alergi sindrom steven johnson

44
Biduran atau kaligata merupakan nama lain dari penyakit kulit urtikaria, dimana tanda kelainan kulitnya adalah timbul bentol- bentol kemerahan, sangat gatal dan sering disertai rasa tertusuk dan panas, dan dasar penyebabnya adalah “AtopiAtopi adalah suatu keadaan/kelainan alergi yang sifatnya diturunkan dari dalam suatu keluarga dengan manifestasi penyakit seperti: dermatitis atopik (radang kulit yang sifatnya berulang-ulang, kelainan kulit ruam yang timbul pada tempat-tempat tertentu dengan tanda-tanda khas sesuai umur bayi, anak atau dewasa), urtikaria (biduran), asma, sering pilek dan bersin sampai hidung mampet, biasanya terdapat pula tanda dan gejala yang ada pada penderita tersebut yaitu:buras di wajah, lingkaran mata yang gelap, kulit kering dan wajah agak pucat. Penyebab (pencentus) biduran adalah : 1. Bahan yang sering berkontak dengan tubuh misalnya sabun cair, sabun antiseptik, hand and body lotion yang tidak sesuai, bedal salicyl, dll 2. Makanan tertentu misal ikan laut (cumi, udang) 3. Obat seperti golongan penisilin, penghilang rasa sakit, sulfa, tetra, dll Biduran pada dasarnya dapat disembuhkan dan lamanya tiap orang berbeda, tergantung jenis obat yang diberikan oleh dokter dan ketaatan pasien minum obat, serta menghindari faktor penyebab timbulnya biduran. Cara menemukan faktor penyebab adalah dengan mencatat obat, makanan, atau bahan yang ketika digunakan atau dikonsumsi menyebabkan timbulnya biduran. Ada cara sederhana / tradisional untuk mengobatinya, berikut caranya; Balurkan tubuh dengan minyak telon, minyak kayu putih atau minyak tawon. Untuk ramuan minumnya, 1 (satu) jari temulawak dipotong-potong, beri sedikit gula merah, dan garam direbus dengan air 1 (satu) gelas air. Saring, dan bila sudah dingin diminum 3 kali sehari 3/4 gelas. IMUNOLOGI Imunologi: ilmu tentang sistem kekebalan tubuh Fungsi sitem imun (3):

Upload: dyah-kurnia-aulia

Post on 14-Aug-2015

195 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alergi Sindrom Steven Johnson

Biduran atau kaligata merupakan nama lain dari penyakit kulit urtikaria, dimana tanda kelainan kulitnya adalah timbul bentol-bentol kemerahan, sangat gatal dan sering disertai rasa tertusuk dan panas, dan dasar penyebabnya adalah “Atopi”Atopi adalah suatu keadaan/kelainan alergi yang sifatnya diturunkan dari dalam suatu keluarga dengan manifestasi penyakit seperti: dermatitis atopik (radang kulit yang sifatnya berulang-ulang, kelainan kulit ruam yang timbul pada tempat-tempat tertentu dengan tanda-tanda khas sesuai umur bayi, anak atau dewasa), urtikaria (biduran), asma, sering pilek dan bersin sampai hidung mampet, biasanya terdapat pula tanda dan gejala yang ada pada penderita tersebut yaitu:buras di wajah, lingkaran mata yang gelap, kulit kering dan wajah agak pucat.Penyebab (pencentus) biduran adalah :

1. Bahan yang sering berkontak dengan tubuh misalnya sabun cair, sabun antiseptik, hand and body lotion yang tidak sesuai, bedal salicyl, dll

2. Makanan tertentu misal ikan laut (cumi, udang)3. Obat seperti golongan penisilin, penghilang rasa sakit, sulfa, tetra, dll

Biduran pada dasarnya dapat disembuhkan dan lamanya tiap orang berbeda, tergantung jenis obat yang diberikan oleh dokter dan ketaatan pasien minum obat, serta menghindari faktor penyebab timbulnya biduran. Cara menemukan faktor penyebab adalah dengan mencatat obat, makanan, atau bahan yang ketika digunakan atau dikonsumsi menyebabkan timbulnya biduran.Ada cara sederhana / tradisional untuk mengobatinya, berikut caranya;Balurkan tubuh dengan minyak telon, minyak kayu putih atau minyak tawon. Untuk ramuan minumnya, 1 (satu) jari temulawak dipotong-potong, beri sedikit gula merah, dan garam direbus dengan air 1 (satu) gelas air. Saring, dan bila sudah dingin diminum 3 kali sehari 3/4 gelas. IMUNOLOGI

Imunologi: ilmu tentang sistem kekebalan tubuh

Fungsi sitem imun (3):

1. Pertahanan (destruksi zat asing seperti virus atau bakteri, untuk mencegah infeksi dari patogen)

2. Homeostasis (membersihkan sel yang rusak, mencegah sisa sel berkembang jadi ancaman)

3. Surveilans (mengenali dan menghancurkan sel yang bermutasi misal Kanker)

Antigen atau imunogen: molekul atau sel yang mampu merangsang respon imune Antibodi (imunoglobulin): glikoprotein plasma yang dihasilkan limfosit B (sel

plasma) yang bereaksi melawan antigen Sistem limfoid → mempertahankan tubuh dari agen penginvasi, melalui imunitas

seluler dan humoral

Organ limfoid primer: sumsum tulang tempat perkembangan sel T, dan timus tempat perkembangan sel B

Organ limfoid skunder: kelenjar getah bening, tonsil, limpa, jaringan terkait mukosa di kulit, saluran nafas, cerna, urine

Page 2: Alergi Sindrom Steven Johnson

Respon imun seluler bersifat langsung dilaksanakan oleh limfosit T Respon imun humoral bersifat tidak langsung, dilaksanakan oleh imunoglobulin

spesifik (antibodi) yang dihasilkan sel plasma (sel B)

Peran sel T: pengendali dan pelaksana Pengendali dilaksanakan oleh sel T helper (CD4) → mengendalikan produksi

imunoglobulin Pelaksana dilaksanakan oleh Sel T sitotoksik (CD8) → memusnahkan virus, tumor,

jaringan transplantasi

Imunoglobulin: IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD

1. IgG → paling banyak, dpt menembus plasenta2. IgM → paling besar, bertanggung jawab dalam respon imun primer3. IgA → ada di air mata, kolostrum, air liur4. IgE → paling sedikit, terlibat hipersensitif tipe 15. IgD → berfungsi sebagai reseptor imunogen

Komplemen: sekelompok protein (terdiri >9) yang dalam keadaan normal beredar dalam darah dalam bentuk inaktif, bentuk aktifnya berperan menimbulkan respon peradangan

Imunitas didapat alami: aktif → setelah sakit atau terpapar antigen. Pasif → didapat dari ibu lewat plasenta, kolostrom

Imunitas didapat artifisial: aktif → vaksinasi. Pasif → serum (antibodi)

Penyakit imunologik:

1. Penyakit imunodefisiensi: AIDS2. Penyakit hipersensitivitas: alergi3. Penyakit autoimune: Lupus eritematus sitemik

Penyakit hipersensitif (4)

1. Reaksi tipe 1: anafilaktik (IgE)2. Reaksi tipe 2: sitotoksik (Ig M dan IgG)3. Reaksi tipe 3: komplek imun (Ig M,IgG)4. Reaksi tipe 4: sel T

GANGGUAN IMUNOLOGI

Contoh hipersensitivitas tipe 1 (IgE), adalah: rinitis alergika, asma alergi (ekstrinsik), dermatitis atopik

Hipersensitivitas tipe 1 ditandai dengan produksi IgE yang meningkat akibat terpapar dengan antigen merupakan ciri khas atopi

Rinitis alergi merupakan kondisi atopik yang paling sering ditemukan

Page 3: Alergi Sindrom Steven Johnson

Obat antihistamin (CTM) yang paling sering digunakan. Pengobatan utama seharusnya adalah menghindari alergen

Asma adalah keadaan klinis yang ditandai dengan episode berulang penyempitan bronkus yang reversibel, diantara episode adalah nafas normal

Dermatitis atopik adalah suatu gangguan kulit kronik, yang sering ditemukan pada penderita rinitis alergika dan asma serta diantara anggota keluarga mereka

Dermatitis atopik seringkali timbul akibat garukan pada bayi usia 1 tahun (eksema infantilis) dengan kulit yang merah, gatal, meninggi dan mengelupas

Eksema infantilis → umumnya hilang setelah 5 tahun Peyebab ketidak nyamanan dermatitis atopik adalah gatal yang membandel disertai

retakan kulit yang nyeri

Pengobatan dermatitis bersifat simptomatis: antipruritus dephenhidramin, kortikosteroid, antiinflamasi non steroid

Biduran (urtikaria): lesi kulit yang mencerminkan adanya proses imunologis yang melibatkan IgE

Sebagaian besar urtikaria cepat sembuh dan swasirna, pada anak sering disebabkan oleh virus

Urtikaria sering disebabkan oleh udara dingin Pruritus pada urticaria tambah parah jika mandi air panas, stress, gerak, lingkungan

fisik yang tidak mendukung

Sebagaian besar respons antibodi memerlukan antigen yang pertama kali diproses untuk menghasilkan antibodi (imunoglobulin)

Gangguan autoimun yang bergantung antibodi manusia → terutama mempengaruhi elemen darah (trombosit dan eritrosit)

Semakin banyak bukti bahwa ITP (idiopatik trombositopenik purpura) → berhubungan dengan IgG dalam darah reaktif dengan trombosit penjamu (Host)

Transfusi hemolitik → reaksi yang merupakan suatu bentuk proses imunohemolitik (IH) yang khusus

Biasanya terjadi bila seseorang resipien telah disensitisasi terhadap antigen eritrosit manusia “asing” melalui kehamilan atau riwayat transfusi yang menerima darah yang mengandung antigen ini

Reaksi hemolitik terhadap darah yang ditransfusikan menimbulkan fenomena IH yang sangat berbahaya dan dramatis yang dijumpai secara klinis

Dengan mempertimbangkan akibat yang mengerikan ini, maka harus dipertimbangkan setiap tindakan yang layak dilakukan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya reaksi transfusi hemolitik

Uji Coombs → memberikan informasi dasar mengenai deskripsi gangguan IH Reaksi positif (menggumpal) → menunjukan terdapat sel-sel darah dengan jumlah

bermakna yang terikat molekul imunoreaktif

Sindrom Goodpasture: suatu gangguan yang menunjukan autoimun manusia yang diperantarai antibodi sehingga menyebabkan kerusakan organ dalam (paru dan ginjal)

Page 4: Alergi Sindrom Steven Johnson

Serum sickness → penyakit yang diinduksi oleh kompleks imun (antigen antibodi) prototipik dan memerlukan pemajanan bahan antigenik (serum, obat) yang akan tetap berada dalam sirkulasi hingga terjadi respons antibodi spesifik

Penimbunan kompleks yang terbentuk didalam jaringan memicu terjadinya inflamasi

Pada mulanya ditimbulkan setelah pemberian serum kuda untuk mencegah difteri dan tetanus

Hipersensitivitas tipe lambat (DTH): yang diperantarai oleh limfosit yang tersensitisasi secara spesifik, memberikan pertahanan major terhadap virus, fungi dan bakteri yang menyesuaikan terhadap pertumbuhan intrasel dan juga menghalangi pertumbuhan sel ganas

DTH → juga mengalami respon yang kurang pada setiap fungsi protektif yang berlangsung;

Contoh DTH yang paling lazim adalah dermatitis kontak eksema alergika (AECD)

indosiar.com - Alergi merupakan suatu reaksi menyimpang dari tubuh seseorang yang berkaitan dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang merupakan suatu mekanisme sistem imun.

Penyebab Alergi

Zat yang menimbulkan reaksi alergi dinamakan alergen. Alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan), saluran cerna (ingestan), suntikan (injektan) atau menempel pada kulit (kontaktan), contoh dari masing - masing alergen tersebut antara lain :

* Alergen inhalan : tungau debu rumah, serpihan kulit kucing, kecoak, spora.* Alergen ingestan : susu, telur, kacang, ikan laut dan obat oral.* Alergen kontaktan : kosmetik dan logam (perhiasan, jam tangan, dsb).

Masuknya alergen kedalam tubuh akan memicu respons imun : terbentuk antibodi : berikatan dengan alergen, hal ini merangsang timbulnya reaksi alergi.

Respons imun yang terjadi via antibodi (Ig E) mengakibatkan terjadinya asma, bersin dan pilek pada pagi hari, kaligata dan eksim.

Gejala - gejala Alergi

Gejala - gejalanya berupa gatal - gatal, bersin - bersin, sesak napas dan lain - lain. Jenis alergi banyak macamnya. Alergi yang terkait dengan pernapasan merupakan alergi yang paling umum dijumpai, seperti asma dan rinitis (bersin dan pilek berulang terutama dipagi hari).

Jenis alergi lain yang terkait dengan kulit, seperti urtikaria (biduran/didu, kaligata), dermatitis atopik (eksim). Selain itu, mata bengkak dan berair, telinga bagian dalam terasa gatal - gatal juga merupakan gejala alergi.

Jenis - Jenis Alergi

Page 5: Alergi Sindrom Steven Johnson

Jenis penyakit alergi ini banyak macamnya. Alergi yang terkait dengan pernapasan ialah yang umum dijumpai, contoh adalah asma dan rinitis (bersin dan pilek berulang terutama pada pagi hari).

Penderita alergi rinitis atau istilah lainnya pilek alergi biasanya mengalami bersin, hidung tersumbat, rasa gatal di hidung. Tidak jarang gejala rinitis alergi disertai gejala konjungtivitas, seperti keluarnya air mata, gatal dan kemerahan. Gejala gangguan pendengaran kadang juga dijumpai seperti rasa tersumbat dan kurang dapat mendengar. Penyakit rinitis alergi seringkali mengganggu aktivitas dan kualitas hidup. Bila penyakit ini dibiarkan, kemungkinan akan berkembang menjadi penyakit kronis seperti asma.

Jenis penyakit lainnya adalah terkait dengan kulit, seperti urtikaria (biduran/didu/kaligata), dermatitis atopik (eksim). Selain itu, mata bengkak dan berair, telingan bagian dalam terasa gatal - gatal adalah salah satu gejala alergi.

Urtikaria ada yang bersifat akut dan ada yang bersifat kronis. Dikatakan urtikaria akut bila gejala bentol berlangsung sepanjang hari. Penyebab urtikaria akut umumnya jelas, seperti makanan, obat, infeksi virus atau mikroba lain, sengatan serangga, lateks, dll.  Pada urtikaria kronis, sebagian besar penyebabnya tidak diketahuim sehingga dipergunakan istilah urtikaria kronik idiopatik. Sebagian kecil penyebab yang diketahui antara lain penyakit autoimun, urtikaria fisis (udara dingin, akuatik, solar, tekanan, vibratori), infeksi kronik (infeksi gigi dan sinusitis).

Pengobatan Alergi

Pengobatan alergi dilakukan dengan farmakoterapi yang memperhitungkan keamanan, efektifitas dan kemudahan dalam pemberiannya ; imunoterapi serta edukasi pasien.

Salah satu farmakoterapi yang dianjurkan dalam pengobatan alergi adalah dengan obat anti histamin dari generasi terbaru seperti cetirizin. Berbeda dengan antihistamin klasik / generasi pertama (misalnya chlorpheniramine, cyproheptadine, dexclorpheniramine, dll), antihistamin generasi kedua / terbaru umumnya memiliki efek sedatif yang rendah (efek mengantuk rendah), efektif dan sebagian bersifat anti - inflamasi ringan.

Saat ini salah satu obat anti histamin, yaitu cetirizin telah masuk ke dalam kategori obat wajib apotek dari Badan POM sehingga dapat dibeli di apotek dalam jumlah tertentu dengan melalui resep dokter.(Bersambung/Ijs)

Alergi telur

Alergi telur termasuk ke dalam golongan alergi tipe 1 atau dikenal dengan nama alergi kontak. Protein yang terdapat dalam telur merangsang reaksi sistem immun secara berlebihan. Sistem immun ini lalu menghasilkan antibodi untuk melawan protein pada telur yang sebenarnya tidak berbahaya. Penyebab reaksi immun tubuh yang berlebihan ini masih belum jelas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Bagian telur yang paling sering menyebabkan alergi adalah putih telur walaupun ada beberapa kasus alergi yang disebabkan oleh kuning telur. Orang yang menderita alergi telur mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami alergi terhadap makanan yang berasal dari ayam.

Page 6: Alergi Sindrom Steven Johnson

Umumnya gejala alergi timbul beberapa menit sampai beberapa jam setelah penderita mengkonsumsi telur. Gejala dapat menetap sampai beberapa jam sampai dengan beberapa hari. Beberapa gejala yang sering timbul antara lain kemerahan dan gatal pada kulit, rasa mules pada perut, diare, mual, muntah, hidung meler, mata berair, sesak dan batuk.

Sampai saat ini salah satu metode untuk mengetahui bahwa seorang penderita mengidap alergi telur adalah dengan melakukan tes alergi. Tes alergi sebaiknya dilakukan oleh seorang spesialis alergi sehingga dapat diketahuii secara tepat jenis alergi yang diderita. Sebelum melaksanakan tes alergi, penderita diwajibkan tidak mengkonsumsi obat obatan anti alergi untuk mencegah hasil tes yang tidak valid. Ingatlah untuk selalu mendiskusikan pelaksanaan tes alergi dengan spesialis alergi sehingga didapatkan hasil seperti yang diharapkan.

Tes alergi dilaksanakan dengan cara memasukan ekstrak protein telur ke dalam kulit lalu di lihat efek yang terjadi pada kulit tersebut. Bila timbul bengkak kemerahan dan gatal maka dapat dipastikan bahwa penderita tersebut menderita alergi telur.

Tes alergi yang lain adalah ‘food challenge’. Penderita disuruh untuk menghindari segala bentuk makanan yang mengandung telur selama beberapa minggu. Memang agak sulit untuk benar benar menghilangkan protein telur dari makanan sebab ada beberapa makanan yang mengandung protein telur walaupun makanan tersebut tidak terbuat dari telur. Penderita dianjurkan untuk selalu membaca kandungan makanan yang terdapat pada label makanan yang dibeli sehingga saat menjalani tes ini penderita dapat semaksimal mungkin menghindari makanan yang mengandung protein telur.

Langkah selanjutnya adalah penderita disuruh hanya makan telur dalam pengawasan dokter. Jika setelah makan telur gejala alergi muncul maka penderita tersebut dapat dikatakan positif alergi telur. Pada penderita ini sangat tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi segala bentuk makanan yang mengandung telur.

Beberapa vitamin yang kita kenal ternyata cukup membantu mengurangi kejadian alergi seperti Vitamin A, B, C, E. Selain vitamin ada beberapa zat yang kurang lebih mempunyai fungsi yang sama dengan vitamin seperti asam pantothenic, glukosamin, antioksidan dan quercitin.

DokterSehat.com – Alergi adalah suatu reaksi kepekaan tubuh yang tidak biasa, terhadap sesuatu atau objek tertentu. Alergi disebabkan oleh penyimpangan dalam sistem kekebalan tubuh. Orang dengan alergi akan memberikan reaksi berlebihan untuk sesuatu yang orang lain tidak menyebabkan masalah. Alergi dapat terjadi pada semua bagian tubuh.

Penyebab AlergiSalah satu penyebab alergi adalah genetik. Anak-anak dari salah satu orang tua yang menderita alergi, maka mereka berpotensi menderita alergi oleh 15 – 30%. Anak-anak dengan kedua orang tua menderita alergi, dan kemudian anak tersebut kemungkinan 50-75% terpengaruh oleh alergi. Tetapi alergi juga dapat terjadi bahkan jika kedua orang tua tidak menderita alergi. Gejala alergi pada anak dapat terjadi saat anak memiliki reaksi hipersensitif terhadap lingkungan, seperti perubahan suhu udara, udara yang buruk, udara lembab dan suhu udara panas atau dingin.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan alergi adalah: makanan (seperti susu, telur, udang, ikan, kacang-kacangan), obat, kelelahan, stres, debu rumah, spora jamur, serbuk sari, asap

Page 7: Alergi Sindrom Steven Johnson

kendaraan, asap rokok, udara lembab, udara panas, bau cat, perubahan cuaca, serangga (seperti semut, nyamuk, tawon, ulat).

Gejala Alergigejala alergi yang terjadi dalam tubuh dapat dibedakan dari bagian di mana alergi itu terjadi. Beberapa bagian tubuh sering dipengaruhi oleh alergi yang ada:

Sistem pernafasan. Gejala alergi pada sistem pernapasan adalah batuk, pilek, hidung tersumbat, bersin, sesak napas, mengi suara, mimisan, sakit telinga, kemerahan telinga, tenggorokan gatal, suara serak.

Sistem pencernaan. Gejala alergi terhadap sistem pencernaan: nyeri perut, diare, sulit buang air besar, kembung, dan sering kentut.

Kulit. Gejala alergi pada kulit bisa kulit gatal, kulit merah berbintik-bintik, kulit menebal, eksim, kulit menjadi kebiruan / hitam, bibir menjadi bengkak.

Mata. Gejala alergi pada mata adalah: mata gatal, mata merah, mata berair, mata belekan, warna kehitaman di bawah mata, bintitan.

Dokter Coba Atasi Alergi Telur dengan TelurRahma Lillahi Sativa - detikHealth

Kamis, 19/07/2012 17:30 WIB

Jakarta, Anak-anak memang terkenal rentan mengalami berbagai jenis alergi terhadap makanan. Setelah kacang, alergi yang sering terjadi pada anak-anak adalah alergi telur padahal keduanya sering dikonsumsi oleh anak-anak.

Untuk mengatasi alergi tersebut, sejumlah dokter di Amerika Serikat mencoba membalikkan kondisi alergi pada beberapa anak dan remaja dengan memberi telur dalam jumlah yang kecil setiap hari selama 1-2 tahun agar sistem kekebalan mereka 'belajar' untuk menerima salah satu bahan makanan yang paling banyak ditemui dan tersembunyi dalam berbagai makanan mulai dari pasta, burger, mayonaise hingga marshmallow tersebut.

Namun metode ini masih belum bisa dicoba sendiri di rumah. Metode ini membutuhkan pengawasan khusus selama beberapa tahun karena reaksinya masih bisa memunculkan risiko tersendiri, ungkap tim dokter yang terlibat dalam studi ini.

"Terapi eksperimental ini hanya dapat dilakukan secara aman oleh dokter yang terlatih," ujar Dr. Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases yang mensponsori studi ini.

Metode ini juga tak bisa mengatasi kondisi alergi pada setiap orang, bahkan beberapa partisipan keluar dari studi ini karena tak tahan dengan reaksi alerginya.

"Namun hasilnya benar-benar menunjukkan adanya potensi pengobatan terhadap alergi telur di masa depan sehingga perlu diujicobakan pada anak-anak dalam cakupan yang lebih luas," terang ketua tim peneliti, Dr. A. Wesley Burks, kepala departemen pediatrics di University of North Carolina,

Page 8: Alergi Sindrom Steven Johnson

Chapel Hill.

Lebih dari 2 persen anak-anak di seluruh dunia mengalami alergi telur, ditandai dengan mengi atau bengek, sakit tenggorokan atau bahkan reaksi-reaksi yang membahayakan nyawa saat memakan berbagai jenis dan varian telur, kata Burks. Banyak anak yang mengalami kondisi ini pada usia 4-5 tahun ke atas hingga remaja.

Kekhawatiran terbesarnya adalah jika anak-anak ini memakan makanan yang berbahan telur namun mereka tidak menyadarinya lalu memunculkan reaksi yang hebat. Oleh karena itu, studi ini berupaya untuk melatih sistem kekebalan tubuh anak-anak agar bisa mentolerir telur, dalam jumlah yang kecil sekalipun, untuk mencegah terjadinya alergi.

Studi ini melibatkan 55 anak berusia 5-18 tahun. 40 anak diberi bubuk putih telur, bagian yang biasanya menyebabkan alergi dalam dosis kecil dan berlangsung setiap hari. 15 anak lainnya diberi telur dari tepung kanji sebagai pembanding. Jumlahnya ditambah setiap dua minggu hingga anak-anak di kelompok pertama mampu memakan sekitar sepertiga telur setiap harinya.

Secara periodik, partisipan mendatangi para dokter untuk mencoba memakan telur. Partisipan dianggap gagal menjalani ujicoba jika dokter bisa melihat gejala-gejala seperti mengi atau bengek.

Setelah setahun, tak ada partisipan dari kelompok kedua yang berhasil melewati tantangan. "Di akhir tahun pertama, separuh dari anak-anak di kelompok pertama berhasil lolos. Namun di akhir tahun kedua, 75 persen partisipan dinyatakan lolos," terang Burks seperti dilansir dari huffingtonpost, Kamis (19/7/2012).

Kemudian, Burks mengambil langkah lebih jauh dengan meminta partisipan memakan telur secara langsung meski dalam porsi yang kecil juga. Hal ini untuk melihat apakah partisipan bisa mentolerir telur tanpa menggunakan bubuk putih telur.

Hasilnya, partisipan yang lolos ujicoba kedua terbukti mampu berhenti menggunakan bubuk putih telur lalu setelah menghindari makan telur secara menyeluruh selama 4-6 minggu, partisipan diminta mencoba makan telur lagi sesuka mereka. 11 dari 30 anak pun terbukti mampu melakukannya tanpa masalah.

Studi ini telah dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine.

(ir/ir)

Page 9: Alergi Sindrom Steven Johnson

STEVEN JOHNSON SYNDROME

1.1 Latar Belakang

Picture. Patient of Sindrom Steven Johnson

Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr.

Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan

penyebabnya (Adithan,2006).

Sindrom Stevens-Johnson Dijelaskan pertama kali pada tahun 1922, sindrom Stevens-Johnson

merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang merupakan ekspresi berat dari

eritema multiforme. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom

mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa

maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang

mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik

sampai buruk.(Hamzah,2002)

Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan ciri

eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir

serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Jhonson saat ini belum diketahui

namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens-Jhonson seperti obat-

obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens-Jhonson adalah

reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.

Page 10: Alergi Sindrom Steven Johnson

Sindrom Stevens-Jhonson muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan

besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan lansung dengan dosis, namun

sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling

diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang tidak disadari pasien, jika tipe alergi

tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala

sisa, namun jika Sindrom Stevens-Jhonson akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan

tidak segera menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik.

Oleh beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme mayor tetapi terjadi ketidak

setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan ahli berpendapat bahwa sindrom Stevens-

Johnson dan nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi

yang berbeda. Dengan alasan tersebut, banyak yang menyebutkan Sindrom

Stevens-Jhonson/Nekrolisis Epidermal Toksik. Sindrom Stevens-Jhonsons secara khas mengenai kulit

dan membran mukosa.

LATAR BELAKANG

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah

reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini

mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek

samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis

toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan,

disebut sebagai eritema multiforme (EM).

Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, melaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya

sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom steven johnson dapat timbul

sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkakdan

kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang

menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan

padamulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka

seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan simtem

Page 11: Alergi Sindrom Steven Johnson

imom seperti HIV dan AIDS serta lapus angka kejadiannya dapat

meningkat secara tajam.

Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus syndrom steven

johnson karena syndrom steven johnson sangat berabahaya bahkan dapat

menyebabkan kematian. Syndrom tidak menyerang anak dibawah 3

tahun, dan penyebab syndrom steven johnson sendiri sangat bervariasi

ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri

penyakit steven johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan

kemerah-merahan dan syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada

yang ringan.( Support, Edisi November 2008 )

PENDAHULUAN

Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang

diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema

multiformis. SJS dikenal pula sebagai eritema multiformis mayor. SJS umumnya

melibatkan kulit dan membran mukosa. Ketika bentuk minor terjadi, keterlibatan yang

signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran

mukosa saluran pernafasan bawah dapat berkembang menjadi suatu penyakit.

Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi

nekrosis. SJS merupakan penyakit sistemik serius yang sangat potensial menjadi

penyakit yang sangat berat dan bahkan menjadi sebuah kematian.

Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak

dahulu dianggap sebagai bentuk eritema multiformis yang berat. Baru-baru ini diajukan

BAHWA ERITEMA MULTIFORMIS MAYOR BERBEDA DARI SJS DAN TEN PADA

DASAR PENENTUAN KRITERIA KLINIS. Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk

memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem multiformis,

ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun

morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan

makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka

morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk.

Sindrom Stevens-Johnson merupakan reaksi hipersensitivitas kompleks imun pada

mukokutan yang paling sering disebabkan oleh obat-obatan dan lebih sedikit oleh infeksi.

Sindrom Stevens-Johnson adalah kelainan yang ditandai dengan cepatnya perluasan ruam

makula, sering dengan lesi target atipikal (datar, irreguler), dan keterlibatan lebih dari satu

Page 12: Alergi Sindrom Steven Johnson

mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital) (Fitzpatrick, et al., 1999; Namayanja, et al.,

2005).

Penggunaan obat antibiotik, analgesik, antikonvulsan, antiinflamasi non- steroid,

allopurinol, dan kortikosteroid merupakan etiologi dari Sindrom Stevens-Johnson (Roujeau,

1995). Pada penelitian Ananworanich, et al, ( 2005), Nevirapine menyebabkan 2 pasien yang

terinfeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) menderita Sindrom Stevens-Johnson.

Kelainan mukokutan seperti Sindrom Stevens-Johnson BISA MUNCUL PERTAMA-

TAMA DI DALAM MULUT, dan tindakan dini dapat mencegah keterlibatan kulit lebih

lanjut (Lewis, 1998). Dokter dan dokter gigi seringkali berdiskusi untuk mengevaluasi dan

megobati ulserasi pada rongga mulut. Dokter gigi umum dapat mengambil peran utama

dalam mengidentifikasi pasien dengan ulser dalam rongga mulut yang disebabkan oleh obat

dan memfasilitasi pengobatan dan perawatan pasien (Cohen, et al., 1999).

PENGERTIAN

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.Definisi Sindrom Stevens-Jhonson

Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan

mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa

eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ).

Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi kulit,

kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi, 1982 : 480 ).

Page 13: Alergi Sindrom Steven Johnson

Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula,

dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan

omom bervariasi dan baik sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 ).

Sindrom Stevens-Johnsonadalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek

samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini

yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN).

Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).

DEFINISI

Sindrom steven-jhonson (ekstodermosis  erosive pluriorifisialis,

sindrom mukokutanea ocular, eritema multiformis tipe hebra, eritema

multiforme mayor, eritema bolusa maligna ) adalah sindrom kelainan kulit

berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit,

selaput lender orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari

baik sampai buruk.(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3)

Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. SJS dikenal pula sebagai eritema multiformis mayor. SJS umumnya melibatkan kulit dan membran mukosa. Ketika bentuk minor terjadi, keterlibatan yang signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa saluran pernafasan bawah dapat berkembang menjadi suatu penyakit. Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. SJS merupakan penyakit sistemik serius yang sangat potensial menjadi penyakit yang sangat berat dan bahkan menjadi sebuah kematian.

Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritema multiformis yang berat. Baru-baru ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada dasar penentuan kriteria klinis. Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk.

PENYEBAB

Page 14: Alergi Sindrom Steven Johnson

Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun

terhadap obat.

Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur,

bakteri, parasit),

obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,

kontraseptif),

makanan (coklat),

fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),

lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).

Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson

Infeksivirusjamur

bakteri

parasit

Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksiniakoksidioidomikosis, histoplasma

streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonela

malaria

Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik

Makanan CoklatFisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)

Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan

sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari).

Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan

kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka

semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.

Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,

sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang

dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan

penyebab.

Fisik

Ruam dapat mulai sebagai makula yang berkembang menjadi papul, vesikel,

bula, plak urtikarial, atau eritema konfluen.

o Pusat ini mungkin lesi vesikuler, purpura, atau nekrotik.

Page 15: Alergi Sindrom Steven Johnson

o Lesi khas memiliki penampilan target. Target dianggap

pathognomonic. Namun, berbeda dengan lesi eritema multiforme khas,

lesi ini hanya memiliki dua zona warna. inti mungkin vesikuler, purpura,

atau nekrotik, yang zona dikelilingi oleh eritema makula. Beberapa orang

menyebut lesi targetoid.

o Lesi dapat menjadi pecah bulosa dan kemudian, meninggalkan kulit

gundul. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder. 

o Ekstensif peluruhan

o urtikarial lesi biasanya tidak gatal.

o Infeksi mungkin bertanggung jawab atas bekas luka yang

berhubungan dengan morbiditas.

o Meskipun lesi dapat terjadi di mana saja, telapak tangan, telapak,

punggung tangan, dan ekstensor permukaan yang paling sering

terkena. 

o Desquamation pada kaki 

o Ruam mungkin terbatas untuk setiap area salah satu tubuh,

paling sering bagasi.

o Keterlibatan mukosa mungkin termasuk eritema, edema,

peluruhan, blistering, ulserasi, dan nekrosis.

o Meskipun beberapa telah menyarankan kemungkinan sindrom Stevens-

Johnson (SJS) tanpa lesi kulit, yang paling percaya bahwa lesi mukosa

saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.Sebagian mereka kini

meminta kasus tanpa lesi kulit "khas" atau "tidak lengkap." 7 Kelompok ini

penulis menyarankan bahwa kombinasi uretritis, konjungtivitis, dan

stomatitis membuat diagnosis SJS pada pasien dengan Mycoplasma

pneumoniae-diinduksi tanda dan gejala.

Tanda-tanda berikut mungkin dicatat pada pemeriksaan:

o Demam

o Orthostasis

o Tachycardia

o Hipotensi

o Mengubah tingkat kesadaran

o Epistaksis

Page 16: Alergi Sindrom Steven Johnson

o Konjungtivitis

o Ulserasi kornea

o Erosif vulvovaginitis atau balanitis

o Kejang, koma

Etiologi Sindrom Stevens-Jhonson

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap

sebagai penyebab, adalah :

a. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).

Penggunaan obat paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini adalah

sebagai berikut:

Carbamazepine (Tegretol – pengobatan anti kejang)

Cotrimoxazole (Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-

sulfazoxazole). Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk

mengatasi infeksi saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga

Sulfadoxine dan pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada

anak dipakai pada pasien dengan penyakit immunodefisiensi

b. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).

Penyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi:

Viral: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch

fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV),

mononucleosis infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and

enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.

Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella

tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire,

Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia

tularemia and salmonella typhoid.

Page 17: Alergi Sindrom Steven Johnson

Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis.

rotozoa: malaria and trichomoniasis.

c. Neoplasma dan faktor endokrin

d. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)

e. Makanan : coklat

ETIOLOGI

Etiologi SSJ yang pasti belum diketahui, Beberapa  penyebab

timbulnya SSJ diantaranya :

  infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit)

  obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin,

antipiretik/analgetik (misalnya: derivate salisil/pirazolon, metamizon,

metampiron, dan paracetamol,klorpromazin, karbamazepin, kinin, aspirin,

jamu, digitalis, kontraseptif)

  fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X)

PATOFISIOLOGIPathogenesis SSJ sampai saat ini sukar di ketahui dengan pasti karna

penyebabnya berbagai factor walaupun pada umumnya sering

dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks

imun) terhadap obat . sekitar 50%  penyebab SSJ adalah obat,peringkat

tertinggi adalah obat-obat sulfonamide,laktat,imidarzol,dan

NSAID.sedangkan peringakat menengah adalah antikorfursal,aromatic

dan alufurinol.

Beberapa factor penyebab timbulnya SSJ di antanya :

         Infeksi virus

         Herves simpleks

         mycoplasma pneumoniae

Page 18: Alergi Sindrom Steven Johnson

         Makanan ( coklat )

         Vaksinasi

Factor lingkungan seperti ;

       Udara dingin

       Sinar matahari  

       Sinarr X rupanya sangat berperan sebagai pencetus ( trigger)

Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang

diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat,

infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang

mampu menyebabkan sindroma ini. Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak

terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.

Sekitar 50% penyebab SJS adalah obat. Peringkat tertinggi adalah obat-obat

Sulfonamid, , imidazol dan NSAID, sedangkan peringkat menengah adalah quinolon,

antikonvulsan aromatic dan alopurinol. Beberapa faktor penyebab timbulnya SJS

diantaranya : infeksi ( virus herpes simplex, dan Mycoplasma pneumonia, makan

(coklat), dan vaksinasi. Faktor fisik ( udara dingin, sinar mathari, sinar X) rupanya

berperan sebagai pencetus ( trigger ). Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas

walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Oleh

karena proses hipersensitivitas , maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi :

1.      Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan

2.      Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan

glukosuria

3.      Kegagalan termoregulasi

4.      Kegagalan fungsi imun

5.      Infeksi.

Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin

dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa menemukan

bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan dari temuan di Asia,

dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SJS/TEN yang diinduksi allopurinol

membawa HLA-B58 (alel B*5801 – frekuensi fenotif di Eropa umumnya 3%),

mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar suku/etnik, lokus HLA-B berhubungan

erat dengan gen yang berhubungan.

2.3.Patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson

Page 19: Alergi Sindrom Steven Johnson

Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks

imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Patogenesisnya belum jelas,

disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.

a. Reaksi hipersensitif tipe III

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi

sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian

melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Hal ini

terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam

pembuluh darah atau jaringan.

Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan

kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan

terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen

dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi

tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga

terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus

peradangan berlanjut.

Reaksi hipersensitif tipe IV

Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali

dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau

sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang

diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk

terbentuknya.Gambar bagan patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson

(Hipersensifif tipe III)

(Hipersensifif tipe IV)

Alergi Obat

Page 20: Alergi Sindrom Steven Johnson

Limfosit T tersintesisasi

Pengaktifan sel T Antigen antibodi aktivitas s.komplemen

Akumulasi Netrofil

Penghancuran sel-sel

Melepaskan Enzim

Kerusakan Enzim & menyebabkan kerusakan jaringan

PATOFISIOLOGI

Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun

pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor

penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat antibiotik

(salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan

(coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan,

kehamilan), obat antikejang (mis. fenitoin) dan obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa

resep (mis. ibuprofen).

Terkait HIV, penyebab SSJ yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5% penggunanya) dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3 minggu. PATOGENESIS SSJ SAMPAI SAAT INI BELUM JELAS WALAUPUN SERING DIHUBUNGKAN DENGAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III (REAKSI KOMPLEKS IMUN) YANG DISEBABKAN OLEH KOMPLEKS SOLUBLE DARI ANTIGEN ATAU METABOLITNYA DENGAN ANTIBODI IGM DAN IGG DAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS LAMBAT (DELAYED-TYPE HYPERSENSITIVITY REACTIONS, TIPE IV) ADALAH REAKSI YANG DIMEDIASI OLEH LIMFOSIT T YANG SPESIFIK.

Erythema multiforme sendiri adalah Suatu kondisi kulit yang tidak diketahui etiologi, mungkin dimediasi oleh pengendapan kompleks imun (kebanyakan IgM) di microvasculature superfisial kulit dan selaput lendir mulut yang biasanya mengikuti suatu infeksi atau obat yg di atas eksposur.

Page 21: Alergi Sindrom Steven Johnson

Erythema multiforme

"Eritema multiforme mayor" (Stevens-Johnson syndrome); yang menyerupai "erythema multiforme"

Untungnya Secara Epidemiologi SJS merupakan kondisi langka, dengan melaporkan insiden sekitar 2,6 per juta orang per tahun

Page 22: Alergi Sindrom Steven Johnson

Perbedaan Eritema multiformis, Stevens-Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis

Page 23: Alergi Sindrom Steven Johnson

PROGNOSIS

Steven-Johnsons Syndrome (dengan < 10% permukaan tubuh terlibat) memiliki

angka kematian sekitar 5%. Resiko kematian bisa diperkirakan dengan menggunakan

skala SCORTEN, dengan menggunakan sejumlah faktor prognostic yang dijumlahkan.

Outcome lainnya termasuk kerusakan organ dan kematian.

Perbedaan Eritema Multiformis, Steven-Johnsons Syndrome, dan Toxic Epidermal

Necrolysis

Page 24: Alergi Sindrom Steven Johnson

Severity-of-Illness Score for Toxic Epidermal Necrolysis (SCORTEN)

Risk Factor* Score

0 1

Age < 40 yr ≥ 40 yr

Associated cancer No Yes

Heart rate (beats/min) < 120 ≥ 120

Serum BUN (mg/dL) ≤ 28 > 28

Detached or compromised body surface < 10% ≥ 10%

Serum bicarbonate (mEq/L) > 20 ≤ 20

Serum glucose (mg/dL) ≤ 250 > 250

More risk factors indicate a higher score and a higher mortality rate (%) as follows:

·         0–1 = 3.2% (CI: 0.1 to 16.7)

·         2 = 12.1% (CI: 5.4 to 22.5)

·         3 = 35.3% (CI: 19.8 to 53.5)

·         4 = 58.3% (CI: 36.6 to 77.9)

·         ≥ 5 = > 90% (CI: 55.5 to 99.8)

CI = confidence interval.

Data from Bastuji-Garin S, Fouchard N, Bertocchi M, et al: SCORTEN: A severity-of-

illness score for toxic epidermal necrolysis. Journal of Investigative

Dermatology 115:149–153, 2000.

Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya

bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita

dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal

berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

a. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit

menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat

berat dan kombinasi gejala tersebut.

b. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.

Page 25: Alergi Sindrom Steven Johnson

c. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula

terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa,

membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis

ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.

d. Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema

dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat

menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang

menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari

mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai

terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31

tahun.

MANIFESTASI KLINISGejala prodormal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk, pilek, nyeri

menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam

derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Setelah itu timbul lesi di:

·         Kulit : berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hamper seluruh

tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula kurang dari 10% disebut Steven

Johnson Syndrome, 10-30% disebut Steven Johnson Syndrome-Toxic Epidermolysis

Necroticans ( SJS-TEN), lebih dari 30% Toxic Epidermolysis Necroticans ( TEN ).

Sekitar 80% penyebab TEN adalah obat.

·         Mukosa ( mulut, tenggorokan dan genital): berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,

perdarahan dan krusta berwarna merah.

·         Mata : berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak

mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea.

GEJALA KLINIK/Symptom

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Setelah itu akan timbul lesi di :

Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.

Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.

Page 26: Alergi Sindrom Steven Johnson

Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

Konjungtivis SSJ

Page 27: Alergi Sindrom Steven Johnson

MANIFESTASI KLINIS

Gejala prodnormal berkisar antara 1-14 hari berupa

demam,lesu,batuk,filek,nyeri dada,sakit menelann,pegal sendi dan otot

dan atralgia yang sangat bervariasi dalam keadaan berat kombinasi

gejala tersebut.

Setelah itu akn timbul lesi pada :

           Kelainan kulit

           Kelainan selaput lendir di orifisium

           Kelainan mata

a)    Kelainan Kulit

Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel

dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga

disertai purpura.

b)    Kelainan Selaput lender di orifisium

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut,

kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang

ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga

menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk

pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna

hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring,

traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat

menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo

membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.

c)    Kelainan Mata

Kelainan pada mata pada pasien SSJ antara lain : konjungtivitas

kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan

sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang

dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor

pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid,

merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan

kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular

Page 28: Alergi Sindrom Steven Johnson

cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31

tahun.

Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan,

simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

diagnosis

Diagnosis Steven Johson Syndrome 90% berdasarkan klinis. Jika disebabkan oleh obat,

ada korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya gejala. Diagnosis ditujukan

terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta

hubungannya dengan factor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target,

iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan

laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan

kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan pemeriksaan histopatologik

biopsy kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit

biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan

IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi

adanya circulating immune complex. Biopsy kulit direncanakan bila lesi klasik tidak ada.

Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya

diagnosi.

DIAGNOSIS BANDING

Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan Steven Johnson Syndrome :

1.      Toxic Epidermolysis Necroticans. Steven Johnson Syndrome sangat dekat dengan TEN.

SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.

2.      Staphylococcal Scalded Skin Syndrome ( Ritter disease ). Pada penyakit ini lesi kulit

ditandai dengan krusta yang mengelupas pada seluruh kulit. Biasanya mukosa tidak

terkena.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan

diagnosis.

a. CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau

leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena

infusi bakteri.

Page 29: Alergi Sindrom Steven Johnson

b. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.

c. Tes lainya :

Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma

Adanya mikrosis sel epidermis

Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator

  

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A.           Pemeriksaan Laboratorium :

      Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter

dalam menegakkan diagnosa.

      Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah

putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar

sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial

berat.

      Pemeriksaan elektrolit

      Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi

      Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan

kolonoskopi dapat dilakukan

B.      Imaging Studies

Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis

C.            Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung

ditegakkannya diagnosa

Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara

seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan

keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan

laksimasi.

Page 30: Alergi Sindrom Steven Johnson

KOMPLIKASI

Steven Johnson syndroom sering menimbulkan komplikasi pada mata

beruupa simblefaron dan ulkus kornea .komplikasi lain adalah timbulnya

sembab,demam atau malahan hippotermia.

Berikut komplikasi yang sering pada steven Johnson syndrome :

      Bronkopneumonia (80%)

      Sepsis

      Kehilangan cairan/darah

      Gangguan keseimbangan elektrolit

      Syok

      Kebutaan gangguan lakrimasi

Penatalaksanaan

a. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan preanisone

30 – 40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati

secara tepat dan cepat.Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan

deksamate dan intravena dengan dosis permulaan 4 – 6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasienstevens-johnson berat harus

segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah masa kritisteratasi, kedaan

umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat,

tiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti

dengan table kortikosteroid, misalnya prenidesone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20

mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama

pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit ( K, Na dan CI )

bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg / hari

dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari

Page 31: Alergi Sindrom Steven Johnson

kortikosteroid diberikan diet tinggi protein / anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon

fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa ( dosis untuk anak tergantung berat badan ).

b. Antibiotik.

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat menyebabkan

kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat

sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

c. Infus dan Transfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien

sukaratau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat

menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila

terapi tidak memberi perbaikan dalam 2 – 3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah

banyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang

luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau

1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

d. Tropikal

Terapi tropikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit

yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfa diarine perak.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama adalah menghentikan obat yang diduga sebagai penyebab

SJS, sementara itu kemungkinan infeksi herpes simplex dan Mycoplasma pneumonia

harus disingkirkan. Selanjutnya perawatan lebih bersifat simtomatik.

1.      Antihistamin dianjurkan untuk mengatasi gejala pruritus/ gatal biasa dipakai feniramin

hydrogen maleat ( Avil) dapat dibeikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis,

untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari, diphenhidramin hidrokloride

( Benadril ) 1mg/kg BB tiap kali sampai 3 kali per hari. Sedangkan untuk setirizin dapat

diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun: 2,5 mg/dosis, 1 kali/hari; ≥ 6 tahun: 5-10

mg/dosis, 1 kali/hari.

2.      Blister kulit bias dikompres basah dengan larutan burowi

3.      Papula dan macula pada kulit baik intak diberikan steroid topical, kecuali kulit yang

terbuka

Page 32: Alergi Sindrom Steven Johnson

4.      Pengobatan infeksi kulit dengan antibiotic. Antibiotic yang paling beresiko tinggi

adalah β-lactam dan sulfa jangan digunakan untuk terapi awal dapat diberikan

antibiotic spectrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman

dari sediaan lesi kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder menggunakan antibiotic yang

jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat

nefrotoksik, misalnya klindamisin 8-16 mg/kg/hari secara intravena, diberikan 2

kali/hari.

5.      Kortikosteroid : deksametason dosis awal 1mg/kg BB nolus intarvena, kemudian

dilanjutkan 0,2-0,5 mg/kg BB intravena tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih

kontroversi. Beberapa peneliti menyetujui pemberian kortikosteroid sistemik beralasan

bahwa kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit, mempercepat kovalesensi,

mencegah komplikasi berat, menghentikan progresifitas penyakit dan mencegah

kekambuhan. Beberapa literature menyatakan pemberian kortikosteroid sistemik dapat

mengurangi inflamasi dengan cara memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa

lipokotrin, menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid dapat meregulasi

respons imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin. Mereka yang tidak setuju

pemberian kortikosteroid beragumentasi bahwa kortikosteroid akan menghambat

penyembuhan luka, meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal sepsis,

perdarahan gastrointestinal dan meningkatkan mortalitas. Faktor lain yang harus

dipertimbangkan yaitu harus tapering off 1-3 minggu. Bila tidak ada perbaikan dalam 3-

5 hari, maka sebaiknya pemberian kortikosteroid dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog

in orabase.

6.      Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0.5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3, 4,

dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam

proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS.

Perawatan konservatif ditujukan untuk :

1.      Perawatan lesi kulit yang terbuka, seperti perawatan luka bakar. Koordinasi dengan

unit luka bakar sangat diperlukan

2.      Terapi cairan dan elektrolit. Lesi kulit yang terbuka seringkali disertai pengeluaran

cairan disertai elektrolit

3.      Alimentasi kalori dan protein secara parenteral. Lesi pada saluran cerna menyebabkan

kesulitan asupan makanan dan minuman.

4.      Pengendalian nyeri . penggunaan NSAID beresiko paling tinggi sebaiknya tidak

digunakan untuk mengatasi nyeri.