titrasi kompleksometri kalsium pantotenat

32
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS MINGGU KE-5 TITRASI KOMPLEKSOMETRI KALSIUM PANTOTENAT Asisten: Lanny Hartanti, Apt. Kelompok C: Nadia Paramitha N. 2443012004 Yulia Riani Letelay 2443013083 Eunike Putri W. 2443013144 Friantana Rayadi D 2443013245

Upload: friantanarayadi

Post on 19-Nov-2015

283 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

kimia analisis

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISISMINGGU KE-5TITRASI KOMPLEKSOMETRIKALSIUM PANTOTENAT

Asisten: Lanny Hartanti, Apt.Kelompok C:Nadia Paramitha N.2443012004Yulia Riani Letelay2443013083Eunike Putri W.2443013144Friantana Rayadi D2443013245

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS K ATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYAJalan Kalisari Selatan 9, Pakuwon City Telp. (0888) 04859799 SurabayaTAHUN PELAJARAN 2014/2015LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISISMINGGU KE-5TITRASI KOMPLEKSOMETRI KALSIUM PANTOTENAT

I. TujuanMenjelaskan prinsip dasar titrasi kompleksometri serta cara kerjanya pada penetapan kadar senyawa obat.II. Dasar TeoriKompleksometri merupakan titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamin tetra asetat (EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk komplels dengan pembanding 1:1 , beberapa valensinya :M++ + (H2Y) = (MY)= + 2H+M3+ + (H2Y) = (MY)- + 2H+M4+ + (H2Y) = (MY) + 2H+Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :Ag+ + 2CN-Ag(CN)2Hg++ + 2Cl-HgCl2 (Khopkar, 2002).Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).Untuk penetapan kadar Ca Pantotenat digunakan indikator biru hidroksi naftol dan pentiter EDTA. Stabilitas senyawa komplek yang terbentuk pada metoda titrasi ini akan berpengaruh terhadap ketepatan hasil titrasi, dan stabilitas senyawa komplek ini juga tergantung dari PH larutan. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1)L + H2O (Khopkar, 2002).Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul. Misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilendiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini, contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein, dan calcein blue (Khopkar, 2002).Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adalah ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik ahkir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik ahkir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik ahkir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penetuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator erochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca++ dengan indikator murexide (Basset, 1994).Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).M adalah kation (logam) dan H2Y= adalah garam dinatrium edetat. Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh karena itu, titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.Penetapan titik ahkir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah :a. Hitam eriokromIndikator ini peka terhadapa perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8-10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik ahkir sukar diamati, demikian pula pada pH 12. Umumnya, titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.b. Jingga xilenolIndikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.c. Biru hidroksi naftolIndikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12-13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat. Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali (Khopkar, 2002).Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk senyawa koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut ligan. Ligan merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan elektron.Mn++ : L (M:L)n+ (Khopkar, 2002).

Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan ligan yang mempunyai lebih dari satu tempat untuk berikatan. Rumus molekul zat tersebut dinyatakan sebagai berikut

Gambar1. Asam Etilena Diamin Tetra Asetat dengan nama IUPAC :2,2,2,2-(Ethane-1,2-diyldinitrilotetraacetic acid) EDTA ini dapat membentuk ligkaran yang menjepit ion logam dan senyawa yang dihasilkan disebut sepit (chelate)

Gambar2. Khelat logam-EDTABentuk asam dari EDTA dapat ditulis sebagai H4Y jika asam ini dapat direaksikan dengan basa, misalnya NaOH, akan dinetralkan dalam berbagai tingkatan menjadi H3Y-, H2Y2-, HY3-, dan ahkirnya Y4-. Asam yang bebas H4Y dan garam NaH3Y tidak cukup larut dalam air, sedangkan NaH2Y melarut dengan baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y selalu terjadi ion hidrogen.Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+Ca2+ + H2Y2-CaY2- + 2H+Al3+ + H2Y2-AlY- + 2H+Secara umum dapat ditulis :Mn2+ + H2Y2+MY (n-m) + 2H+ (Basset, 1994).Oleh karena terbentuknya ion H+ selama titrasi, maka untuk mencegah perubahan pH harus dipergunakan larutan penyangga.Dari reaksi diatas terlihat bahwa ion logam bereaksi dengan EDTA, yaitu penemuan indikator logam, yang memungkinkan titrasi ini dilakukan dalam larutan untuk konsentrasi yang sangat encer (Khopkar, 2002).

I. PRINSIP PERCOBAANPenentuan kadar kalsium pantotenat dengan metode kompleksometri. Metode ini berdasarkan reaksi pembetukan senyawa kompleks, antara kalsium pantotenat sebagai zat uji dan EDTA sebagai larutan baku. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna indikator dari ungu menjadi biru.

II. SIFAT FISIKA-KIMIA BAHAN1. Ca Pantotenat (FI IV P.165)

BM: 476,54 g/molPemerian: Serbuk, putih agak higroskopis, tidak berbau, rasa pahit Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, praktis tidak larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter Penetapan Kadar: Timbang seksama lebih kurang 800 mg, larutkan dalam 150 airyang mengandung 2ml HCl 3N. kemudian tambahkan 15ml NaOH 1N LV dan300mg indikatorbiru hidroksi naftol LP, titrasi dengan dinatrium edetat 0,05M LV sampai titik akhirwarna biru.2. Na2EDTA (FI IV P.329 & P.1214) BM : 372,24 Pemerian : serbuk hablur, putih Kelarutan : larut dalam air Pembuatan : larutkan 18,6g dinatrium etilendiaminatertraasetat P dalam air hingga 1000ml Pembakuan: timbang seksama sejumlah zat setara dengan lebih kurang 170mg ZnSO4, larutkan dalam 100ml air, tambahkan 5ml larutan dapar salmiak dan 0,1ml hitam erikrom T LP. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05M LV hingga warna biru tua.

3. Biru Hidroksi Naftol (FI IV P.1206) BM : 554,52 Pemerian : Hablur, biru kecil Kelarutan : mudah larut dalam air Range pH: pada pH 12 dan 13 larutan berwarna kuning kemerah-merahan dengan ion kalsium dan berwarna biru gelap denan dinatrium edetat berlebih Pembuatan : encerkan 300mg dalam 100ml air, tambahkan 10ml natrium hidroksida P dan 1,0ml larutan kalsium klorida P (1 dalam 200) dan encerkan denan air hingga 165ml, terjadi larutan berwarna kuning kemerah-merahan, tambahkan 1,0ml dinatrium etilendiaminatetraasetat P

4. Zink Sulfat (FI IV P.836) BM : 287,54 Pemerian : hablur transparan atau jarum-jarum kecil; serbuk hablur atau butir; tidak berwarna; tidak berbau; larutan memberikan reaksi asam terhadap lakmus Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam gliserol; tidak larut dalam etanol. Pembuatan: larutkan 14,4g zink sulfat P dalam air hingga 1000ml

5. Amonium Klorida (FI IV P.94 & P.1143) BM : 53,49 Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur halus atau kasar, berwarna putih; rasa asin dan dingin; higroskopik. Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam gliserin, dan lebih muda larut dalam air mendidih; sedikit larut dalam etanol.

6. Ammonia (FI IV P.94) BM : 17,03 Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna; bau khas, menusuk kuat. Bobot jenis lebih kurang 0,09

7. Asam Klorida (FI IV P.94) BM : 36,46 Pemerian : cairan tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang, bobot jenis lebih kurang 1,1878g/ml

8. Natrium Hidroksida (FI IV P.589) BM : 40,00 Pemerian : putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara, akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.

9. Hitam Eriokrom T P (FI IV P.1207) BM : 461,38 Pemerian : serbuk hitam kecoklatan, mengkilat seperti logam. Kelarutan : larut dalam etanol,dalam methanol dan dalam air panas Pembuatan : gerus sejumlah EBT dan tambahkan NaCl, gerus ad homogeni.

III. Alat dan Bahan1.Beaker glass2.Erlenmeyer 3.Labu takar 50 ml 4.Buret 25 ml5.Statif 6.Pipet volum 10 ml 7.Pipet tetes 8.Batang pengaduk 9.Sendok tanduk 10.Sampel 11.Titran (EDTA)12.Indikator (biru hidroksinaftol dan EBT)13.HCl 6 ml 14.NaOH 100 ml 15.Buffer salmiak 5 ml16.ZnSO4 7H2O

IV. Cara KerjaPembuatan larutan baku1.Timbang ZnSO4 0,7189 gram2.Larutkan dengan akuades secukupnya3.Pindah ke labu 50 ml 4.Adkan dengan akuades sampe tanda 5.Ambil 10 ml 6.Masukkan ke dalam Erlenmeyer7.Tambahkan 5 ml buffer salmiak8.Tambahkan indicator EBT 9.Titrasi 3x hingga warna biru terbentuk

Penetapan Kadar Sampel :1.Timbang dengan seksama 500 mg 2.Tambahkan 2 ml HCL + 12 ml NaOH hingga ph 12-133. Cek pH (12-13)4.Tambahkan indicator biru hidroksinaftol5.Titrasi dengan EDTA hingga warna biru jernih

V. Hasil Pengamatana. Berat Jenis Berat kosong pikno= 15,6092 g Berat pikno + sampel = 41,2345 Volume piknometer= 25 ml = 1,0250 g/ml

b. Normalitas sampelV ZnSO4.7H2OM ZnSO4.7H2OV Na2 EDTAM Na2 EDTA

10 ml0,0501 M13,70 ml0,0365 M

10 ml0,0501 M13,50 ml0,0371 M

10 ml0,0501 M13,00 ml0,0385 M

5 ml0,0501 M6,35 ml0,0394 M

M rata-rata = 0,0379 M

Perhitungan 4d pembakuan0,0365 M0,00061 d = |0,03711 0,00383| = 0,00190,0371 M0,00139d = |0,0385 0,0383| = 0,0002 0,0385 M0,0009d = |0,0394 0,0383| = 0,00110,0394 M0,0383 M4d = 0,00475d < 4d (data digunakan)M = 0,0379 M

c. Perhitungan kadar sampelV sampel (ml)W sampel (g)V Na2 EDTA (ml)Kadar %

4,82984,95057,5

4,76924,88858

4,74734,8668

Perhitungan 4d sampel2,810,23 d = |3,045 3,04| = 0,0053,040,01d = |3,045 3,05| = 0,0053,05X = 3,045d = 0,0054d = 0,002d > 4d (data dibuang)kadar Ca Pantetonat = 3,045%

VI. PembahasanTitrasi kompleksometri adalah suatu metode titrasi yang dasar reaksinya adalah 1 mol ion logam bereaksi dengan 1 mol titran larutan natrium edelat (EDTA), tidak tergantung dari valensi ion logam. Analit berupa ion logam dari suatu sampel yang akan diuji kadarnya akan bereaksi dengan titran atau larutan penitrasi EDTA sampai mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah keadaan dimana analit ion logam ekivalen dengan larutan standar (zat penitrasi atau titran) EDTA.Untuk melihat titik ekivalen, pada sampel diberi suatu indikator.Pemilihan indikator yang digunakan didasarkan pada pH titik ekivalen, yaitu pH titik ekivalen titrasi harus masuk rentang dalam trayek pH indikator terpilih. Bila indikator pada sampel yang dititrasi sudah mengalami perubahan warna, berarti telah dicapai titik akhir titrasi. Titrasi yang ideal adalah titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalennya.Indikator yang digunakan untuk titrasi kompleksometri adalah indikator logam. Indikator logam adalah suatu senyawa organik yang bersifat sebagai pengkhelat (chelating agent), dan stabil pada proses titrasi dan pada penyimpanan. Indikator logam bersifat seperti indikator asam basa, yaitu indikator akan berubah warna berdasarkan trayek pH dari indikator logam yang digunakan. Warna indikator logam saat berikatan dengan logam berbeda dengan warna saat indikator dalam bentuk bebas.Kompleks antara indikator-logam berwarna merah-ungu, sedangkan warna indikator bebas adalah biru.Mekanisme kerja dari indikator logam adalah sebagai berikut.Logam + indikator bentuk bebas Kompleks logam-indikator (biru) (merah-ungu)Kompleks logam-indikator + EDTA Kompleks logam-EDTA + Indikator(merah-ungu) (biru)Contoh dari indikator logam yaitu biru hidroksi naftal, (EBT), calcon.Bila larutan standar yang digunakan sebagai titran atau zat penitrasi tergolong larutan standar sekunder, maka harus dibakukan terlebih dahulu dengan larutan standar primer yang sesuai.Pada praktikum ini, digunakan titran Na2EDTA yang tergolong larutan standar sekunder, karena itu Na2EDTA perlu dibakukan dengan larutan standar primer ZnSO4.7H2O (Farmakope Indonesia Edisi 3, 1978).Berikut ini adalah prosedur pembakuan Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O.Timbang seksama 300 mg ZnSO4, larutkan dalam 100 ml air, tambahkan 5 ml dapar salisilat dan 0,1 ml larutan EBT, titrasi dengan EDTA hingga warna biru tua.1 ml Na2EDTA 0,05 M setara dengan 8,072 mg ZnSO4.(Farmakope Indonesia Edisi 3, 1978)Prosedur pembakuan yang dilakukan sesuai dengan prosedur dari Farmakope Indonesia Edisi 3.Pembakuan larutan Na2EDTA dengan metode titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.Berikut ini adalah perhitungan penimbangan penbuatan larutan standar primer ZnSO4.7H2O 0,05 M 50 ml dengan berat molekul 287,54.

Penimbangan serbuk ZnSO4.7H2O dengan neraca analitis adalah sebesar 0,7202 gram, sehingga diperoleh molaritas ZnSO4.7H2O yaitu 0,0501 M. Berikut ini adalah perhitungan molaritas ZnSO4.7H2O dari hasil penimbangan.

Serbuk ZnSO4.7H2O yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker glass dan dilarutkan dengan akuades sampai larut.Volume akuades yang digunakan tidak mencapai 50 ml.Setelah larut, isi beaker glass kemudian dipindahkan ke labu takar 50 ml untuk penambahan volume secara kuantitatif, yaitu sampai tepat 50 ml.Larutan di labu takar dipindahkan ke beaker glass lagi.Disiapkan tiga buah tabung erlenmeyer untuk tiga kali titrasi pembakuan. Setiap tabung erlenmeyer diisi dengan 10 ml larutan baku primerZnSO4.7H2O. Pemipetan dilakukan secara kuantitatif menggunakan pipet volume 10 ml. Sebelum digunakan untuk mempipet, pipet volume terlebih dahulu dibilas dengan larutan baku primer ZnSO4.7H2O. Setelah ketiga tabung erlenmeyer diisi 10 ml larutan ZnSO4.7H2O, dilakukan penambahan larutan dapar (larutan buffer) amoniak atau salmiak (pH=10) sebanyak 5 ml ke masing-masing tabung. Perhitungan larutan dapar amoniak yang ditambahkan adalah dengan cara mengecek pH larutan baku ZnSO4.7H2O dengan kertas indikator pH setelah diberi larutan dapar. Larutan baku ZnSO4.7H2O harus mencapai pH 10. Penambahan larutan dapar dilakukan sampai pH larutan baku ZnSO4.7H2O mencapai pH 10. Volume larutan dapar amoniak yang digunakan pada praktikum ini untuk mencapai pH 10 adalah 5 ml.Setelah penambahan larutan dapar amoniak, dilakukan penambahan indikator logam (EBT) ke masing-masing tabung.Indikator EBT yang ditambahkan adalah secukupnya, yaitu cukup untuk membuat larutan berwarna keunguan. Bila indikator logam yang ditambahkan terlalu banyak atau berlebihan, maka akan mempengaruhi hasil titrasi dengan warna yang dihasilkan terlalu pekat.Larutan standar sekunder Na2EDTA dibuat dengan cara pengenceran. Perhitungan pengenceran pembuatan larutan standar sekunder EDTA 0,05 M 200 ml dengan berat molekul 372,24 adalah sebagai berikut.

Setelah itu, dilakukan titrasi pembakuan larutan baku sekunder Na2EDTA dengan larutan baku primer ZnSO4.7H2O. Titrasi pembakuan dilakukan sebanyak tiga kali.Warna saat titik akhir titrasi adalah biru. Volume titran atau larutan Na2EDTA yang digunakan untuk tiga kali titrasi adalah 13,70 ml, 13,50 ml, dan 13,00 ml. Warna biru yang dihasilkan dari tiga kali titrasi pembakuan tidak sama, karena itu dilakukan satu kali titrasi pembakuan tambahan menggunakan hanya 5 ml larutan ZnSO4.7H2O. Larutan dapar yang ditambahkan adalah sebanyak 3 ml, indikator EBT yang ditambahkan secukupnya sampai larutan berwarna keunguan. Volume titran untuk titrasi pembakuan yang keempat adalah 6,35 ml. Dengan demikian, dilakukan empat kali titrasi pembakuan larutan baku sekunder Na2EDTA dengan larutan baku primer ZnSO4.7H2O. Dari setiap volume titran yang diperoleh, dihitung molaritas dari Na2EDTA, diperoleh hasil 0,0365 M, 0,0371 M, 0,0385 M, dan 0,0394 M. Rumus dasar yang digunakan untuk menghitung molaritas Na2EDTA adalah sebagai berikut.

Valensi tidak digunakan dalam perhitungan karena valensi logam tidak mempengaruhi hasil titrasi.Larutan Na2EDTA berperan sebagai titran, sedangkan larutan ZnSO4.7H2O berperan sebagai sampel.Berikut ini adalah perhitungan molaritas Na2EDTA berdasarkan volume titran yang diperoleh.Hasil titrasi pembakuan pertama:

Hasil titrasi pembakuan kedua:

Hasil titrasi pembakuan ketiga:

Hasil titrasi pembakuan keempat:

Setelah itu dilakukan perhitungan dengan metode 4d untuk menentukan data yang tidak digunakan atau tidak valid. Untuk perhitungan 4d, data diurutkan terlebih dahulu, yaitu 0,0365, 0,0371, 0,0385, dan 0,0394. Data 0,0365 dan 0,0371 memiliki selisih 0,00061. Data 0,0371 dan 0,0385 memiliki selisih 0,00139. Data 0,0385 dan 0,0394 memiliki selisih 0,0009. Data yang dicurigai adalah 0,0365, yaitu hasil titrasi pembakuan yang pertama. Kemudian data hasil titrasi pembakuan kedua sampai keempat dirata-rata, yaitu 0,0383. Nilai d yang diperoleh adalah 0,00119, sehingga nilai 4d adalah 0,00476. Nilai d dari data yang dicurigai adalah 0,0018, yaitu lebih kecil daripada nilai 4d, sehingga data hasil titrasi pembakuan yang pertama digunakan. Dengan demikian, diperoleh molaritas larutan Na2EDTA yang digunakan, yaitu 0,0379 M.Berat jenis sampel dihitung untuk keperluan perhitungan kadar sampel yang berupa suspensi. Berat jenis sampel dihitung menggunakan piknometer tanpa penyesuaian suhu stabil piknometer. Berat piknometer yang bersih dan kering adalah 15,6092 gram, sedangkan berat piknometer yang telah diisi oleh sampel adalah sebesar 41,2345 gram, sehingga diperoleh berat sampel 25,6253 gram. Berat jenis sampel adalah 1,0250 gram/ml. Berikut ini adalah perhitungan berat jenis sampel.

Penentuan kadar kalsium pantotenat dengan titrasi menurut Farmakope Indonesia Edisi 4 adalah sebagai berikut.Timbang seksama lebih kurang 800 mg, larutkan dalam 150 ml air yang mengandung 2 ml asam klorida 3 N. Kemudian tambahkan 15 ml Natrium hidroksida 1 N LV dan 300 mg indikator biru hidroksi naftal LP, titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M LV sampai titik akhir warna biru.1 ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 2,004 mg Ca-pantotenat.Jumlah bahan-bahan titrasi tidak sesuai dengan prosedur asli di Farmakope Indonesia Edisi 3, sehingga perlu dilakukan perhitungan kesetaraan. Berikut ini perhitungan kesetaraan untuk penentuan kadar kalsium pantotenat dalam sampel.

VII. SimpulanPersen kadar kalsium pantotenat dalam praktikum ini adalah 3,33% namun dari praktikum yang kami dapatkan adalah 3,045%. Hal ini disebabkan oleh penambahan indikator yang salah dan saat titrasi pada TAT sudah terlewat.

DAFTAR PUSTAKABasset, R. 1994. Analisis Kuantitatif. Erlangga : Jakarta.DEPKES RI, 1979, Farmakope Indonesia ed.IV. dirjen POM.Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia analitik. UI Press : JakartaRival. W. Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia Analitik. PT. Kalman Media Pustaka : Jakata