steven johnson syndrome

21
1 Sinrom Steven Johnson pada Anak Usia 13 Tahun Stacia Cicilia Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Kelompok D8/102012132 [email protected] Pendahuluan Latar Belakang Steven Johnson Syndrome(SJS) atau Sindrom Steven Johnson (SSJ) merupakan suatu penyakit kulit yang cukup parah yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang gawat terhadap obat. Efek samping obat tersebut mempengaruhi kulit terutama selaput mukosa. Terdapat beberapa sinonim yang digunakan dengan penyakit ini antara lain Ektoderma Erosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, dan Eeritema Bulosa Maligna. Sindrom Steven Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Steven Johnson saat ini belum diketahui namun

Upload: stacia-cia

Post on 04-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

SJS

TRANSCRIPT

Page 1: Steven Johnson Syndrome

1

Sinrom Steven Johnson pada Anak Usia 13 Tahun

Stacia Cicilia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Kelompok D8/102012132

[email protected]

Pendahuluan

Latar Belakang

Steven Johnson Syndrome(SJS) atau Sindrom Steven Johnson (SSJ) merupakan suatu

penyakit kulit yang cukup parah yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang gawat

terhadap obat. Efek samping obat tersebut mempengaruhi kulit terutama selaput mukosa.

Terdapat beberapa sinonim yang digunakan dengan penyakit ini antara lain Ektoderma

Erosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, dan

Eeritema Bulosa Maligna.

Sindrom Steven Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan

dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang

mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Steven

Johnson saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya

sindrom ini seperti obat-obatan atau infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindroma pada

Sidrom Steven Johnson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya. Sindrom ini

apabila tidak ditangani dengan baik bahkan dapat menyebabkan kematian.

Tujuan

Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada para pembaca

tentang informasi mengenai etiologi, epidemiologi, working diagnosis, differential diagnosis,

diagnosis, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan, prognosis dan edukasi mengenai

Sindrom Steven Johnson.

Page 2: Steven Johnson Syndrome

2

Skenario 14

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis sangat penting untuk dilakukan dalam menegakkan diagnosis, karena dari

anamnesis kita dapat sekitar 80% dalam diagnosis suatu penyakit. Dalam anamnesis perlu

kita tanyakan hal-hal sebagai berikut:

Identitas pasien : nama, usia, tempat tinggal dan pekerjaan

Keluhan utama : apa yang menyebabkan pasien tersebut datang ke dokter. Biasa pada

penyakit kulit yang biasa menjadi keluhan adalah adanya gatal/bercak/bersisik/baal.

Riwayat penyakit sekarang : tanyakan hal-hal yang mendetail mengenai keluhan

utama, misalnya mengenai onset, durasi, apakah disertai perih/tidak, bercaknya

meluas atau tidak,dll. Selain itu juga ditanyakan mengenai gejala penyerta lainnya

seperti demam/pusing/mual.

Riwayat pengobatan : tanyakan juga apakah sudah pernah minum obat sebelumnya

atau sudah pergi ke dokter lain.

Riwayat penyakit dahulu : seperti dirawat di rumah sakit, atau ada riwayat alergi.

Riwayat keluarga : anggota keluarga lain pernah mengalami hal seperti ini tidak.

Pemeriksaan Fisik1

Pada pemeriksaan fisik SSJ, dapat ditemukan kelainan seperti di bawah ini:

1. Kelainan pada kulit

Kemerahan pada kulit bermula sebagai makula yang berkembang menjadi

papula, vesikel, bula, plak urtikaria atau eritema konfluen.

Pusat dari lesi ini mungkin berupa vesikular, purpura atau nekrotik.

Lesi dapat menjadi bula dan kemudian pecah, menyebabkan erosi dan

ekskoriasi pada kulit. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder.

Lesi urtikaria biasanya tidak bersifat pruritik.

Anak laki-laki, 13 tahun, dirawat di RS dengan keluhan melepuh pada kedua lengan, badan atas, bokong dan kedua paha setelah minum obat sejak 2 hari yang lalu.

Page 3: Steven Johnson Syndrome

3

Infeksi merupakan penyebab scar yang berhubungan dengan morbiditas.

Walaupun lesi dapat terjadi dimana saja tetapi telapak tangan, dorsal dari

tangan dan permukaan ekstensor merupakan tempat yang paling umum.

Kemerahan dapat terjadi di bagian manapun dari tubuh tetapi yang paling

umum di batang tubuh.

2. Kelainan pada selaput lendir di orifisium

Kelainan sering terjadi pada mukosa mulut (100%), 50% pada lubang alat

genitalia, jarang pada lubang hidung dan anus (masing-masing 8% dan 4%).

Gejala pada mukosa mulut berupa eritema, edema, vesikel / bula yang

gampang pecah sehingga timbul erosi, ekskoriasi dan krusta kehitaman,

terutama pada bibir. Juga dapat timbul pseudomembran. Lesi terdapat pada

traktus respiratorius bagian atas, faring dan esofagus.

Stomatitis pada mulut dapat menyebabkan pasien sulit menelan

Pseudomembran pada faring menyebabkan pasien sukar bernapas.

Walaupun beberapa ahli menyarankan adanya kemungkinan SSJ tanpa lesi

pada kulit tetapi sebagian besar percaya bahwa lesi mukosa saja tidak cukup

untuk menegakkan diagnosis. Beberapa ahli menyebut kasus yang tanpa lesi

kulit sebagai atipikal atau inkomplit.

3. Kelainan Mata

Yang paling sering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa

konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, iridosiklitis.

4. Tanda-tanda yang mungkin ditemukan selama pemeriksaan:

Demam

Takikardia

Hipotensi

Konjungtivitis

Ulkus kornea

Kejang,koma

Pemeriksaan Penunjang2

Page 4: Steven Johnson Syndrome

4

Pemeriksaan Laboratorium :

Tidak ada pemeriksaan laboratorium selain biopsi yang dapat menegakkan diagnosis SSJ.

a) Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan jumlah leukosit yang normal atau

leukositosis yang nonspesifik. Leukositosis yang nyata mengindikasikan

kemungkinan infeksi bakteri berat.

b) Kultur jaringan kulit dan darah telah disetujui karena insidensi infeksi bakteri yang

serius pada aliran darah dan sepsis yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan

mortalitas.

c) Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven Johnson dengan

panyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya.

d) Elektrolit dan kimia lainnya mungkin diperlukan untuk membantu menangani

masalah lainnya.

e) Kultur darah, urin dan jaringan pada luka diindikasikan ketika dicurigai adanya

infeksi.

Pemeriksaan Radiologi:

Foto rontgen thoraks dapat menunjukkan adanya pneumonitis ketika dicurigai secara klinis.

Akan tetapi foto rontgen rutin biasa tidak diindikasikan.

Pemeriksaan Histopatologi:

Gambaran histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari perubahan

dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa :

1. Infiltrat Sel Mononuklear disekitar pembuluh – pembuluh darah Dermis Superfisial.

2. Edema dan Ekstravasasi sel darah merah di Dermis Papular.

3. Degenerasi Hidrofik lapisan Basalis sampai terbentuk Vesikel Subepidermal.

4. Nekrosis sel Epidermal dan kadang –kadang di Adnexa.

5. Spongiosis dan Edema Interasel di Epidermis.

Working Diagnosis dan Differential Diagnosis3,4

Page 5: Steven Johnson Syndrome

5

A. Steven Johnson Syndrome

Sindroma Stevens-Johnson merupakan suatu sindroma(kumpulan gejala) yang

mengenai kulit,selaput lendIr di orificium dan mata dengan keadaan umum yang

bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang

berat dapat menyebabkan kenmatian, Oleh karena itu penyakit ini merupakan salah

satu kegawat daruratan penyakit kulit. Sindrom ini dianggap sebagai jenis dari

Eritema Multiforme.

Diagnosa ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan

kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis

terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.

Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi,

serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus

berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat

peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau

sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit

direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu

diagnosa kasus-kasus atipik.

Gambar 1. Steven Johnson Syndrome

Sumber : diunduh dari http://www.primehealthchannel.com/steven-johnson-

syndrome.html pada tanggal 19 April 2014 pukul 13.30 WIB

Page 6: Steven Johnson Syndrome

6

B. Nekrolisis Epidermal Toksis

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan suatu penyakit kulit yang juga

disebabkan oleh penggunaan obat. Namun NET kasusnya lebih berat dari SSJ. NET

kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Penyebab NET sama dengan SSJ yaitu karena

reaksi hipersensitivitas terhadap obat, akan tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri.

Biasanya SSJ yang berlanjut akan menjadi NET.

Awal gejala prodromal NET sama dengan SSJ yaitu malaise, mual, muntah,

demam, dsb. Beberapa jam hingga beberapa hari kemudian muncul kelainan kulit

berupa makula, papul, eritematosa, morbiliformis disertai dengan bula flaccid yang

cepat menyebar. Lesi tersebut dapat ditemukan di wajah ekstremitas dan badan. Pada

NET akan ditemukan tanda nikolsky. Tanda nikolsky akan positif apabila saat kita

meggesek kulit, maka kulit akan terpisah hanya dengan gesekan ringan. Pada NET

juga diketemukan adanya epidermolisis yang luas.

Gambar 2. Nekrolisis Epidermal Toksik

Sumber: diunduh dari http://www.avimedi.net/en/stevens-johnson-syndrome-

photos.html pada tanggal 19 April pukul 13.45 WIB

C. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)

Sindrom kulit bersisik karena staphylococcus adalah reaksi terhadap toksin

yang diproduksi oleh staphylooccus, ditandai dengan eritema generalisata dengan

nyeri tekan dan eksfoliasi epidermis superfisialis pada anak yang sakit atau orang

dewasa dengan sistem imun yang tertekan. Kemudian diikuti denngan bula lunak

yang temporer dan lembab. Organisme ini tidak dapat dikultur dari kulit. Terapi

antistaphylococcus sistemik dan penggantian cairan intravena dapat diberikan.

Page 7: Steven Johnson Syndrome

7

Gambar 3. SSSS

Sumber: diunduh dari http://www.dermnet.com/images/Staphylococcal-Scalded-

Skin-Syndrome/picture/7794 pada tanggal 19 April 2014 pukul 14.00 WIB

D. Eksantema Fikstum Multiple

Eksantema Fikstum Multiple (EFM) merupakan suatu penyakit yang juga

disebabkan oleh obat. Kelainannya berupa eritem atau hiperpigmentasi dengan vesikel

atau bula berbentuk bulat atau lonjong diatasnya, berukuran lentikular, numular,

sampai plakat. Lesi dapat timbul paling sering di sekitar mulut, penis. Bila sembuh

lesi akan meninggalkan warna hiperpigmentasi yang akan menghilang dalam jangka

waktu lama.

Persamaanya dengan SSJ adalah sama-sama terdapat eritem, vesikel, dan bula.

Perbedaannya adalah EFM selalu timbul di tempat yang sama dan tidak mengenai

seluruh tubuh.

Gambar 5. Eksantema Fikstum Multiple

Sumber: diunduh dari http://www.slideshare.net/ajiandi/sl-erupsi-akibat-obat-

3718440 pada tanggal 19 April 2014 pukul 14.30 WIB

Page 8: Steven Johnson Syndrome

8

WD/DD Sindrom Steven

Johnson

Nekrolisis

Epidermal Toksik

Staph. Scald.

Skin. Synd.

Eksantema

Fikstum Multiple

Etiologi Obat Obat Staphylococcus Obat

Usia Anak-Dewasa Dewasa-Tua Bayi-Dewasa -

Keadaan

umum

Lebih baik Buruk Lebih baik Lebih baik

Lesi Eritem,

papul,vesikel,

bula, erosi

(seperti melepuh)

Eritem , vesikel,

erosi (seperti

melepuh)

Eritema Eritem, vesikel,

bula

Tanda

Nikolsky

(-) (+) (+) -

Ciri khas Lesi pada telapak

tangan/dorsal dan

lengan ekstensor

Lesi pada mukosa

pipi, bibir,

ekstremitas dan

badan

Lebih sering

pada anak-anak

walaupun

dewasa juga bisa

Lesi timbul pada

tempat yang sama

dan tidak diseluruh

tubuh

Prognosis Lebih baik Buruk Lebih baik Baik

Tabel 1. Perbedaan antara WD dengan DD

Etiologi2

Sindrom Stevens Johnson dapat disebabkan oleh karena:

Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,

influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya)

Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib,

sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfonamide, fenitoin, azitromisin, modafinil,

lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin)

Keganasan (karsinoma dan limfoma)

Faktor idiopatik (hingga 50%)

Sindrom Stevens Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping

yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom Steven

Johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain.

Page 9: Steven Johnson Syndrome

9

Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi

berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik

dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui

menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik

diantaranya sulfonamide (antibiotik), penisilin (antibiotic), barbiturate (sedative),

lamotrigin (antikonvulsan), fenitoin – dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin

dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SJS.

Epidemiologi2

Jumlah kasus di Amerika Serikat cenderung meningkat pada awal musim semi

dan musim dingin. Untuk kasus overlap SSJ/NET, NSAID oksikam (piroksikam,

meloksikam, tenoksikam) dan sulfonamid merupakan penyebab tersering di Amerika

Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Kontras dengan negara-negara Barat,

penyebab tersering di negara-negara Asia Timur dan Tenggara adalah allopurinol.

Predominansi kasus pada ras Kaukasia telah dilaporkan dan rasio pria:wanita

adalah 2:1. Kebanyakan pasien berusia antara 20-40 tahun, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan terjadi pada anak-anak bahkan balita.

Patofisiologi5

Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang

diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat,

infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang

mampu menyebabkan sindroma ini. Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak

terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.

Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin

dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa

menemukan bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan dari

temuan di Asia, dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SJS/TEN yang diinduksi

allopurinol membawa HLA-B58 (alel B*5801 – frekuensi fenotif di Eropa umumnya

3%), mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar suku/etnik, lokus HLA-B

berhubungan erat dengan gen yang berhubungan.

Page 10: Steven Johnson Syndrome

10

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe

III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang

membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya

terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan

kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV

terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang

sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.

Manifestasi Klinik2

SSJ biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa

demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan

atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang

tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata.

Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit

lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.

Pada SSJ, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut,

tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang

sangat besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Sindrom ini jarang

dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan

sampai berat. Pada umumnya yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat

soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal

berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Selain

itu juga akan ditemukannya kelainan kulit pada pemeriksaan fisik.

Komplikasi6

Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

Bronkopneumonia (16%)

Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

Gastroenterologi - Esophageal strictures

Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina

Page 11: Steven Johnson Syndrome

11

Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit

sekunder

Infeksi sitemik, sepsis

Kehilangan cairan tubuh, shock

Komplikasi awal yang mengenai mata dapat timbul dalam hitungan jam

sampai hari, dengan ditandai timbulnya konjungtivitis yang bersamaan pada kedua

mata. Akibat adanya perlukaan di konjungtiva dapat menyebabkan pseudomembran

atau konjungtivitis membranosa, yang dapat mengakibatkan sikatrik konjungtivitis.

Pada komplikasi yang lebih lanjut dapat menimbulkan perlukaan pada palpebra yang

mendorong terjadinya ektropion, entropion, trikriasis dan lagoftalmus. Penyembuhan

konjungtiva meninggalkan perlukaan yang dapat berakibat simblefaron dan

ankyloblefaron. Defisiensi air mata sering menyebabkan masalah dan hal tersebut

sebagai tanda menuju ke fase komplikasi yang terakhir. Yang mana komplikasi

tersebut beralih dari komplikasi pada konjungtiva ke komplikasi pada kornea dengan

kelainan pada permukaan bola mata. Fase terakhir pada komplikasi kornea meningkat

dari hanya berupa pemaparan kornea sampai terjadinya keratitis epitelial pungtata,

defek epitelial yang rekuren, hingga timbulnya pembuluh darah baru

(neovaskularisasi pada kornea) yang dapat berujung pada kebutaan. Akhirnya bila

daya tahan tubuh penderita menurun ditambah dengan adanya kelainan akibat

komplikasi-komplikasi di atas akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius seperti

peradangan pada kornea dan sklera. Peradangan atau infeksi yang tak terkontrol akan

mengakibatkan terjadinya perforasi kornea, endoftalmitis dan panoftalmitis yang pada

akhirnya harus dilakukan eviserasi dan enukleasi bola mata.

Penatalaksanaan2

a. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan

prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi

menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan

life-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5

mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson

berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah

Page 12: Steven Johnson Syndrome

12

masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama

mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg.

Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet

kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20

mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut

dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian

kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan

harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan

diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari

kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan

nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak

tergantung berat badan).

b. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder misalnya bronkopneumonia yang dapat

menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum

luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 60 mg/hari.

c. Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak

dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu

dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi

perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2

hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan

purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari

dan hemostatik.

d. Topikal

Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang

erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

Prognosis3

Page 13: Steven Johnson Syndrome

13

Beberapa orang dengan SSJ dapat mengalami kematian, walaupun dapat

dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi terlalu gawat. Reaksi

ini juga dapat menyebabkan kebutaan total, kerusakan pada paru, dan beberapa

masalah lain yang tidak dapat disembuhkan.

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi

dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan

berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih

berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

Penutup

Kesimpulan

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi

mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium

serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena

penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun

terhadap obat. Ciri khas dari Sindrom Steven Johnson selain adanya kelainan pada mata

adalah lesi pada telapak dan dosum tangan serta ekstensor lengan. Hal ini membuktikan

bahwa anak laki-laki pada skenario benar menderita Sindrom Steve Johnson karena

keluhannya berupa lepuhan pada lengan dan dituliskan setelah minum obat 2 hari yang lalu.

Daftar Pustaka

1. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1. 2006.

JIPMER: India.

2. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition.

Jakarta : EGC. 2004. hal 141-2.

3. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition.

Jakarta: FKUI. 2007. p:154-8.

4. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th

edition. Jakarta: FKUI. 2007. p:163-5.

5. Corwin, Elizabeth. J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2004. p. 123-4.

Page 14: Steven Johnson Syndrome

14

6. Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Jakarta: FKUI.

2004. Hal 135-6.