steven johnson

48
CASE REPORT STEVEN JOHNSON SYNDROME OVERLAP TEN Pembimbing : dr. Hendra Tarigan S., M. Kes., Sp.KK Disusun Oleh: Jarmiati 1018011068 Rizni fitriana 1018011097 Vira weldimira 1018011128 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN 1

Upload: zelvi-nina-prilia

Post on 16-Sep-2015

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

sjs

TRANSCRIPT

CASE REPORTSTEVEN JOHNSON SYNDROME OVERLAP TEN

Pembimbing :

dr. Hendra Tarigan S., M. Kes., Sp.KK

Disusun Oleh:

Jarmiati

1018011068

Rizni fitriana

1018011097

Vira weldimira

1018011128KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINRUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEKBANDAR LAMPUNG2015KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Steven Johnson Syndrome ini. Keberhasilan dalam pembuatan referat ini juga tak lepas dari bimbingan dari Dosen pembimbing kami dr. Hendra Tarigan S, M.Kes, Sp.KK, dr. M. SyafeI Hamzah, Sp. KK, dr. Arif Efendi Sp.KK, dr. Yulisna Sp.KK dan juga teman-teman semua yang telah ikut berperan serta dalam pembuatan laporan kasus ini.Disini penulis berharap semoga dengan adanya case report ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini belum sempurna,untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan pada pembuatan makalah-makalah yang selanjutnya.Bandar Lampung, Maret 2015PenulisDAFTAR ISIKATA PENGANTARDAFTAR ISIABSTRAKI. PENDAHULUANA. Definisi

B. Epidemiologi

C. Latar Belakang

D. TujuanE. Status PasienII. TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi

B. Etiologi

C. Pathogenesis

D. Gejala Klinis

E. Diagnosis

F. Diagnosis banding

G. PengobatanH. Prognosis III. PEMBAHASANIV. KESIMPULANDAFTAR PUSTAKAABSTRAK

STEVENS-JOHNSON SYNDROME OVERLAP TEN

Oleh

JarmiatiRizni FitrianaVira WeldimiraLatar Belakang : Sindroma Stevens-Johnson (SJS) dan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) adalah reaksi mukokutaneus akut yang berat dan sering diperburuk oleh obat-obatan dan terkadang diperburuk oleh adanya infeksi.1-4 Etio-patogenesisnya hingga saat ini belum dapat dijelaskan secara pasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinik, terapi, dan pencegahan komplikasi. Kasus : Seorang pria, 19 tahun, mengeluhkan lepuhan pada kulit yang muncul sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Penyebarannya dari bibir, anggota gerak, punggung, dan leher. Pasien juga mengeluhkan sulit menelan dan nyeri pada mata. Status dermatologi: Pada regio coli, regio thorakolumbal, regio brachii dan ante brachii sinistra & dekstra, sebagian regio genita dan regio cruris, terdapat bula, multiple, ukuran lentikular s.d plakat, sebagian telah mengalami erosi, krusta (+), tersebar diskret beberapa konfluen. Pada regio oris, terdapat krusta hiperpigmentasi. Body surface area 10-30%. Pasie diterapi dengan antihistamin AH-1 Cetirizin, terapi cairan, antibiotik topikal asam fusidat, dan kortikosteroid sistemik metil prednisolon. Terdapat perbaikan pada pasien selama perawatan.

Diskusi : Sindroma Steven Johnson overlap TEN adalah kasus emergensi pada kulit. Penilaian klinis dan terapi yang cepat dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Selain itu diperlukan tata cara penegakan diagnosis yang tepat sehingga dapat menyingkirkan berbagai diagnosis banding.

Kata kunci : Dermatologi, Emergensi, Kortikosteroid, Steven Johnson, TEN

ABSTRACT

STEVENS-JOHNSON SYNDROME OVERLAP TENBy

JarmiatiRizni FitrianaVira WeldimiraBackground : Stevens-Johnson syndrome (SJS) and toxic epidermal necrolysis (TEN) are mucocutaneous drug-induced or idiopathic reaction patterns that became worst by drugs or infections.1-4 The etio-pathogenesis itself is not clearly explained. This studys purpose is to know better about definition, etiology, pathogenesis, clinical manifestations, treatment, and how to prevent the complications.Case : A man, 19 years old, came with burn-like lesions that occured from 10 days ago. The distribution started from lips, limbs, back, and neck. He also felt sore when swallowing, and eyes discomfort. Dermatology status: On colli, thorax posterior, both brachii, both ante brachii, genital, and both cruris regions, there are bullae multiple, it size from lenticular until plaque, half-erotion, crust (+), discrete and some confluens. On oris region there are hiperpigmented crusts. Body surface area 10-30%. Patient treated by antihistamin AH-1 Cetirizine, fluid therapy, topical antibiotic Fusidate acid, and systemic corticosteroid Metil Prednisolone. The patient was getting better during treatment.

Discussion : Stevens-Johnson Syndrome overlap TEN is a life-threatening condition in dermatology. Early clinical assesment and treatment will lead into better prognosis. Also, correct diagnosis procedure so can rule out differential diagnosis.

Keywords : Corticosteroid, Dermatology, Emergency, Stevens-Johnson, TENI. PENDAHULUAN

A. DefinisiSindroma Stevens-Johnson (SJS) dan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) adalah reaksi mukokutaneus akut yang berat dan sering diperburuk oleh obat-obatan dan terkadang diperburuk oleh adanya infeksi.1-4 Mereka sangat berhubungan dengan atau identik dengan, hanya berbeda dengan luasnya permukaan tubuh yang terlibat. Keduanya dicirikan oleh adanya perluasan yang cepat, berupa makula yang ireguler (lesi-lesi target atipikal) dan melibatkan lebih dari satu bagian mukosa (oral, konjungtiva dan anogenital).1 Gejala konstitusional dan keterlibatan organ bagian dalam dapat terjadi dan bisa menjadi berat. Prinsipnya, SJS dan TEN bisa sembuh sendirinya; tingkat kematian dalam TEN adalah bermakana, bagaimanapun, dan sisa gejala bisa terjadi, karena skar dari mukosa. 1-4B. EpidemiologiSindrom Stevens-Johnson adalah suatu kondisi yang jarang terjadi, di Amerika Serikat, terdapat 300 kejadian melaporkan sekitar 2,6 menjadi 6,1 kasus per juta orang per tahun.[5] Kondisi ini sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.[5] Kasus ini telah dilaporkan terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan.[5] Perempuan lebih sering terkena daripada pria dengan rasio 2:3.[4] SSJ juga telah dilaporkan lebih sering terjadi pada ras Kaukasia.[5]Di Indonesia jarang terjadi, hanya sekitar 1-6 per juta orang. Dengan kata lain, rata-rata jumlah kasus sindrom ini hanya sekitar 0,03%.[6] Penelitian menunjukkan bahwa SSJ adalah kasus yang langka. Hanya 1 dari 2000 orang yang mengkonsumsi antibiotik penisilin yang terkena SSJ.[6]C. Latar Belakang

Sindrom Stevens-Johnson merupakan kelainan pada kulit yang serius, di mana kulit dan selaput lendir bereaksi keras terhadap obat atau infeksi.[1] Seringkali, Stevens-Johnson sindrom diawali dengan gejala mirip flu, diikuti dengan ruam merah atau keunguan yang menyakitkan yang menyebar dan lecet, akhirnya menyebabkan lapisan atas kulit mati.[7]Penyebab pasti dari SSJ saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya SSJ seperti obat-obatan atau infeksi virus.[7] Mekanisme terjadinya sindrom pada SSJ adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.[7] Sindrom Stevens-Johnson adalah suatu kondisi medis darurat yang biasanya membutuhkan perawatan di rumah sakit.[7] Perawatan berfokus pada menghilangkan penyebab yang mendasari, mengontrol gejala dan mengurangi komplikasi.[7]

D. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi SJS, tatalaksananya dan prognosisnya.E. Status Pasien

I. IDENTITAS PASIENNama Pasien

: Tn. D YJenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 14 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Teluk Betung BaratStatus

: Single

Agama

: Islam

II. ANAMNESA (autoanamnesis)

Keluhan Utama

: Timbul lepuh di beberapa bagian tubuhRiwayat Penyakit sekarang :

Pasien datang mengeluh terdapat lepuh tidak beraturan dan dengan ukuran yang bervariasi disertai rasa gatal yang timbul di bagian bibir, punggung, leher, tangan dan kedua tungkai sejak 10 hari SMRS.

Lepuhan timbul kurang lebih 10 hari SMRS setelah pasien mengkonsumsi minuman lasegar dan adem sari. Gelembung pertama kali timbul di daerah bibir, semakin lama semakin besar dan terasa gatal. Lama-kelamaan lepuhan tersebut semakin banyak dan menyebar ke daerah tungkai kanan dan kiri, punggung, leher, dan tangan. Jika ditekan, cairan di dalam gelembung/lepuhan akan menjauhi tekanan dan seperti bergerak. Selain keluhan tersebut, pasien merasakan nyeri saat menelan, dan mengeluh matanya terasa pedih seperti ada yang mengganjal.

Pasien berobat ke puskesmas sebanyak tiga kali, diberi 6 macam obat diantaranya salep berwarna biru, tablet warna kuning yang diminum 3x sehari, tablet putih, dan tiga obat lain yang dijelaskan bahwa obat tersebut merupakan vitamin dan obat anti alergi. Namun setelah mengkonsumsi obat tersebut selama satu minggu lebih tidak ada perubahan sehingga pasien dirujuk ke RSAM. Menurut pasien, sebelumnya pernah mengkonsumsi lasegar dan adem sari namun tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini. Riwayat menkonsumsi obat-obatan maupun jamu-jamuan 2 bulan terakhir disangkal. Di keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat yang sama. Pasien memiliki riwayat alergi makanan yakni udang.

Riwayat penyakit dahulu:

riwayat penyakit kulit seperti ini sebelumnya disangkal

riwayat alergi makanan yakni udang riwayat sering bersin pagi hari dan gatal disangkal

riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

riwayat penyakit kulit yang sama disangkal

riwayat penyakit asma disangkal

riwayat alergi makanan dalam keluarga disangkal

riwayat sering bersin pagi hari dan gatal di kulit disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran

: Compos mentis Tanda Vital

Nadi : 84 kali per menit

Pernapasan: 20 kali per menit

Suhu

: Afebris

BB

: 50 kg

TB

: 155 cm

Thoraks: Dalam Batas Normal

Abdomen: Dalam Batas Normal

KGB

: Dalam Batas Normal

STATUS DERMATOLOGIS

1. Pada regio coli, regio thorakolumbal, regio brachii dan ante brachii sinistra & dekstra, sebagian regio genita dan regio cruris, terdapat bula, multiple, ukuran lentikular s.d plakat, sebagian telah mengalami erosi, krusta (+), tersebar diskret beberapa konfluen.

2. Pada regio oris, terdapat krusta hiperpigmentasi.

IV. RESUME

Pasien seorang laki-laki berusia 14 tahun mengeluh terdapat lepuh-lepuh di beberapa bagian tubuh dengan bentuk tidak beraturan dan dengan ukuran yang bervariasi disertai rasa gatal yang timbul di bagian bibir, punggung, leher, tangan, dan kedua tungkai sejak 10 hari SMRS. Keluhan tersebut timbul setelah pasien mengkonsumsi lasegar dan adem sari. Kemudian pasien berobat tiga kali ke puskes dan telah diberi 6 macam obat namun tidak ada perubahan. Pasien juga mengeluh nyeri saat menelan dan nyeri pada mata. Pada regio coli, regio thorakolumbal, regio brachii dan ante brachii sinistra & dekstra, sebagian regio genita dan regio cruris, terdapat bula yang telah pecah serta meninggalkan daerah erosif yang tertutup pseudomembran ukuran lentikuler s/d plakat, diskret beberapa konfluen dan tidak teratur.

V. DIAGNOSIS BANDING

Steven Johnson Syndrome Overlap TEN

Steven Johnson syndrome

TEN

SSSS (Staphylococcus Scalded Skin Syndrome)VI. DIAGNOSIS KERJA

Steven Johnson Syndrome Overlap TEN

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan manual dermatologis: Nikolsky Sign (+)VIII. PENATALAKSANAAN

Umum :

Non medikamentosa

Menghentikan penggunaan obat penyebab Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolot dan protein

Pemberian makanan TKTP

Hindari menggaruk lesi

Khusus :

MedikamentosaTopikal : Kompres terbuka dengan larutan NaCl 0,9% 3 x jam per hari

Asam fusidat 2% cr 2 x sehari

Kenalog in Orabase 2 x sehari di oles di bibir

Sistemik: Cetirizin 1x 10 mg p.o

IVFD NaCl : D5 : RL = 1 : 1 : 1 20 tts/m

Ranitidin 2 x 50 mg IV/ hr

Metil Prednisolon inj. 125 mg/ hari dengan tapering offRencana: konsul ahli THT, Mata, Penyakit Dalam, Cek Lab DL, SGOT, SGPT, UC, elektrolit. Prognosa Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam: Dubia ad bonamFollow UpSabtu, 28 Februari 2015 (Perawatan hari ke 1)

STimbul lepuh di beberapa bagian tubuh yang muncul 10 hari yang lalu.

Lepuhan pertama kali timbul di bibir.

Lepuhan terasa gatal

Lepuhan timbul 2 hari setelah mengkonsumsi lasegar dan mengoleskan adem sari di bibir.

Sulit menelan, mata terasa nyeri.

OKeadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 36,20C

Laju napas = 28x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 80x/menit, teratur, isi cukup

TD= 110/70

Keadaan Spesifik =

Pada regio oris, coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian regio genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat.

Nikolsky Sign (+)Hasil laboratorium -

ASJS Overlap TEN

SJS

TEN

SSS

P Balance cairan 2000cc/hr

Metil Prednisolon 125 mg/ hr

Cetirizine 2x1 mg

Ranitidine 2x 50 mg

Senin, 2 Maret 2015 (Perawatan hari ke 3)

S Lepuh pada bibir sudah pecah. Beberapa lepuh di bagian tubuh lain sudah pecah dan meninggalkan bekas berwarna merah. Lepuhan yang belum pecah terasa gatal.

O Keadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 37,00C

Laju napas = 32x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 88x/menit, teratur, isi cukup

TD= 100/60

Keadaan Spesifik =

Pada regio coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian region genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat.

Nikolsky Sign (+)Hasil laboratorium : -

A SJS Overlap TEN

SJS

TEN

SSS

P Balance cairan 2000cc/hr

Metil Prednisolon 125 mg/ hr

Cetirizine 2x1 mg

Ranitidine 2x 50 mg

Selasa, 3 maret 2015 (Perawatan hari ke 4)

S Pada bibir terdapat keropeng berwarna hitam. Beberapa lepuhan telah pecah dan meninggalkan daerah kemerahan.

O Keadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 36,70C

Laju napas = 28x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 80xmenit, teratur, isi cukup

TD= 110/70

Keadaan Spesifik =

Pada regio, coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian region genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat.

Pada regio oris terdapat krusta hiperpigmentasi

Nikolsky Sign (+)Hasil laboratorium : -

A SJS Overlap TEN

SJS

TEN

SSS

P Balance cairan 2000cc/hr

Metil Prednisolon 125 mg/ hr

Cetirizine 2x1 mg

Ranitidine 2x 50 mg

Rabu, 4 Maret 2015 (Perawatan hari ke 5)

S Sebagian besar lepuhan telah pecah, meninggalkan keropeng-keropeng kering dan daerah kemerahan, terdapat keropeng hitam pada bagian bibir.

O Keadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 36,30C

Laju napas = 20x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 84xmenit, teratur, isi cukup

TD= 100/60

Keadaan Spesifik =

Pada regio, coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian region genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat sebagian telah mengalami erosi, krusta (+), tersebar diskret beberapa konfluen. Pada regio oris terdapat krusta hiperpigmentasi

Laboratorium: -

A SJS Overlap TEN

P Umum :

Non medikamentosa

Menghentikan penggunaan obat penyebab Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolot dan protein

Pemberian makanan TKTP

Hindari menggaruk lesi

Khusus :

Medikamentosa

Topikal : Kompres terbuka dengan larutan NaCl 0,9% 3 x jam/ hr

Asam fusidat 2% cr 2 x sehari

Kenalog in Orabase 2 x sehari di oles di bibirSistemik: Cetirizin 1x 10 mg p.o

IVFD NaCl : D5 : RL = 1 : 1 : 1 20 tts/m

Ranitidin 2 x 50 mg IV/ hr

Metil Prednisolon inj. 125 mg/ hari dengan tapp off

Rencana: konsul ahli THT, Mata, Penyakit Dalam, Cek Lab DL, SGOT, SGPT, UC, elektrolit.

Kamis, 5 Maret 2015 (Perawatan hari ke 6)

SSebagian lepuhan sudah pecah dan tidak timbul lepuhan baru.

O Keadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 36,30C

Laju napas = 20x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 84xmenit, teratur, isi cukup

TD= 100/60

Keadaan Spesifik =

Pada regio, coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian region genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat sebagian telah mengalami erosi, krusta (+), tersebar diskret beberapa konfluen. Pada regio oris terdapat krusta hiperpigmentasi

Laboratorium: -

A SJS Overlap TEN

P Umum :

Non medikamentosa

Menghentikan penggunaan obat penyebab Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolot dan protein

Pemberian makanan TKTP

Hindari menggaruk lesi

Khusus :

Medikamentosa

Topikal :Kompres terbuka dengan larutan NaCl 0,9% 3 x jam/hr

Asam fusidat 2% cr 2 x sehari

Kenalog in Orabase 2 x sehari di oles di bibir

Sistemik: Cetirizin 1x 10 mg p.o

IVFD NaCl : D5 : RL = 1 : 1 : 1 20 tts/m

Ranitidin 2 x 50 mg IV/ hr

Metil Prednisolon 62,5 mg/hr (Telah di tapp off)

Jumat, 7 Maret 2015

SSebagian lepuhan sudah pecah dan tidak timbul lepuhan baru.

O Keadaan Umum = Tampak sakit sedang

Kesadaran = Compos Mentis

Suhu tubuh = 36,30C

Laju napas = 20x/menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

Laju nadi = 84xmenit, teratur, isi cukup

TD= 100/60

Keadaan Spesifik =

Pada regio, coli, thorakolumbal, brachii & antebrachii sinistra et dextra, sebagian region genital dan cruris terdapat bula multiple ukuran lentikular s.d plakat sebagian telah mengalami erosi, krusta (+), tersebar diskret beberapa konfluen. Pada regio oris terdapat krusta hiperpigmentasi

Laboratorium: -

A SJS Overlap TEN

P Umum :

Non medikamentosa

Menghentikan penggunaan obat penyebab Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolot dan protein

Pemberian makanan TKTP

Hindari menggaruk lesi

Khusus :

Medikamentosa

Topikal :Kompres terbuka dengan larutan NaCl 0,9% 3 x jam/hr

Asam fusidat 2% cr 2 x sehari

Kenalog in Orabase 2 x sehari di oles di bibir

Sistemik: Cetirizin 1x 10 mg p.o

IVFD NaCl : D5 : RL = 1 : 1 : 1 20 tts/m

Ranitidin 2 x 50 mg IV/ hr

Metil Prednisolon 62,5 mg/hr

Sabtu, 7 Maret 2015 (perawatan hari ke 8)

Pasien pulang atas permintaan sendiri (APS)

II. TINJAUAN PUSTAKASTEVEN JOHNSON SYNDROME

A. DefinisiSindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan penyakit kulit dan mukosa yang akut dan berat, yang diakibatkan oleh reaksi intolerans terhadap obat dan beberapa infeksi. Sindrom Stevens-Johnson ditandai dengan cepatnya perluasan ruam makula, sering disertai dengan lesi target atipikal (datar, irreguler), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital).1 Keterlibatan yang signifikan pada mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa pada saluran pernapasan bawah dapat berkembang seiiring perjalanan penyakit. Kerusakan yang terjadi pada saluran pencernaan dan pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. Sindrom Stevens-Johnson adalah gangguan sistemik serius dengan potensi morbiditas yang parah dan bahkan kematian.8B. Etiologi

Banyak reaksi etiologi yang diduga berperan, namun obat-obatan yang diduga menjadi penyebab utama sindrom ini. 80 % kasus TEN memiliki hubungan yang kuat dengan pengobatan yang spesifik, kurang dari 5% yang dilaporkan tanpa penggunaan obat sebelumnya. Selain itu juga bahan-bahan kimia, Mycoplasma pneumonia, infeksi virus dan immunisasi juga diaporkan berperan. 50% kasus SJS berhubungan dengan paparan obat; penyebab belum sepenuhnya jelas. Terdapat empat kategori etiologi yaitu (1) infeksi, (2) drug-induced, (3) keganasan, dan (4) idiopatik.5 Pada anak-anak lebih sering disebabkan karena infeksi daripada keganasan atau reaksi terhadap suatu obat.

Oxicam NSAID dan sulfonamides yang paling sering terlibat di negara-negara barat. Di Asia Tenggara, allopurinol adalah yang paling sering.

Obat seperti sulfa, fenitoin, atau penisilin telah ditentukan sebelumnya, ditemukan lebih dari dua pertiga dari semua pasien dengan sindrom Stevens-Johnson (SSJ). Antikonvulsi karbamazepin, asam valproat, lamotrigin, dan barbiturat juga telah terlibat.

Infeksi virus yang telah dilaporkan menyebabkan SSJ adalah herpes simplex virus (HSV), AIDS, infeksi virus coxsackie, influenza, hepatitis, gondok, venereum lymphogranuloma (LGV), infeksi rickettsia, dan variola.

Penyebab bakteri adalah grup A beta streptokokus, difteri, brucellosis, mikobakteri, Mycoplasma pneumoniae, tularemia, dan tifus. Sebuah kasus baru-baru ini dilaporkan SSJ timbul setelah infeksi Mycoplasma pneumoniae. Coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoplasmosis adalah kemungkinan yang disebabkan oleh jamur.

Malaria dan trikomoniasis telah dilaporkan sebagai penyebab protozoa.

Pada anak-anak, Epstein-Barr virus dan enterovirus telah diidentifikasi.

Berbagai karsinoma dan limfoma telah dikaitkan.

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) adalah idiopatik pada 25-50% kasus.Sumber: Wolff, K., Johnson R.A Suurmond, D. Stevens Johnson Syndrom. Fitzpatrick Dermatology Atlas. 5th Edition. 2007. The McGraw-Hill.C. Patogenesis

Penyebab SJS sesungguhnya cukup banyak, namun disebutkan bahwa obat merupakan penyebab utama. Disamping obat, infeksi, vaksinasi, graft-versus-host-disease, terkadang juga dapat menyebabkan SJS. Adanya kelainan metabolism obat dapat menyebabkan terjadinya SJS, meskipun patohenesisnya belum jelas, diduga reaksi imun sitotoksik yang merusak keratinosit yang permukaanya mengandung antigen (obat) berperan pada pathogenesis SJS. Reaksi imun sitotoksik ini akhirnya merusak epidermis. Diduga deposit kompleks imun juga berperan pada pathogenesis SJS. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan circulating immune complex, dan juga didapatkan adanya vaskulitis kompleks imun. [10]Hanya sebagian kecil diketahui tentang pathogenesis SJS dan TEN. Patogenesis tersebut digambarkan sebagai reaksi imun sitotoksik yang menyebabkan kerusakan keratinosit oleh antigen asing (drug-related). Kerusakan epidermal didasari oleh proses apoptosis. Aktivasi obat-obatan spesifik dari sel T telah dijelaskan secara invitro pada sekitar sel mononuclear darah dari pasien dengan ledakan obat. Obat-obatan atau metabolitnya bekerja sebagai hapten (molekul organic kecil yang bersifat antigen) dan membuat antigenik keratinosit dengan mengikat permukaanya. Erupsi kutaneus obat telah dihubungkan dengan penurunan system detoksifikasi dari hepar dan kulit, berakibat pada toksisitas langsung atau perubahan dari komponen keratinosit. Sitokin diproduksi oleh mononuclear sel yang teraktivasi dan keratinosit mungkin berperan pada kerusakan sel setempat, demam, dan malaise. [11]D. Gejala klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal berkisar antara 1-14 hari berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot, dan atralgia yang sangat bervariasi.[10]

Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa : kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.[6]

a. Kelainan kulit

Lesi dimulai sebagai makula yang berkembang menjadi papula, vesikula, bullae, dan plak urtikaria. Pusat lesi ini mungkin vesikel, purpura, atau nekrotik. Lesi memiliki gambaran yang khas, dianggap patognomonik. Namun, berbeda dengan erythema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Inti lesi dapat berupa vesikel, purpura, atau nekrotik, dikelilingi oleh eritema macular. Lesi ini di sebut lesi targetoid. Lesi mungkin menjadi bulosa dan kemudian pecah menyebabkan erosi yang luas, meninggalkan kulit yang gundul sehingga terjadi peluruhan yang ekstensif. Sehingga kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder.Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. Kulit lepuh sangat longgar dan mudah lepas bila digosok. Pada sindrom Stevens-Johnson, kurang dari 10% dari permukaan tubuh yang mengelupas. Sedangkan pada necrolysis epidermis toksik, 30% atau lebih dari permukaan tubuh yang mengelupas. Daerah kulit yang terkena akan terasa sakit. Pada beberapa orang, rambut dan kuku rontok.[6]b. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering adalah mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung (8%), dan anus (4%).[6] Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman.[11] Di mukosa mulut dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta hitam yang tebal. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama. Kerusakan pada lapisan mulut biasanya sangat menyakitkan dan mengurangi kemampuan pasien untuk makan atau minum dan sulit menutup mulut sehingga air liurnya menetes. Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esofagus. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas. Kelainan pada lubang alat genital akan menyebabkan sulit buang air kecil disertai rasa sakit. Kadang-kadang selaput lendir saluran pencernaan dan pernapasan juga terlibat, menyebabkan diare dan sesak napas.[10]c. Kelainan mata

Kelainan mata, merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, blefarokonjungtivitis, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema, penuh dengan nanah sehingga sulit dibuka, dan disertai rasa sakit.[11] Pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.[11] Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.[11]E. Diagnosa

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi disertai gejala prodormal. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi bila meninggi penyebabnya adalah infeksi sekunder, terdapat peningkatan eosinofil jika penyebabnya alergi. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.[11] Gambaran histopatologinya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa : Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superfisial

Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar

Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal

Nekrosis sel epidermal di adneksa

Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan imunofluoresensi untuk membantu membedakan sindrom Steven Johnson dengan penyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya. Menentukan fungsi ginjal dan mengevaluasi adanya darah dalam urin. Pemeriksaan elektrolit di lakukan untuk mengetahui apakah terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan. Dan fototoraks untuk mengetahui adanya komplikasi pneumonitis.[10]F. Diagnosis banding

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)

Dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.[6] Pada penyakit ini terdapat epidermolisis yang menyeluruh yaitu lebih dari 30% epidermis yang terkelupas (tanda Nikolsky positif).[11]

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease)

Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit.[6] Biasanya mukosa jarang terkenaSSSSNETSSJ

EtiologiStaphylococcus aureus, infeksi mata, infeksi THTObat

Reaksi graft vs host

Obat, infeksi, keganasan, post vaksinasi, radiasi, makanan.

PasienAnak-anak, bayi < 5 tahunDewasaDewasa, anak > 3 tahun

Gejala klinis Eritem muka, leher, inguinal, axila (24 jam) generalis (24-48 jam) bula dinding kendur.

Epidermolisis

Nikolsky sign +

Mukosa jarang

PA : celah pada sratum granulosum

Akut

Gejala prodormal

KU buruk

Eritem generalisata, vesikel, bula, purpura

Kulit, mukosa bibir-mulut, orifisium genital

Epidermolisis +

Nikolsky sign +

PA : celah pada subepidermal Gejala prodormal

Trias :

Kulit: eritem, vesikel, bula dan purpura,

Mukosa:orifisium mulut, faring, traktus respiratorius, esophagus (pseudomembran)

Mata

Epidermolisis

Nikolsky sign

PA : kelainan dermis sedikit sampai nekrolisis epidermal

Komplikasi Selulitis, pneumonia, septikemia Akut Tubular NekrosisBronkopneumonia

G. Komplikasi Komplikasi tersering ialah bronkopneumonia, sekitar 16%. Komplikasi lain ialah kehilangan cairan/ darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok, pada mata dapat terjadi ulserasi kornea, uveitis anterior, kebutaan karena gangguan lakrimasi. Pada gastroenterologi teriadi esofageal striktur, pada genitourinari dapat terjadi nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, jaringan parut pada penis, vagina stenosis, dan pada kutaneus terdapat jaringan parut dan deformitas kosmetik. Infeksi dapat kambuh karena penyembuhan ulserasi yang lambat.[5]H. PengobatanPertama, dan paling penting adalah harus segera menghentikan penggunaan obat penyebab yang dicurigai. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan. Orang dengan SSJ biasanya dirawat inap.[8] Bila mungkin, pasien NET dirawat dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi. Pasien SSJ biasanya dirawat di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan dengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk membantu pemulihan. Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis.[7]Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati SSJ/NET. Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini sebaiknya tidak dipakai.[12] Obat ini menekankan sistem kekebalan tubuh, yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi yang gawat, apalagi pada ODHA dengan sistem kekebalan yang sudah lemah.[6]

Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadaan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah : [6]

Segera menghentikan penggunaan obat penyebab yang dicurigai. Kortikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Antibiotika yang diberikan jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. Selain itu obat lain juga dapat digunakan misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg iv dan seftriakson 2 g iv sehari. Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk cetirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari, > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Pada SSJ yang berat diiberikan terapi cairan dan elektrolit, serta diet tinggi kalori dan protein secara parenteral. Dapat diberikan infus, misalnya dekstrose 5%, Nacl 9%, dan Ringer laktat berbanding 1:1:1 setiap 8 jam. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. Pada daerah erosi dan ekskoriasi dapat diberikan krim sulfodiazin perak. Pada kasus purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg iv sehari.

Lesi mulut diberi kenalog in orabase, betadine gargle, dan untuk bibir yang kelainannya berupa krusta tebal kehitaman dapat diberikan emolien misalnya krim urea 10%.

Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis setiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya perlekatan konjungtiva.

Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dengan dosis 0,2-0,75 g / kg berat badan per hari selama empat hari berturut-turut. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS. Transfusi darah 300 cc selama 2 hari jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari.

Efek transfusi darah (whole blood) ialah imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk, setelah pemberian transfusi leukosit cepat menjadi normal. Selain itu darah juga mengandung banyak sitokin dan leukosit, jadi meningkatkan daya tahan tubuh.

Indikasi pemberian transfusi darah pada SSJ dan NET ialah Bila telah diobati dengan dosis adekuat setelah 2 hari belum ada perbaikan.

Bila terdapat purpura generalisata

Jika terdapat leukopeniaSetelah sembuh dari SSJ tidak boleh menggunakan kembali agen atau senyawa yang penyebab. Obat dari kelas farmakologis yang sama dapat digunakan asalkan obat tersebut secara struktural berbeda dengan obat penyebabnya.[13] Karena faktor genetik diduga berperan dalam kerusakan kulit dan timbulnya lepuh akibat obat, sehingga obat yang dicurigai tidak boleh digunakan dalam darah pasien. Tidak ada statistik khusus tentang risiko penggunaan ulang obat yang salah atau kemungkinan desensitisasi pada pasien dengan SSJ.[13]I. Prognosis SSJ adalah penyakit dengan morbiditas yang tinggi, yang berpotensi mengancam nyawa. Tingkat mortalitas adalah 5%, jika ditangani dengan cepat dan tepat, maka prognosis cukup memuaskan.[10] Lesi biasanya akan sembuh dalam 1-2 minggu, kecuali bila terjadi infeksi sekunder. Sebagian besar pasien sembuh tanpa gejala sisa.[13]

Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia, dapat menyebabkan kematian.[6] Pengembangan gejala sisa yang serius, seperti kegagalan pernafasan, gagal ginjal, dan kebutaan, menentukan prognosis.[10] Sampai dengan 15% dari semua pasien dengan sindrom Stevens-Johnson (SSJ) meninggal akibat kondisi ini. Bakteremia dan sepsis meningkatkan resiko kematian.[5]III. PEMBAHASAN

A. Permasalahan

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2. Bagaimana cara menyingkirkan diagnosis banding

3. Apakah tata laksana pada kasus ini sudah tepat?

1.Apakah diagnosis pada kasus sudah tepat?

Pada kasus ini, diagnosa kerja Sindrom Stevens-Johnson ditegakkan berdasarkan:

Anamnesa dari pasienPada anamnesa didapatkan keluhan timbul lepuh pada beberapa bagian tubuh dengan ukuran yang bervariasi yang muncul mulai dari bibir, kemudian di kedua tungkai kaki, lalu meluas ke leher, dada dan punggung yang disertai gatal. Jika ditekan, cairan di dalam lepuhan/gelembung dapat bergeser. Lepuhan-lepuhan tersebut kemudian pecah dan meninggalkan bekas seperti luka bakar. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kedua mata. Satu hari sebelum mengalami keluhan, pasien meminum Lasegar dua kaleng dalam satu hari, serta adem sari yang dioleskan ke bibir sebanyak 4 bungkus. Gambaran KlinisPada regio coli, regio Thorakolumbal, regio brachii dan ante brachii sinistra & dekstra, sebagian regio genita dan regio cruris, terdapat beberapa bula yang sebagian kecil belum pecah dan sebagian besar telah pecah sehingga meninggalkan daerah erosif ukuran lentikuler s/d plakat, diskret beberapa konfluen dan tidak teratur. Pada pemeriksaan dermatologi manual didapatkan Nikolsky sign (+) pada bula yang masih ada.SSJ dapat ditegakkan jika trias SSJ terpenuhi yaitu adanya manifestasi pada kulit, mukosa, dan mata. Pada pasien ini trias SSJ terpenuhi.

2.Bagaimana menyingkirkan diagnosis banding pada kasus ini?

Diagnosis banding pada kasus ini yaitu:Pada kasus ini, diagnosis Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik (TEN) disingkirkan karena luas lesi yang ada. Karena menurut Clinical Dermatology Fitzpatricks, perbedaan dari SSJ, SSJ overlap TEN, dan TEN hanya berdasarkan luas lesi dimana SSJ berkisar 10% dari luas tubuh, SSJ overlap TEN 10 sampai 30% tubuh, sedangkan TEN lebih dari 30% luas tubuh. Pada pasien luas lesi berkisar antara 10-30%, sehingga diagnosis SSJ dan TEN dapat disingkirkan.

Sedangkan diagnosis Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) dapat disingkirkan karena sebelumnya pasien tidak mengalami demam, sehingga dapat dikatakan pasien tidak mengalami gejala prodormal yang biasanya merupakan tanda khas penyakit infeksi. Selain itu secara epidemiologi SSSS lebih sering mengenai bayi yang berusia kurang dari 5 tahun atau anak-anak. Untuk gejala klinisnya pada SSSS jarang terdapat manifestasi ke mukosa, sedangkan pada pasien ini terdapat gangguan menelan yang kemungkinan disebabkan terkenanya mukosa mulut dan orofaring. Maka diagnosis SSSS pun dapat disingkirkan.

3.Apakah tata laksana pada kasus ini sudah tepat?

Pada pelayanan primer, kompetensi dokter pelayanan primer hanya sampai 3B yaitu mampu mendiagnosis dan memberikan tata laksana awal, serta merujuk pada pelayanan sekunder.

Tata laksana yang dapat diberikan dalam pelayanan primer yaitu:

Terapi cairan

Terapi cairan bertujuan untuk mencegah pasien jatuh dalam keadaan dehidrasi karena terdapat diskontinuitas kulit, sehingga cairan tubuh lebih mudah hilang melalui proses evaporasi. Cairan yang diberikan berupa:

NaCl fisiologis dan RL dosis maintanance untuk mencegah hilangnya elektrolit tubuh.

D5 dosis maintanance untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien, karena pada SSJ terdapat manifestasi pada mukosa termasuk mukosa sistem gastrointestinal yang menyebabkan pasien sulit untuk makan. Antihistamin

Antihistamin diberikan untuk mengurangi reaksi hipersensitivitas yang berlangsung. Antihistamin yang digunakan adalah Cetirizine (Antihistamin I generasi II) yang merupakan antagonis selektif reseptor H-1 yang dapat menghambat pelepasan histaminpada fase awal reaksi alergi, mengurangi migrasi sel inflamasi, dan melepaskan mediator yang berhubungan dengan late allergic response.

Rujuk ke pelayanan kesehatan sekunderTerapi Steroid pada SSJ

Tata laksana utama SSJ adalah pemberian steroid. Steroid diberikan melalui intravena dengan dosis 0,8-1,6 mg/kgBB/hari untuk metil prednisolon, atau 1-2 mg/kgBB/hari jika menggunakan prednison oral.Berat badan pasien kurang lebih 50 kg, sehingga dapat diberikan metil prednisolon injeksi 40 sampai 80 mg/hari. Sedangkan pada pasien diberikan metil prednisolon injeksi dengan dosis 125 mg/hari. Pemberian ini kurang tepat karena pasien diberikan dosis yang lebih tinggi dari seharusnya.Tappering off dilakukan apabila lesi lama telah involusi serta tidak terbentuk lesi baru. Penurunan dosis berkisar antara 20-40% atau dari dosis awal, sehingga jika ingin diturunkan dosisnya, maka pasien dapat diberikan metil prednisolon injeksi 30-60 mg/hari. IV. KESIMPULANSindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat yang paling sering adalah oxicam NSAID, sulfonamide, fenitoin, dan penisilin. Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan reaksi hipersensitivitas tipe IV.

SSJ menyebabkan pengelupasan kulit kurang dari 10% permukaan tubuh, pada selaput lendir dapat menimbulkan krusta kehitaman, dan pada mata menyebabkan konjungtivitis purulenta. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk mendiagnosis SSJ kecuali pemeriksaan histopatologis. Diagnosis banding dari Sindrom Steven Johnson yaitu Nekrolisis Epidermal Toksik, Staphylococcal Scalded Skin Syndrom, dan Eritema Multiforme. Dan komplikasi pada SSJ yang paling sering terjadi adalah bronkopneumonia.

Penanganan Sindrom Steven Johnson dilakukan dengan menghentikan obat penyebab, memberi terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan keadaan umum berat. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi. IVIG dapat diberikan untuk mencegah kerusakan kulit yang lebih lanjut dan antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

SSJ adalah penyakit dengan morbiditas yang tinggi, yang berpotensi mengancam nyawa. Jika ditangani dengan cepat dan tepat, maka prognosis cukup memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA1. L. Valeyrie-Allanore, Jean-Claude Roujeau. Epidermal necrolysis (Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th Ed, Vol.1, 2008;p.349-355.

2. S. M. Breathnach. Erythema multiforme, Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Rooks Textbook of dermatology, 8th Ed,2010; Chapter 76.1-223. Maja Mockenhaupt. Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Life threatening dermatoses and emergencies in dermatology, 2008; p.87-96.

4. Steven J. P. Parrillo, Catherine V. Parrillo.. In: Steven-Johnson Syndrome, available at: http://www.emedicine.com5. Djuanda, A. Hamzah, M. Sindrom Stevens Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007 : 163-166. 6. Mansjoer, A. Suprohaita. Wardhani, WI. Setiowulan, W. Erupsi Alergi Obat. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta 2002 7. Pierre-Dominique Ghislain MD, Jean-Claude Roujeau MD : Pengobatan reaksi obat yang parah: Stevens-Johnson Syndrome, Toxic epidermal dan sindrom hipersensitif Necrolysis. Dermatology Online Journal 8(1): 5. 2002.

8. Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC. 9. Steven J. P. Parrillo, Catherine V. Parrillo.. In: Steven-Johnson Syndrome, available at: http://www.emedicine.com10. Wolff, K., Johnson R.A Suurmond, D. Stevens Johnson Syndrom. Fitzpatrick Dermatology Atlas. 5th Edition. 2007. The McGraw-Hill.11. Sindrom steven johnson. http://emedicine.medscape.com/article/1197450.overview#a0101 (diakses 5 Maret 2015)12. S. M. Breathnach. Erythema multiforme, Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Rooks Textbook of dermatology, 8th Ed,2010; Chapter 76.1-2213. Pohan, S.S. dkk. 2005. Sindroma Steven Johnson dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit. Surabaya: FK UNAIR34