tesis-ok-dech-rkrh

Upload: golojoskali

Post on 15-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • iPENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    PRAKATA

    Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

    Esa atas penyertaan, bimbingan dan perlindungan-Nyalah

    hingga penulis dapat merampungkan penulisan tesis ini.

    Gagasan yang melatari permasalahan ini timbul dari

    adanya fakta bahwa kurangnya partisipasi masyarakat dalam

    penataan ruang kota, kurangnya sosialisasi rencana tata ruang

    kota, dan belum transparannya pelaksanaan musyawarah dalam

    pengadaan tanah di Kota Manokwari. Oleh karena itu dengan

    tesis ini,penulis menyumbangkan beberapa konsep yang dapat

    dijadikan rujukan oleh pemerintah daerah guna memberikan

    perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanah dan berkenaan

    dengan implementasi rencana tata ruang kota.

    Dalam penyusunan tesis ini, penulis hadapi banyak

    kendala, namun adanya bantuan berbagai pihak, tesis ini selesai

    oada waktunya. Untuk itu penulis haturkan penghargaan dan

    terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: Bapak Prof. Dr.

    Amier Syariffudin, SH. sebagai ketua komisi penasihat dan Dr. H.

    Kaimuddin Salle, SH.,MH. sebagai anggota komisi penasihat atas

    bantuan dan bimbingan yang telah diberikan sejak pengajuan

    judul, proposal, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan

    tesis ini.

  • ii

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya

    disampaikan pula kepada:

    1. Bapak Prof. dr. A. Husni Tandra, Ph.D selaku Direktur

    Program Pascasarjana, Prof. Dr. Ir.Ananto Yudono, M.Eng

    selaku Asdir I, Dr. Hafied Cangara, M.Sc selaku Asdir II, Dr.

    H.A.S Alam selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum, dan

    para karyawan PPS Unhas.

    2. Para Dosen selaku panitia ujian tesis, masing-masing Bapak

    Prof. Dr. Achmad Ali, SH.,MH. Prof. Dr. Amier Sjariffudin, SH.

    Dr. H. Kaimuddin Salle, SH.,MH. Dr. Ir.Abrar, SH.,MH. Dan M.

    Arfin Hamid, SH.,MH.

    3. Bupati (Drs. D. Mandacan) dan Wakil Bupati (D. Kawab, SH)

    Manokwari yang memperkenankan penulis melanjutkan

    pendidikan pada Program Pascasarjana Unhas, dan bantuan

    financial selama penulis menempuh pendidikan.

    4. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manokwari (Ny. C.E.

    Siagian / Latuputty, SH. alm), Ketua STIH Manokwari (Decky

    Kawab, SH.), Kabag Kepegawaian Setda Manokwari (Drs.

    N.D. Mandacan) atas segala fasilitas dan kemudahan,

    bantuan financial dan bantuan semangat dalam proses

    penyelesaian studi ini.

    5. Rekan-rekan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Manokwari

    (Drs. I Wayan Semol cs.) Rekan dan sahabat antara lain

  • iii

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Bapak F. Timisela,SH., M. Djen Pelu, SH., Drs. Romanus

    Ogiara, Ir. Y. Kaleb Karubaba, M.Si, Yordan B.D. Komnaris,

    SH, Antonius Renyaan, SH.

    6. Ibu Serafia Hammar / Matanubun, dan Ibu mertua Martha

    Kombong, adik Dra. Elka Suryani Kalembang dan adik

    Estefanus Oratmangun.

    7. Keluarga J. Melsasail, adik Maria Gema Gelgani R. Hammar,

    Florentinus Gunawan R. Hammar, SE.,Valentina D. Watik R.

    Hammar, S.Hut., Florentina Klara, Theresia Stelamaris R.

    Hammar.

    8. Ayah J.E. Hammar (alm) dan Mertua Y. Kalembang (alm).

    Terima kasih dan penghargaan yang khusus kepada

    Isteriku Elsiana Ribka Kalembang, SH. dan anak-anakku Yunus

    Tekad Kurniadi Ruslak Hammar dan Imanuel Inriyanto Ruslak

    Hammar yang dengan tabah mendampingi dan memberikan

    semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan.

    Semua pihak, yang begitu banyak terlibat dan tidak dapat

    disebut satu persatu dalam tulisan ini, semoga Tuhan

    memberkati dan melindungi kita dalam hidup dan kehidupan ini.

    Makassar, 05 April 2001

    Penulis

  • iv

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    ABSTRAK

    Roberth Kurniawan Ruslak Hammar. Penataan Ruang Kotadan Implikasinya terhadap Perlindungan Hak-hak Rakyat atasTanah di Kota Manokwari (dibimbing oleh Amier Sjariffudindan H. Kaimuddin Salle).

    Penelitian ini dilaksanakan di Kota Manokwari Irian Jaya, dengantujuan untuk mengetahui, mendiskripsikan dan memberikansolusi terhadap permasalahan yang berkenaan denganpelaksanaan ruang kota dan hubungannya dengan perlindunganhak-hak rakyat atas tanah di Kota Manokwari.

    Analisis yang digunakan ialah analisis kualitatif dan analisiskuantitatif. Anilisis kualitatif dimaksudkan untuk mengkajimasalah inkonsistensi penataan ruang kota terhadap RencanaUmum Tata Ruang Kota (RUTRK) Manokwari, dan analisiskuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui hubungan penataanruang kota dengan perlindungan hak-hak rakyat atas tanah.

    Hasil penelitian ini menunjukkan hal-hal berikut. Pertama,pelaksanaan penataan ruang kota di Manokwari tidak konsistendengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Manokwarikarena pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukkannya.Hal ini mengakibatkan pemanfaatan tanah (ruang) tidak dapatdikendalikan. Kedua, rendahnya partisipasi masyarakat dalampenataan ruang kota dan kurangnya sosialisasi rencana tataruang serta tidak transparannya pelaksanaan musyawarah dalampengadaan tanah, berarti hak-hak rakyat atas tanah di KotaManokwari kurang terlindungi.

  • vPENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    ABSTRACT

    Roberth Kurniawan Ruslak Hammar. The Urban SpaceManagement and Its Implication to the Protection of HumanRights on the Land in Manokwari City. (supervised by AmierSjariffudin and H. Kaimuddin Salle)

    This research was carried out in Manokwari Irian Jaya. Itaimed to investigate, descrube and reveal some solution towardthe problem dealing with the implementation of urban spacemanagement and its relation to the protection of human rightson the land.

    The analysis of the research was gualitative one and itwas used to examine the implementation of urban spacemanagement. The quantitative analysis was also used toinvestigate the relationship of urban space management with theprotection of human rights on the land.

    The result of this research indicated : first, theimplementation of urban space management in Manokwari wasnot in accordance with the General Plan of Urban SpaceManagement of Manokwari; second, the low level of socialparticipation in the urban space management, lack ofsocialization of urban space plan, and the deliberation which wasnot transparent in the provision af land implied that the peoplesrights on the land were not properly protected.

  • vi

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    DAFTAR ISI

    PRAKATA........................................................................ i

    ABSTRAK........................................................................ iv

    ABSTRACT...................................................................... v

    DAFTAR ISI.................................................................... vi

    DAFTAR TABEL............................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR........................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................... xii

    BAB I. PENDAHULUAN ................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah................................................ 1

    B. Rumusan Masalah........................................................ 6

    C. Tujuan Penelitian......................................................... 6

    D. Kegunaan Penelitian .................................................... 7

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................... 8

    A. Penataan Ruang Kota................................................... 8

    1. Pengertian Ruang Kota ........................................... 8

    2. Pengertian Kota dan Perkotaan................................ 10

    3. Konsepsi Hak Mengusai Negara dan Penataan Ruang 12

    4. Perkembangan Peraturan Penataan Ruang Kota

    di Indonesia........................................................... 32

    5. Dasar Hukum Pembentukan Kota dan

    Peraturan Perkotaan............................................... 40

  • vii

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    B. Tanah dan Tata Guna Tanah ........................................ 44

    1. Tanah dan Maknanya ............................................. 44

    2. Hak-hak Masyarakat atas Tanah .............................. 47

    3. Tata Guna Tanah ................................................... 53

    C. Perlindungan terhadap Hak-hak Rakyat atas Tanah ........ 56

    D. Kerangka Pemikiran ..................................................... 81

    E. Hipotesis Penelitian...................................................... 86

    BAB III. METODE PENELITIAN ..................................... 87

    A. Daerah Penelitian ........................................................ 87

    B. Definisi Operasional Variabel......................................... 88

    C. Populasi dan Sampel .................................................... 91

    D. Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data dan

    Alat yang Digunakan .................................................... 92

    E. Teknik Analisis............................................................. 93

    BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......... 96

    A. Penataan Ruang Kota

    1. Sejarah singkat Hari Jadi Kota Manokwari................. 96

    2. Kebijaksanaan Penataan Tanah Wilayah

    Bagian Kota ........................................................... 98

    3. Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota.... 104

    4. Inkonsistensi Penataan Ruang Kota ......................... 109

    B. Analisis Hubungan Penataan Ruang Kota dengan

    Perlindungan Hak-hak Rakyat atas Tanah ...................... 125

    1. Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kota.... 126

  • viii

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    2. Sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota ....................... 134

    3. Musyawarah dalam pengadaan tanah ...................... 142

    BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................... 160

    A. Simpulan..................................................................... 160

    B. Saran.......................................................................... 160

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................... 164

  • ix

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Pemanfaatan Lahan tiap BWK di Kota Manokwari ........... 103

    2. Izin Lokasi di Kota Manokwari s.d. tahun 2000 ............... 105

    3. Izin mendirikan bangunan ............................................ 107

    4. Konsistensi pelaksanaan pembangunan dengan RUTRK .. 111

    5. Deviasi Rencana induk Kota Manokwari tahun 1984-

    2004 .......................................................................... 112

    6. Penyebab inkonsistensi pembangunan dengan RUTRK .... 115

    7. Kendala pengaturan penggunaan tanah di Kota

    Manokwari .................................................................. 121

    8. Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kota ......... 126

    9. Hubungan Partipasi dengan Perlindungan ...................... 127

    10. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang .... 131

    11. Paradigma baru penataan ruang pada era reformasi

    dan otonomi................................................................ 132

    12. Pengetahuan Responden tentang RUTRK Manokwari ..... 134

    13. Sumber Pengetahuan Responden tentang RUTRK

    Manokwari .................................................................. 135

    14. Intensitas Sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota

    Manokwari ................................................................. 136

    15. Hubungan Sosialisasi dengan Perlindungan .................... 137

    16. Keikutsertaan Responden dalam musyawarah ................ 143

  • xPENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    17. Pengetahuan Responden tentang Dasar Perhitungan

    Besar penggantian yang layak atas tanah, bangunan

    dan tanaman............................................................... 145

    18. Bentuk ganti rugi yang ditawarkan ................................ 147

    19. Intimidasi dalam musyawarah dan atau proses

    pengadaan tanah......................................................... 148

    20. Dihormati dan dihargai dalam musyawarah.................... 149

    21. Realisasi pemberian ganti rugi ...................................... 150

    22. Hubungan Musyawarah dengan perlindungan ................ 151

  • xi

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1. Skema Fungsi Hukum Administrasi Van Wijk dan P.de

    Haan .......................................................................... 58

    2. Skema Fungsi Pembinaan dan Pengayoman................... 59

    3. Skema Kerangka Pemikiran .......................................... 85

  • xii

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Kuesioner dan Pedoman Wawancara

    2. Analisis Statistik

  • 1PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Ruang wilayah negara Indonesia dengan sumber daya

    alam yang tiada tara membentang bagaikan zamrud

    khatulistiwa, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa,

    wajib dilindungi, dikelola, dikembangkan dan dilestarikan

    pemanfaatannya secara berkelanjutan demi kelangsungan

    hidup masyarakat, bangsa dan negara.

    Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam didasari

    keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai apabila

    didasarkan atas keserasian, keselarasan dan keseimbangan

    baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, manusia dengan

    manusia, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan

    manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan tersebut

    merupakan landasan ideal dan moral dalam implementasi

    penataan ruang di Republik ini.

    Selain landasan ideal, dan moral, penataan ruang sebagai

    salah satu manifestasi pelaksanaan pembangunan didasari pula

    pada landasan konstitusional (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) dan

    landasan operasional (Tap MPR No. IV/MPR/99 tentang GBHN)

    yang menghendaki agar sumber daya alam dipergunakan

    sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan memperhatikan

  • 2PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dan kepuasan

    batiniah. Di samping itu patut dikembangkan kebijakan

    pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan

    tanah secara adil, transparan, produktif dengan mengutamakan

    hak-hak rakyat setempat, termasuk hak ulayat masyarakat adat,

    serta berdasarkan tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang.

    Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan wajib

    memperhatikan asas serasi, selaras dan seimbang dalam

    pemanfaatan ruang.

    Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam

    terdiri atas wilayah, nasional, wilayah provinsi, wilayah

    kabupaten/kota sebagai subsistem. Masing-masing subsistem

    meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

    keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya

    dukung yang berbeda satu dari yang lain.

    Sebagai pengejawantahan otonomi daerah, kabupaten dan

    kota memiliki kewenangan dalam penataan ruang wilayahnya

    yakni perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

    pengendalian pemanfaatan ruang. Untuk menjamin tercapainya

    tujuan penataan ruang, diperlukan dasar hukum guna menjamin

    kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang, atau dengan

    kata lain pembangunan yang dilaksanakan harus sesuai dengan

    rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

  • 3PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Dalam penataan ruang seyogianya konsisten dengan

    rencana tata ruang; masyarakat berpartisipasi dalam

    perencanaan tata ruang, pengendalian/pengawasan

    pelaksanaan rencana tata ruang; setiap orang berhak

    mengetahui rencana tata ruang; setiap orang berhak menikmati

    manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat

    penataan ruang dan berhak memperoleh penggantian yang

    layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan

    kegiatan pembangunan. Selain itu penyelenggaraan penataan

    ruang diperuntukkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

    dengan tetap menghormati hakhak rakyat, serta

    penyelenggaraan pembinaan oleh pemerintah yakni

    mensosialisasikan rencana tata ruang kota guna menumbuhkan

    dan mengembangkan kesadaran, tanggung jawab masyarakat

    melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan latihan.

    Halhal tersebut di atas merupakan manifestasi

    perlindungan hakhak rakyat, sebagaimana diatur dalam

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

    Pokok-pokok Agraria, dan UndangUndang Nomor 24 Tahun

    1992 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Daerah

    Kabupaten Dati II Manokwari Nomor 9 Tahun 1987 tentang

    Rencana Induk Kota Manokwari Tahun 19842004 jo Nomor 11

    Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II

    Manokwari.

  • 4PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Namun realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan

    ruang kota Manokwari belum konsisten; di beberapa wilayah

    kota terjadi kesemrawutan, dan penyimpangan peruntukan.

    Karubaba (1999:57) menyatakan adanya kecenderungan lokasi

    pemukiman berkembang mendekati dan memunculkan

    kerawanan pengrusakan hutan di sekitar hutan lindung Wosi

    maupun Taman wisata Gunung Meja. Selain kurangnya

    partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses rencana tata

    ruang kota, kurangnya sosialisasi rencana tata ruang kota,

    diabaikan pula asas musyawarah dalam pengadaan tanah, dan

    tidak menghormati hakhak warga atas tanah dalam

    pelaksanaan proyekproyek pembangunan, bahkan pemaksaan

    dan intimidasi mewarnai proses penggusuran tanah. Kondisi

    tersebut selaras dengan kondisi umum di Papua yakni rakyat

    papua sebagai pemilik tanah sering dikalahkan oleh alasan

    hukum dan dalih pembangunan nasional. Padahal menurut

    Dhuroruddin dan Ikrar, (1999:210) yang dilakukan sebenarnya

    bukan pembangunan nasional, melainkan lebih untuk

    kepentingan pengusaha yang berkuasa atau penguasa yang

    berusaha. Jadi fenomena yang terjadi adalah kesemrawutan

    kota, penyimpangan peruntukan; ketidaktahuan masyarakat

    mengenai rencana tata ruang kota, hakhak masyarakat atas

    tanah tidak dihormati dan pemasungan kebebasan masyarakat

    bermusyawarah dalam pengadaan tanah, dan ganti rugi tanah

    sekadar imbalan jasa.

  • 5PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Penelitian ini menarik, karena di kota Manokwari sarat

    dengan berbagai konflik pertanahan akibat pelaksanaan

    pembangunan, antara lain tuntutan ganti rugi tambahan

    terhadap tanahtanah yang telah dijual atau dibebaskan

    sebelumnya, serta tumpang tindih kepemilikan atas tanah. Di

    samping belum ada penelitian sejenis sebelumnya.

    Oleh karena itu penelitian ini melahirkan isu adanya

    inkonsistensi pelaksanaan penataan ruang kota, dan kurangnya

    perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanah akibat

    penataan ruang di Kota Manokwari.

    Guna menjamin orisinalitas penelitian ini, maka

    dikemukakan penelitian hukum yang berkenaan dengan

    penataan ruang adalah:

    1. Waty S. Maryono. 1991. Pengaturan Tata Ruang di

    Kotamadya Ujung Pandang. Tesis PPS Unhas Makassar.

    2. Abrar. 1994. Aspek Hukum Pertanahan dalam Rencana

    Umum Tata Ruang Kotamadya Ujung Pandang.Tesis PPS

    Unhas Makassar, mengkaji penggunaan tanah, kendala dan

    dampak penggunaan tanah dalam RUTR.

    3. Djafar Chan. 1997. Analisis Hukum Pelaksanaan Konsolidasi

    Tanah untuk Penataan Ruang Kota di Kotamadya Padang.

    Tesis PPS Unhas.

  • 6PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    4. Husein Alting. 1999. Aspek Hukum Pelaksanaan Penataan

    Ruang Kota di Kota Administratif Ternate Propinsi Maluku.

    Tesis PPS Unhas.

    5. Laode Ary. 2000. Analisis Hukum Pelaksanaan Pengadaan

    Tanah dalam rangka Penataan Ruang Kota di Kota Kendari.

    Tesis PPS Unhas.

    Tulisan tersebut tidak menyentuh substansi pokok dalam

    tesis ini yakni perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanah.

    B. Rumusan Masalah

    Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Sejauh mana konsistensi pelaksanaan penataan ruang kota

    Manokwari terhadap Rencana Tata Ruang Kota Manokwari?

    2. Sejauh mana hubungan partisipasi masyarakat dalam

    penataan ruang kota, sosialisasi rencana tata ruang kota,

    dan musyawarah dalam pengadaan tanah dengan

    perlindungan hak-hak rakyat atas tanah di Kota Manokwari?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

  • 7PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    1. Mengetahui, problematik yang berkenaan dengan konsistensi

    pelaksanaan penataan ruang kota di Kota Manokwari.

    2. Mengetahui hubungan pelaksanaan penataan ruang kota

    dengan perlindungan hak-hak rakyat atas tanah di Kota

    Manokwari.

    D. Kegunaan Penelitian

    Keluaran penelitian ini diharapkan berguna sebagai

    berikut:

    1. Segi keilmuan, sebagai khazanah memperkaya ilmu

    hukum, khususnya Hukum Agraria, dan referensi bagi

    peneliti selanjutnya.

    2. Segi terapan, temuan penelitian ini diharapkan berguna

    sebagai salah satu acuan bagi Pemerintah Daerah

    Kabupaten Manokwari dalam implementasi Rencana Tata

    Ruang Kota, khususnya Kota Manokwari.

  • 8PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penataan Ruang Kota

    1. Pengertian Ruang

    Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan

    manusia dan makhluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya

    alam. Ruang baik sebagai wadah maupun sebagai sumber

    daya alam terbatas. Sebagai wadah ia terbatas pada besaran

    wilayah, sedangkan sebagai sumber daya, ia terbatas daya

    dukungnya. Oleh karena itu menurut Kantaatmadja (1994:115)

    pemanfaatan ruang perlu ditata agar tidak terjadi pemborosan

    dan penurunan kualitas ruang.

    Ruang (space) diartikan pula sebagai seluruh permukaan

    bumi yang merupakan lapisan biosfera, tempat hidup

    tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Ruang dapat

    merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi yaitu

    batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan yang

    terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di

    bawahnya serta lapisan udara di atasnya. Seseorang

    pemegang hak atas tanah berhak menggunakan seluruh

    ruang. Jayadinata (1999:12) menyatakan bahwa penggunaan

    tanah dapat berarti pula tata ruang.

  • 9PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

    Ruang, pada Pasal 1 sub 1 dinyatakan bahwa: Ruang adalah

    wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang

    udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

    mahkluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta

    memelihara kelangsungan hidupnya.

    Dalam penjelasan umum Undang-Undang Penataan

    Ruang dinyatakan bahwa ruang meliputi ruang daratan,

    ruang lautan, dan ruang udara, beserta sumber daya alam

    yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan

    penghidupan manusia. Dalam kegiatannya manusia dan

    mahkluk hidup lain membutuhkan ruang sebagai lokasi

    berbagai pemanfaatan ruang, atau sebaliknya suatu ruang dapat

    mewadahi berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam

    setempat dan teknologi yang diterapkan.

    Ruang daratan menurut Parlindungan (1993:17) berupa

    hak untuk memiliki dan menempati satuan ruang dalam

    bangunan sebagai tempat tinggal; hak untuk melakukan

    kegiatan usaha dan atau aktivitas sosial; hak untuk membangun

    dan mengelola prasarana transportasi. Dalam penjelasan

    Undangundang Penataan Ruang dinyatakan bahwa ruang

    daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah

    permukaan daratan termasuk permukaan perairan darat dan sisi

    darat dari garis laut terendah.

  • 10

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    2. Pengertian Kota dan Perkotaan

    Menurut Ilhami (1990:4):

    Kota adalah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentuhidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayahgeografis tertentu berpola hubungan rasional, ekonomisdan individualistis. Sedangkan pengertian kota Secarastruktural adalah suatu area/daerah atau wilayah yangsecara administratif memiliki batas-batas dengan didalamnya terdapat komponen-komponen yang meliputi,antara lain: penduduk dengan ukuran tertentu, sistemekonomi, sistem sosial, sarana maupun maupuninfrastruktur yang kesemuanya merupakan satukelengkapan keseluruhan. Pengertian kota secarafungsional adalah sebagai pusat pemukiman pendudukmaupun pertumbuhan dalam sistem pengembangankehidupan sosio kultural yang luas.

    Bintarto (1983:36) mengemukakan bahwa:

    Kota ditinjau dari segi geografi dapat diartikan suatu sistemjaringan kehidupan manusia yang ditandai dengankepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai denganstrata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yangmaterialistis, atau dapat pula diartikan sebagi bentangbudaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yangcukup besar dengan corak kehidupan yang bersifatheterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerahbelakangnya.

  • 11

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun

    1987 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, pada Pasal 1

    sub a dinyatakan bahwa:

    Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk

    yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur

    dalam peraturan perundangan serta permukiman yang

    telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan.

    Dalam Pasal 1 sub 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

    1992 Tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa:

    Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyaikegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsikawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan,pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    Dalam Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan

    Menteri Pekerjaan Umum Nomor:1985//503

    1595650KPTS

    Tentang

    Tugas-tugas dan Tanggung Jawab Perencanaan Kota, pada

    Pasal 1 sub a dinyatakan bahwa:

    Perkotaan adalah satuan permukiman bukan perdesaan

    yang berperan di dalam satuan wilayah pengembangan

    dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa, menurut

    pengamatan tertentu.

  • 12

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    3. Konsepsi Hak Menguasai Negara dan Penataan Ruang

    Hak Menguasai Negara termanifestasi pada mengatur,

    mengurus dan mengawas. Implementasinya antara lain pada

    Rencana (Het Plan) yang merupakan keseluruhan tindakan

    yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang

    mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang

    tertib/teratur (Hadjon, dkk, 1997:156).

    Hak Menguasai Negara diatur pada Pasal 33 ayat (3) UUD

    1945 yakni Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

    dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-

    besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    Budi Harsono (Ruwiastuti, 2000:111) mengemukakan

    bahwa hak menguasai negara didasarkan pada teori, negara

    tanpa harus menjadi pemilik tanahpun, selaku penguasa dapat

    memberikan tanah-tanah yang dikuasai itu, asal ada peraturan

    perundang-undangan yang memberikan kewenangan untuk itu.

    Hak Menguasai Negara tersebut diimplementasikan pada

    Pasal 2 ayat (2) UUPA memberi wewenang kepada negara

    untuk:

    1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air danruang angkasa;

    2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukumantara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

  • 13

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukumantara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yangmengenai bumi, air dan ruang angkasa.

    Kewenangan negara tersebut lebih lanjut diatur dalam Pasal

    14 UUPA yakni Pemerintah membuat suatu rencana umum

    mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air

    dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di

    dalamnya:

    a. Untuk keperluan negara.

    b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya.

    c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,kebudayaan dan lain-lainnya kesejahteraan.

    d. Untuk memperkembangkan produksi pertanian, peternakandan perikanan serta sejalan dengan itu.

    e. Untuk memperkembangkan industri, transmigrasi danpertambangan.

    Berdasarkan rencana umum tersebut pemerintah daerah

    mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air

    dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di

    dalamnya. Implementasi kewenangan tersebut diatur dalam

    Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.

    UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992, Pasal 1 sub 2

    dan 3 dinyatakan bahwa:

  • 14

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Tata ruang adalah wujud struktural dan pola

    pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Penataan

    ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

    ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Kartasasmita (1996:426-427) menyatakan bahwa:

    Penataan ruang secara umum mengandung pengertian

    sebagai suatu proses yang meliputi proses perencanaan,

    pelaksanaan atau pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian

    pelaksanaan atau pemanfaatan ruang yang harus berhubungan

    satu sama lain.

    Rapoport (Kartasasmita 1996:427) menyatakan bahwa

    tata ruang mengandung arti penataan segala sesuatu yang

    berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan

    kehidupan.

    Perihal perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

    pengendalian pemanfaatan ruang, sebagai manifestasi penataan

    ruang, sebagaimana uraian berikut ini.

    1. Perencanaan Tata Ruang Kota

    Perencanaan tata ruang dilakukan guna menentukan

    arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi

    ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung

    lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan;

    mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah

  • 15

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan; perumusan

    perencanaan tata ruang; dan penetapan rencana tata ruang.

    Menurut Budihardjo (1995:24) penyusunan rencana

    tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju

    keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak

    dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang

    dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan

    kegiatan tiap sektor.

    Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan dan

    peninjauan kembali rencanarencana kota. Sedangkan

    rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka

    pengaturan pemanfaatan ruang kota yang terdiri atas

    Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail

    Tata Ruang Kota (RDTRK), dan Rencana Teknik Ruang Kota

    (RTRK).

    Dalam pelaksanaan pembangunan di daerah kota

    diperlukan rencana tata ruang yang menjadi pedoman bagi

    pemerintah daerah untuk menetapkam lokasi kegiatan

    pembangunan dalam memanfaatakan ruang. Pedoman

    tersebut digunakan pula dalam penyusunan program

    pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di

    daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam

    pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang,

  • 16

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang sudah

    ditetapkan.

    Implikasi UU No. 24 Tahun 1992 tampak pada Pasal 4

    Keppres No. 55 Tahun 1993 yaitu kebutuhan tanah yang

    diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk

    kepentingan umum harus sesuai dan berdasarkan pada

    rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan. Bagi

    daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang,

    pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan ruang

    wilayah atau kota yang telah ada. Menurut Soejono dan

    Abdurrahman (1998:73) dalam pengadaan tanah, rencana

    tata ruang dijadikan kriteria yang menentukan. Akan tetapi,

    masih ada satu hal yang belum tercakup dalam Keppres No.

    55 Tahun 1993 yakni yang berkenaan dengan penetapan

    suatu rencana tata ruang tertentu atau karena perubahan

    fungsi ruang yang mengakibatkan harus diambilnya hak-hak

    atas tanah dari masyarakat.

    Berkenaan dengan pelaksanaan pembangunan, dalam

    UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan

    Hidup, dinyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup

    wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang.

    Dinyatakan pula bahwa dalam menerbitkan izin atau kegiatan

    wajib diperhatikan rencana tata ruang dan pendapat

    masyarakat.

  • 17

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Mengenai rencana tata ruang kota, dapat dijelaskan

    sebagai berikut:

    a. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

    RUTRK adalah rencana pemanfaatan ruang kota

    yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan

    antar sektor dalam rangka penyusunan program

    program pembangunan kota.

    RUTRK mempunyai wilayah perencanaan yang

    terikat pada batas wilayah administrasi kota, merupakan

    rumusan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kota.

    Rencana ini merupakan rencana struktur dan strategi

    pengembangan kota, ditetapkan guna menjamin

    konsistensi perkembangan kota secara internal, serta

    sebagai dasar bagi penyusunan program-program

    pembangunan kota lintas sektoral dan daerah dalam

    jangka panjang. RUTRK memuat rumusan tentang

    kebijaksanaan pengembangan kota, rencana

    pemanfaatan ruang kota, rencana struktur utama tingkat

    pelayanan kota, rencana sistem utama transportasi,

    jaringan utilitas kota, rencana pemanfaatan air baku,

    indikasi unit pelayanan kota dan rencana pengelolaan

    pembangunan kota.

  • 18

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    RUTRK dilengkapi peta skala 1:10.000 untuk kota

    yang berpenduduk kurang dari 1.000.000 jiwa, dan skala

    1:20.000 untuk kota yang berpenduduk lebih dari

    1.000.000 jiwa.

    b. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

    RDTRK adalah rencana pemanfaatan ruang kota

    secara terinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan

    ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek

    pembangunan kota.

    RDTRK mempunyai wilayah perencanaan

    mencakup sebagian atau seluruh wilayah administrasi

    kota yang dapat merupakan satu atau beberapa kawasan

    tertentu, memuat rumusan kebijaksanaan pemanfaatan

    ruang kota, yang disusun dan ditetapkan untuk

    menyiapkan perwujudan ruang bagian wilayah kota

    dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian

    pembangunan kota baik yang dilakukan oleh pemerintah

    maupun masyarakat dalam jangka panjang maupun

    menengah. RDTRK berisikan rumusan tentang

    kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana

    pemanfaatan ruang bagian wilayah kota, rencana

    struktur tingkat pelayanan bagian wilayah kota, rencana

    sistem jaringan fungsi jalan bagian wilayah kota, rencana

    kepadatan bangunan lingkungan, rencana ketinggian

  • 19

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    bangunan, rencana garis sempadan, rencana indikasi unit

    pelayanan bagian wilayah kota dan rencana tahapan

    pelaksanaan pembangunan bagian wilayah kota. RDTRK

    dilengkapi peta-peta rencana dengan skala 1:5.000

    dengan penggambaran geometrik yang dibantu dengan

    titik-titik kendali.

    Menurut Sinulingga (1999:141) RDTRK dapat

    dimanfaatkan untuk pengendalian pemanfaatan ruang

    kota yang berkaitan dengan izin membangun. Sebelum

    seseorang atau badan usaha memakai Izin Mendirikan

    Bangunan (IMB), seseorang harus memperoleh advis

    planning ataupun KSB (Keterangan Situasi Bangunan)

    dari Dinas Tata Kota, yang memuat keteraangan tentang

    peruntukan lahan dari lokasi yang dimohon, lebar jalan

    yang terdapat pada lokasi, dan garis sempadan

    bangunan depan, kiri dan kanan.

    c. Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK)

    RTRK adalah rencana geometris pemanfaatan

    ruang kota yang disusun untuk penyiapan perwujudan

    ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek

    pembangunan kota.

    RTRK mempunyai wilayah perencanaan yang

    mencakup sebagian atau seluruh kawasan tertentu yang

  • 20

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    dapat merupakan satu atau beberapa unit lingkungan

    perencanaan, berisikan rumusan rencana tapak

    pemanfaatan ruang kota, rencana prakonstruksi

    bangunan gedung, rencana prakonstruksi bukan

    bangunan gedung dan ruang terbuka beserta rencana

    indikasi proyek-proyek.

    RTRK dilengkapi dengan gambar rencana pada

    peta-peta rencana dengan skala sama atau lebih besar

    dari 1:1.000.

    Tugas dan tanggung jawab perencanaan dan

    pelaksanaan RUTRK, RDTRK, dan RTRK merupakan

    wewenang Pemerintah Daerah . Tugas dan tanggung

    jawab perencanaan kota meliputi kegiatan penelitian,

    penyusunan, penetapan rencana dan peninjauan

    kembali rencana kota. Tugas dan tanggung jawab

    pelaksanaan rencana tata ruang kota meliputi

    pelaksanaan pembangunan kota, pengendalian tata

    ruang.

    Pelaksanaan kegiatan perencanaan dan

    pelaksanaan rencana tata ruang kota tersebut di atas

    diselenggaran oleh Badan Perencanaan Pembangunan

    Daerah (BAPPEDA). Dalam pelaksanaannya dituntut

    untuk mengadakan koordinasi, integrasi dan

  • 21

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    sinkronisasi dengan berbagai instansi yang terkait serta

    diwajibkan memperhatikan aspirasi masyarakat.

    Berkenaan dengan penataan ruang kota, Menteri

    Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Menteri Dalam

    Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman

    Penyusunan Rencana Kota. Rencana Kota adalah

    rencana pembangunan kota yang disiapkan secara

    teknis dan non teknis, baik yang ditetapkan oleh

    Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang

    merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka

    bumi wilayah kota termasuk ruang di atas dan di

    bawahnya serta pedoman pengarahan dan

    pengendalian bagi pelaksanaan pembangunan kota.

    Tujuan perencanaan kota adalah agar kehidupan

    dan penghidupan warga kota aman, tertib, lancar dan

    sehat melalui perwujudan pemanfaatan ruang kota

    yang serasi dan seimbang sesuai dengan kebutuhan

    dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan

    perkembangan kota.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

    No. 2 Tahun 1987 Rencana Kota meliputi: Rencana

    Umum Tata Ruang Kota; Rencana Detail Tata Ruang

    Kota; Rencana Teknik Ruang Kota. Namun penyusunan

    rencana kota tidak harus disusun sebagai suatu urutan

  • 22

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    sebagaimana di atas, tetapi dapat disiapkan atas

    dasar suatu kebutuhan dan kepentingan. Rencana kota

    merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan

    ruang kota, rencana struktur dan strategi pembangunan

    kota, disusun guna menjamin konsistensi perkembangan

    kota secara internal dan merupakan dasar bagi

    penyusunan program-program pembangunan kota lintas

    sektoral dan daerah dalam jangka panjang di dalam

    batas wilayah administrasi kota.

    2. Pemanfaatan Ruang

    Dalam pelaksanaan penataan ruang berasaskan

    kepada:

    1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara

    terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi,

    selaras, seimbang dan berkelanjutan.

    2. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan

    hukum.

    Parlindungan (1993:15) menyatakan bahwa

    makna semua kepentingan adalah penataan ruang dapat

    menjamin seluruh kepentingan pemerintah dan

    masyarakat secara adil dengan memperhatikan golongan

    ekonomi lemah. Berdaya guna dan berhasil guna harus

    dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan

  • 23

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    potensi dan fungsi ruang. Sedangkan serasi, selaras dan

    seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin

    terwujudnya keserasian, keselarasaan dan keseimbangan

    struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi penyebaran

    penduduk antar wilayah, pertumbuhana dan

    perkembangan antar sektor, antar daerah serta antar

    sektor dan daerah dalam satu wawasan nusantara. Yang

    dimaksud dengan berkelanjutan adalah penataan ruang

    menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber

    daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir

    batin antar generasi.

    Dalam penjelasan Pasal 15 UU No. 24 Tahun

    1992 menegaskan bahwa pemanfaatan ruang adalah

    rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan

    yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang

    ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan

    ruang diselenggarakan secara bertahap melalui

    penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan

    yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang akan

    dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik sendiri-

    sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan rencana

    tata ruang yang telah ditetapkan. Yang perlu mendapat

    perhatian dalam pelaksanaan program pemanfaatan

  • 24

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    ruang adalah sumber mobilisasi dana serta alokasi

    pembiayaan sesuai dengan rencana tata ruang.

    Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam

    pemanfaatan ruang adalah:

    a. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata

    guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.

    b. Perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif

    dengan menghormati hak penduduk sebagai warga

    negara.

    c. Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna

    tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna

    sumber daya alam lainnya.

    Perangkat insentif adalah pengaturan yang

    bertujuan memberikan ransangan terhadap kegiatan

    yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang.

    Perangkat insentif tersebut dapat dituangkan dalam

    peraturan yang dapat diwujudkan dalam bentuk:

    a. Di bidang ekonomi melalui tata cara pemberian

    kompensasi, imbalan dan tata cara penyelenggaraan

    sewa ruang dan urun sahan.

    b. Di bidang fisik melalui pembangunan serta pengadaan

    sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, air minum,

  • 25

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    telepon, dan sebagainya untuk melayanai

    pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata

    ruang.

    Sedangkan perangkat disinsentif adalah

    pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan

    atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan

    rencana tata ruang.

    Misalnya dalam bentuk:

    a. Pengenaan pajak yang tinggi.

    b. Ketidaksediaan sarana dan prasarana.

    Hal yang patut diperhatikan dalam pengenaan

    insentif dan disinsentif adalah tidak boleh mengurangi

    hak penduduk sebagai warga negara yang meliputi

    pengaturan atas harkat dan martabat yang sama, dan

    hak memperoleh dan mempertahankan ruang hidupnya.

    Terwujudnya keserasian, keselarasan dan

    keseimbangan pemanfaatan ruang akan sangat

    menentukan kualitas ruang, yang keberhasilannya akan

    sangat tergantung pada bagaimana mengindahkan

    faktor-faktor daya dukung lingkungan seperti wilayah

    resapan air; konservasi flora dan fauna; estetika

    lingkungan seperti bentang alam, pertanian, arsitektur

    bangunan, lokasi seperti jarak antara perumahan dengan

  • 26

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    tempat kerja, jarak antara perumahan dengan fasilitas

    umum dan struktur, seperti pusat lingkungan dalam

    perumahan, pusat kegiatan dalam kawasan perkotaan.

    Hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan

    ruang adalah strategi dan arahan kebijaksanaan yang

    mempertimbangkan kemampuan teknologi dan ilmu

    pengetahuan, data dan informasi serta biaya yang

    diperlukan. Kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi

    untuk mengolah dan merencanakan penataan ruang

    tersebut antara lain pengetahuan tentang lingkungan

    hidup, sosiologi, watak orang/penduduk Indonesia di

    desa maupun di kota, adatistiadat dan agama yang

    banyak memegang peranan. Hal tersebut menurut

    Parlindungan (1993:23) bermanfaat untuk membedakan

    daerah perkotaan yang menginginkan suatu privacy dan

    security serta daerah pedesaan (rural) yang

    menginginkan kebersamaan tanpa tembok pemisah

    antara hak seorang dengan yang lainnya.

    3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

    Parlindungan (1993:23) mengemukakan bahwa

    pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui

    kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan

    ruang. Pengawasan dalam konteks ini adalah usaha

    untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan

  • 27

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    fungsi ruang. Sedangkan penertiban adalah tindakan

    yang dilakukan agar rencana tersebut terwujud dan

    menindak pelaku pelanggaran atau pun kejahatan

    dengan pengenaan sanksi, baik sanksi administrasi,

    sanksi perdata maupun sanksi pidana.

    Menurut Budihardjo (1997a:55), kelemahan

    mekanisme pengendalian pembangunan disebabkan

    antara lain Pemda tidak mempunyai akses terhadap

    rencana-rencana pembangunan sektoral, yang dibuat

    dan ditentukan oleh pusat. Selain itu juga karena

    rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total

    akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga

    sebelumnya.

    Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Penataan

    Ruang menegaskan bahwa pengawasan terhadap

    pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk

    pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Pelaporan adalah

    kegiatan pemberian informasi secara objektif mengenai

    pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak

    sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan adalah

    usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi dan

    memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang

    dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata

    ruang. Sedangkan evaluasi adalah usaha untuk menilai

  • 28

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai

    tujuan rencana tata ruang.

    Proses perkembangan kota menurut Jayadinata

    (1992:140) sangat cepat berimplikasi terhadap

    keterbatasan ketersediaan daya tampung lahan untuk

    pembangunan, akibat pertumbuhan dan distribusi

    penduduk yang kian pesat dan tidak merata serta tingkat

    kualitas yang belum memenuhi harapan. Di samping

    meningkatnya kegiatan kehidupan sosial ekonomi

    masyarakat yang tercermin pada perluasaan ruang kota

    guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana.

    Kondisi terbatasnya ketersediaan lahan

    berhadapan dengan kebutuhan yang membengkak,

    menyebabkan dihalalkannya segala cara untuk

    mendapatkan lahan. Kondisi ini akan berlanjut dan

    mengarah pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

    dengan peruntukannya.

    Dengan kondisi semacam itu dipandang perlu

    diadakan evaluasi terhadap rencana tata ruang kota,

    yang telah disusun untuk mengetahui sampai sejauh

    mana penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota.

    Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara

    rencana dan pelaksanaannya sekurang-kurangnya sekali

    dalam lima tahun setelah dioperasional.

  • 29

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Berkenaan dengan kegiatan kegiatan evaluasi

    rencana kota, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

    2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

    Kota, pada Pasal 33 disebutkan bahwa :

    1) Untuk menjaga kesinambungan pelaksanaanrencana antara satu tahap dengan tahap berikutnyaserta keterpaduan antar sektor dan sub sektor danuntuk penyesuaian rencana dengan perubahan dibidang sosial ekonomi maupun fisik. PemerintahDaerah melaksanakan kegiatan evaluasi ataupeninjauan kembali rencana kota.

    2) Kegiatan peninjauan kembali rencana kotadilaksanakan secara berkala setiap masa akhirrepelita.

    3) Revisi rencana kota dilaksanakan apabila hasilpeninjauan kembali menunjukkan perubahan danpenyimpangan yang mendasar.

    Metode evaluasi didasarkan pada hierarki rencana

    kota yaitu RUTRK, RDTRK, dan RTRK melalui kegiatan

    yang meliputi pengumpulan data tentang pemanfaatan

    lahan pada kondisi terakhir dengan klasifikasi sesuai

    kedalam rencana. Selanjutnya dilakukan analisa teknik

    tindih (super impose) peta kondisi existing dengan peta

    rencana untuk melihat kesesuaian wujud fisiknya.

    Inti kegiatan evaluasi adalah menilai sampai

    sejauh mana suatu rencana kota telah atau dapat

  • 30

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    dilaksanakan, atau sebagai upaya menilai efektivitas

    rencana kota melalui pengendalian pemanfaatan lahan

    kota. Dengan demikian bahan kajian utama adalah

    rencana kota sebagai tolok ukur, dan sebagai

    pembanding adalah hasil monitoring implementasi

    rencana. Wujud monitoring berupa monitoring terhadap

    pelaksanaan penyusunan kegiatan proyek sektoral

    tahunan, perubahan pemanfaatan lahan, dan

    pelaksanaan rencana kegiatan atau proyek sektoral dan

    daerah pertahun.

    Didasari atas evaluasi yang telah dilakukan,

    diterbitkan rekomendasi mengenai perlu tidaknya

    kegiatan revisi rencana kota. Rekomendasi tersebut ada

    tiga kemungkinan yaitu:

    1. Tidak perlu diadakan perubahan terhadap rencana

    kota karena masih valid untuk digunakan sebagai alat

    pengendalian pemanfaatan ruang kota

    (Penyimpangan : 0-2 %).

    2. Rencana kota perlu direvisi karena beberapa kawasan

    telah mengalami perubahan fungsi (Penyimpangan

    : 21-50 %).

    3. Rencana kota perlu direvisi total dalam arti bahwa

    rencana kota perlu disusun ulang, karena

  • 31

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    perkembangan di lapangan menunjukkan banyaknya

    penyimpangan terhadap rencana kota

    (Penyimpangan: 50 %).

    Manakala hasil evaluasi merekomendasikan

    adanya revisi separuh atau revisi total, maka kegiatan

    evaluasi dan revisi rencana kota merupakan kesatuan

    pekerjaan yang tak terpisahkan.

    Peninjauan kembali rencana tata ruang diperlukan

    agar sesuai dengan tuntutan pembangunan dan

    perkembangan, namun bukanlah perubahan secara total,

    melainkan modifikasi yang menurut Budihardjo

    (1997b:68) tidak bersifat strukural yakni tidak

    mengubah kerangka umum dalam arti kebijakan

    menyeluruh yang strategis dengan perspektif jangka

    panjang.

    4. Perkembangan Peraturan Penataan Ruang Kota di

    Indonesia

    Peraturan penataan ruang kota di Indonesia mulai

    diperhatikan sejak kota Jayakarta (Batavia) dikuasai oleh

    Belanda pada awal abad ke-17, namun peraturan secara intensif

    baru dikembangkan pada awal abad ke-20. Peraturan pertama

    yang mengatur kota Batavia adalah De Statuten van 1642

    yang dikeluarkan oleh VOC. Substansi peraturan ini mengatur

  • 32

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    antara lain pembangunan jalan, jembatan, dan bangunan

    lainnya, wewenang dan tanggung jawab pemerintah kota

    Menurut Syahbana bahwa peraturan ini dapat dianggap cukup

    lengkap karena telah mencakup peraturan-peraturan untuk

    berbagai unsur kota, bangunan dan prasarana (Zulkaidi 1995:9).

    Pada tahun 1903 pemerintah Hindia Belanda

    menetapkan Wethoudende Decentralisatie van Bestuur in

    Nederlandsch-Indie, Stb. 1903 Nomor 329. Undang-undang

    Desentralisasi ini mengatur pembentukan pemerintahan kota dan

    daerah. Pengaturan tugas pemerintah kota dalam undang-

    undang ini antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan dan

    saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan, perbaikan

    perumahan, dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang

    ini, dibentuklah beberapa pemerintahan kota otonom yang

    disebut Gemente.

    Pada tahun 1905 ditetapkan Localen-Raden

    Ordonantie, Stb. 1905 Nomor 191, substansinya mengatur

    wewenang kepada pemerintah kota untuk menentukan

    persyaratan pembangunan.

    Zulkaidi (1995:10) menyatakan bahwa persiapan

    peraturan pembangunan kota di Indonesia tidak dapat

    dipisahkan dari usaha Ir. Thomas Karsten. Dalam aktivitasnya

    (19201940) telah menghasilkan dasar-dasar yang kokoh bagi

    pengembangan peraturan pembangunan kota, antara lain

  • 33

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    penyusunan rencana umum, rencana detail, dan peraturan

    bangunan.

    Karsten, dalam laporannya kepada Kongres

    Desentralisasi tentang pembangunan kota Hindia Belanda

    (Indiese Stedebouw) pada tahun 1920, selain berisi konsep

    dasar pembangunan kota dan peranan pemerintah kota,

    mengatur pula petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai

    pedoman untuk penyusunan berbagai jenis rencana. Peraturan

    yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan tahun 1926

    adalah Bijblad 11272. Peraturan ini menjadi dasar bagi kegiatan

    perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. Peraturan ini

    memberi kewenangan kepada pemerintah kota untuk

    menghibahkan lahan pemerintah kepada pihak ketiga jika lahan

    tersebut telah ditetapkan untuk perumahan dalam rencana

    struktur kota (Zulkaidi, 1995:10).

    Bagoers dan de Ruijter sebagaimana dikutip oleh

    Zulkaidi (1995:10) menyatakan bahwa pada tahun 1929, Karsten

    menghasilkan Petunjuk Singkat Penyusunan Kebijaksanaan Garis

    Sempadan Bangunan untuk Kota dan Kabupaten (Korte

    Handleiding voor de praktise rooilijnpolitiek in

    gemeenten en regenschappen) yang mengatur

    kebijaksanaan garis sempadan bangunan.

    Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada tahun 1933

    Kongres Desentralisasi di Indonesia meminta Pemerintah Hindia

  • 34

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Belanda untuk memusatkan persiapan peraturan perencanaan

    kota di tingkat pusat. Kemudian dibentuklah Panitia

    Perencanaan Kota pada tahun 1934 untuk menyiapkan peraturan

    perencanaan kota sebagai pengganti Bijblad 11272. Bersamaan

    dengan itu pemerintah Hindia Belanda menetapkan Undang-

    Undang Perbaikan Kampung (Kampong Verbetering

    Ordonantie) 1934. Undang-undang ini dibuat untuk mengatur

    perbaikan jalan, gang, drainase, dan prasarana kesehatan

    lainnya di kampung-kampung kota.

    Syahbana (Zulkaidi 1995:10) menyatakan bahwa pada

    tahun 1938 pemerintah Hindia Belanda menyusun Rancangan

    Undang-Undang Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa

    (Stadsverordenings Ordonantie Stadgemeenten Java)

    yang mengatur panduan dan persyaratan pembangunan kota

    untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan, transportasi,

    tempat kerja dan rekreasi. Sementara itu Karsten menghasilkan

    lagi dua publikasi penting yaitu (1) Arahan Perencanaan Kota

    Hindia Belanda (Indische stedebouwkundige richtlijnen)

    Tahun 1940, dan (2) Normalisasi Profil Jalan (Normalisatie van

    wegprofielen) Tahun 1941, juga sebuah peraturan Kawasan

    dan Peruntukan (Kringen en Typen Verordening) untuk

    mengatur lebih lanjut pembangunan wilayah kota yang telah

    ditentukan zoningnya.

  • 35

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang

    kemerdekaan Indonesia menyebabkan Rancangan Undang-

    undang Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru disahkan

    pada tahun 1948 dengan nama Undang-undang Pembentukan

    Kota (Stadsvormingsordonnantie, SVO) stb 1948 Nomor 168

    untuk sejumlah kota tertentu yakni Batavia, Tegal, Pekalongan,

    Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang,

    Banjarmasin, Cilacap, Tangerang, Bekasi Kebayoran dan Pasar

    Minggu.Substansi SVO mengatur zoning, konservasi bangunan

    bersejarah, kondisi perumahan, jenis dan kepadatan bangunan,

    ruang terbuka, transportasi, lalulintas air bersih, dan sebagainya.

    Undang-undang ini memberi kewenangan kepada kota untuk

    menyusun Rencana Umum atau Rencanan Detail yang disahkan

    oleh Letnan Gubernur Jenderal (kemudian diganti dengan

    Presiden setelah diadopsi ke dalam hukum Indonesia). Menurut

    Syahbana (Zulkaidi, 1995:11) bahwa SVO mencakup ketentuan-

    ketentuan berkenaan dengan proses konsultasi, kompensasi

    (ganti rugi), pungutan dan perpajakan bagi lahan yang

    mendapat manfaat dari perencanaan dan pembangunan kota.

    Peraturan pelaksanan SVO, adalah Peraturan Pembentukan Kota

    (Stadsvormingsverordening, SVV) stb 1949 Nomor 40.

    Pada tanggal 21 Desember 1948 dibentuk Panitia yang

    diketuai oleh Prof. Jac P. Thijsse, mempersiapkan Undang-

    undang Perencanaan Fisik (Wet op de Ruimtelijke

  • 36

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Ordening). SVO dan SVV diberlakukan di Indonesia

    berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 18/2/6,

    diperkuat dengan Keppres Nomor 1/1976 hingga diterbitkan

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.

    Perkembangan kota yang sedemikian pesat

    mengakibatkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan

    ruang kota di Indonesia. Karena itu pemerintah Indonesia

    mengajukan RUU Bina Kota pada tahun 1970 namun tidak

    disetujui akibat munculnya sejumlah konsep baru dalam

    pembangunan kota dan adanya perubahan struktur administrasi

    dan pemerintahan dengan disahkannya Undang-undang Nomor

    5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

    Nasib yang sama menimpa dua RUU Tata Guna Tanah yang

    diajukan oleh Depdagri tahun 1980 dan 1982, tidak disetujui.

    Zulkaidi (1995:11) menyatakan bahwa di awal 1970-

    an, Indonesia mulai memberikan perhatian pada penataan

    ruang kota. Pada 1973 Departemen Dalam Negeri

    mengeluarkan SE Mendagri Nomor Pemda 18/3/6 tentang

    Perencanaan Pembangunan Kota untuk Ibukota Kabupaten yang

    masih mengacu kepada SVO, sedangkan Departemen Pekerjaan

    Umum lebih menekankan aspek teknis penataan ruang kota.

    Departemen Dalam Negeri menerbitkan Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1980 tentang Penyusunan

    Rencana Kota, disertai peraturan pelaksanannya yakni Instruksi

  • 37

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Menteri Dalam Negeri Nomor 650-1232 tentang Pelaksanaan

    Permendagri Nomor 2 Tahun 1980 dan Inmendagri Nomor 650-

    1233 tentang Prosedur Penyusunan Perencanaan Kota.

    Peraturan-peraturan ini menurut Zulkaidi (1995:11) merupakan

    pedoman penting bagi perencanaan kota pada saat itu walaupun

    isinya berlainan dengan SVO.

    Atas dasar pertimbangan bahwa Depdagri hanya

    mengatur masalah administratif, sedangkan masalah teknis

    dilaksanakan oleh DPU, menteri kedua departemen

    mengeluarkan SKB Mendagri dan Menteri PU Nomor 650-1595

    dan Nomor 503/KPTS/1985 tentangTugas-tugas dan Tanggung

    Jawab Perencanaan Kota, yang menyerahkan urusan

    administrasi ke Depdagri dan urusan teknis ke DPU serta

    menyeragamkan jenis dan spesialisasi rencana kota. SKB ini

    diikuti Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan

    Tata Ruang Kota, yang mengatur aspek teknis perencanaan

    kota, dan Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman

    Penyusunan Rencana Kota, yang mengatur aspek administratif

    perencanaan kota. Dilengkapi dengan Kepmendagri Nomor 59

    Tahun 1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendagri Nomor

    2 Tahun 1987 yang ternyata berisi aspek teknis yang hampir

    sama dengan isi Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1987.

    Depdagri menerbitkan beberapa peraturan berkenaan

    dengan penataan ruang kota yakni:

  • 38

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    - Kepmendagri Nomor 650-658/1985 tentang Keterbukaan

    Rencana Kota untuk Umum.

    - Permendagri Nomor 7/1986 tentang Penetapan Batas

    Wilayah Kota di Seluruh Indonesia.

    - Inmendagri Nomor 14/1988 tentang Penataan Ruang

    Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.

    - SE Mendagri Nomor 650/2109/Bangda/1988 tentang

    Petunjuk Pemantapan Penyiapan Perencanaan, Pelaksanaan

    dan Pemeliharaan ( P3KT).

    - SE Mendagri Nomor 650/1164/Bangda/1988 tentang

    Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Kota Ibukota

    Kabupaten.

    Akhirnya 1992 Indonesia berhasil menyusun Undang-

    Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,

    disingkat UUPR. UUPR (yang diprakarsai oleh Kantor Menteri

    Negara KLH dengan melibatkan berbagai instansi antara lain

    PPN/Bapenas, DPU dan Depdagri) dimaksudkan untuk

    menyelesaikan persoalan definisi dan tumpang tindih

    pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang beserta

    isinya.

    Zulkaidi (1995:12) mengemukakan bahwa UUPR

    mencabut SVO tetapi tidak mengatur prosedur perencanaan kota

    lebih rinci, melainkan hanya menyatakan bahwa penataan ruang

  • 39

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    kota akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah

    (pasal 31). Sehubungan dengan belum ditetapkannya PP

    tersebut, prosedur perencanaan kota masih tetap mengacu pada

    Permendagri Nomor 2/1987, Kepmendagri Nomor 59/1988, dan

    Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1986.

    Peraturan pelaksanaan UUPR yang telah ditetapkan

    adalah Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang

    Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara

    Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; dan Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1988 tentang Tata Cara

    Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang

    di Daerah.

    Berkenaan dengan semangat reformasi dan otonomi

    daerah, telah ditetapkan berbagai perundang-undangan tentang

    otonomi daerah, antara lain UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Daerah, sehingga UUPR perlu direvisi agar selaras

    dengan semangat otonomi daerah.

    5. Dasar Hukum Pembentukan Kota dan Peraturan

    Perkotaan

    Peraturan perundang-undangan yang berhubungan

    dengan pembentukan kota, pertanahan, penataan ruang dan

    lingkungan (Ilhami, 1990:8-11; dan Abrar, 1994:12-14) antara

    lain:

  • 40

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

    2. Undang-Undang Pembentukan Kota. Lembaran Negara

    Tahun 1948 Nomor 168 Stadsvormingordinantie/SVO 1948.

    dan Peraturan Pemerintah Tentang Pembentukan Kota.

    Lembaran Negara No. 40 Tahun 1949 disebut

    Stadsvormingsverordening/S.V.V. Tahun 1949.

    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, mengatur tentang

    kota yang dapat dibentuk sebagai kotapraja dengan

    ketentuan jumlah penduduk sekurang-kurangnya mencapai

    50.000 jiwa.

    4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, tentang Kota

    (Kotaraya, Kotamadya, Kotapraja, dengan memperhatikan

    faktor sosial, ekonomis, kependudukan, dan lain-lain.

    5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

    Dasar Pokok-pokok Agraria.

    6. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan

    Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya.

    7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan

    Hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

    8. Undan-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite

    Nasional Daerah; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948

    tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 1

  • 41

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 tentang Penyerahan

    Tugas-tugas Pemerintahan Pusat dalam Bidang

    Pemerintahan Umum, Perbantuan Pegawai Negeri dan

    Penyerahan Keuangan kepada Pemerintah Daerah; Undang-

    Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok

    Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

    tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; telah diganti

    dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Daerah.

    9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

    ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; telah

    diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

    tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    10. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

    Susun.

    11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan

    dan Permukiman.

    12. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

    Ruang.

    13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

    Pendaftaran Tanah, telah diganti dengan Peraturan

  • 42

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

    Tanah.

    14. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara

    Penetapan ganti kerugian oleh Pengadilan Tinggi

    sehubungan dengan Pencabutan hak-hak atau tanah dan

    benda-benda yang ada di atasnya.

    15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang

    Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara

    Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

    16. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang

    Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunban untuk

    Kepentingan Umum.

    17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1980

    tentang Penyusunan Rencana Kota.

    18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987

    tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.

    19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1988

    tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses

    Perencanaan Tata Ruang di Daerah.

    20. Keputusan Bersama Mendagri dan Menteri Pekerjaan Umum

    Nomor 650-1595 : 503/KPTS/1985 tentang Tugas dan

    Tanggung Jawab Perencanaan Kota.

  • 43

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 1988

    tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam

    Negeri Nomor 2 tahun 1987.

    22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 650 658 tentang

    Tatahukum Rencana Kota untuk Umum.

    23. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988

    tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah

    Perkotaan.

    24. Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Manokwari Nomor 9

    Tahun 1987 tentang Rencana Induk kota Manokwari Tahun

    1984-2004.

    25. Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Manokwari Nomor 11

    Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II

    Manokwari.

    26. Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Manokwari

    Nomor 322 Tahun 1996 tentang Pemberlakuan Peraturan

    Daerah Kabupaten Dati II Manokwari No. 11 Tahun 1994

    tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II Manokwari.

  • 44

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    B. Tanah dan Tata Guna Tanah

    1. Tanah dan maknanya

    Tanah erat hubungannya dengan kehidupan

    manusia. Setiap orang menurut Soehadi (Tanpa Tahun:14)

    tentu memerlukan tanah, bukan hanya dalam kehidupan

    tetapi untuk matipun manusia membutuhkan tanah.

    Ter Haar (Salle, 1999: 32) mengemukakan bahwa:

    Hubungan antara manusia dan tanah, yaitu tanahtempat mereka berdiam, tanah yang memberi makanmereka, tanah tempat mereka dimakamkan dan yangmenjadi tempat kediaman orang-orang haluspelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah tempatmeresap daya-daya hidup, termasuk juga hidupnyaummat, oleh karenanya tergantung dari padanya,maka pertalian itu yang dirasakan dan berakar dalamalam pikirannya itu dapat dan seharusnya dianggapsebagai pertalian hukum (rechtsbetrekking) ummatmanusia dengan tanah.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanah

    adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas

    sekali. Dijelaskan pula bahwa tanah juga mencakup aspek

    kultural, kualitas, politis, hukum, pemilikan hak dan juga

    makna spiritualnnya. Tanah juga dihubungkan dengan

    tempat kelahiran dengan sebutan tanah tumpah darah, ibu

    pertiwi dan sebagainya.

  • 45

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Tanah sebagai sumber hidup patut dihormati dan

    lindungi agar hidup manusia dapat terjamin. Namun,

    menurut Erari (1999:25) realitas menunjukkan bahwa tanah

    tidak lagi dihargai, dihormati dan dilindungi, bahkan tanah

    menjadi sumber konflik. Konflik tersebut, menurut Salindehu

    (1987:17) disebabkan tanah dipandang sebagai benda yang

    bernilai ekonomi semata.

    Erari (1999:25-26) mengemukakan bahwa:

    Tanah yang dipandang sekadar dari aspek ekonomi,telah menjadi titik tolak dari berbagai undang-undang dan peraturan kendati secarakonstitusional, soal tanah berada di bawah kontrolUUD ! 45 Pasal 33 yang jelas menyebutkan bahwatanah, air, udara dan segala kekayaan yang terdapatdi dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuk kepentingan rakyat, telah menjadi referensiutama dalam hal pemanfaatan tanah di Indonesia,sehingga interpretasi pasal 33 UUD 1945 adalahpertama, negara mempunyai kepentingan dalam halpenguasaan tanah di Indonesia; dan kedua,penguasaan tersebut hendaknyan menjamin semuapenduduk Indonesia yang memperoleh hak yangsama dari tanah dan semua kekayaan yang terdapatdi dalamnya.

    Konsorsium Pembaruan Agraria Wilayah Irian Jaya

    (1997:193) dalam penelitiannya terungkap bahwa bagi

    masyarakat Papua, tanah bukanlah komoditi. Tanah adalah

  • 46

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    sesuatu yang dianggap sakral. Tanah diibaratkan bagaikan

    ibu yang begitu erat hubungan batin dengan anaknya.

    Makna tanah dikemukakan oleh Mathias Haryadi

    (Erari, 1999:27-28) sebagai berikut:

    Tanah bagi rakyat adalah basis paling elementeryang menentukan hidup matinya manusia. Tanahadalah pijakan fundamental yang menentukankelangsungan hidup manusia, yang mengandung tigaarti. Pertama, tanah adalah tempat manusiamendirikan rumah, di atas tanah dan dalam rumah iatinggal, manusia menemukan basis hidup danidentitasnya. Kedua, di atas tanah itu manusiaberhubungan dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan.Ketiga, tanah memiliki arti ekonomi yang sangatkaya, satu-satunya dan tak mungkin tergantikan.

    2. Hak-hak Masyarakat atas Tanah

    Hak-hak masyarakat atas tanah yang digusur akibat

    penataan ruang kota terdiri atas hak-hak adat masyarakat

    atas tanah, dan hak-hak atas tanah menurut UUPA.

    a. Hak-hak masyarakat adat atas tanah.

    Fauzi (1997:14) menyatakan bahwa tanah memiliki

    dimensi waktu, peringatan akan keberadaan nenek

    moyang sebagai dasar kehidupan sosial, budaya, religi,

    ekonomi, politis, dan sebagai tali ikatan dengan generasi

    yang akan datang.

  • 47

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Masyarakat Indonesia, menurut Sudiyat

    (Syamsudin,dkk, 1998:34) beralam pikiran peran serta

    integral harmonis ke dalam kehidupan alam semesta

    mendambakan suasana selaras, serasi, seimbang-dinamis

    di dalam hidup bermasyarakat. Sebaliknya kepentingan

    perorangan dinilai sebagai integral dari kehidupan

    bersama sebagai suatu keutuhan. Hal ini terbukti adanya

    hak milik perorangan atas tanah, di samping hak ulayat

    persekutuan hukum). Wignjodipoero (1995:198)

    mengemukakan bahwa hak ulayat merupakan

    seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat

    hukum adat yang berhubungan dengan tanah,

    memanfaatkan tanah, memungut hasil hutan, dan juga

    berburu hewan di situ.

    VanVollenhoven (Ohorella, 1993:172)

    mengemukakan pengertian beschikkingsrecht adalah:

    Wewenang dari suatu atau lain persekutuanhukum untuk menguasai tanah dan air yang tidakdiolah atau diolah dalam daerah kekuasaannyauntuk kepentingan warganya atau orang asing(untuk yang terakhir biasanya dengan suatupungutan), hak itu ditarakan denganpertanggungan jawab dari persekutuan hukum ituatas apa yang terjadi di dalam daerahnya.

  • 48

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Berkenaan dengan Hak Pertuanan

    (beschikkingsrecht) Ter Haar (1983:71) mengemukakan

    bahwa:

    Masyarakat dusun (dorpsgemeenschap) danmasyarakat wilayah (streekgemeenschap) berhakatas tanah, mempunyai hak tertentu atas tanah,dan melakukan hak itu, baik ke luar maupun kedalam. Berdasarkan atas berlakunya keluar, makagerombolan itu sebagai kesatuan berkuasamemungut hasil dari tanah itu dengan menolaklain-lain orang berbuat sedemikian itu, pulasebagai kesatuan ia bertanggung jawab terhadaporang-orang luaran masyarakat atas perbuatan-perbuatan pelanggaran (delikten) di bumimasyarakat situ yang sudah dilakukan oleh orang-orang yang tak dapat diketemukan. Berdasarkanatas berlakunya hak ke dalam maka masyarakatitu mengatur pemungutan hasil oleh anggota-anggotanya, yang berdasarkan atas hak daripadamasyarakat itu bersama, dan agar masing-masinganggota mendapat bagiannya yang sah, makamasyarakat itu juga berhadapan dengan anggota-anggotanya, dengan jalan membatasi tuntutan-tuntutan dan hak-hak perseorangan (untukkepentingan masyarakat) dan dengan jalanmelepaskan tanah-tanah yang langsungdiperuntukan kepentingan-kepentinganmasyarakat-masyarakat dari usaha-usahaperseorangan yang memungut hasilnya untuk dirisendiri.

    Hak ulayat atau hak patuanan (beschikkingrecht)

    meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan

  • 49

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    wilayah masyarakat hukum, baik yang sudah dihaki oleh

    seseorang maupun yang belum. Menurut Harsono

    (1999:186) dalam lingkungan hak ulayat tidak ada tanah

    res nullius.

    Hak ulayat diakui keberadaannya sepanjang

    kenyataannya masih ada. Hal ini diketahui dari kegiatan

    sehari-hari kepala adat dan para tetua adat sebagai

    pengemban tugas kewenangan mengatur penguasaan

    dan memimpin penggunaan tanah ulayat yang menurut

    Van Dijk (1979:56-57) memiliki kekuatan berlaku ke luar

    dan ke dalam. Berkenaan dengan hak ulayat, Gautama

    (1990:26) menyatakan bahwa di samping diakui,

    pelaksanaan hak ulayat dibatasi, dalam arti sedemikian

    rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan negara,

    berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh

    bertentangan dengan perundang-undangan di Republik

    Indonesia.

    Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

    Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang

    Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat

    Hukum Adat, pada intinya mengakui adanya hak ulayat

    masyarakat hukum adat, dan dipandang perlu dapat

    didaftarkan.

  • 50

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Dalam masyarakat hukum adat, selain hak ulayat

    ada pula hak perseorangan. Hak perseorangan ini

    bersumber dari hak ulayat. Antara hak ulayat dan hak

    perseoraangan selalu ada pengaruh timbal balik. Makin

    sering usaha yang dilakukan seseorang atas suatu bidang

    tanah, makin eratlah hubungan dengan tanah dan makin

    kuat pula haknya atas tanah tersebut.

    Sejalan dengan hak-hak perseorangan kaitannya

    dengan kepentingan masyarakat, menarik disimak

    konsepsi hukum adat Makassar, sebagaimana

    dikemukakan oleh Salle (1999:10) bahwa:

    Konsepsi hak milik bagi orang Makassardisimpulkan bahwa jabatan raja adalah amanahrakyat, sehingga rakyat bergantung pada raja,bahkan menjadi abdi, abdi kepada raja, tidaktermasuk atas hak milik yang dipunyai olehrakyat. Kalau raja akan membeli hak milik rakyatmaka ia wajib memberikan ganti rugi yang wajaratau menggantinya dengan barang penggantiyang sesuai dengan nilainya. Rakyat akanmemberi permintaan sesuatu secara wajarsepanjang tidak berdasarkan kesewenangan.

    Pengakuan hak-hak adat atas tanah oleh UUPA

    menurut Lev (Abdurrahman, 1994 a:76) bahwa para

    perancang UUPA mengatakan undang-undang karya

    mereka itu didasarkan pada hukum adat, tetapi nyatanya

  • 51

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    UUPA banyak melakukan langkah-langkah besar ke arah

    penghapusan hak-hak milik adat. Alasannya semua tanah

    itu harus tunduk pada tuntutan kepentingan nasional dan

    tujuan persatuan nasional, sekalipun masih mengizinkan

    beberapa kebijaksanaan administrartif sesuai dengan

    hukum adat setempat. UUPA ini jelas sekali mengingkari

    hak-hak adat yang khas. Maksudnya untuk menciptakan

    suatu hukum tanah yang umum bagi seluruh negara.

    b. Hak-hak Atas Tanah menurut UUPA

    Pasal-pasal UUPA menyebutkan adanya dan macam

    hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat (1) dan (2),

    pasal 16 ayat (1) dan pasal 53.

    Pasal 4 ayat (1) dan (2) berbunyi sebagai berikut :

    (1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana

    dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-

    macam hak atas permukaan bumi, yang disebut

    tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai

    oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-

    sama dengan orang-orang lain serta badan-badan

    hukum.

    (2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1)

    pasal ini memberi wewenang untuk

    mempergunakan tanah yang bersangkutan,

  • 52

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang

    ada di atasnya sekadar diperlukan untuk

    kepentingan yang langsung berhubungan dengan

    penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut

    undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum

    yang lebih tinggi.

    Hak-hak atas tanah yang dimaksud pasal 4 UUPA

    ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) adalah hak milik, hak

    guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa,

    hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan

    hak-hak lain yang bersifat sementara sebagaiman di atur

    dalam pasal 53 UUPA yaitu hak gadai, hak usaha bagi

    hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.

    3. Tata Guna Tanah

    Menurut Jayadinata (1999:10) tata guna tanah adalah

    pengaturan penggunaan tanah. Tujuannya menurut Sandy

    (1984:7) untuk:

    a. Mencegah penggunaan tanah yang salah tempat,atau ingin menuju penggunaan tanah yang optimal.

    b. Mencegah adanya salah urus sehingga tanah itusalah, rusak, atau menuju penggunaan tanah yanglestari.

    c. Mencegah adanya tuna kendali atau menuju kearah penggunaan tanah yang senantiasadiserasikan oleh adanya kendali.

  • 53

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Landasan hukum tata guna tanah bersumber pada

    pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tentang hak menguasai dari

    negara. Implementasinya sebagaimana diatur dalam pasal 2

    ayat (2) UUPA dan Pasal 14 UUPA.

    Dalam rangka rencana tata guna tanah, menurut

    Parlindungan (1993:38-39) untuk sampai kepada suatu

    perencanaan yang matang untuk pengembangan tata guna

    tanah tersebut antara lain:

    a. Keterpaduan antar instansi, dan perlu menginsyafibahwa sudah terlalu lama kita bicara secarasektoral dan selalu tidak menguntungkan kepadapembangunan.

    b. Berbagai kendala yang harus diatasi seperti tidakmeratanya penduduk di seluruh Indonesia.

    c. Berbagai produk hukum yang meninjau darisesuatu objek yang berlainan solusinya.

    d. Belum ada daftar yang mantap atas seluruh assetyang ada, seperti, hak-hak atas tanah yang ada,jenis-jenis hak, kemampuan dari tanah tanahtersebut penggunaannya yang belum tertib.Masih tidak beraturan penggunaan tanah, adanyaindustri di daerah permukinan dan sebagainya.

    e. Keterkaitan antara perpajakan denganpemukiman yang terbina baik.

    f. Perkembangan industri yang mempergunakantanah-tanah pertanian subur dan berdampakmengganggu keswasembadaan pangannasional.

  • 54

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Thomas (Catanese & Snyder, 1996:266)

    mengemukakan bahwa perencanaan tata guna tanah

    merupakan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota.

    Menurut Ilhami (1990:122) faktor dominan yang

    berpengaruh terhadap penggunaan tanah di daerah

    perkotaan adalah pemenuhan kebutuhan spiritual dan

    material oleh masyarakat, dengan penggunaan ruang untuk

    melakukan kegiatan, tidak tergantung pada kualitas

    kemampuan tanah.

    Kebutuhan akan penggunaan tanah di kota semakin

    meningkat dipengaruhi oleh nilai tanah. Menurut Chapin

    (Jayadinata, 1999:28) bahwa:

    a. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengantujuan ekonomi, dan yang dapat dicapai denganjual beli tanah di pasaran bebas;

    b. Nilai kepentingan umum, yang berhubungandengan pengaturan untuk masyarakat umumdalam perbaikan kehidupan masyarakat.

    c. Nilai sosial, yang merupakan hal yang mendasarbagi kehidupan (misalnya sebidang tanah yangdipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya)dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilakuyang berhubungan dengan pelestarian, tradisi,kepercayaan dan sebagainya.

  • 55

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Jayadinata (1999:157) mengemukakan bahwa

    penentu tata guna tanah bersifat sosial yakni perilaku

    masyarakat berhubungan dengan nilai dan cita-cita mereka,

    penentu yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi;

    serta kepentingan umum sebagai penentu tata guna tanah

    meliputi kesehatan, keamanan, moral, dan kesejahteraan

    umum, kemudahan keindahan, dan sebagainya.

    C. Perlindungan Terhadap Hakhak Rakyat atas Tanah

    Sarana perlindungan hukum bagi rakyat (termasuk hak

    hak rakyat atas tanah) dalam kepustakaan hukum dikenal ada

    dua jenis sarana perlindungan hukum yang sifatnya preventif

    dan represif.

    Hadjon (1987:2) mengemukakan bahwa pada

    perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan

    kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya

    sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk definitif.

    Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif bertujuan

    mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya

    perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk

    menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat

    signifikant bagi tindak pemerintahan yang didasarkan kepada

    kebebasan bertindak. Dengan adanya perlindungan hukum yang

    preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam

    mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.

  • 56

    PENATAAN RUANG KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK RAKYAT ATAS TANAH DI KOTAMANOKWARI

    Menurut Hadjon (1987:3) sarana perlindungan hukum

    yang preventif agak ketinggalan bila dibandingkan dengan

    sarana perlindungan yang represif, namun dewasa ini sarana

    perlindungan hukum yang preventif dirasakan penting manakala

    dihubungkan dengan asas freies Ermessen. Misalnya keberatan

    (inspraak) dari rakyat atau dimintai pendapatnya mengenai

    rencana keputusan. Di Eropa dikenal misalnya, the right to be

    heard and access to information yang bermakna bahwa individu

    yang terkena tindak pemerintahan dapat mengemukakan hak-

    haknya dan kepentingannya. Intinya rakyat memiliki hak untuk

    didengar, sehingga memungkinkan meminimalisasi sengketa

    antara pemerintah dan rakyat.

    Perlindungan hukum ini berkenaan dengan tiga fungsi

    hukum administrasi yang diketengahkan oleh P. de Haan cs