surimi_the rina_13.70.0055_d2_unika soegijapranata

23
1. MATERI DAN METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres. 1.1.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah daging ikan bawal, es batu, gula pasir, garam dan polifosfat. 1.2. Metode 1 Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut (Fillet daging ikan) ) Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr Pencucian ikan

Upload: praktikumhasillaut

Post on 05-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

surimi berbahan ikan bawal

TRANSCRIPT

Page 1: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1.Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling

daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.

1.1.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah daging ikan bawal, es batu,

gula pasir, garam dan polifosfat.

1.2. Metode

1

Pencucian ikan

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut

(Fillet daging ikan)

Page 2: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

2

Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali

Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging dengan ditambah es batu

Page 3: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

3

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Uji hardness menggunakan texture analyzer

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Thawing

Page 4: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

4

Penghitungan WHC :

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Hasil press digambar di milimeter blok

Page 5: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Di bawah ini adalah tabel hasil pengamatan dari praktikum surimi.

Tabel 1. Hasil pengamatan sensori, WHC, dan hardness dari surimi ikan bawal .

Kelompok PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensoris

Kekenyalan Aroma

D1Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,1%108,24 188.832,63 + ++

D2Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%121,52 216.793,25 + +++

D3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%188,05 130.435,97 ++ +++

D4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%103,44 271.751,05 ++ ++

D5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,873 273.975,32 +++ ++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Berdasarkan tabel diatas, diketahui ikan yang digunakan adalah ikan bawal dengan

perlakuan polofosfat yang berbeda yaitu 0,1% untuk kelompok 1; 0,3% untuk kelompok

2 dan 3; 0,5% untuk kelompok 4 dan 5 serta penambahan sukrosa 2,5% dan garam

2,5%. Pada uji hardness nilai terkecil terdapat pada kelompok D5 yaitu 91,873 gf dan

nilai terbesar terdapat pada kelompok D3 yaitu 188,05 gf. Untuk nilai WHC terkecil

terdapat pada kelomok D3 yaitu 130.435,97 dan nilai WHC yang terbesar terdapat pada

kelompok D5 yaitu 273.975,32. Untuk uji sensoris kekenyalan surimi yang memiliki

tekstur sangat kenyal adalah kelompok D5 dan tekstur yang tidak kenyal adalah

kelompok 1 dan 2, sedangkan untuk aroma yang sangat amis terdapat pada kelompok 2

dan 3 serta untuk aroma yang amis terdapat pada kelompok 1, 4, dan 5.

5

Page 6: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Surimi adalah suatu produk olahan pangan yang bahan baku utama adalah ikan yang

tersusun atas konsentrat protein myofibril yang diekstrak dari daging ikan. Ikan

sebelumnya dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemisahan

antara daging ikan dan tulang kemudian dilanjutkan dengan penggilingan daging ikan

(Agustiani et al, 2006). Dalam jurnal “RECOVERY AND UTILIZATION OF

PROTEIN DERIVED FROM SURIMI WASH-WATER” mengatakan bahwa

pembuatan surimi dapat mengurangi limbah dari ikan, sehingga surimi merupakan

pemanfaatan dari limbah ikan yang bernilai jual dan dapat dimanfaatkan. Surimi

merupakan bahan dasar dari beberapa produk makanan yang telah populer. Sedangkan

menurut jurnal “Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias

furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material”

mengatakan bahwa surimi adalah produk perantara yang berabahan baku ikan yang

akan diolah lebih lanjut. Protein miofibril yang terdapat pada surimi akan menyebabkan

surimi memiliki karakteristik yang khusus. Karakteristik tersebut adalah kemampuan

mempertahankan air, selain itu juga akan membuat surimi memiliki kemampuan dalam

pembentukkan gel. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar

lemak pada ikan, pH, tingkat kesegaran pada ikan, jenis ikan, suhu pada saat

pemrosesan, dan krioprotektan yang digunakan. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi

beberapa hal seperti elastisitas, kekenyalan, warna, aroma, dan rasa dari suatu surimi

yang diproduksi (Benjakul et al., 2004). Surimi dibagi menjadi 2 macam yaitu mu-en

adalah surimi tanpa penambahan garam dan kaen adalah surimi yang ditambahkan

dengan penambahan garam (Agustiani et al, 2006).

Langkah pertama yang dilakuakan pada saat praktikum adalah mencuci ikan bawal pada

air yang mengalir. Pencucian bertujuan untuk membersihkan kotoran yang terdapat

pada ikan bawal. Pencucian digunakan air kran, air kran yang engalir memiliki suhu ±

30°C, hal ini dapat memoengaruhi percepatan degradasi protein pada ikan (Benjakul et

al., 2004). Menurut jurnal “Effect of different salts on dewatering and properties of

yellowtail barracuda surimi” pencucian merupakan tahapan yang paling penting, dimana

komponen yang tidak diinginkan dihilangkan oada tahapan ini. Tahap selanjutnya

6

Page 7: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

7

adalah ikan dibersihkan, dipisahkan antara tulang dan daging serta isi perut ikan,

kemudian daging ikan ditimbang sebanyak 100 gram.daging ikan yang ditimbang

sebanyak 100 gram telah melewati tahap fillet, fillet pada daging ikan bertujuan untuk

memisahkan antara daging ikan yang berwarna putih dengan kepala, tulang, sirip, ekor,

sisik, kulit, serta isi perut. Setelah itu, daging ikan digiling hingga halus menggunakan

blender dan ditambahkan es batu sedikit demi sedikit yang bertujuan untuk menjaga

suhu supaya denaturasi protein terminimalisasi saat proses berlangsung (Benjakul et al,

2003). Proses selanjutnya, daging ikan yang telah digiling dicuci dengan air es sebanyak

3x dengan tujuan untuk menjaga suhu dari daging ikan yang telah digiling agar

denaturasi protein dan lemak terminimalisir (Suzuki, 1981). Lemak dan protein akan

mempengaruhi tekstur dari surimi. Sedangkan untuk penccian dengan es batu berfungsi

untuk menjaga warna adari ikan (Benjakul et al, 2003). Pada saat ikan diproses dapat

terjadi hilangnya pigmen, darah dan juga protein sarkoplasma yang dapat membuat

kualitas dari pembentukan gel menurun, oleh karena itu pencucian dengan air es

sangatlah penting karena suhu akan terjaga, sedangkan suhu yang baik pada saat

pencucian yaitu 5-10°C. Menurut jurnal “Influence of the mixing process on surimi

seafood paste properties and structure” mengatakan bahwa suhu pada saat pembuatan

surimi haruslah dijaga agar protein tidak terdegradasi dan terdenturasi, karena protein

sangat tidak tahan terhadap suhu tinggi. Semakin banyak proses pencucian yang

dilakukan, maka akan mempengaruhi elastisitas dari ikan (Park, 2000). Ikan yang telah

melalui proses penggilingan selanjutnya daging ikan disaring menggunakan kain saring

dengan tujuan untuk mendapatkan filtrat yang nantinya akan ditambahkan sukrosa

2,5% (kelompok D1 dan D2) atau 5% (kelompok D3, D4, dan D5), garam 2,5% untuk

semua kelompok dan polifosfat (0,1 % untuk kelompok D1, 0,3% untuk kelompok D2

dan D3, 0,5% untuk kelompok D4 dan D5). Menurut jurnal “Effect of different salts on

dewatering and properties of yellowtail barracuda surimi” pada proses penambahan

garam berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dan sukrosa berfungsi untuk kekuatan

gel dari surimi. Garam dan sukrosa dapat meningkatkan dapat meingkatkan elastisitas

dan kekeuatan gel karena memiliki kemampuan dalam mengikat air yang akan membuat

gel tetap berada dalam bentuk 3 dimensinya (Agustini et al, 2008).

Page 8: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

8

Langkah berikutnya adalah memasukkan surimi ke dalam wadah polyethylene yang

berfungsi untuk mempermudah penyimpanan dan mencegah terjadinya kekeringan pada

surimi kemudoian surimi dibekukan selama 1 malam yang bertujuan untuk menjaga

surimi dari mikroorganisme karena proses pembekuan akan memperlambat proses

metabolisme dan memperlambat pertumbuhan dari mikroorganisme (Buckle, 1981).

Namun proses pembekuan dapat memberikan dampak yang negatif yaitu dapat

terjadinya proses denaturasi protein . untuk mencegah hal ini terjadi maka

ditmbahkanlah senyawa krioprotektan. Senyawa krioprotektan yang digunakan pada

ssat praktikum adalah polifosfat. Polifosfat yang ditambahkan berfungsi sebagai

senyawa yang menjaga protein dalam surimi tersebut agar tidak mengalami denaturasi

dan degradasi. Selain itu, polifosfat juga dapat memperpanjang umur simpan dari surimi

selama ± 1 tahun dengan WHC, peningkatan elastisitas serta kelembutan dari surimi

dapat terjaga. Polifosfat dapat meningkatkan WHC dan elastisitas karena polifosfat akan

berikatan dengan miosin. Peningkatan suhu akan terbentuk gel akibat dari ikatan yang

ada miosin dan polifosfat. Miosin dan polfosfat akan menyebabkan air tidak keluar

karena pori-pori kapiler tertutup dan ukuran sel yang mikroskopis. Setelah melewati

tahap pembekuan, selanjutnya surimi dithawing dan kemudian dilakukan pengamatan

hardness menggunakan texture analyzer, WHC, dan uji sensoris yang meliputi

kekenyalan dan aroma. Proses thawing bertujuan untuk mencegah kerusakan tekstur

dari surimi akibat peningkatan suhu dari suhu beku ke suhu ruang, yang nantinya dapat

bepengaruh terhadap tekstur surimi. Selain itu, proses pembekuan secara cepat yang

diberikan terhadap surimi akan mempengaruhi kuaitas dari surimi karena surimi akan

mengalami drip loss dapat terminimalisasi (Winarno, 2004).

Dari hasil praktikum yang didapat, untuk pengujian hardness pada surimi nilai terbesar

terdapat pada kelompok D3 yaitu 188,05 gf dan nilai terkecil terdapat pada kelompok

D5 yaitu 91,873 gf. Untuk hasil uji hardness kelompok D1 sebesar 108,24 gf; kelompok

D2 sebesar 121,52 gf; dan kelompok D4 sebesar 103,44 gf. Pengamatan uji hardness

akan berkaitan dengan pengamatan WHC, karena ketika suatu bahan pangan

mempertahankan air maka akan mempengaruhi tekstur (hardness) dari bahan pangan

tersebut. Nilai WHC pada surimi ikan bawal aadalah 188.832,63 untuk kelompok D1,

216.793,25 untuk kelompok D2, 130.435,97 untuk kelompok D3 sebagai nilai WHC

Page 9: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

9

terkecil, 271.751,05 untuk kelompok D4, serta 273.975,32 untuk kelompok D5 sebagai

nilai WHC terbesar. Untuk penambahan sukrosa 5% nilai WHC lebih besar dari pada

penambahan sukrosa 2,5%, tetapi hal ini tidak terjadi pada kelompok D3. Hasil dari

WHC kelompok D3 merupakan hasil yang terkecil. Nilai WHC dengan penambahan

sukrosa 5% lebih besar dari pada nilai WHC penambahan sukrosa 2,5% karena sifat dari

sukrosa memiliki kecenderungan untuk mengikat air, sehingga ini akan menyebabkan

semakin banyaknya air yang terikat maka bahan pangan akan cenderung lebih lunak

akibat dari kadar air yang lebih tinggi (Agustini et al, 2008). Pada hasil praktikum yang

didapatkan kurang sesuai dengan teori yang ada. Untuk nilai hardness kelompok D3

merupakan hardness terbesar, seharusnya hardness kelompok D3 hasilnya dibawah

kelompok D1 dan D2 dengan penambahan sukrosa 2,5%. Sedangkan untuk nilai WHC

dari kelompok D1 lebih kecil dari pada niali WHC kelompok D2. Seharusnya semakin

banyak penambahan sukrosa maka hardness akan semakin kecil dan nilai WHC akan

semakin besar. Hasil WHC yang kurang sesuai ini dapat disebabkan dalam salah

perhitungan yang menggunakan cetakan pada mmblok yang dapat disebabkan oleh tidak

meratanya surimi pada saat dilakukan pengepresan (tebal surimi pada permukaan tidak

merata).

Untuk penambahan polifosfat 0,5% memiliki nilai WHC yang paling besar, hal ini

sudah sesuai. Namun pada penambahan polifosfat 0,1% hasilnya nilai WHC melebihi

penambahan polifosfat 0,3%. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Benjakul et al.

(2003) karena semakin tinggi konsentrasi penambahan polifosfat maka nilai WHC juga

akan semakin tinggi karena polifosfat yang ditambahkan akan berikatan dengan

miofibril. Semakin tinggi konsentrasi polifosfat, maka semakin banyak pula miofibril

yang terikan dan meyebabkan sel mikroskopis dan pori kapiler akan tertutup. Pada

penambahan polifosfat 0,1% nilai WHC lebih besar dari pada penambahan polifosfat

0,3% dapat dikarenakan kurang akuratnya dalam penambahan bahan-bahan yang

ditambahkan pada saat praktikum.

Uji sensoris yang dilakukan pada saat praktikum surimi meliputi kekenyalan dan aroma

yang dilakukan oleh seorang panelis menggunakan indera peraba dan penciuman.

Untuk tingkat kekenyalan dimulai dari tidak kenyal (+), kenyal (++), dan sangat kenyal

Page 10: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

10

(+++) sedangkan tingkat aroma surimi dimulai dari tidak amis (+), amis (++), dan

sangat amis (+++). Pada kelompok D1 dan D2 tingkat kekenyalannya adalah tidak

kenyal, kelompok D3 dan D4 tingkat kekenyalannnya adalah kenyal, serta kelompok

D5 tingkat kekenyalannya adalah sangat kenyal. Seharusnya semakin banyak

konsentrasi polifosfat yang ditambahkan maka surimi akan semakin kenyal (Benjakul et

al., 2003). Hasil praktikum yang didapatkan kurang sesuai dengan teori karena uji

sensoris kekenyalan hanya diujikan pada seorang panelis yang tingkat akurasinya

rendah. Untuk uji sensoris aroma, kelompok 1,4 dan 5 memiliki bau yang amis

sedangkan pada kelompok 2 dan 3 memiliki aroma yang sanganta amis. Berdasarkan

teori dari Buckle (1981) menyatakan bahwa semakin surimi berbau amis dikarenakan

kadar air yang berada didalam surimi masih banyak dimana kondisi tersebut menuntun

pada banyaknya mikroorganisme yang dapat tumbuh. Hal ini berkaitan dengan nilai

WHC, seharusnya semakin besar nilai WHC maka bau yang ditimbulkan akan semakin

amis karena memiliki kandungan air yang banyak didalam surimi yang menyebabkan

pertumbuhan mikroorganisme.

Terdapat beberapa faktor yang memepengaruhi kualitas dari suatu surimi. Beberapa

faktor tersebut mulai dari jenis ikan yang digunakan, pH, kadar protein dan lemak yang

terkandung dalam suatu ikan tersebut, sampai suhu pada saat pembuatan urimi

berlangsung (Benjakul et al., 2004). Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh pencucian

ikan yang akan mempengaruhi protein yang terdapat dalam ikan, penambahan

polifosfat, garam, gula yang akan mempengaruhi surimi dari segi tekstur dan WHC

(Benjakul et al, 2003).

Page 11: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

4. KESIMPULAN

Surimi adalah produk olahan ikan yang mengandung lemak yang rendah namun kaya

akan protein.

Pada saat proses pembuatan surimi, suhu harus tetap dijaga agar tidak terjadi

degradasi protein.

Semakin tinggi nilai WHC, maka hardness yang ditunjukan akan semakin kecil.

Penambahan polifosfat berfungsi untuk menjaga surimi agar tidak kehilangan air.

Garam serta sukrosa yang ditambahkan pada saat proses pembuatan surimi berfungsi

untuk mengikat air.

Semakin banyak konsentrasi polifosfat yang ditambahkan maka semakinkenyal pula

surimi yang terbentu.

Bau amis yang ditimbulkan berasal dari aktivitas mikroorganisme yang didukung

dengan kadar air didlam suri yang tinggi.

Semarang, 27 Oktober 2015 Asisten Dosen

Praktikan, Yusdhika Bayu S

The Rina13.70.0055

11

Page 12: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad, S. F, Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan. Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. (1981). Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ducept, F., et al. (2012). Influence of the mixing process on surimi seafood paste properties and structure. Journal of Food Engineering. Hal: 557-562.

Lertwittayanon, Kosol.,et al. (2013). Effect of different salts on dewatering and properties of yellowtail barracuda surimi. International Aquatic Research 2013, 5:10.

Park S, Brewer MS, Novakovski J, Bechtel PJ, McKeith FK. (2000). Process and characteristics for a surimi-like material made from beef or pork. Journal Food Science 61(2):422-427.

S. Benjakul, S. Yarnpakdee, W. Visessanguan, and S. Phatcharat, “Combination effects of whey protein concentrate and calcium chloride on the properties of goatfish surimi gel,” J. Texture Stud., vol. 41, pp. 341-357, 2004.

S. Benjakul, W. Visessanguan, and J. Turksuban, “Heat activated proteolysis in lizardfish (Saurida tumbil) muscle,” Food Res. Int., vol. 36, pp. 1021-1028, 2003a.

Sanchez, A. M. Martin., et al. (2009). Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. COMPREHENSIVE REVIEWS IN FOOD SCIENCE AND FOOD SAFETY. Vol 8.

Stine, J. J., et al. (2012). RECOVERY AND UTILIZATION OF PROTEIN DERIVED FROM SURIMI WASH-WATER. Journal of Food Quality. ISSN 1745-4557.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Vega, Willian Renzo Cortez., et al. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition Sciences (3) 1480-1483.

12

Page 13: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

13

Winarno, F.G. (2004). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 14: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Kelompok D1

Luas atas=13

36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2

Luas bawah=13

36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2

Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2

mg H 2O=17909,33−8,00,0948

=188832,63 mg

Kelompok D2

Luas atas=13

40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2

Luas bawah=13

40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2

Luas area basah=32040−11480=20560 mm2

mg H 2O=20560−8,00,0948

=216793,25 mg

Kelompok D3

Luas atas=13

32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2

Luas bawah=13

32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2

Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2

14

Page 15: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

15

mg H 2O=12373,33−8,00,0948

=130435,97 mg

Kelompok D4

Luas atas=13

45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2

Luas bawah=13

45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2

Luas area basah=33795−8025=25770 mm2

mg H 2O=25770−8,00,0948

=271751,05 mg

Kelompok D5

Luas atas=13

47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2

Luas bawah=13

47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2

Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2

mg H 2O=25980,86−8,00,0948

=273975,32 mg

Page 16: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

16

6.2. Laporan Sementara

Page 17: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

17

6.3. Diagram Alir

6.4.

Page 18: surimi_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

18

6.5. Abstrak Jurnal