sp+peb cuha
DESCRIPTION
mmmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih
merupakan prioritas yang utama di Indonesia. Penyebab utama kematian maternal
disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, preeklampsi/eklampsi, dan infeksi.
Perdarahan merupakan penyebab utama terbanyak dari kematian ibu.
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan
pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan
muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup
janin di luar uterus.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta
umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan
antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan
dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat,
dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera
Setiap perdarahan selama kehamilan harus dianggap sebagai keadaan akut dan
serius serta berisiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan janin. Sehingga
penanganan yang tepat dan cepat amat dibutuhkan.
1
BAB II
LAPORAN KASUS KEMATIAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.M/ By.M
Umur : 27 tahun
Agama/Suku : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Alamat : Tanjung Baru Utara
Tgl masuk : 12 Juli 2012
Tgl keluar : 15 Juli 2012
Lama rawat : 3 hari
Diagnosa masuk ibu : G1P0A0, Hamil aterm+PEB
Diagnosa Akhir ibu : P1A0 post sc hari III ai Solutio Placenta+HELLP syndrome.
Diagnosa Akhir janin : IUFD ec solutio placenta
Sebab kematian : anoksia ec solutio placenta
KRONOLOGIS
Waktu Pemeriksaan Plan/Terapi
Tgl. 12-07-2012
Pk. 01.00 WIB
UGD RS DKT
RPS: Os mau melahirkan, mulas +
KT: -
Px. Fisik:
St. Generalis:
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Plan/
Anjuran laboratorium: -
Terapi/
- Konsul Sp.OG
2
Kesadaran: compos mentis
TD: 160/100
N:88 x/ menit
RR: 22 x/menit
S: 36,4 ºC
Kepala: CA -/-, SI -/-
Leher : dbn
Thorax : Sn.ves, Rh -/- , Wh -/-
Ekstremitas: dbn
D/ G1P1A0 Hamil aterm+PEB
Tgl. 12-07-2012
Pk. 01.00
Ruang VK
Dilakukan re-anamnesis ulang di VK
S/ Pasien hamil anak pertama, belum pernah
melahirkan. Mules sejak jam 18.00. Mules dirasakan
hilang timbul, tidak bertambah sering. Keluar lendir
campur darah (-), keluar air (-). Sakit kepala (?),
muntah (?), mual (?), kejang (-), nyeri ulu hati (?),
penglihatan buram (?). Pasien menyangkal tensi
tinggi selama hamil, menyangkal kakinya pernah
bengkak. Menurut pasien gerakan bayi aktif. BAB
dan BAK normal. ANC di dr. Budi, Sp.OG. Menurut
hasil USG dikatakan bayinya kembar presentasi
kepala-bokong tidak ada kelainan. Sewaktu ANC di
VK RS DKT diperiksa bidan janin gemeli presentasi
kepala-bokong. HPHT 26/11/2011.
Riw. Menarche 13 tahun, dismenore (-), haid teratur.
Riw. Darah tinggi sebelum kehamilan, Riw. Asma, DM,
penyakit jantung disangkal, riw.operasi (-)
O/ Tanda vital: T: 150/100 N: 84 S: 36,5 P: 20
BB: (?)
Terapi/
Lapor dr. Sp. OG:
- drip duvadilan 1
ampul dalam RL
500cc 20 tpm
- nivedipin 10 mg
3
St. Generalis: dbn
St. Obstetri: TFU 3 jari bawah proc.xyph, letak bayi (?),
his +, DJJ I 123x/mnt, DJJ II 128x/mnt
Portio licin,kuncup, pembukaan (-), ketuban
(+), lendir darah (-)
A/ G1P0A0 Hamil 32 minggu janin gemeli hidup dengan
kontraksi+ PEB
Tgl. 12-07-2012
Pk. 02.00 WIB
TD: 140/90
His mulai jarang, DJJ I 123x/mnt, DJJ II 132x/mnt
Tgl. 12-07-2012
Pk. 03.45 WIB
S: keluar flek darah kehitaman dari vagina.
O: TD 140/90
PD: portio kuncup, pembukaan (-), tampak darah merah
kehitaman, DJJ I (-), DJJ II (-)
Hb: 8,7 g/dl ↓
Leukosit: 23.400 ↑
Trombosit: 76.000 ↓
Ht: 21
Lapor dr.Budi,Sp.OG:
Pro sc pkl 07.00, lab. Pre-op
Tgl 12-07-2012
Pk. 04.30-05.00
Lapor dokter jaga ruangan
S: perdarahan dari kemaluan 2 jam SMRS, berupa flek, warna
merah kehitaman, nyeri perut (+)
O: DJJ (-), portio kuncup
A: G1P1A0, hamil 32 minggu, gemeli +susp. Solutio
placenta+ PEB ?
RL+Duvadilan 1 ampul 20
tpm
Nifedipin 1x5mg
USG Abdomen
Cek DL,BT,CT, Ur, Cr,
GDS, persiapan sc
4
BT/ CT: 10’30”/ 3’30” ↑
SGOT/ SGPT: 80/ 75 ↑
Ur/ Cr: 38/ 1,3
GDS: 67
Pk .07.00
Ruang OK
Dilakukan sc
Bayi lahir mati
Telah lahir seorang bayi laki-laki † pada tgl 12-7-2012 pada pukul 07.50 WIB dari ibu
G1P0A0 hamil 32 minggu+solutio placenta+susp. PEB secara sc. Ketuban jernih. Anus (+),
A/S 0/10.
Pk 10.00 Hasil lab 12-07-2012 (post sc)
Hb: 7,8
Lekosit: 23.100
LED: 65
Trombosit: 72.000
Ht: 19
SGOT/SGPT: 48/ 23
Albumin: 3,0 (3,5-5,0)
Ur/ Cr: 53/ 1,4
GDS: 86
ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN:
Sebab kematian : Anoksia janin yang disebabkan oleh solutio placenta. Adanya solutio placenta
menyebabkan berkurangnya sirkulasi utero-placenta dan mengakibatkan hipoksia janin.
5
Urinalisa:
Warna: kuning
Kejernihan: keruh
pH: 6,5
Protein: ++
Leukosit: 5-7
Eritrosit: 1-2
BAB III
PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN
Topik : Kasus Kematian IUFD ec solutio placenta
Tanggal (kasus) : 12 Juli 2012 Persenter : dr. Anditta Zahrani
Tangal presentasi : 29 Agustus 2012 Pendamping : dr.Irriane Dewi
Tempat presentasi : Aula RS DKT TK IV 03.07.04
Obyektif presentasi :□ Keilmuan √ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka□ Diagnostik √ □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Perempuan, 53 tahun, pegal-pegal, pingsan, riwayat darah tinggi
□ Tujuan : Mempertajam diagnosis dan menangani keadaan gawat pada solution placenta
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus √ □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi √ □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: Ny. M. No registrasi : -
Nama klinik: RS DKT TK IV 03.07.04 Telp: - Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Hamil anak pertama 32 minggu, perut mulas 8 jam SMRS,
tekanan darah tinggi, perdarahan merah kehitaman dan nyeri perut saat masuk RS.
2. Riwayat Pengobatan : Belum pernah mandapatkan pengobatan untuk penyakit ini sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan / Penyakit : tidak ada terdapat riwayat tekanan darah tinggi saat dan
sebelum kehamilan.
4. Riwayat keluarga / masyarakat : tidak terdapat anggota keluarga lain yang mengalami penyakit
yang sama.
5. Riwayat pekerjaan : ibu rumah tangga
6. Lain‐lain : Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum awal tampak sakit sedang, Tensi:
160/100 mmHg, tak ada oedem, proteinuri ++
6
Daftar Pustaka:1. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan
Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.
2. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua. 2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
3. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill. USA.
4. http://bascommetro.blogspot.com/2009/12/kematian-janin-dalam-kandungan.html
5. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.
6. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan.html
7. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis IUFD, Solutio placenta, dan sindroma HELLP
2. Definisi IUFD, Solutio placenta.
3. Penanganan emergensi pada IUFD, Solutio placenta, dan sindroma HELLP
4. Edukasi tentang penyakit, faktor resiko, prognosis, dan komplikasi
7
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)
DEFINISI
Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang disebut
kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau
kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(2).
ETIOLOGI
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian
perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan
maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali
kromosomal, dan infeksi baik yang berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang
berasal dari plasenta (25%-35%)yaitu berupa plasenta previa, solutio placenta,dan
korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal (5-10%) adalah diabetes, hipertensi, trauma,
persalinan abnormal, sepsis, asidosis, ruptura uteri, kehamilan post term. Selain ketiga kategori
tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).(3)
DIAGNOSIS(4,5)
Anamnesa
Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat
berkurang
Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak
seperti biasanya.
Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti
mau melahirkan.
8
Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus
Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
Terhentinya perubahan payudara
Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-
gerakan janin
Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung
janin
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)
Tanda nojoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Pada pemeriksaan ultrasonografi (usg) tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan tunkai
janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah
panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin,
terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan yang abnormal.
Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post
prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,
anticardiolipin antibody.
9
Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan
langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab kematian
janin.
Grade Maserasi pada IUFD :
Grade 0 (durasi < 8 jam) kulit kemerahan ‘setengah matang’.
Grade I (durasi > 8 jam) kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.
Grade II (durasi 2-7 hari) kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
Rongga toraks dan abdomen
Grade III (durasi >8 hari) hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,
Mungkin terjadi mumifikasi.
KOMPLIKASI(2,6)
1. Gangguan psikologis ibu dan keluargs
2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat
kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme
pembentuk gas seperti Clostridium welchii.
3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat
terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun
terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan,
kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat
penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke
dalam sirkulasi maternal.
4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post
partum.
PENCEGAHAN(2)
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah bila ibu
merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta.
10
PENATALAKSANAAN(2)
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.
Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk
segera diintervensi.
Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi pada
salah satu dari bayi kembar.
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu,
dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan pengetahuan
kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin, rencana tindakan,
dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir
pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa
komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin
maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat
dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea
ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri.
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100
μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25 μg
pervaginam/6jam.
Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga.
Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap penyebab
kematian janin.
Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu persalinan buatan
dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam,
tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu dalam keadaaan
bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam.(7)
11
SOLUTIO PLASENTA
DEFINISI
Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga.1
KLASIFIKASI(1,2
Secara klinis solutio plasenta dibagi dalam :
1. Solutio plasenta ringan
2. Solutio plasenta sedang
3. Solutio plaenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda – tanda klinisnya, sesuai dengan derajat
terlepasnya plasenta.
ETIOLOGI
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila darah yang terbentuk sedikit, hematoma hanya akan mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda atau gejalanya pun tidak
jelas.Hal ini baru diketahui setelah plasenta dikeluarkan dan terdapat cekungan pada permukaan
maternal.
Apabila hematoma retroplasenter bertambah berat, sehingga sebagian atau seluruh
plasenta dapat terlepas dari dinding uterus. Hal yang dapat terjadi adalah :
1. Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina
2. Sebagian darah akan menembus masuk kedalam kantong selaput ketuban keluar dari
vagina
3. Sebagian darah akan mengadakan ekstravasasi kedalam otot uterus dan menyebabkan
seluruh permukaan uterus bebercak biru atau ungu yang disebut sebagai uterus
couvelaire.
Penyebab primer pada solutio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan berikut ini
diungkapkan sebagai faktor – faktor yang turut mempengaruhinya :
12
1. Hipertensi
2. Cedera
3. Polihidraamnion dengan dekompresi yang cepat pada ketuban pecah dini
4. Penggunaan kokain atau tembakau
5. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan
6. Tali pusat yang pendek
7. Tekanan pada vena kava inferior akibat uterus yang membesar
8. Defisiensi gizi
Yang terbanyak mempengaruhi dari faktor resiko ini adalah Hipertensi ibu, baik kronis
atau sebagai akibat pre eklampsia.
I. GAMBARAN KLINIK
Solutio Plasenta Ringan
☺ Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam
– hitaman
☺ Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya
☺ Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang
☺ Bagian janin masih mudah diraba
Solutio Plasenta Sedang
☺ Gejala dapat timbul perlahan – lahan seperti plasenta
solutio ringan
☺ Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus
menerus
☺ Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan
mungkin telah mencapai 1000 ml
☺ syok
☺ Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan
☺ Bagian – bagian janin sulit diraba
☺ Bunyi jantung janin sukar didengarkan
Solutio Plasenta Berat
13
☺ Ibu Syok
☺ Biasanya janin telah meninggal
☺ Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri
☺ Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai
dengan keadaan syok ibunya
☺ Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal
II. DIAGNOSIS
Secara klinik, diagnosis ditentukan kalau pasien mengalami perdarahan pervaginam yang
berkaitan dengan nyeri tekan rahim, hiperaktivitas, dan peningkatan tonus.
Ultrasonografi hanya mendeteksi 2% solutio plasenta, alasan dilakukannya pemeriksaan
USG adalah untuk menyingkirkan diagnosis plasenta previa.
III. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan
pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara otot-
otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-
partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika,
maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi
perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di Rumah
14
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari
134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page
(1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah
ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah
intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-faktor pembekuan darah
lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat
banyak keterangan lain yang lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%, akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran
air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan berat,
apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.
Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin
berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat
perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang
meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh darah
ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi
ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang
masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah
demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
IV. PENANGANAN
1. Solutio Plasenta Ringan
a. Ekspektatif (Konservatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus
spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang
stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak
tegang, janin hidup.
15
Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial, berikan tokolisis
dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan.
Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap , golongan darah, pembekuan darah harus
dilakukan
b. Aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera
dilahirkan dan perdarahan berhenti.
Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat
mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG
daerah solutio plasenta bertambah luas.
Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama pada
kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat mengkonfirmasikan diagnosis
tersebut.
Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate.
Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan terminasi
kehamilan.
Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks
kurang dari 5, lakukan seksio caesaria.
2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah terjadi minimal
1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera dilakukan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan
ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian transfusi darah
secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat (Central Venous Pressure (CVP), CVP
pada triwulan ketiga sekitar 10 Cm Air.
16
Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan
saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G, 18G). Observasi terus keadaan
janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi.
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak peduli apakah
persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam. Amniotomi akan merangsang
dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi
nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu,
persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam 6 jam setelah
terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah dilakukan,
satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio
Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena
tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya.
Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan
kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau
fibrinogen tidak ada atau tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan.
Dapat juga dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi
fungsi reproduksi masih ingin dipertahankan.
V. PROGNOSIS
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau
preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio plasenta
dan pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada
solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya
menyebabkan kematian janin.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan
Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK
UI : Jakarta.
2. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua.
2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
3. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill.
USA.
4. http://bascommetro.blogspot.com/2009/12/kematian-janin-dalam-
kandungan.html
5. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.
6. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan.html
7. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan
Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI :
Jakarta
8. Winknjosastro H. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Edisi Pertama
Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit
FK UI : Jakarta
18