sp+peb cuha

26
BAB I PENDAHULUAN Usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih merupakan prioritas yang utama di Indonesia. Penyebab utama kematian maternal disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, preeklampsi/eklampsi, dan infeksi. Perdarahan merupakan penyebab utama terbanyak dari kematian ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera 1

Upload: aldiza-rena-pramudita

Post on 21-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mmm

TRANSCRIPT

Page 1: SP+PEB CUHA

BAB I

PENDAHULUAN

Usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih

merupakan prioritas yang utama di Indonesia. Penyebab utama kematian maternal

disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, preeklampsi/eklampsi, dan infeksi.

Perdarahan merupakan penyebab utama terbanyak dari kematian ibu.

Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang

berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan

pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan

muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup

janin di luar uterus.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan

plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta

umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan

antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan

dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat,

dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera

Setiap perdarahan selama kehamilan harus dianggap sebagai keadaan akut dan

serius serta berisiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan janin. Sehingga

penanganan yang tepat dan cepat amat dibutuhkan.

1

Page 2: SP+PEB CUHA

BAB II

LAPORAN KASUS KEMATIAN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.M/ By.M

Umur : 27 tahun

Agama/Suku : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : -

Alamat : Tanjung Baru Utara

Tgl masuk : 12 Juli 2012

Tgl keluar : 15 Juli 2012

Lama rawat : 3 hari

Diagnosa masuk ibu : G1P0A0, Hamil aterm+PEB

Diagnosa Akhir ibu : P1A0 post sc hari III ai Solutio Placenta+HELLP syndrome.

Diagnosa Akhir janin : IUFD ec solutio placenta

Sebab kematian : anoksia ec solutio placenta

KRONOLOGIS

Waktu Pemeriksaan Plan/Terapi

Tgl. 12-07-2012

Pk. 01.00 WIB

UGD RS DKT

RPS: Os mau melahirkan, mulas +

KT: -

Px. Fisik:

St. Generalis:

Keadaan Umum: tampak sakit sedang

Plan/

Anjuran laboratorium: -

Terapi/

- Konsul Sp.OG

2

Page 3: SP+PEB CUHA

Kesadaran: compos mentis

TD: 160/100

N:88 x/ menit

RR: 22 x/menit

S: 36,4 ºC

Kepala: CA -/-, SI -/-

Leher : dbn

Thorax : Sn.ves, Rh -/- , Wh -/-

Ekstremitas: dbn

D/ G1P1A0 Hamil aterm+PEB

Tgl. 12-07-2012

Pk. 01.00

Ruang VK

Dilakukan re-anamnesis ulang di VK

S/ Pasien hamil anak pertama, belum pernah

melahirkan. Mules sejak jam 18.00. Mules dirasakan

hilang timbul, tidak bertambah sering. Keluar lendir

campur darah (-), keluar air (-). Sakit kepala (?),

muntah (?), mual (?), kejang (-), nyeri ulu hati (?),

penglihatan buram (?). Pasien menyangkal tensi

tinggi selama hamil, menyangkal kakinya pernah

bengkak. Menurut pasien gerakan bayi aktif. BAB

dan BAK normal. ANC di dr. Budi, Sp.OG. Menurut

hasil USG dikatakan bayinya kembar presentasi

kepala-bokong tidak ada kelainan. Sewaktu ANC di

VK RS DKT diperiksa bidan janin gemeli presentasi

kepala-bokong. HPHT 26/11/2011.

Riw. Menarche 13 tahun, dismenore (-), haid teratur.

Riw. Darah tinggi sebelum kehamilan, Riw. Asma, DM,

penyakit jantung disangkal, riw.operasi (-)

O/ Tanda vital: T: 150/100 N: 84 S: 36,5 P: 20

BB: (?)

Terapi/

Lapor dr. Sp. OG:

- drip duvadilan 1

ampul dalam RL

500cc 20 tpm

- nivedipin 10 mg

3

Page 4: SP+PEB CUHA

St. Generalis: dbn

St. Obstetri: TFU 3 jari bawah proc.xyph, letak bayi (?),

his +, DJJ I 123x/mnt, DJJ II 128x/mnt

Portio licin,kuncup, pembukaan (-), ketuban

(+), lendir darah (-)

A/ G1P0A0 Hamil 32 minggu janin gemeli hidup dengan

kontraksi+ PEB

Tgl. 12-07-2012

Pk. 02.00 WIB

TD: 140/90

His mulai jarang, DJJ I 123x/mnt, DJJ II 132x/mnt

Tgl. 12-07-2012

Pk. 03.45 WIB

S: keluar flek darah kehitaman dari vagina.

O: TD 140/90

PD: portio kuncup, pembukaan (-), tampak darah merah

kehitaman, DJJ I (-), DJJ II (-)

Hb: 8,7 g/dl ↓

Leukosit: 23.400 ↑

Trombosit: 76.000 ↓

Ht: 21

Lapor dr.Budi,Sp.OG:

Pro sc pkl 07.00, lab. Pre-op

Tgl 12-07-2012

Pk. 04.30-05.00

Lapor dokter jaga ruangan

S: perdarahan dari kemaluan 2 jam SMRS, berupa flek, warna

merah kehitaman, nyeri perut (+)

O: DJJ (-), portio kuncup

A: G1P1A0, hamil 32 minggu, gemeli +susp. Solutio

placenta+ PEB ?

RL+Duvadilan 1 ampul 20

tpm

Nifedipin 1x5mg

USG Abdomen

Cek DL,BT,CT, Ur, Cr,

GDS, persiapan sc

4

BT/ CT: 10’30”/ 3’30” ↑

SGOT/ SGPT: 80/ 75 ↑

Ur/ Cr: 38/ 1,3

GDS: 67

Page 5: SP+PEB CUHA

Pk .07.00

Ruang OK

Dilakukan sc

Bayi lahir mati

Telah lahir seorang bayi laki-laki † pada tgl 12-7-2012 pada pukul 07.50 WIB dari ibu

G1P0A0 hamil 32 minggu+solutio placenta+susp. PEB secara sc. Ketuban jernih. Anus (+),

A/S 0/10.

Pk 10.00 Hasil lab 12-07-2012 (post sc)

Hb: 7,8

Lekosit: 23.100

LED: 65

Trombosit: 72.000

Ht: 19

SGOT/SGPT: 48/ 23

Albumin: 3,0 (3,5-5,0)

Ur/ Cr: 53/ 1,4

GDS: 86

ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN:

Sebab kematian : Anoksia janin yang disebabkan oleh solutio placenta. Adanya solutio placenta

menyebabkan berkurangnya sirkulasi utero-placenta dan mengakibatkan hipoksia janin.

5

Urinalisa:

Warna: kuning

Kejernihan: keruh

pH: 6,5

Protein: ++

Leukosit: 5-7

Eritrosit: 1-2

Page 6: SP+PEB CUHA

BAB III

PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN

Topik : Kasus Kematian IUFD ec solutio placenta

Tanggal (kasus) : 12 Juli 2012 Persenter : dr. Anditta Zahrani

Tangal presentasi : 29 Agustus 2012 Pendamping : dr.Irriane Dewi

Tempat presentasi : Aula RS DKT TK IV 03.07.04

Obyektif presentasi :□ Keilmuan √ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka□ Diagnostik √ □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi : Perempuan, 53 tahun, pegal-pegal, pingsan, riwayat darah tinggi

□ Tujuan : Mempertajam diagnosis dan menangani keadaan gawat pada solution placenta

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus √ □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi √ □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: Ny. M. No registrasi : -

Nama klinik: RS DKT TK IV 03.07.04 Telp: - Terdaftar sejak:

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Hamil anak pertama 32 minggu, perut mulas 8 jam SMRS,

tekanan darah tinggi, perdarahan merah kehitaman dan nyeri perut saat masuk RS.

2. Riwayat Pengobatan : Belum pernah mandapatkan pengobatan untuk penyakit ini sebelumnya.

3. Riwayat kesehatan / Penyakit : tidak ada terdapat riwayat tekanan darah tinggi saat dan

sebelum kehamilan.

4. Riwayat keluarga / masyarakat : tidak terdapat anggota keluarga lain yang mengalami penyakit

yang sama.

5. Riwayat pekerjaan : ibu rumah tangga

6. Lain‐lain : Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum awal tampak sakit sedang, Tensi:

160/100 mmHg, tak ada oedem, proteinuri ++

6

Page 7: SP+PEB CUHA

Daftar Pustaka:1. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan

Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.

2. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua. 2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

3. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill. USA.

4. http://bascommetro.blogspot.com/2009/12/kematian-janin-dalam-kandungan.html

5. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.

6. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan.html

7. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

Hasil pembelajaran:

1. Diagnosis IUFD, Solutio placenta, dan sindroma HELLP

2. Definisi IUFD, Solutio placenta.

3. Penanganan emergensi pada IUFD, Solutio placenta, dan sindroma HELLP

4. Edukasi tentang penyakit, faktor resiko, prognosis, dan komplikasi

7

Page 8: SP+PEB CUHA

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

DEFINISI

Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang disebut

kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau

kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan

hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(2).

ETIOLOGI

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian

perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan

maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali

kromosomal, dan infeksi baik yang berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang

berasal dari plasenta (25%-35%)yaitu berupa plasenta previa, solutio placenta,dan

korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal (5-10%) adalah diabetes, hipertensi, trauma,

persalinan abnormal, sepsis, asidosis, ruptura uteri, kehamilan post term. Selain ketiga kategori

tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).(3)

DIAGNOSIS(4,5)

Anamnesa

Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat

berkurang

Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak

seperti biasanya.

Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti

mau melahirkan.

8

Page 9: SP+PEB CUHA

Inspeksi

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang

kurus

Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu

Terhentinya perubahan payudara

Palpasi

Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-

gerakan janin

Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung

janin

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

Rontgen foto abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)

Tanda nojoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin

Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin

Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak

Pada pemeriksaan ultrasonografi (usg) tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan tunkai

janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah

panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin,

terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan yang abnormal.

Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post

prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,

anticardiolipin antibody.

9

Page 10: SP+PEB CUHA

Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan

langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab kematian

janin.

Grade Maserasi pada IUFD :

Grade 0 (durasi < 8 jam) kulit kemerahan ‘setengah matang’.

Grade I (durasi > 8 jam) kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.

Grade II (durasi 2-7 hari) kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di

Rongga toraks dan abdomen

Grade III (durasi >8 hari) hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,

Mungkin terjadi mumifikasi.

KOMPLIKASI(2,6)

1. Gangguan psikologis ibu dan keluargs

2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat

kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme

pembentuk gas seperti Clostridium welchii.

3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat

terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun

terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan,

kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat

penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke

dalam sirkulasi maternal.

4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post

partum.

PENCEGAHAN(2)

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah bila ibu

merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan

pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta.

10

Page 11: SP+PEB CUHA

PENATALAKSANAAN(2)

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.

Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk

segera diintervensi.

Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan

kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi pada

salah satu dari bayi kembar.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu,

dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan pengetahuan

kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin, rencana tindakan,

dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir

pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa

komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin

maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat

dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea

ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri.

Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100

μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25 μg

pervaginam/6jam.

Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga.

Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap penyebab

kematian janin.

Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu persalinan buatan

dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam,

tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu dalam keadaaan

bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam.(7)

11

Page 12: SP+PEB CUHA

SOLUTIO PLASENTA

DEFINISI

Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri

sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga.1

KLASIFIKASI(1,2

Secara klinis solutio plasenta dibagi dalam :

1. Solutio plasenta ringan

2. Solutio plasenta sedang

3. Solutio plaenta berat

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda – tanda klinisnya, sesuai dengan derajat

terlepasnya plasenta.

ETIOLOGI

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk

hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.

Apabila darah yang terbentuk sedikit, hematoma hanya akan mendesak jaringan plasenta,

peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda atau gejalanya pun tidak

jelas.Hal ini baru diketahui setelah plasenta dikeluarkan dan terdapat cekungan pada permukaan

maternal.

Apabila hematoma retroplasenter bertambah berat, sehingga sebagian atau seluruh

plasenta dapat terlepas dari dinding uterus. Hal yang dapat terjadi adalah :

1. Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina

2. Sebagian darah akan menembus masuk kedalam kantong selaput ketuban keluar dari

vagina

3. Sebagian darah akan mengadakan ekstravasasi kedalam otot uterus dan menyebabkan

seluruh permukaan uterus bebercak biru atau ungu yang disebut sebagai uterus

couvelaire.

Penyebab primer pada solutio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan berikut ini

diungkapkan sebagai faktor – faktor yang turut mempengaruhinya :

12

Page 13: SP+PEB CUHA

1. Hipertensi

2. Cedera

3. Polihidraamnion dengan dekompresi yang cepat pada ketuban pecah dini

4. Penggunaan kokain atau tembakau

5. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan

6. Tali pusat yang pendek

7. Tekanan pada vena kava inferior akibat uterus yang membesar

8. Defisiensi gizi

Yang terbanyak mempengaruhi dari faktor resiko ini adalah Hipertensi ibu, baik kronis

atau sebagai akibat pre eklampsia.

I. GAMBARAN KLINIK

Solutio Plasenta Ringan

☺ Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam

– hitaman

☺ Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya

☺ Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang

☺ Bagian janin masih mudah diraba

Solutio Plasenta Sedang

☺ Gejala dapat timbul perlahan – lahan seperti plasenta

solutio ringan

☺ Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus

menerus

☺ Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan

mungkin telah mencapai 1000 ml

☺ syok

☺ Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan

☺ Bagian – bagian janin sulit diraba

☺ Bunyi jantung janin sukar didengarkan

Solutio Plasenta Berat

13

Page 14: SP+PEB CUHA

☺ Ibu Syok

☺ Biasanya janin telah meninggal

☺ Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri

☺ Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai

dengan keadaan syok ibunya

☺ Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan

darah dan kelainan ginjal

II. DIAGNOSIS

Secara klinik, diagnosis ditentukan kalau pasien mengalami perdarahan pervaginam yang

berkaitan dengan nyeri tekan rahim, hiperaktivitas, dan peningkatan tonus.

Ultrasonografi hanya mendeteksi 2% solutio plasenta, alasan dilakukannya pemeriksaan

USG adalah untuk menyingkirkan diagnosis plasenta previa.

III. KOMPLIKASI

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan

lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak

dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah

selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi

uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan

pembekuan darah.

Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara otot-

otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-

partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika,

maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi

perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.

b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang

biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di Rumah

14

Page 15: SP+PEB CUHA

Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari

134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page

(1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah

ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah

intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-faktor pembekuan darah

lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat

banyak keterangan lain yang lebih rumit.

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar

antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%, akan terjadi

gangguan pembekuan darah.

c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran

air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan berat,

apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.

Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin

berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat

perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang

meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh darah

ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi

ginjal ini.

d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang

masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah

demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.

IV. PENANGANAN

1. Solutio Plasenta Ringan

a. Ekspektatif (Konservatif)

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus

spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang

stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak

tegang, janin hidup.

15

Page 16: SP+PEB CUHA

Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial, berikan tokolisis

dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan.

Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap , golongan darah, pembekuan darah harus

dilakukan

b. Aktif

Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera

dilahirkan dan perdarahan berhenti.

Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat

mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG

daerah solutio plasenta bertambah luas.

Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama pada

kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat mengkonfirmasikan diagnosis

tersebut.

Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate.

Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan terminasi

kehamilan.

Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera

dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan

pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks

kurang dari 5, lakukan seksio caesaria.

2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat

Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah terjadi minimal

1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera dilakukan. Tekanan darah tidak

merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan

ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian transfusi darah

secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat (Central Venous Pressure (CVP), CVP

pada triwulan ketiga sekitar 10 Cm Air.

16

Page 17: SP+PEB CUHA

Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan

saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G, 18G). Observasi terus keadaan

janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi.

Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak peduli apakah

persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam. Amniotomi akan merangsang

dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi

nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu,

persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam 6 jam setelah

terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah dilakukan,

satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio

Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena

tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya.

Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan

kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau

fibrinogen tidak ada atau tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan.

Dapat juga dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi

fungsi reproduksi masih ingin dipertahankan.

V. PROGNOSIS

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,

banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau

preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio plasenta

dan pengosongan uterus.

Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada

solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang

terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya

menyebabkan kematian janin.

17

Page 18: SP+PEB CUHA

DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan

Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK

UI : Jakarta.

2. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua.

2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

3. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill.

USA.

4. http://bascommetro.blogspot.com/2009/12/kematian-janin-dalam-

kandungan.html

5. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.

6. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan.html

7. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan

Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI :

Jakarta

8. Winknjosastro H. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Edisi Pertama

Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit

FK UI : Jakarta

18