makalah pleno hepatobilier

Upload: mariapriscilla

Post on 03-Apr-2018

264 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    1/30

    Kelainan yang Timbul pada Bayi Baru

    Lahir akibat Ikterus Neonatorum

    Kezia Natania Sudibyo Wisnu Sonjaya (102010041), Cathelin Stella (10-2010-219),

    Angela Sondang (10-2010-289), Sisilia Dina Mariana (10-2009-147), Martin Prayiggo

    Utomo (10-2010-018), Desy Purnamasari Kalembu (10-2010-121), , Benedictus Aldwin

    Ainsley (10-2010-134), Henry Reinaldo (10-2010-221) , Rucmana Aga (10- 2010 350),

    Ramli Saibun Hasudungan Simanjuntak (10-2010-356)

    C-6

    Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

    Universitas Kristen Krida Wacana

    Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

    Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

    _________________________________________________________________________

    PENDAHULAN

    Latar Belakang

    Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus

    neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar

    42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir

    menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar

    bilirubin yang melebihi 10 mg.1

    Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus,

    ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Ikterus neonatorum

    merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi

    1

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    2/30

    bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3

    kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal.2 Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit

    pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

    Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada

    bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini

    pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau

    menyebabkan kematian. Karena setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam

    pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24

    jam.1,2

    Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari 1 mg/dl juga

    merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam keadaan tersebut

    penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat

    dihindarkan.

    Tujuan

    Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :

    1. Mempelajari apa saja yang haus di perhatikan pada bayi yang baru lahir, serta

    penyakit apa saja yang dapat terjadi.

    2. Mempelajari bagaimana melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    penunjang, mendiagnosa, patofisiologi dan lainnya yang berhubungan dengan riwayat

    penyakit pada neonatal, terutama ikterus.

    ISI

    Definisi

    Ikterus

    Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

    mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

    konsentasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan

    cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. 2

    2

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    3/30

    Ikterus Neonatorum

    Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin.3

    Ikterus Fisiologis

    Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari

    pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada

    neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa

    hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.1 Pada

    bayi yang baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl.

    Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai

    puncaknya sekitar 6 8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun

    cepat selama 2 3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dl selama 1

    sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak

    akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7814 mg/dl ) dan penurunan terjadi lebih

    lambat. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami

    peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan

    penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10 12

    mg/dl masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dl tanpa disertai kelainan

    metabolisme bilirubin.4

    Ikterus Patologis

    Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

    1. Ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam

    2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

    3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam

    4. Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,letargis,

    malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu

    yang tidak stabil )

    5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi

    kurang bulan4

    6. Ikterus yang disertai :

    3

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    4/30

    Berat lahir < 2.000 g

    Masa gestasi < 36 minggu

    Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus

    Infeksi

    Trauma lahir pada kepala

    Hipoglikemia, hiperkarbia

    Hiperosmolaritas darah

    Proses hemolisis ( inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD, atau

    sepsis).5

    Kernicterus

    Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak

    terkonyugasi dalam sel sel otak.6Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu

    suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada

    korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus

    di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata

    berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher

    kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang,

    atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,

    gangguan bicara dan retardasi mental.1,5

    Metabolisme Bilirubin

    Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu

    diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama

    metabolisme adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.

    Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :1,4

    1. Produksi

    4

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    5/30

    Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin

    pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada

    neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat

    menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang

    bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh),

    yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.

    2. Transportasi

    Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar

    mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.

    Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin

    tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein ,

    glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan

    protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan

    afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar

    bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu.

    Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak

    Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat

    pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

    3. Konjugasi

    Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin

    diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk

    monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide

    menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide

    transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin

    monoglukoronide.

    Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer

    bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat

    diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang

    terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).

    4. Ekskresi

    5

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    6/30

    Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air

    dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus

    bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis

    menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.

    Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat,

    bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang

    terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus

    enterohepatis pun meningkat.

    5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

    Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan

    12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Padainkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai

    untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat

    pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum

    diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas

    dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama

    besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat

    terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian

    hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah

    melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan

    fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi

    bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan

    fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini

    diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat

    penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena

    fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat

    hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau

    kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin

    indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam

    serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat

    dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat

    berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel

    6

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    7/30

    otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian

    albumin atau plasma.

    Anamnesa

    1. Identitas Pasien

    Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:7

    - Nama lengkap pasien

    - Umur pasien

    - Tanggal lahir

    - Jenis kelamin

    - Agama

    - Alamat

    - Umur (orang tua)

    - Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)

    - Suku bangsa

    2. Keluhan Utama

    Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : bayi tampak kuning

    3. Riwayat Penyakit Sekarang

    Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali :

    - Sejak kapan kuningnya?

    - Berapa berat badan sebelum sakit ? adakah penurunan berat badan?

    4. Riwayat Penyakit Dahulu

    - Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah

    7

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    8/30

    sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang

    diberikan ?

    5. Riwayat Maternal dan Perinatal

    Menanyakan :

    - Berapa usia ibu saat hamil ini dan taksiran persalinannya kapan.

    - Bagaimana kondisi dan kebiasaan selama hamil.

    - Berapa kali memeriksakan kehamilannya, adakah penyakit yang diderita

    selama hamil.

    - Menanyakan hasil APGAR score

    - Menanyakan golongan darah orangtuanya

    6. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga.

    Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, asma,

    DM, penyakit menular dan penyakit lainnya selain itu juga perlu ditanyakan apa ada

    keturunan kembar.

    7. Riwayat Status Sosial Ekonomi

    Keluarga ini termasuk berkecukupan atau tidak. Dari sini dapat diperkirakan apakahpasien tinggal ditempat yang cukup memadai dan kondisi lingkungan rumah yang

    cukup higienis

    8. Riwayat Pengobatan

    Obat apa saja yang sudah diminum pasien untuk mengatasi kuning pada bayi.7

    Pemeriksaan Fisik

    1. Pemeriksaan sistemik (Keadaan Umum)

    Pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut hingga ujung kaki

    Pada Bayi dan anak Kecil

    - Inspirasi

    - Auskultasi

    8

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    9/30

    - Palpasi dan perkusi (perkusi tidak dilakukan pd anak-anak kecuali pada

    ascites)

    - Pemeriksaan dengan alat (periksa tonsil)

    2. Pemeriksaan Khusus

    Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi

    baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dL atau 100

    mikro mol/L (1mg/dL=17,1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat

    kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian

    menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat

    yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat

    yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.

    Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern ikterus, yaitu suatu kerusakan otak

    akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Secara klinis pada awalnya tidak

    jelas, dapat beruap mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum,

    tonus otot meningkat, leher kaku, dan isoptonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme

    otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan

    ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental.

    Gambar 1. Zona Derajat Ikterus Kramer8

    Tabel 1. Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer9

    Derajatikterus

    Daerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

    9

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    10/30

    I Kepala dan leher 5,0 mg%

    II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

    IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hinggatungkai atas (di atas lutut)

    11,4 mg/dl

    IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

    V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

    Differential Diagnosis

    1. Ikterus patologis et causa inkompatibilitas darah

    a. Rhesus

    Hemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai Rhesus NEGATIF dan anak

    mempunyai Rhesus POSITIF. Bila sel darah janin masuk ke peredaran darahibu, maka ibu akan dirangsang oleh antigen Rh sehingga membentuk antibodi

    terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melalui plasenta dan masuk ke peredaran

    darah janin dan selanjutnya mengakibatkan penghancuran eritrosit janin

    (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialah

    pembentukan sel darah merah dilakukan oleh tubuh bayi secara berlebihan,

    sehingga akan didapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena

    keadaan ini disebut Eritroblastosis Fetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak

    terlihat pada anak pertama, tetapi akan nyata pada anak yang dilahirkan

    selanjutnya. Bila ibu sebelum mengandung anak pertama pernah mendapat

    transfusi darah yang inkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin

    yang mempunyai Rhesus POSITIF, pengaruh kelainan inkompabilitas Rhesus ini

    akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian. Bayi yang lahir mungkin mati

    (Still Birth) atau berupa Hidrops Fetalis yang hanya dapat hidup beberapa jam

    dengan gejala edema yang berat, ascites, anemia dan hepatosplenomegali.

    Biasanya bayi seperti ini mempunyai plasenta yang besar, bayi tampak pucat dan

    cairan amnionnya berwarna kuning emas. Eritroblastosis fetalis pada saat lahir

    tampak normal, tetapi beberapa jam kemudian timbul ikterus yang makin lama

    makin berat (hiperbilirubinemia) yang dapat mengakibatkan kernicterus,

    hepatosplenomegali dan pada pemeriksaan darah tepi akan didapatkan anemia,

    retikulositosis, jumlah normoblas dan eritroblas lebih banyak daripada biasa,

    banyak sel darah (seri granulosit) muda. Kadar bilirubin direk dan indirek

    meninggi, juga terdapat bilirubin dalam urin dan tinja.

    10

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    11/30

    Pemeriksaan golongan darah ibu dan anak (Rh dan ABO), uji Coombs,

    riwayat mengenai bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam

    waktu 24 jam sesudah lahir, kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 15 g

    %, kadar bilirubin dalam darah talipusat lebih dari 5 mg%, hati dan limpa

    membesar, kelainan pada pemeriksaan darah tepi dan lain-lain.

    b. ABO

    Menurut statistik kira-kira 20% dari seluruh kehamilan terlibat dalam

    ketidak-selarasan golongan darah ABO dan 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu

    golongan darah O dan janin golongan A atau B. Walaupun demikian hanya pada

    sebagian kecil tampak pengaruh hemolisis pada bayi baru lahir. Hal ini

    disebabkan oleh karena isoaglutinin anti-A dan anti-B yang terdapat dalam serum

    ibu sebagian besar terbentuk 19-S, yaitu gamaglobulin-M yang tidak dapat

    melalui plasenta (merupakan makroglobulin) dan disebut isoaglutinin natural.

    Hanya sebagian kecil dari ibu yang mempunyai golongan darah O, mempunyai

    antibodi 7-S, yaitu gamaglobulin g (isoaglutinin imun) yang tinggi dan dapat

    melalui plasenta sehingga mengakibatkan hemolisis pada bayi.

    Ikterus biasanya timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, tidak pucat olehkarena tidak terdapat anemia atau hanya didapatkan anemia ringan saja. Jarang

    sekali menyebabkan hidrops fetalis atau lahir mati serta hepatosplenomegali.

    Kira-kira 40-50% mengenai anak pertama, sedangkan anak-anak berikutnya

    mungkin terkena dan mungkin tidak. Bila terkena tidak tampak gejala yang berat

    seperti pada inkompabilitas rhesus. Kadar hemoglobin normal dan kadang-

    kadang agak menurun (10-12 g%)., retikulositosis, polikromasi, sferositosis dan

    sel darah merah berinti jumlahnya meningkat, uji Coombs mungkin negatif atau

    positif lemah.

    c. Minor

    Hanya kira-kira 2% saja yang menyebabkan eritroblastosis fetalis. Oleh

    karena pemeriksaan golongan darah sebelum lahir biasanya hanya mengenai

    golongan darah Rh dan ABO, golongan minor ini jarang ditemukan. Biasanya

    kelainan ini baru dapat diduga bila terdapat bayi dengan golongan darah Rh

    positif dan ditemukan uji Coombs positif. Pemeriksaan selanjutnya mengenai

    11

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    12/30

    jenis dari sel darah ibu dan ayah dengan cara melakukan uji Coomb indirek, yaitu

    dengan menggunakan serum ibu dan sel darah merah ayah. Oski (1996)

    mengajukan beda antara inkompatibilitas Rh dan ABO.

    Tergantung dari beratnya peningkatan kadar bilirubin,dilakukan terapi sinar,

    transfusi tukar dan sebagainya. Pada transfusi tukar, yang penting adalah

    pengawasan dan perawatan yang baik sebelum, selama dan sesudah tindakan

    tersebut. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, bilirubin dan lain-lain dalam

    waktu tertentu, pengawasan yang teratur atas pernafasan, nadi, bunyi jantung,

    perubahan warna kulit dan sebagainya. Komplikasi pasca-transfusi tukar ialah

    sepsis, trombosis vena porta dan perforasi usus.

    Dengan penatalaksanaan yang baik, 95% dari bayi yang lahir hidup dapat

    diselamatkan, walaupun kadang-kadang terjadi kematian pada waktu

    melakukannya. Kira-kira 30-35% dari bayi dengan kelainan ini tidak

    memerlukan transfusi tukar.

    2. Ikterus patologis et causa Trauma

    a. Trauma lahir

    Trauma lahir merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam

    proses persalinan atau kelahiran bayi, luka yang terjadi pada waktu melakukan

    amnionsentesis, transfusi intruterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala

    fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk

    dalam pengertian perlukaan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlukaan

    kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebgai trauma mekanis atau sering

    disebut trauma lahir dan trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan

    trauma hipoksik yang disebut sebagai asfiksia

    b. Trauma lahir di daerah permukaan kepala

    Sebagian besar bayi lahir dengan letak kepala, walaupun kelahirannya tidak

    selalu secara fisiologis normal, letak kepala tidak selalu letak belakang kepala,

    tetapi kadang-kadang letak muka, letak dahi, letak puncak dan lain-lain. Biladianggap perlu bayi letak kepala dilahirkan dengan bantuan alat sepeerti cunam

    12

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    13/30

    atau vakum. Telah diketahui bahwa kepala merupakan salah satu bagian tubuh

    yang besar dan tidak mungkin dikempiskan serta tidak selalu mudah dilahirkan.

    Dengan demikian perlu diperhatikan pada setiap bayi baru lahir kemungkinan

    dijumpainya trauma lahir di daerah kepala yang dapat dijumpai antara lain adalah

    kaput suksedaneum, kaput vakum, hepatoma sefal, perdarahan subaponeurosis,

    perdarahan konjungtiva, abarasi, petekie, ekimosis, hematoma, laserasi, fraktur

    tulang tengkorak, fraktur tulang muka dan paresis saraf muka perifer.10

    3. Ikterus patologis et causa Infeksi

    Ini merupakan masalah yang umum dan serius pada periode neonatal,

    mengenai 1-5/1000 kelahiran hidup, insiden tertinggi pada bayi lahir dengan berat

    lahir sangat rendah.

    Sepsis dan meningitis

    Sepsis neonatal adalah sindrom klinis dengan ciri penyakit sistemik

    simtomatik dan bakteremia. Kadang-kadang ditemukan pula bakteremia asimtomatik.

    Diagnosis meningitis ditegakkan apabila dalam cairan pungsi lumbal terdapat sel dan

    protein yang meninggi, kadar glukosa yang rendah serta ditemukannya bakteri atau

    antigen bakteri. Pada umumnya etiologi, epidemiologi, patogenesis, serta gambaran

    dan manifestasi klinis sepsis dan meningitis sama. Oleh sebab itu setip neonatus yng

    diduga menderita sepsis harus dilakuakn pungsi lumbal.

    Organisme yang sering menyebabkan sepsi/meningitis adalah Escherichia

    colo, streptococcus group B, staphylococcus aureus, enterococcus, kleibsella,

    enterrobacter sp, pseudomononas aureginos, proteus sp dan organisme anaerobik.

    Akhir-akhir ini organisme patogen yang sering menimbulkan penyakit pada bayi berat

    lahit rendah yang membutuhkan kateter intravaskuler adalah spesies candida dan

    staphylococcus koagulase negatif.

    Pada meningitis (tanda-tanda lanjut):

    - Fontanel yang tegang dan menonjol

    13

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    14/30

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    15/30

    hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin

    adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan

    morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum

    harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).

    Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin

    total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

    3. Bilirubinometer Transkutan

    Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan

    prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang

    450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang

    sedang diperiksa.

    Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat

    dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength

    spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan

    dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

    Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk

    mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan

    pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di

    Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada

    penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4

    mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total

    Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76,

    p

    Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan

    skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan

    bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan

    skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah

    terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

    15

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    16/30

    4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

    Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini

    menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin

    serum yang rendah.

    Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.

    Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan

    kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi

    tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum

    akan lebih terarah.

    Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan

    gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran

    konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks

    produksi bilirubin.

    Tabel 2. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus5

    Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus

    Hari 1

    Hari 2

    Hari 3

    Bagian tubuh manapun

    Tengan dan tungkai *

    Tangan dan kaki *

    Berat

    * Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,

    tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan

    memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin

    serum untuk memulai terapi sinar.

    Working Diagnosis

    Diagnosa kerja dalam kasus ini adalah Ikterus fisiologi. Penyebab ikterus hemolitik

    yang cukup bermakna adalah ikterus yang terdapat pada bayi baru lahir yang disebut ikterus

    fisiologi. Keadaan ini terutama pada bayi baru lahir prematur. Ikterus ini terjadi akibat

    16

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    17/30

    peningkatan pemecahan hemoglobin janin pada hari-hari pertama setelah kelahiran dan

    imaturitas hati saat lahir (terutama pada bayi prematur). Kadar bilirubin tidak terkonjugasi

    dalam darah meningkat dan, karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak dapat diekskresikan

    melalui urin, maka timbul ikterus.

    Iketrus fisiologi ialah ikteus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak

    mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau

    mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

    Ikterus patologis ialah ikterus mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai

    suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

    Dasar patologis ini misalnya jenis bilirubin, saat timbul dan menghilanganya ikterus

    dan penyebabnya. Memperhatikan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa ikterus baru dapat

    dikatakan fisiologis atau patologis pada saat akan dipulangkan.5

    Pengamatan dan penelitian RSCM jakarta (Monintja dkk,1981) menunjukkan bahwa

    dianggap hiperbilirubinemia bila:

    1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama

    2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam

    3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5

    mg% pada neonatus cukup bulan.

    4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (ikompabilitas darah, defisiensi enzim G-6PD

    dan sepsis)

    5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:

    - Berat lahir kurang 2000 gram

    - Masa gestasi kurang dari 36 minggu

    - Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan

    - Infeksi

    - Trauma lahir pada kepala

    - Hipoglikemia

    17

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    18/30

    - Hiperglikemia, hiperkarbia

    - Hiperosmolaritas darah.11

    Etiologi

    Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

    beberapa faktor.

    Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

    1. Produksi yang berlebihan

    Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

    hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah

    lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

    2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

    Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,

    akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil

    transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel

    hepar.

    3. Gangguan transportasi

    Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.

    Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

    sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

    indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

    4. Gangguan dalam ekskresi

    Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.

    Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam

    hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.3,5,9

    Patofisiologi

    18

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    19/30

    Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

    yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar

    yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

    eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau bayi, meningkatnya bilirubin

    dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

    Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

    bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan

    proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau

    dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

    adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase)

    atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau

    sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

    Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

    Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air

    tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel

    otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak

    ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan

    pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih

    dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya

    tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus

    sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat

    keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan

    susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi

    Epidemiologi

    Pada sebagian besar neonatus di seluruh dunia, keadaan ikterus akan ditemukan pada

    minggu pertama kehidupannya. Ikterus fisiologis dijumpai pada sekitar 60% bayi cukup

    bulan dan lebih dari 80% bayi prematur. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar

    6 mg/dL antara hari ke-2 dan ke-4 pada bayi cukup bulan dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5

    sampai ke-7 pada bayi prematur.9 Ikterus ini pada sebagian besar penderita dapat berbentuk

    fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau

    menyebabkan kematian.11

    19

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    20/30

    Manifestasi Klinis

    Ikterus dapat ada pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat selama masa

    neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya. Ikterus biasanya pada mulai pada

    muka dan ketika kadar serum bertambah, turun ke abdomen dan kemudian kaki. Tekanan

    kulit dapat menampakkan kemajuan anatomi ikterus (muka 5 mg/dL; tengah abdomen 15

    mg/dL; telapak kaki 20 mg/dL) tetapi tidak dapat dijadikan tumpuan untuk memperkirakan

    kadarnya di dalam darah. Ikterus pada bagian tengah-abdomen, tanda-tanda dan gejala-

    gejalanya merupakan faktor risiko tinggi yang memberi kesan ikterus nonfisiologis, atau

    hemolisis yang harus dievaluasi lebih lanjut.

    Ikterometer atau ikterus transkutanmeter dapat digunakan untuk menskrining bayi,

    tetapi kadar bilirubin serum diindakasikan pada penderita-penderita yang ikterusnya

    progresif, bergejala atau beresiko untuk mengalami hemolisis atau sepsis. Ikterus akibat

    pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung tampak kuning terang atau orange,

    ikterus pada tipe obstruktif (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan dan

    nafsu makan jelek. Tanda-tanda kernikterus jarang muncul pada hari pertama ikterus.

    Tabel 3. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer (dalam satuan mol/l)9

    Zona Bagian Tubuh yang Kuning Rata-rata serum bilirubin indirek ( mol/l)1. Kepala dan leher 100

    2 Pusat-leher 150

    3. Pusat-paha 200

    4. Lengan + tungkai 250

    5. Tangan + kaki >250

    Komplikasi

    1. Kernikterus

    Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin, atau

    kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat

    tinggi, cedera sawar darah-otak; dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin

    20

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    21/30

    untuk mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia,

    hipotermia, hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolaritas, dapat menurunkan

    ambang toksisitas bilirubin dengan cara membuka sawar darah otak. Pada bayi cukup

    bulan tanpa hemolisis, kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25

    mg/dL (428 mol/l). Semakin rendah berat lahir bayi, rendah kadar toksik.

    Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2 dan

    ke-5. Gambaran klinis ensefalopati bilirubin tidak dapat dibedakan dari sepsis, asfiksia,

    perdarahan intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi

    letargi, tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama

    kehidupan, bayi menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-

    pitched cry). Refleks tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami

    opistotonus disertai penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik

    umum. Jika bayi dapat bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang

    dalam usia dua bulan, kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan

    kejang. Pada akhirnya anak tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural,

    strabismus, kelainan pandangan ke atas, dan disartria.12

    2. Ikterus Kolestatik

    Ikterus kolestatik disebabkan oleh hiperbilirubinemia direk, biasanya terjadi sekunder

    akibat kegagalan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke duodenum. Kelainan ini

    terjadi pada 1 dari 2500 bayi baru lahir. Penyebab kelainan ini biasanya dibagi menjadi

    kategori ekstrahepatik dan intrahepatik, tetapi pada masa neonatus terdapat banyak

    tumpang tindih antara kedua gambaran klinis dan biokimia.12

    Penatalaksanaan

    Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatarum adalah untuk mengendalikan agar

    kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus atau

    ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian

    bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat

    dilakukan dengan megusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan

    dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti

    21

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    22/30

    luminal atau fenobarbital. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin

    (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi

    sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan

    kadar bilirubin.9,13

    1. Tindakan Medis

    Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali

    pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup.

    Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan molitas khusus dan juga

    menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct

    menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin

    serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini

    di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat

    harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup

    dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat

    intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan

    penanganan yang khusus.

    2. Tindakan umum

    1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil

    2. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir

    yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi

    3. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan

    kebutuhan bayi baru lahir

    4. Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.

    5. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.

    3. Tindakan khusus

    Setiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya masing masing. Bila

    kadar bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus,

    hiperbilirubenia tersebut harus di obati dengan tindakan berikut:

    22

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    23/30

    1. Pemberian fenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat serta

    mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar

    bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru menurun setelah 4-5 hari. Efek

    pemberian fenobarbital ini tampak jelas bila di berikan kepada ibu hamil

    beberapa minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua

    keadaan tersebut. Pemberian fenobarbital profilaksis tidak di anjurkan karena

    efek samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik

    pada ibu maupun pada bayi.

    2. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya

    pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di

    berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan

    mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga

    bilirubin yang di ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.

    3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.

    Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi

    pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya

    dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit.Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi

    bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan

    merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut

    fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui

    mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan

    di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di

    ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses

    konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi

    bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

    Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar

    bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis

    dapat menyebabkan anemia.

    Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-

    5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus

    difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan

    23

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    24/30

    mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama

    pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar

    ialah:

    1. lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam,

    untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu

    yang digunakan.

    2. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin

    terkena sinar.

    3. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan

    cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas

    saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk

    memberikan rangsang visual pada neonates. Pemantauan iritasi

    mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

    4. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat

    memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari

    cahaya fototeraphy.

    5. Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk

    mendapatkan energi yang optimal.

    6. Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran

    seluas mungkin.

    7. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.

    8. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan

    muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi

    9. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.

    10. Lamanya terapi sinar dicatat.

    Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas

    normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak

    banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain

    lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan

    gangguan metabolisme.

    Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek

    samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat

    24

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    25/30

    ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan

    diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.

    Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati terapi

    sinar adalah :

    1. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.

    2. Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan

    menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit. Terutama bayi

    premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di

    antisipasi dengan pemberian cairan tambahan.

    3. Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada

    usus akan meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat

    meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa

    rendah akan mengurangi timbulnya diare.

    4. Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan

    segera hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi

    terjadi bronze baby syndrome, hal ini terjadi karena tubuh tidak

    mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan

    warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses

    tumbuh kembang bayi.

    5. Peningkatan suhu.

    6. Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan

    suhu tubuh, ini disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat

    atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.

    7. Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan

    iritabilitas. Ini bersifat sementara dan hilang sendirinya.

    25

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    26/30

    Gambar 2. Foto Terapi pada Bayi15

    4. Transfusi Tukar

    Darah bayi dikeluarkan (biasanya 2x volume, yaitu 2 x 80 mL/kg) dan diganti

    dengan darah yang ditransfusikan. Saat ini jarang diperlukan, kecuali untuk

    hemolisis berat. Transfusi tukar dapat mengeluarkan bilirubin dan antibodi,

    serta mengoreksi anemia. Komplikasinya mencakup trombosis, embolus,

    kelebihan atau kekurangan cairan, kelainan metabolik, infeksi, kelainan

    metabolik, infeksi, kelainan koagulasi. Kematian mungkin sekitar 1%.11 Perlu

    pula diperhatikan perawatan setelah transfusi.

    Perawatan setelah Transfusi :

    Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter

    transfusi dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup

    dengan kasa steril dan difiksasi, lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan

    bilirubin serum setiap 12 jam dan pantau tanda vital.

    - Mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan per oral

    atau cairan parenteral (melalui intravena), memantau output di

    antaranya jumlah dan warna urine serta feses, mengkaji perubahan

    status hidrasinya dengan memantau temperatur tiap 2 jam, serta

    mengkaji membran mukosa dan fontanela.

    - Menutup mata dengan kain.yang tidak tembus cahaya, mengatur posisi

    setiap 6 jam, mengkaji kondisi kulit, menjaga integritas kulit selama

    terapi dengan mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi

    iritasi serta mempertahankan kebersihan kulit.

    26

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    27/30

    - Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan cara : meningkatkan

    kerja enzim dengan pemberian Phenobarbital 1-2 mg/kgBB, mengubah

    bilirubin yang tidak larut ke dalam air menjadi larut dalam air dengan

    melakukan fototerapi atau dengan cara pembuangan kadar bilirubin

    darah dengan transfusi tukar.15

    Tabel 4. Pedoman Terapi1,15

    Bilirubin

    (mg)

    72 jam

    20 Transfusi tukar

    5. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab

    Menentukan berdasarkan waktu terjadinya ikterus, dapat dilihat dalam tabel 5.

    Tabel 5. Penegakkan Diagnosis Ikterus Neonatorum Berdasarkan Waktu Kejadian1,3,4,9

    Waktu Ikterus Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan

    24 jam pertama(Hari ke-1)

    - Inkompatibilitas darah Rh, ABO ataugolongan lain.- Infeksi intrauterin (oleh virus, TORCH,bakteri)- Sferositosis- Defisiensi G-6-PD- Hepatitis neonatal ec. TORCH

    - Kadar bilirubin serum berkala- Darah tepi lengkap- Golongan darah ibu dan bayi- Uji coombs- Uji tapis defisiensi enzim G-6-PD- Uji serologi terhadap TORCH- Biopsi hepar (bila perlu)

    24- 72 jam sesudahlahir(Hari ke-2 5)

    - Kuning pada bayi premature- Kuning fisiologis- Masih ada kemungkinaninkompatibilitas darah ABO atau Rhatau golongan lain. Hal ini dapat didugakalau peningkatan kadar bilirubin cepat,misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.- Defisiensi enzim G-6-PD- Polisitemia- Hemolisis perdarahan tertutup- Hipoksia- Sferositosis, eliptositosis, dll- Dehidrasi asidosis

    Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterustidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaandaerah tepi, hitung jenis darah lengkap,pemeriksaan kadar bilirubin berkala,pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD danpemeriksaan lainnya bila perlu.

    27

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    28/30

    Sesudah 72 jampertama sampaiakhir minggupertama(Hari ke-5 10)

    - Biasanya karena sepsis- Kuning karena ASI- Dehidrasi asidosis- Defisiensi enzim G-6-PD- Pengaruh obat- Sindrom Criggler-Najjar- Sindrom Gilbert

    - Pemeriksaan terhadap sepsis/ infeksi bakteri- Uji fungsi tiroid- Uji tapis enzim G-6-PD- Gula dalam urin

    Akhir minggupertama danselanjutnya(Hari ke-10 ataulebih)

    - Biasanya karena obstruksiatresia biliaris, kista koledokus,stenosis pilorik)- Hipotiroidisme- "breast milk jaundice"- Infeksi/ Sepsis- Neonatal hepatitis

    - Urin mikroskopik dan biakan urin- Uji serologik terhadap TORCH- AFP, alfa-1-antitripsin- Biopsi hati- Kolesistografi- Uji Rose-Bengal

    Pencegahan

    Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

    1. Pengawasan antenatal yang baik.

    2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan

    dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.

    3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

    4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

    5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

    6. Pemberian makanan yang dini.

    7. Pencegahan infeksi.14

    Prognosis

    Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah

    melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau

    ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus

    atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin

    sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia.

    Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut

    mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di

    hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita

    28

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    29/30

    hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan

    motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya. Umumnya

    prognosis untuk ikterus pada neonatal adalah bonam.

    PENUTUP

    Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan

    bilirubin. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl

    dan untuk selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis

    sedangkan ikterus patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih

    besar dari 5 mg/dl / 24 jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila

    tidak didiagnosa dan ditangani secara dini.

    Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun

    dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda

    kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kernikterus.

    Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi

    bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas,

    pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi tukar. Prognosis ikterus

    tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang cepat dan tepat. Umumnya

    prognosisnya adalah bonam.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H.

    Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI,

    Jakarta, 2002, hal : 313-317.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu

    penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.634-5.

    3. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak

    RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta 2002, hal 37-43.

    4. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,

    Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,

    2008. h.147-69

    29

  • 7/28/2019 Makalah Pleno hepatobilier

    30/30

    5. Arif Mansjoer. et. al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia

    6. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah Ilmu

    Kesehatan Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta, 2003, hal : 519-522.

    7. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;

    2007.h.1-17.

    8. Zona Derajat Ikterus Kramer. Diunduh dari Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan

    Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.

    9. Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.

    10. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Ed IV.

    Jakarta: Infomedika. 2007.p 101-11.

    11. Rudolph AM. Buku Ajar Pediatrik Rudolph.Ed 20.Jakarta: EGC; 2006 p.245-6

    12. Schwartz MW.Pedoman klinis pediatri.Jakarta : EGC.2005.h.483-4.

    13. Mutaqqin H, Dany F, Dwijayanthi L, Wulandari N, Darmaniah N, editors. Essensi

    pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta:EGC; 2010.h.213-47.

    14. Foto Terapi pada Ikterus. Diunduh dari Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.

    15. Jumiarni, Mulyati S, Nurlina.Asuhan keperawatan perinatal.Jakarta : EGC.2002.h.86-7.

    16. Prawirohartono EP, Sunarto, editors. Ikterus dalam pedoman tata laksana medik anak

    RSUP. Edisi ke-2, Cetakan ke-2. Yogyakarta: Medika FK UGM; 2004.h.37-43.