdapat influenza atau pilek. Pada beberapa hari tidak

ada kelainan pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan

suara nafas kasar.4

Bronkitis akut adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (1 – 2

minggu). Yang perlu dilakukan adalah membuat suasana nyaman di rumah. Berikan anak

banyak minuman, apabila ada humidifier atau alat untuk memberikan uap untuk anak di

rumah maka dapat diberikan, serta anak membutuhkan obat batuk untuk mengencerkan

dahaknya dan mengurangi batuknya.

Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus sehingga tidak membutuhkan

antibiotik. Gejalanya akan berlangsung antara 5-10 hari dan akan membaik dalam 10-14

9

Page 10: Makalah pleno

hari. Selain virus, terdapat faktor risiko iritan yang memudahkan peradangan saluran

pernapasan seperti asap rokok dan polusi udara. Karena itulah selain obat-obatan dan

minuman yang adekuat, penghindaran asap rokok dan polusi udara juga sebaiknya

dilakukan.4

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan

dalam setahun untuk sedikitnyan 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis,

bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu.4

Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan

percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.

Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya adalah

RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah

parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah / droplet.

Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi

bisa menyebabkan penyakit yang berat. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah Usia

kurang dari 6 bulan, Tidak pernah mendapatkan ASI, Prematur, Menghirup asap rokok.

Gejala klinis yang timbul pada bronkiolitis adalah batuk, wheezing (bunyi nafas

mengi), sesak nafas atau gangguan pernafasan, sianosis (warna kulit kebiruan karena

kekurangan oksigen) , takipneu (pernafasan yang cepat), retraksi interkostal (otot di sela iga

tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas), pernafasan cuping hidung

(cuping hidung kembang kempis), demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang

terjadi).

Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan

membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72

jam pertama. Jarang terjadi bronkiolitis ulang.5

Tuberkulosis Paru

Merupakan penyakit yang sangat luas dinegeri yang sedang berkembang. Menurut

WHO, di Indonesia 50% akan memiliki hasil positif terhadap tes Mantoux. Didapati demam

yang tidak diketahui sebabnya dan ada tanda infeksi saluran napas atas. Etiologi berupa

Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium bovis, berupa basil tahan asam, tidak

memiliki endotoksin maupun eksotoksin. Penularan biasanya melalui udara, peroral, dan

kontak langsung melalui luka di kulit. Terjadi eksudasi dan konsolidasi terbatas, dan dengan

10

Page 11: Makalah pleno

cepat menyebar melalui kelenjar getah bening. Ada gambaran tuberkel dan basil tahan asam

pada gambaran mikroskopik. Lesi dapat terjadi dimana saja, terutama perifer dekat pleura dan

dibawah yang berkebalikan dengan kejadian pada orang dewasa. Pada radiologi, didapati

kompleks primer, pembesaran kelenjar sekitar trakea, penyebaran militer, atelektasis, dan

pleuritis dengan efusi. Bisa juga diperiksa menggunakan bakteriologis, dari bilasan lambung,

sekret bronkus, sputum, cairan pleura, LCS, dan bahan lainnya. Ada didapati batuk, panas,

anoreksia, dan berat badan menurun, serta bisa bergejala seperti bronkopneumonia.

Pencegahan menggunakan vaksin BCG.6,7,8

Etiologi

Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai risiko tambahan akibat

polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien memiliki asma kronis yang

tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Genetik: defisiensi alfa1-antitripsin merupakan

predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini.9

Epidemiologi

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM& PL di 5 rumah sakit

propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera

Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang

angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan

lainnya (2%). Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001,

sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari

perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok

pasif. Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-

25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response,lebih

banyak batang rokok yang 5 dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut

maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.10

Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk

keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.

Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses

masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara

11

Page 12: Makalah pleno

alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah

teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan

pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran

napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital

(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas

vital paksa (VEP1/KVP). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-

komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain

itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem

eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan

sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang

menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang

kental dan adanya peradangan. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak

struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya

alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena

ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.

Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam

paru dan saluran udara kolaps. Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi

predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK

predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan

Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,

sehingga terjadi kerusakan jaringan. Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran

gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan

dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.

Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.11

Manifestasi Klinik

Batuk kronik, batuk produktif, kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus

menerus tanpa disertai batuk ( produksi sputum berlebihan pada jenis bronchitis kronik).

Selain itu, sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat

12

Page 13: Makalah pleno

melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang

bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Dispnea, obstruki saluran

napas yang progresif. Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan

sputum mukoid terutama pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat

eksaserbasi adalah meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan

wheezing.5,11

Penatalaksanaan

Medikamentosa:2

Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan

dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,

nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan

pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting).

Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari ).

Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat

sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan

bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi

subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama

pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak

( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Antiinflamasi

13

Page 14: Makalah pleno

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk

inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu

terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I:amoksisilin, makrolid.

Lini II: amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru.

Perawatan di Rumah Sakit :dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat, Sefalosporin

generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas,

Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi, Sefalosporin generasi IV per injeksi.

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.

Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai

pemberian yang rutin.

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Antitusif

Diberikan dengan hati – hati.

Komplikasi2

1. Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah Po2< 60 mmHg dan Pco2> 60 mmHg, dan pH normal,

penatalaksanaan:

Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

Bronkodilator adekuat

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

2. Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

14

Page 15: Makalah pleno

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

3. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti

menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

4. Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung

kanan.

Pencegahan

Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam upaya

memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja

terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan

ventilasi yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan

terutama pada lingkungan pertambangan.9

Prognosis

Prognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk hingga

mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah

obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah,

pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru

atau cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi akut yang

sering terjadi.9

Kesimpulan

PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah kelompok penyakit paru dengan terutama

terjadi obstruksi menahun. Kelompok penyakit yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik,

emfisema. Faktor predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak adalah

sesak napas dan batuk persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi

progresivitas penyakit dan menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale.

15

Page 16: Makalah pleno

Prognosis kurang baik dan diperberat oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang

sering, dan kebiasaan merokok yang belum dihentikan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.

173.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoaman diagnosis dan tata laksana penyakit

paru obstruktif kronis. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-

ppok/ppok.pdf

3. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;

2008.h.84-6.

4. Hull D, Jonston D. Dasar-dasar pediatric. Ed 3. Jakarta: EGC. 2008. H.126-9

5. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.122.

6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Volume I. Edisi

ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.656-8.

7. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2010.h.556-67.

8. Lyrawati D, Leonita NMA. Sistem pernapasan: assessment, patofisiologi, dan terapi

gangguan pernapasan. Malang: Badan Penerbit Universitas Brawijaya; 2012

9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.181.

10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit paru

obstruktif kronik. Diunduh dari

http://www.btklsby.go.id/wp-content/uploads/2010/07/KEPMENKES-1022-THN-

2008-TTG-PEDOMAN-PENGENDALIAN-PPOK.pdf

11. Penyakit paru obstruktif kronik. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22281/4/Chapter%20II.pdf

16

Page 17: Makalah pleno

17