telur
DESCRIPTION
praktikum telurTRANSCRIPT
-
Dina Andrasyifa 240210120125
V. PEMBAHASAN
Telur merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting bagi tubuh.
Selain kaya nutrisi, telur juga banyak dimanfaatkan dalam pengolahan makanan.
Kandungan protein yang tinggi dan spesifik membuat telur mempunyai nilai
fungsional dalam proses pengolahan makanan. Namun telur juga merupakan bahan
yang mudah rusak dan telah tercatat sebagai salah satu bahan pangan yang sangat
rentan kontaminasi, terutama bakteri patogen. Penanganan telur sebagai bahan
pangan menjadi sangat penting untuk memastikan kualitas telur yang diolah atau
dikonsumsi. Oleh karena itu pemahaman mengenai asal, karakteristik telur dan
fungsinya menjadi sangat penting.
5.1. Pengujian Kualitas Telur
Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi berasal dari
ternak unggas, terutama mengandung protein dan zat-zat makanan yang dtbutuhkan
tubuh manusia seperti asam amino, vitamin, dan mineral yang mudah dicerna. Akan
tetapi disamping bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya
mudah rusak. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan atau usaha-usaha
bidang teknologi kualitas dan penanganan pasca produksi telur. Tindakan ini
penting agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha ini dapat sampai ke
konsumen dengan kualitas yang masih tetap baik (Sulistiati, 1992).
Praktikum kali ini dilakukan pengujian kualitas berbagai jenis telur. Telur
yang diuji kualitasnya antara lain telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur
bebek. Tujuan melakukan kegiatan ini, penulis merasa perlu tentang pentingnya
pengetahuan mempelajari dan mengetrapkan teknik uji kualitas telur. Kegunannya
diharapkan hasil parameter yang diuji dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
dalam upaya mempertahankan mutu telur konsumsi tetap baik atau sesuai standar
mutu. Hasil pengamatan mengenai kualitas telur berbagai jenis unggas sebelum dan
setelah penyimpanan refrigerasi selama satu minggu dapat diamati dalam tabel
berikut.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 1. Kualitas Telur Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
No Parameter Ayam kampung Ayam negeri Bebek
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Bagian Luar
1. Specific
gravity 1,060 1,060 1,065 1,065 1,075 1,075
2. Kondisi Kulit Telur
Ada
tidaknya
retakan
- - - - - Ada
guratan
Warna
Putih Putih
pucat
Coklat
muda
bercak
coklat
tua
Coklat
muda,
bercak
semakin
banyak
Hijau
kebiruan
Hijau
kebiruan
+2
Kehalusan
Halus +3 Halus
+3
Halus
+2, agak
kotor
Halus
+2
Halus
+1.
Agak
kotor
Halus
+1
Bagian dalam
1. Diameter
rongga 2,9 cm 3,6 cm 2,7 cm 3,4 cm 2,6 cm 2,6 cm
2. HU - 62,9076 - 49,2950 - 55,5853
3. Warna
kuning
telur
-
Kuning
oranye
tua
- Kuning
muda +2 -
Kuning
muda
pucat
Berat (gram) 38,4923 38,4185 67,1915 67,0545 65,9751 65,9008
Tebal (cm)
Putih Telur - 0,49 - 0,215 - 0,67
Kuning Telur - 1,00 - 1,11 - 1,69
Kantung udara - 0,77 - - - 0,31
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
5.1.1. Kualitas Telur Bagian Luar
Kualitas telur bagian luar dilakukan dengan pengukuran specific gravity dan
peneropongan. Peneropongan dilakukan dengan cara membersihkan telur terlebih
dahulu, kemudian dilakukan peneropongan pada telur dengan mengamati di bawah
candling atau lampu. Karakteristik yang diamati berupa ada tidaknya retakan pada
kulit telur, kehalusan kulit telur, dan kenampakan kulit telur. Pengukuran specific
gravity telur diawali dengan pembuatan larutan garam dengan berbagai konsentrasi.
Telur dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan garam dengan berbagai
tingkat konsentrasi, dimulai dari larutan garam yang memiliki specific gravity
terendah. Specific gravity telur terlihat ketika telur mulai mengambang pada larutan
-
Dina Andrasyifa 240210120125
garam dengan konsentrasi tertentu. Telur masih dalam kualitas yang baik jika
memiliki specific gravity 1,075 g/cm3.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telur ayam negeri, telur ayam
kampung, dan telur bebek memiliki nilai specific gravity di bawah 1,075 g/cm3
walaupun telah disimpan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi. Telur bebek
memiliki nilai specific gravity sebesar 1,075 g/cm3 namun masih dapat dikatgorikan
dengan telur berkualitas baik. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa
specific gravity lebih dari 1,075 atau semakin besar maka kualitas telur (kulit) baik
dan berat jenis telur hampir sebagian dipengaruhi oleh berat jenis cangkang/kulit
telurnya.
Pengmatan mengenai keretakan telur selama penyimpanan hanya terjadi
pada telur bebek. Retakan yang terdapat pada cangkang berupa guratan. Guratan
yang terdapat pada cangkang telur bebek tidak sampai menyebabkan keretakan,
sehingga penurunan kualitas pada telur bebek dapat dikatakan tidak signifikan.
Pengamatan mengenai warna dan kehalusan dapat diamati sebelum dan setelah
penyimpanan. Warna dan kehalusan pada cangkang berbagai jenis sampel telur
tidak mengalami perubahan yanag signifikan selama penyimpanan. Warna kulit
telur pada masing-masing telur terdapat perbedaan yang nyata. Telur ayam
kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek dalam keadaan segar memiliki warna
kulit telur berturut-turut adalah putih gading, coklat muda berbintik, dan hijau
kebiruan. Setelah penyimpanan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi, kulit telur
tersebut sedikit mengalami perubahan warna. Warna kulit telur ayam kampung,
telur ayam negeri, dan telur bebek setelah penyimpanan selama 1 minggu berturut-
turut adalah putih kecoklatan, coklat muda berbintik (+), dan hijau kebiruan pucat.
Warna kulit telur yang berbeda-beda dipengaruhi oleh pigmen yang terkandung
dalam kulit telur.
Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat dan telur bebek
berwarna kehijauan. Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna
utama, putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-
masing ayam (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna coklat pada kerabang
dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin,
uroporpirin, dan beberapa jenis porpirin yang belum teridentifikasi (Miksik et al.,
-
Dina Andrasyifa 240210120125
1996). Warna kulit telur bebek hijau kebiruan disebabkan adanya pigmen biliverdin
yang berwarna hijau (dihasilkan oleh hati) dan zinc chelate. Biliverdin merupakan
senyawa pigmen empedu dari keluarga porpirin hasil lintasan katabolik gugus heme
dari hemoglobin yang terdapat di dalam eritrosit, oleh enzim heme oksigenase dan
berfungsi untuk pewarnaan cangkang telur, pigmen tersebut menghasilkan warna
biru-hijau. Warna kerabang selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi
oleh konsentrasi pigmen warna telur dan juga struktur dari kerabang telur.
Telur ayam kampung dan telur bebek yang diamati memiliki permukaan
kulit telur yang halus, sedangkan telur ayam negeri memiliki permukaan kulit telur
yang kasar. Kulit telur ayam yang kasar dapat disebabkan gangguan saat ayam
sedang bertelur sehingga telur tertahan lebih lama di salurannya, perubahan
program pencahayaan selama proses bertelur, kekurangan air minum, ataupun
infeksi bronchitis (Kurtini et al., 2014).
5.1.2. Kualitas Telur Bagian Dalam
Kualitas telur bagian dalam diuji dengan melakukan pengukuran terhadap
diameter rongga udara, nilai Haugh Unit, dan pengukuran kecerahan kuning telur.
Pengukuran diameter rongga udara diawali dengan membersihkan telur terlebih
dahulu. Telur yang telah dibersihkan kemudian diamati di bawah candling/ lampu.
Bagian rongga udara telur diamati, rongga udara ditandai dengan bagian gelap
ketika diamati di bawah lampu. Diameter rongga udara kemudian ditandai dan
dilakukan pengukuran.
Nilai pengukuran haugh unit dilakukan dengan menggunakan beberapa
tahapan. Telur yang telah disimpan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi
ditimbang untuk mengetahui berat telur akhir. Telur kemudian dipecahkan untuk
mengukur ketebalan putih telur menggunakan micrometer pada bagian pinggir
putih telur dan pinggir kuning telur. Data yang diperoleh digunakan untuk
menghitung nilai Haugh Unit menggunakan rumus sebagai berikut.
HU= 100 Log(H+ 7,57- 1,7W0,37)
Keterangan:
HU = Haugh Unit
H = Tinggi putih telur
-
Dina Andrasyifa 240210120125
W = Bobot putih telur
Kriteria nilai Haugh Unit adalah sebagai berikut:
- Nilai HU < 31 : kualitas C
- Nilai HU 31-60 : kualitas B
- Nilai HU 60-72 : kualitas A
- Nilai HU > 72 : kualitas AA
Pengukuran warna kuning telur dilakukan dengan menggunakan color fan.
Tahapan yang dilakukan ialah telur dipecahkan dalam wadah yang datar, kemudian
warna kuning telur dibandingkan dengan Yolk colour fan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter telur ayam kampung
meningkat dari 2,9 cm menjadi 3,6 cm. Hal ini juga terjadi pada telur ayam negeri
dimana diameter mngalami pembesaran dari 2,7cm menjadi 3,4 cm. Namun
perubahan diameter rongga udara tidak terjadi pada sampel telur bebek.
Pembesaran kantung udara terjadi karena adanya pelepasan gas seperti CO2,
NH3, N2, dan kadang-kadang H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik
isi telur selama penyimpanan telur. Mengenai hal ini Romanoff dan Romanoff
(1963) menyatakan bahwa diameter, tinggi dan volume rongga udara merupakan
fungsi waktu. Pertama diameter dan tinggi rongga udara berubah dengan cepat,
tetapi rata-rata pertambahan segera berkurang dan selanjutnya menjadi sangat
lambat pada telur-telur yang lebih tua (Stadelman dan Cotteril, 1973). Romanoff
dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang
mengakibatkan terjadinya penguapan, sehingga rongga udara terbentuk lebih besar.
Kantung udara berada pada bagian tumpul dari telur. Posisi peletakan telur dengan
bagian tumpul di bawah menyebabkan ruang udara mendapat tekanan dari isi telur,
sebaliknya pada bagian tumpul diatas, dan pada penyimpanan yang lama diduga
dapat mengkibatkan terjadinya perubahan besar kantung udara yang pada akhirnya
mempengaruhi kualitas telur, sehingga posisi peletakan dan lama penyimpanan
merupakan dua faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya mempertahankan
kualitas telur pada suhu refrigerasi.
Berat telur ayam kampung, telur ayam ngeri, dan telur bebek mengalami
penurunan setelah penyimpanan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi.
Penurunan berat telur tertinggi terjadi pada telur ayam negeri. Menurut Mountney
-
Dina Andrasyifa 240210120125
(1976), bahwa prositas kerabang mempunyai kaitan yang erat dengan penurunan
berat telur selama penyimpanan. Suhu refrigerasi dapat menghambat kecepatan
penyusutan berat telur dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Penyusutan
telur akan dipercepat pada penyimpanan suhu yang lebih tinggi, karena terjadinya
peningkatan porositas kerabang. Semakin lama waktu penyimpanan semakin
bertambah besar penyusutan berat telur. Penyusutan berat telur yang terjadi selama
penyimpanan disebabkan oleh penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari dalam isi
telur melalui pori kerabang. Penguapan dan pelepasan gas ini terjadi secara terus
menerus selama penyimpanan sehingga semakin lama telur disimpan berat telur
akan semakin berkurang. Penurunan berat telur selama penyimpanan dipengaruhi
oleh suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan porositas kerabang telur. Menurut
Sudaryani (2000) penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan
sedikit H2S sebagai hasil degradasi bahan bahan organik telur terjadi sejak telur
keluar dari tubuh ayam melalui pori kerabang telur dan berlangsung secara terus
menerus sehingga menyebabkan penurunan kualitas putih telur, terbentuknya
rongga udara, dan menurunkan berat telur.
Nilai Haugh Unit merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen
telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai Haugh Unit ditentukan
berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dan tinggi putih
telur. Menurut Stadelman dan Cotteril (1995) dipengaruhi oleh kandungan
ovomucin yang terdapat pada putih telur. putih telur yang semakin tinggi, maka
nilai Haugh Unit yang diperoleh semakin tinggi. Putih telur yang mengandung
ovomucin lebih sedikit maka akan lebih cepat mencair (Mountney, 1976). Selama
penyimpanan Haugh Unit mengalami penurunan. Penurunan nilai Haugh Unit
menurut Silverside dan Budgell (2004) disebabkan oleh beberapa perubahan.
Perubahan tersebut antara lain, penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH dan
CO2. NaOH yang dibentuk akan diurai menjadi Na+ dan OH- sedangkan CO2 yang
dibentuk akan menguap, sehingga meningkatkan pH putih telur. Peningkatan pH
tersebut akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozym yang menyebabkan
kondisi putih telur menjadi encer. Reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut:
NaHCO3 NaOH + CO2
NaOH Na+ + OH-
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Hal lain yang menyebabkan bagian putih telur menjadi lebih encer menurut Sirait
(1986) disebabkan hilangnya sebagian protein ovomucin yang berfungsi sebagai
pembentuk struktur putih telur. Nilai Haugh Unit telur ayam kampung, telur ayam
negeri, dan telur bebek berturut-turut adalah 62,9076; 49,2950; dan 55,5853.
Berdasarkan nilai Haugh Unit tersebut, diantara ketiga telur tersebut yang memiliki
kualitas tinggi adalah telur bebek, hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryani (2000)
yang menyatakan bahwa Nilai Haugh Unit yang tinggi menunjukkan kualitas telur
tersebut juga tinggi. Nilai Haugh Unit dipengaruhi umur unggas, dengan
pertambahan umur unggas maka akan menurunkan nilai Haugh Unit, karena
kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi unggas semakin menurun.
Kualitas kuning telur dilakukan dengan menentukan skor warna kuning
telur dengan menggunakan yolk colour fan yang terdiri dari 15 seri warna, warna
kuning telur merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam
penentuan kualitas telur oleh konsumen. Perbandingan warna kuning telur dapat
diamati dalam skala yolk color fan.
Gambar 1. Yolk color fan Sumber: Anonim (2014)
Warna kuning telur dapat diukur dengan skala Roche yang terdiri dari kuning pucat
(1) sampai orange (15). Warna kuning telur dari yang tertinggi hingga terendah
adalah telur ayam kampung, telur bebek negeri, dan telur ayam negeri dengan nilai
masing-masing sebesar 13, 7, dan 4. Masyarakat sangat menggemari warna kuning
telur antara 9 sampai 11 dalam skala Roche. Warna kuning telur yang disukai
-
Dina Andrasyifa 240210120125
konsumen salah satunya dipengaruhi oleh zat warna xantofil yang banyak terdapat
dalam golongan hidroksi-karotenoid. Zat tersebut selain mempengaruhi warna
kuning telur juga warna kulit, shank, paruh, dan pigmen ini akan disimpan di dalam
kuning telur. Penyebab keragaman warna kuning telur selain disebabkan oleh
jumlah kandungan xantofil dalam bahan pakan, juga disebabkan oleh perbedaan
galur, keragaman individu, sangkar, angka kesakitan (morbiditas), cekaman, lemak
dalam pakan oksidasi xantofil dalam bahan pakan tertentu.
5.2. Pembuatan Telur Asin
Telur tergolong sebagai bahan pangan yang mudah rusak, sehingga untuk
menjaga kesegaran dan mutu telur perlu dilakukan teknik penanganan yang tepat.
Salah satu teknik pengawetan telur adalah dengan pembuatan telur asin. Sebelum
diawetkan telur perlu dibersihkan terlebih dahulu dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran dari permukaan kulit telur. Yang perlu diperhatikan dalam
pencucian ini adalah sifat pori-pori kulit, sifat mengembang dan kontraksi isi telur.
Setalah dilakukan pembersihan barulah dilakukan pengawetan pada telur.
Pengawetan telur prinsipnya adalah menutup pori-pori kulit telur agar tidak
dimasuki mikroba, disamping untuk mencegah keluarnya air dan gas dari dalam
telur. Pengawetan pada telur dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing), perendaman
(immersion liquit), penutupan kulit telur dengan bahan pengawet (shell sealling ),
dan penyimpanan pada ruangan dingin (cool store).
Telur asin merupakan pengawetan telur cara Immersion liquit, yaitu
pengawetan yang dikerjakan dengan cara merendam telur dengan cairan yang dapat
menutup pori-pori kulit telur, sekaligus juga bersifat antiseptik. Lebih bagus bila
ditempatkan pada suhu rendah. Cairan yang digunakan pada pengawetan ini antara
lain larutan air garam, larutan air kapur, ekstrak daun jambu biji. Selain itu
pembuatan telur asin juga dapat dilakukan dengan sistem pengawetan dry peacing,
yaitu dengan melapisi telur menggunakan suatu bahan berupa campuran garam dan
pasir, kapur dengan soda, serbuk gergaji, abu tanah liat, dan jerami.
Praktikum yang dilakukan kali ini menggunakan dua jenis penggaraman
pada telur, yaitu menggunakan perendaman dalam air garam serta pelapisan dengan
-
Dina Andrasyifa 240210120125
menggunakan abu gosok dan garam. Proses pembuatan telur asin menggunakan
metode perendaman dalam larutan garam terdiri dari beberapa tahap, antara lain
sebagai berikut.
1. Persiapan bahan
Telur ayam dan telur bebek dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Telur
yang telah bersih kemudian ditiriskan dan dilakukan pengamplasan pada
permukaan telur. Pengamplasan pada permukaan telur bertujuan agar pori-pori telur
lebih terbuka.
2. Pembuatan larutan garam
Larutan garam yang dibuat memiliki konsentrasi 26,5%. Sebanyak 265
gram garam dilarutan dalam 1000 mL air, dilakukan pengadukan hingga garam
terlarut di dalam air.
3. Pembuatan Telur Asin
Telur yang telah diamplas direndam dalam larutan garam dengan
konsentrasi 26,5%. Permukaan cairan ditutup dengan menggunakan plastik berisi
larutan garam agar telur tetap terendam di dalam larutan garam tersebut. Wadah
ditutup dengan kain dan disimpan selama 4 minggu di suhu ruang dalam keadaan
yang gelap. Telur yang telah direndam dalam larutan garam selama 4 minggu
kemudian ditiriskan dan dilakukan perebusan hingga matang.
Proses pembuatan telur asin menggunakan metode pemeraman
menggunakan adonan abu gosok dan garam terdiri dari beberapa tahap, antara lain
sebagai berikut.
1. Persiapan bahan
Telur ayam dan telur bebek dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Telur
yang telah bersih kemudian ditiriskan dan dilakukan pengamplasan pada
permukaan telur. Pengamplasan pada permukaan telur bertujuan agar pori-pori telur
lebih terbuka.
2. Pembuatan adonan abu gosok dan garam
Abu gosok dan garam masing-masing dilakukan penimbangan dengan
perbandingan 1:4, kemudian dilakukan penambahan air hingga terbentuk pasta
yang homogen dan dapat dipulung.
3. Pembuatan telur asin
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Balut telur dengan adonan tersebut setebal 1 cm hingga seluruh permukaan
telur tertutup secara merata. Telur yang telah dibalut adonan tersebut kemudian
disimpan dalam wadah dan ditutup dengan kain bersih yang basah. Setiap hari
dilakukan pengecekan kain agar selalu dalam keadaan yang basah. Telur disimpan
selama 4 minggu pada suhu ruang dan keadaan yang gelap. Setelah penyimpanan
selama 4 minggu, telur dibersihkan dari adonan abu gosok yang menempel dan
dilakukan perebusan hingga telur matang. Hasil pengamatan terhadap pengamatan
mutu telur segar, telur asin mentah, dan telur asin matang dapat diamati dalam tabel
berikut.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Telur Asin
No. Kriteria
Mutu Ayam 1 Ayam 2 Bebek 1 Bebek 2
Telur Segar
1 Berat
(gram) 69,3428 81,2680 63,1043 62,7134
2 Berat
Jenis 1,060 1,060 1,070 1,060
3 Diameter
(cm) 14,9 15 14 14,5
4 Warna Coklat muda
+2 Coklat muda
Hijau
kebiruan +3 Hijau kebiruan
5 Aroma Amis +2 Amis +2 Amis +3 Amis +3
6 Tekstur Halus, keras
+2
Halus, keras
+2
Halus +2,
keras
Halus +2,
keras
7 Kenamp
akan Baik Baik Baik Baik
Telur Asin
1 Berat 72,6 74,6 61,2 59,2
2 Diameter 14,9 15 14 14,5
3. Warna
Putih
telur Putih +1 Putih +2
Putih bersih
+3 Putih pucat +4
Kuning
telur
Kuning
pucat, warna
merata
Kuning
cerah, warna
tidak merata
Kuning
pucat, putih
di tengah
Kuning pucat
4. Rasa
Putih
telur Asin +4 Asin +3 Asin +2 Asin +1
Kuning
telur Asin +3 Asin +2 Asin +1 Asin
5 Aroma Asin +2 Asin +1 Asin +3 Asin +4
6. Tekstur
Putih
telur Lembek +1,
agak berair
Padat,
lembek +1,
empuk
Lembut,
padat Keras, padat
Kuning
telur
Padat,
berbutir
Berbutir,
padat Berbutir Berbutir
7 Kenamp
akan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Keterangan : Telur Ayam & Bebek 1 = Metode Larutan Garam
Telur Ayam & Bebek 2 = Metode Abu Gosok
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Hasil pengamatan menunjukkan terjadi perubahan karakteristik telur setelah
dilakukan metode penggaraman. Perubahan berat telur ayam dengan metode
penggaraman menggunakan larutan garam mengalami peningkatan, namun metode
penggaraman dengan metode abu gosok mengalami penurunan. Pada telur bebek
perubahan berat telur, baik dengan metode perendaman larutan garam maupun abbu
gosok mengalami penurunan. Tekanan osmotik dalam larutan garam lebih besar
dari pada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke
dalam telur dan menyebabkan kenaikan berat pada telur asin yang dibuat.
Warna yang dihasilkan pada bagian putih dan kuning telur berbagai jenis
sampel memiliki beberapa perbedaan. Pada semua sampel telur, warna putih yang
dihasilkan pada putih telur memiliki warna yang sama, yaitu putih namun dengan
tingkat kecerahan yang sedikit berbeda. Perbedaan menonjol pada warna kuning
yang dimiliki bagian kuning telur. Warna kuning cerah dimiliki oleh sampel telur
ayam asin yang diolah dengan metode abu gosok. Warna kuning telur asin yang
semakin cerah disebabkan karena semakin banyaknya garam yang masuk ke dalam
kuning telur. Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan akan merusak ikatan-
ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat memperbesar diameter granula.
Masuknya air akan semakin memperbesar diameter granula. Semakin banyak air
dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak granula yang membesar,
sehingga persentase kemasiran semakin besar.
Aroma yang dihasilkan oleh berbagai jenis sampel telur adalah asin, dengan
tingkat ketajaman yang berbeda. Aroma asin paling kuat dimiliki oleh telur ayam
metode larutan garam, diikuti dengan telur ayam asin metode abu gosok, telur
bebek metode garam dan telur bebek asin metode abu gosok. Aroma dapat
digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada bahan pangan. Telur asin
yang sudah berbau busuk menandakan bahwa telur asin tersebut sudah tidak layak
untuk dikonsumsi.
Tekstur yang dimiliki berbagai jenis sampel telur asin memiliki perbedaan
yang cukup signifikan. Tekstur putih telur pada telur ayam asin cenderung lembek
dan sedikit berair. Sedangkan pada telur bebek, tekstur putih telur cenderung lebih
keras dan padat. Tekstur bagian kuning telur pada umumnya padat dan berbutir.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tekstur yang diharapkan pada telur asin adalah kenyal di bagian putih telur serta
masir di bagian kuning telur. Menurut Chi dan Tseng (1998), tekstur masir
disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam kuning telur dan adanya
dehidrasi air dari kuning telur selama proses pengasinan akan menyebabkan
tejadinya pengerasan kuning telur. Masuknya garam ke kuning telur menyebabkan
protein mengalami denaturasi, lama kelamaan akan terbentuk gel (koagulasi).
Garam yang masuk ke dalam kuning telur akau melepas ikatan lipoprotein yaitu
kompleks antara lemak dan protein, sehingga lemaknya terpisah dari protein.
Lemak yang terpisah dari protein pada granul akan menyebabkan proteinprotein
tersebut saling menyatu, sehingga padatan grand polihedral semakin membesar dan
menimbulkan tekstur masir.
Rasa yang dimiliki telur asin pada umumnya asin, baik pada bagian putih
maupun uning telur. Namun, tingkat keasinan dari berbagai jenis sampel telur
memiliki perbedaan. Rasa merupakan salah satu faktor penting dalam produk
pangan. Rasa telur asin umumnya terasa asin, sesuai dengan tingkat pemberian
garam dalam pembuatan telur asin dan juga lama pemeraman. Rasa asin yang
dihasilkan terbentuk dari telur asin yang mengeras. Sebagian besar kuning telur asin
akan mengeras dan memberikan rasa asin (Romanoff dan Romanoff, 1963). Garam
yang berdifusi ke dalam kerabang akan terperangkap oleh albumin. Tingginya
kadar garam pada albumin akan menarik air pada kuning telur sehingga
menyebabkan kuning telur semakin mengental dan memberikan rasa asin. Rasa asin
telur asin yang dihasilkan sangat bergantung kepada lama penyimpanan. Bagi yang
menyukai telur asin sebagai teman dari nasi, maka penyimpanan selama 15 hari
cukup maksimal. Selain asinnya kental, kuning telurnya pun kuning tua dan
berminyak, dan untuk sekedar sebagai camilan maka disimpan maksimal 10 hari
sudah cukup (Sudaryani, 1996).
Prinsip pengasinan telur adalah melakukan penetrasi garam masuk ke dalam
telur. Penetrasi garam ke dalam telur disebabkan beberapa faktor. Telur memilki
pori-pori yang menghubungkan permukaan telur dan bagian dalam telur. Melalui
pori-pori inilah garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur
berjalan secara difusi setelah garam berubah menjadi ion-ion. Difusi ion-ion garam
-
Dina Andrasyifa 240210120125
tersebut melalui pori-pori kulit telur, putih telur dan masuk ke kuning telur melalui
membran vitelin (Sukendra, 1976).
Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar dari pada
tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk kedalam telur.
Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi
adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-
. Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga
karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan
selanjutnya ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).
Pemberian garam menurut Belitz dan Grosch (2009) menimbulkan
pengaruh pada kelarutan protein. Pemberian yang terlampau sedikit (konsentrasi
rendah) akan meningkatkan kelarutan protein (efek salting in) dengan menekan
interaksi proteinprotein elektrostatik, sedangkan pemberian garam yang terlampau
banyak (konsentrasi tinggi) akan menurunkan kelarutan protein (efek salting out)
sebagai hasil dari kecenderungan hidrasi ion garam. Perubahan yang terjadi selama
proses pengasinan telur adalah sebagai berikut.
1. Denaturasi protein
Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur
sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-
ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik.
Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang
akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno, 1997).
2. Koagulasi
Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin
berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi
dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur
mengandung komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila
dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang,
akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini
disebut sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi
tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997).
-
Dina Andrasyifa 240210120125
3. Pembentukan Gel
Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem larutan yang
kehilangan sifat mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen
dari gugus fungsional yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi ini adalah
pemerangkapan air,immobilisasi dan pembentukan struktur gel yang stabil
(Fennema, 1985).
Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi,
agregasi, koagulasi dan flokulasi (Pomeranz, 1985). Garam merupakan salah satu
faktor yang inenyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pada
kuning telur. Hal tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari
garam yaitu Na+ dan C1- yang meningkat (Stadelman dan Cotterill, 1977).
4. Proses kemasiran telur
Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke
dalam kuning telur. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan
penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan
fase non polar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Tekstur masir yang ditimbulkan
dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di dalam kuning
telur (Wulandari, 2002).
Tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam
kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan akan
merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat memperbesar
diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar diameter granula.
Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak granula
yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin besar. Kemasiran
merupakan salah satu hal yang paling penting pada telur asin. Tekstur masir pada
kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Ukuran granul
diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke dlam granul dan reaksi
garam dengan low density lipoprotein (LDL). Garam yang masuk ke dalam
kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk
fraksi low density). Hal diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Menurut Belitz dan Grosch (1999), kuning telur merupakan suatu emulsi
lemak dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 213
lemak dan 1/3 protein. Menurut Muchtadi (1992), suatu emulsi dapat dipecahkan
dengan pemanasan dan penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan
fase polar (protein) dan fase non polar (lipid). Rasa masir yang ditimbulkan dari
kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di dalam kuning
telur (Wulandari, 2002). Hal ini juga didukung oleh Chi dan Tseng (1998), yang
menyebutkan bahwa tekstur masir disebabkan oleh adanya pembesaran granula.
Granula merupakan butiran-butiran lipoprotein. Proses pembesaran granula
dimulai dari kuning telur bagian luar ke bagian dalam, karena bagian luar telur
terlebih dahulu bereaksi dengan garam. Granula di dalam kuning telur terdiri
dari phosvitin (12%), high density lipoprotein (8%), low density lipoprotein
(1%) dan very density lipoprotein (sekitar 1%) (Stadelman dan Cotterill, 1995).
5.3. Pembuatan Tepung Telur
Tepung telur merupakan telur segar yang dibentuk menjadi kering melalui
suatu proses pengolahan, sehingga tepung telur tetap merupakan telur mentah
namun, kandungan airnya rendah yaitu kurang dari 10%. Pembuatan tepung telur
dapat meningkatkan daya simpan (shelf life) tanpa mengurangi nilai gizi, volume
bahan menjadi lebih kecil, sehingga lebih hemat ruang dan biaya penyimpanan,
tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan
penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar (Winarno dan Koswara,
2002).
Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan cara
menghilangkan kadar air bahan pangan. Metode pengeringan yang digunakan
dalam pembuatan tepung telur terdiri dari empat macam yaitu pengeringan semprot
(spray drying), foaming drying, pengeringan secara lapis (pan drying) dan
pengeringan beku (freeze drying). Praktikum kali ini membuat tepung telur dengan
menggunakan metode pan drying. Pan drying atau pengeringan lapis tipis
merupakan suatu metode pengeringan dengan menggunakan oven yang dilakukan
secara sederhana. Kelemahan yang dapat timbul pada proses pengeringan metode
pan drying adalah terjadinya reaksi Maillard.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Reaksi Maillard adalah urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus
amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik
pada gula, urutan proses ini diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen
berwarna coklat atau melanoidin (deMan, 1997). Interaksi antara glukosa dengan
komponen yang terkandung dalam telur akan menyebabkan penurunan kualitas
produk tepung putih telur. Reaksi utama yang terjadi dari glukosa dalam
pengeringan telur adalah reaksi glukosaprotein (Maillard). Glukosa ambil bagian
dalam reaksi Mailard dan menyebabkan penyimpangan bau, cita rasa, penurunan
pH dan warna yang lebih tua (Lechevalier, Jeantet, Arhaliass, Legrand, and Nau.,
2007).
Tahap awal yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung telur adalah
pencucian. Pencucian dilakukan bertujuan untuk menghilangkan zat pengotor yang
terdaapat dalam telur. Penepungan dilakukan dengan beberapa sampel, diantaranya
penepungan putih telur, penepungan kuning telur, dan penepungan telur utuh.
Tahapan yang dilakukan setelah pemisaha adalah pengocokan. Selanjutnya telur
yang telah dikocok dipasteurisasi dengan suhu 65C selama tiga menit. Pasteurisasi
pada produk pangan terutama telur telah lama digunakan. Tujuan dari perlakuan
pasteurisasi adalah untuk membunuh beberapa bakteri patogen yang terdapat
didalam produk yang berasal dari telur. Bakteri patogen utama yang difokuskan
adalah Salmonella, karena bakteri ini secara umum berasosiasi dengan telur dan
produk telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Setelah dipasteurisasi, telur
didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tahapan selanjutnya adalah proses
fermentasi dengan menggunakan fermipan sebanyak 0,4% dari berat telur.
Fermentasi adalah suatu proses penghilangan glukosa yang terdapat pada
telur dengan cara menambahkan Saccharomyces sp. yang dilakukan sebelum proses
pengeringan. Penggunaan ragi (Saccharomyces cereviceae) banyak digunakan
dalam fermentasi karena aplikasinya yang mudah, namun pada proses pembuatan
tepung telur belum banyak dipublikasikan. Proses fermentasi dapat menyebabkan
terjadinya perubahan sifat fisik dan fungsional akibat adanya pemecahan glukosa
yang terdapat di dalam telur khususnya putih telur sehingga dapat mencegah
terjadinya reaksi maillard yang dapat memmpengaruhi sifat fisik tepung telur.
Lama fermentasi diperkirakan mempengaruhi sifat fisik dan fungsional tepung telur
-
Dina Andrasyifa 240210120125
yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap lama fermentasi yang
berbeda untuk memaksimalkan sifat fisik dan fungsional tepung telur.
Setelah dilakukan proses fermentasi selama dua jam, maka telur selanjutnya
dikeringkan menggunakan oven bersuhu 45C selama 16 jam. Pengeringan
merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
yang terkandung pada suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan energi
panas. Proses pengeringan makanan merupakan salah satu cara dalam pengawetan
makanan. Pengeringan terhadap telur sudah dilakukan sejak tahun 1880 di Amerika
Serikat. Pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung telur atau telur
bubuk. Proses pengeringan telur dilakukan untuk mengeluarkan air dari cairan telur
dengan cara penguapan hingga kandungan air menjadi lebih sedikit. Metode
pengeringan secara lapis (pan drying) merupakan metode pengeringan yang mudah
dilakukan dan membutuhkan biaya yang murah. Pengeringan ini dilakukan dalam
pembuatan tepung putih telur, tepung kuning telur maupun tepung telur.
Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan pada
pengeringan ini berkisar antara 45-50oC (Berquist, 1964). Menurut Romanoff dan
Romanoff (1963) suhu yang digunakan dalam pengeringan pan drying adalah pada
suhu sekitar 40-45C dengan tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22 jam akan
diperoleh produk kering dengan kadar air 5%. Produk yang dihasilkan dari metode
pan drying adalah remah putih telur, granular putih telur, dan tepung putih telur.
Air yang terkandung pada remah putih telur sekitar 12,16% dengan pH 4,5-7,0
sedangkan kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying
adalah dibawah 16 persen (Berquist, 1964).
Tepung telur yang telah dikeringkan selanjutnya digiling kembali
menggunakan grinder untuk selanjutnya dilakukan pengamatan. Hasil pengamatan
terhadap pembuatan tepung telur dapat diamati dalam tabel berikut.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Sebelum Pengeringan
Bagian
telur
Berat
(gram) Warna Aroma Tekstur Rasa Rendemen
Sebelum Pengeringan
Telur ayam
negeri utuh 175,2
Kuning muda
Amis +2 Sedikit
kental - -
Telur ayam
negeri utuh 174,4 Kuning muda Amis +1 Kental
- -
Putih telur 105,1 Putih pucat Amis +2 Sedikit
kental
- -
Kuning
telur 65,3
Kuning +1
Amis +2 Kental
- -
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Setelah Pengeringan
Bagian
telur
Berat
(gram) Warna Aroma Tekstur Rasa Rendemen
Setelah Pengeringan
Telur ayam
negeri utuh 49.2 Jingga Amis +
Padat,
rapuh,
berminy
ak
- 28,082 %
Telur ayam
negeri utuh 48,2
Kuning
Oranye
Amis +2
Rapuh,
kerimg,
agak
berminy
ak
-
27,637%
Putih telur 46,9 Putih pucat +2 Amis +
Rapuh,
padat,
berminy
ak
- 44,62%
Kuning
telur 31,2 Kuning +2 Amis +
Rapuh,
berminy
ak,
padat
47,78%
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya penurunan berat telur setelah
dilakukan pengeringan. Proses pengeringan yang dilakukan menyebabkan
terjadinya penguapan karbondioksida (CO2) dan air sehingga berat telur berubah
-
Dina Andrasyifa 240210120125
dan mengalami penurunan. Kadar air adalah banyaknya kandungan air yang
terdapat dalam suatu bahan. Nilai kadar air dapat ditentukan dari pengurangan berat
suatu bahan yang dipanaskan pada suhu pengujian. Kadar air erat hubungannya
dengan tekstur produk, cita rasa penampakan, daya simpan suatu bahan pangan
(Winarno, 2002). Menurut deMan (1997) air merupakan faktor pendukung yang
sangat mempengaruhi laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan.
Prinsip dalam pengukuran kadar air adalah dengan cara mengeringkan bahan dalam
oven dengan suhu 105oC hingga dicapai berat yang konstan. Selisih berat sebelum
dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Nilai kadar air yang
rendah akan mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan
kerusakan pada produk (Winarno, 2002).
Perubahan warna juga terjadi setelah dilakukan proses pengeringan.
Perubahan warna yang terjadi dalam setiap perlakuan adalah perubahan warna
menjadi lebih pekat. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya rekasi Maillard
selama proses pengeringan. Kandungan glukosa akan mempengaruhi kecerahan
tepung putih telur (Puspitasari, 2006). Menurut Muchtadi (1993) pada proses ini
glukosa akan bereaksi dengan senyawa amino yang akan menyebabkan
terbentuknya senyawa deoksiketosil dan degradasi strecker yang akan
menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Proses pengolahan
pangan melibatkan reaksi degradasi karbohidrat. Reaksi Maillard terjadi karena
gula dalam bahan pangan dengan temperatur yang tinggi akan mengalami interaksi
komponen asam amino dan adanya komponen nitrogen dalam hasil (MacCarthy,
1989).
Tekstur telur berubah setelah pengeringan menjadi lebih rapuh dan agak
berminyak. Putih telur yang telah dikeringkan akan menghasilkan produk berupa
tepung putih telur. Tepung putih telur biasa digunakan sebagai bahan dalam
pembuatan angel food cake. Angel food cake merupakan jenis kue yang tidak
mengandung lemak. Pembuatan kue ini menggunakan putih telur sebanyak 41,3 %
(Stadelman dan Cotteril, 1995). Syarat mutu tepung putih telur menurut SNI 01-
4323-1996 adalah sebagai berikut.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Putih Telur
Jenis Uji Satuan Persyaratan
oH
Kadar Air
Kadar Protein
Gula Pereduksi
Kadar Abu Total
%
%
%
%
%
6,5 7,5 Maks 8
Min 75
Maks 0,5
Maks 5
Sumber: SNI 01-4323-1996
Menurut deMan (1997) air merupakan faktor pendukung yang sangat
mempengaruhi laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan. Prinsip
dalam pengukuran kadar air adalah dengan cara mengeringkan bahan dalam oven
dengan suhu 105oC hingga dicapai berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan
sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Nilai kadar air yang
rendah akan mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan
kerusakan pada produk (Winarno, 2002).
Tahapan yang dilakukan setelah pengeringan adalah penepungan.
Penepungan dilakukanx dengan menggunakan grinder. Hasil pengamatan terhadap
penepungan tepung telur dapat diamati dalam tabel berikut.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Setelah Penepungan
Bagian
telur
Berat
(gram) Warna Aroma Tekstur Rasa Rendemen
Setelah Penepungan
Telur ayam
negeri utuh 47.3
Kuning +2
Amis + Halus,
berpasir
Khas
telur
seteng
ah
matan
g,
agak
asin
26,997 %
Telur ayam
negeri utuh
41 g Kuning kecoklatan
Amis + Halus
Khas
telur
dan
sedikit
berlem
ak
23,509%
Putih telur 11 Kuning muda,
cerah
Khas
putih telur
Halus,
berpasir
Sedikit
asin,
gurih
10,4662%
Kuning
telur 29,19
Kuning +2
Amis +
Berpasir
, sedikit
kasar
Khas
telur
seteng
ah
matan
g
44,70%
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses penepungan menghasilkan
beberapa parameter yang tidak terlalu signifikan perubahannya. Perubahan
signifikan terjadi pada kolom rendemen. Proses pengeringan yang dilakukan
menyebabkan terjadinya penguapan karbondioksida (CO2) dan air sehingga
persentase nilai rendemen akan berkurang.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
VI. KESIMPULAN
6.1. Pengamatan Segar Telur
1. Specific gravity pada sampel telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan
telur bebek tidak mengalami perubahan.
2. Warna cangkang setelah penyimpanan yaitu telur ayam kampung adalah
putih pucat, telur ayam negeri adalah cokelat muda bercak, dan telur bebek
adalah hijau kebiruan.
3. Kehalusan terbaik dari berbagai jenis sampel telur adalah telur ayam
kampung.
4. Diameter rongga udara telur ayam pada umumnya mengalami peningkatan,
namun pada telur bebek kondisinya stabil.
5. Haugh Unit tertinggi dimiliki oleh telur ayam kampung, lalu diikuti
selanjutnya telur bebek dan telur ayam negeri.
6. Warna kuning terbaik dimiliki telur ayam kampung, diikuti selanjutnya
dengan telur bebek dan telur ayam negeri.
7. Berat telur secara umum mengalami penurunan setelah dilakukan
penyimpanan.
6.2. Pembuatan Telur Asin
1. Bobot telur asin pada umumnya mengalami peningkatan, namun terdapat
pula yang mengalami penurunan.
2. Berat jenis telur asin pada umumnya mengalami peningkatan.
3. Warna putih telur asin dengan metode larutan garam memiliki warna yang
lebih jernih dibandingkan dengan metode penggaraman dengan abu gosok.
4. Warna kuning telur asin dengan metode larutan garam memiliki warna yang
lebih pekat dibandingkan dengan metode penggaraman menggunakan
adonan abu goosk.
5. Tekstur telur asin dengan metode perendaman larutan garam pada bagian
putih telur cenderung lebih lembek dan agak berair, sedangkan pada metode
penggaraman dengan abu gosok bagian putih telur cenderung keras dan
agak padat.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
6. Tekstur telur asin dengan metode perendaman larutan garam pada bagian
kuning telur cenderung lebih padat berbutir dan berwarna pekat, sedangkan
pada metode penggaraman dengan abu gosok bagian putih telur cenderung
padat berbutir dengan intensitas warna yang lebih cerah.
6.3. Pembuatan Tepung Telur
1. Pembuatan tepung telur mengakibatkan turunnya rendemen telur.
2. Pembuatan tepung telur menyebabkan terjadinya perubahan warna karena
adanya reaksi maillard.
3. Pembuatan tepung telur dapat meningkatkan umur simpan telur.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2005. Telur Asin dengan Penyakit. http://www.depkes.go.id/ (Diakses
pada 22 Oktober 2015).
Belitz, H. D. & W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Fourth Edition. Springer,
Germany.
Chi, S. P. and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted picled yolk
from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30.
Fellow, P. 2000. Food Processing Technology. 2nd Ed. CRC Press, USA.
Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York.
Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius, Yogyakarta.
Kartika, Bambang, P. Hastuti, dan W. Suprapto. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan
Pangan. UGM. Yogyakarta.
Margono dan Muljadi. 2000. Studi Transfer Massa Garam dalam Telur Secara
Batch. Laporan Penelitian. Fakultas Teknik UNS, Surakarta.
Miksik, I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian eggshell pigments and their
variability. Comp. Biochem. Physiol. Elsevier Science. 113B: 607-612.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The avian Eggs. John Willey and sons,
Inc, New York.
Setyaningsih. D, A. 2008. Analisis Sensori Untuk Agroindustri, Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1973. Egg Science and Technology. The AVI
Publishing, Inc. Westport. Connecticut.
Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed.
Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.
Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya, Jakarta.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp.) dengan
menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin
selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sulistiati. 1992. Pengaruh Berbagai Macam Pengawet dan Lama Penyimpanan
Terhadap Kualitas Telur Konsumsi. Fakultas Peternakan, IPB Bogor.
Suprapti, M.L. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wulandari, Z. 2002. Sifat Organoleptik, Sifat Fisikikimia dan Total Mikroba Telur
Itik Asin Hasil Penggaraman dengan Tekanan. Tesis. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
-
Dina Andrasyifa 240210120125
JAWABAN PERTANYAAN
1. Mengapa kulit telur harus ditipiskan sebelum dibuat telur asin?
Jawaban:
Agar penetrasi garam dan air dalam bentuk ion lebih mudah masuk ke dalam
lapisan kulit telur. Kulit telur merupakan lapisan keras dan banyak yang
tersusun atas beberapa senyawa protein. Tebalnya kulit telur menyebabkan
ion garam dan air sulit untuk menembus, sehingga apabila ditipiskan,
penetrasi ion garam dan air lebih mudah masuk.
2. Jenis telur apa yang diasinkan? Mengapa?
Jawaban:
Pada umumnya, telur yang diasinkan adalah telur bebek. Hal ini disebabkan
telur bebek memiliki aroma amis cukup tinggi sehingga salah satu cara
untuk mengurangi aroma amis pada telur bebek adalah melakukan
pengolahan dengan melakukan pengasinan. Selain itu, telur bebek memiliki
pori-pori lebih besar dibandingkan dengan jenis telur lainnya sehingga ion
garam dan air lebih mudah masuk dan melakukan penetrasi ke dalam telur.
3. Buatkan gambar struktur telur! Coba jelaskan proses garam menembus kulit
telur melalui bagian apa?
Jawaban:
Penetrasi garam dan air ke dalam telur terjadi setelah garam membentuk ion
Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut masuk secara difusi melewati pori-pori kulit
telur menembus lapisan kutikula, bunga karang, dan mamilari. Setelah itu
-
Dina Andrasyifa 240210120125
ion garam dan air masuk ke membran putih telur, serta menembus lapisan
vielin atau lapisan yang memisahkan putih telur dan kuning telur, baru
selanjutnya masuk ke bagian kuning telur.
4. Reaksi apa yang terjadi pada kulit, putih telur, dan kuning telur ketika
direndam dalam larutan garam?
Jawaban:
Proses difusi. Penetrasi ion garam dan air masuk ke dalam kulit telur melalui
proses difusi. Proses masuknya ion garam dan air ke dalam telur terjadi
karena proses osmosis. Tekanan osmotik air dan garam lebih rendah
daripada tekanan osmotik pada telur.
5. Bagaimana karkateristik telur asin yang diterima masyarakat?
Jawaban:
Berwarna putih susu pada bagian putih telur dan kuning pekat pada bagian
kuning telur serta memiliki rasa asin.
6. Mengapa kuning telur setelah selesai proses pengasinan berminyak? Dari
mana datangnya minyak?
Jawaban:
Air dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur terserap oleh gel yang
terbentuk pada kuning telur. Garam yang ada di kuning telur akan masuk ke
dalam granula-granula kuning telur. Garam tersebut akan merusak ikatan-
ikatan yang terdapat di dalam granula. Sebagian penyusun granula adalah
LDL (Low Dencity Lipoprotein). Kerusakan ikatan pada LDL (Low
Dencity Lipoprotein) ini diikuti oleh putusnya ikatan lemak dan protein.
Protein yang terpisah dari setiap granula bereaksi bersama-sama larutan
garam membentuk struktur tiga dimensi yaitu gel. Gel ini akan menangkap
air yang masuk ke kuning telur.
7. Gambarkan perbedaan warna kuning telur pada telur asin rebus!
Jawaban:
-
Dina Andrasyifa 240210120125
Gambar di atas merupakan perbedaan warna telur asin setelah dilakukan
perebusan. Jenis telur dan metode pada gambar dari kiri ke kanan
diantaranya: telur ayam asin metode larutan garam, telur ayam asin metode
adonan abu gosok dan garam, telur bebek asin metode larutan garam, telur
bebek asin metode adonan abu gosok dan garam. Perbedaan warna pada
telur asin dipengaruhi oleh metode pengasinan yang dilakukan. Dengan
menggunakan larutan garam akan dihasilkan putih telur berwarna putih
bersih dengan sedikit tekstur yang berlubang dan kuning telur berwarna
pekat. Sedangkan metode adonan abu gosok akan menghasilkan warna
putih telur bersih dengan tekstur padat serta kuning telur yang berwarna
lebih cerah.