skripsi yuli c
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya orang berpendapat bahwa pelajaran matematika
merupakan pelajaran yang cukup sulit. Oleh sebab itu, guru-guru matematika
perlu memahami dan mengembangkan berbagai metode dan keterampilan dalam
mengajar matematika. Tujuannya antara lain agar guru dapat menyusun program
pengajaran matematika yang dapat membangkitkan motivasi kepada siswa, agar
mereka dapat belajar dengan giat. Selain itu, agar siswa merasa benar-benar ikut
ambil bagian dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Menurut Suryanto (1998: 1), salah satu indikator keberhasilan dari seorang
guru dalam proses pembelajaran yaitu, hasil belajar siswa. Jika hasil belajar siswa
dalam suatu proses pembelajaran baik, maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut
berhasil dalam proses pembelajaran yang dilakukannya tapi sebaliknya, jika hasil
belajar siswanya buruk, berarti guru tersebut belum berhasil dalam proses
pembelajarannya.
Sesuai dengan hal itu, Suryanto (1998: 2) juga menyatakan bahwa hasil
belajar mencerminkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, mutu pendidikan
merupakan permasalahan yang masih menjadi bahan kajian dan perhatian sampai
sekarang ini. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. Sama halnya dengan indikator
pada proses pembelajaran, indikator yang paling menonjol dalam kajian mutu
pendidikan adalah hasil belajar. Maraknya pengkajian hasil belajar dikarenakan
1
masih seringnya ditemukan di setiap jenjang pendidikan, dimana beberapa orang
siswa yang menunjukkan hasil belajar yang rendah.
Pada kenyataannya sekarang, bahwa pembelajaran yang telah dilakukan
oleh guru SMA selama ini dirasakan mengalami hambatan dalam mencapai
ketuntasan belajar, karena tidak sempat mendorong siswanya untuk kreatif dalam
mengembangkan kemampuannya dalam setiap tatap muka. Guru hanya
mentransfer rumus-rumus dan langkah-langkah penyelesaian soal yang disajikan
guru, sehingga siswa terkesan seperti robot-robot yang dikendalikan oleh guru.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMA Negeri 4 Lubuklinggau,
diperoleh data bahwa siswa kurang berminat untuk belajar matematika dan hasil
belajar siswa pada pembelajaran matematika masih rendah dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu, 60. Guru lebih banyak
menggunakan pembelajaran secara konvensional dalam proses pembelajaran
sehingga menurut siswa belajar matematika itu sangat membosankan.
Dalam pengajaran matematika di SMA Negeri 4 Lubuklinggau, rata-rata
guru mengeluhkan rendahnya kemampuan siswa dalam menerapkan konsep
matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya kesalahan siswa dalam mengerjakan
soal-soal dan rendahnya hasil belajar siswa (nilai) baik dalam ulangan harian,
ujian tengah dan akhir semester. Padahal, dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar dikelas biasanya guru memberikan tugas (pemantapan) secara kontinyu
berupa latihan soal. Tetapi dalam pelaksanaannya, latihan tidak sepenuhnya dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika.
2
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah terletak pada
proses pembelajaran matematika yang masih sering ditemui adanya dominasi guru
yang mengakibatkan siswa cenderung lebih bersifat pasif. Disamping itu, proses
pembelajaran matematika yang ditemui pada umumnya masih secara
konvensional dengan hanya mendengar ceramah dari guru, sehingga sebagian
siswa menjadi cepat bosan dan malas dalam mengikuti materi pelajaran.
Akibatnya, penguasaan mereka terhadap materi yang diberikan tidak tuntas.
Dengan demikian hasil belajarnya menjadi rendah. Untuk dapat memahami suatu
konsep atau teori dalam matematika bukanlah suatu pekerjaan mudah. Sehingga
untuk mempelajari matematika dengan baik diperlukan aktivitas belajar yang
baik.
Oleh karena itu, setiap kegiatan belajar yang sedang berlangsung
hendaknya melibatkan seluruh siswa, sehingga siswa tersebut dapat berpartisipasi
aktif dalam materi yang sedang dibicarakan. Siswa akan berhasil dengan baik bila
dalam pembelajaran berpartisipasi secara aktif. Pentingnya aktivitas belajar siswa
pada mata pelajaran matematika didasarkan pada sifat mata pelajaran itu sendiri,
karena pada dasarnya mata pelajaran tersebut bersifat abstrak, sehingga
diperlukan suatu cara dalam mengatasi agar mata pelajaran tersebut mendapat
respon yang tinggi dari siswa. Maka dari itu, diperlukan aktivitas siswa untuk
dapat memahami dan menguasai materi yang diberikan.
Salah satu kondisi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam belajar matematika yaitu melalui pendekatan problem posing. Yulisa
(2006: 1) menyatakan bahwa salah satu alternatif dalam mengatasi masalah
3
tersebut adalah dengan pendekatan problem posing pada suatu proses
pembelajaran, yang sasarannya bukan sekedar peserta didik menyelesaikan soal-
soal atau menyelesaikan masalah (problem solving) sebagaimana biasanya, tetapi
dapat berupa penyajian masalah atau membuat soal-soal (problem posing) dengan
soal-soal yang disajikan oleh guru beserta langkah-langkah penyelesaiannya.
Pendekatan ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membuat soal dari masalah yang diberikan oleh guru dan menyelesaikannya
sendiri atau diselesaikan oleh siswa yang lain, sehingga akan terlihat kegiatan
siswa, siswa akan lebih dominan dibandingkan dengan guru. Dengan membentuk
soal yang dapat diselesaikan, siswa senantiasa akan berusaha untuk
mengkonstruksi pemahaman baru berdasarkan informasi yang tersedia. Hal ini
sesuai dengan pandangan kosntruktivis, bahwa pengetahuan baru sebagian besar
akan dibentuk atau dikonstruk sendiri oleh siswa. Jadi, sudah saatnya guru
melakukan pembelajaran yang membantu siswa untuk membangun
(mengkonstruk) pengetahuan matematiknya dengan kemampuan sendiri melalui
konsep internalisasi sehingga pengetahuan matematik itu dapat terkonstruksi
kembali. Ini berarti, guru harus memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada
siswa untuk mengembangkan diri, dan peran guru adalah melakukan kegiatan
untuk memberi pemahaman matematika dengan cara memediasi dan memfasilitasi
siswa agar proses pembentukan makna berlangsung dengan baik.
Proses pembentukan makna akan diperoleh melalui keterhubungan
pengetahuan kognitif yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan matematika
yang baru akan dibangunnya. Proses seperti ini, salah satunya dapat dilatih
4
melalui dengan pembelajaran problem posing, karena dengan problem posing
akan berdampak positif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, daya
nalar, motivasi dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajarnya.
Dengan demikian, pembelajaran problem posing menjadi menarik dan
perlu diperhatikan terutama bagi guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menginginkan anak didiknya lebih
kritis dan analitis dalam menempuh mata pelajaran matematika.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul ”Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 4
Lubuklinggau”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran yang menggunakan
pendekatan problem posing terhadap hasil belajar matematika siswa pada
kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau?
2. Bagaimana aktivitas siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau setelah
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan problem posing?
5
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu meluas, maka penulis perlu
membatasi ruang lingkup dari permasalahan yaitu materi yang dibahas adalah
bentuk akar.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan problem posing terhadap hasil belajar
matematika siswa pada kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau
setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi guru, sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
baik guna mencapai ketuntasan belajar siswa yang diinginkan.
2. Bagi siswa, untuk dapat lebih memahami dan menguasai dalam
menyelesaikan soal-soal pada materi matematika yang diberikan.
3. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan untuk menghasilkan siswa-
siswa yang berkompeten.
6
F. Anggapan Dasar
Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad M.Sc. Ed. (dalam Arikunto, 2006:
65) anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya diterima oleh peneliti.
Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa pendekatan
problem posing mampu merangsang perkembangan berfikir siswa secara kreatif
dan menyeluruh.
G. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari salah penafsiran terhadap istilah yang digunakan,
perlu adanya batasan istilah. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah :
a. Pengaruh yang dimaksud adalah akibat yang ditimbulkan atau yang akan
terjadi setelah diberikan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan problem
posing terhadap hasil belajar siswa.
b. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan problem posing yang
dilaksanakan secara berkelompok yang menekankan peserta didik untuk
membentuk soal sendiri dan siswa lain yang menyelesaikannya.
c. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
7
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Matematika
Istilah matematies (inggris), mathematic (Jerman), Wiskunde (Belanda),
berasal dari bahasa yunani dari kata mathema yang berarti belajar atau berfikir.
Jadi, secara etimologis matematika berarti “Ilmu pengetahuan yang diperoleh
dengan bernalar“ yang lebih menekankan pada aktivitas penalaran.
Jhonson dan Myklebust (dalam Abdurrahman 2003: 252), menyatakan
bahwa matematika adalah bahasa simbolis, yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lenner (dalam
Abdurrahman 2003: 252), juga menyatakan bahwa matematika disamping
sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan
manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen
dan kuantitas. Selanjutnya, Kline (dalam Abdurrahman 2003: 252), juga
menyatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya
adalah penggunaan cara bernalar deduktif.
Dalam perkembangan ilmu dan teknologi, matematika memegang peranan
penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi
lebih sempurna. Matematika merupakan Queen Of Science (ratunya ilmu). Dari
berbagai pendapat yang telah dikemukakan menunjukan bahwa hakekat
matematika lebih ditekankan pada metode dari pada pokok persoalan matematika
itu sendiri, maka matematika itu sendiri adalah bahasa simbolis untuk
8
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dari kekurangan yang
memudahkan manusia berfikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu dasar dari pengetahuan dan teknologi, ilmu tentang ide-
ide atau konsep abstrak yang menggunakan bahasa simbol dengan penggunaan
cara berfikir nalar deduktif.
B. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh setiap
makhluk hidup khususnya manusia. Melalui belajar manusia dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya dimasa mendatang. Tujuan belajar adalah
mengembangkan intelektual, menambah keterampilan, dan mengembangkan
kepribadian diri peserta didik.
Slameto (2003: 2), menyatakan bahwa belajar adalah proses usaha untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Syah (2003:
68), belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian ini perlu diutarakan
sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan
fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses
belajar.
9
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap
orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi
antara seseorang dengan lingkungannya. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu
telah belajar yaitu adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang
mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,
keterampilan atau sikapnya.
Sesuai dengan pendapat diatas, Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003:
253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika
merupakan :
1. Sarana berpikir yang jelas dan logis.
2. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman.
4. Sarana untuk mengembangkan kreativitas.
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Suatu proses belajar dapat berjalan efektif apabila seluruh komponen yang
berpengaruh dalam proses belajar mengajar saling mendukung dalam mencapai
tujuan, diantaranya siswa termotivasi. Komponen yang berpengaruh dalam proses
belajar mengajar adalah guru, siswa, metode, kurikulum, dan sarana prasarana.
Berdasarkan kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan belajar adalah suatu proses atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
10
C. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan dasar untuk menentukan tingkat keberhasilan
siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Dengan belajar maka siswa dapat
berkembang dan menjawab tantangan yang muncul. Slameto (2003: 74),
menyatakan bahwa belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional
yang ingin dicapai.
Liebeck (dalam Abdurrahman, 2003: 253), menyatakan ada dua macam
hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu :
1. Perhitungan matematika (mathematics calculation).
2. Penalaran matematika (mathematics reasoning).
Berdasarkan hasil belajar matematika, maka Lenner (dalam Abdurrahman,
2003: 253), mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika
hendaknya mencakup tiga elemen :
1. Konsep, yaitu menunjuk pada pemahaman dasar.
2. Keterampilan, yaitu menunjuk pada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.
3. Pemecahan masalah, yaitu aplikasi dari konsep dan keterampilan.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu prestasi kegiatan yang telah dicapai, dikerjakan, baik secara individu
maupun kelompok.
11
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2003: 54-60), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah :
1. Faktor intern, adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
meliputi: faktor kesehatan, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
2. Faktor ekstern, adalah faktor diluar diri individu yang meliputi: faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Sudjana (2002: 39), menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor
yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari
dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Disamping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar,
minat, dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,
faktor fisik, dan psikis.
Faktor yang datang dari luar, yang mempengaruhi hasil belajar yaitu,
kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi
rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
pengajaran.
Pendapat ini sesuai dengan teori belajar yang dikemukakan Bloom (dalam
sudjana, 2002: 40), bahwa ada tiga variabel utama dalam teori belajar disekolah,
yakni karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa.
Sedangkan Caroll (dalam Sudjana, 2002: 40) juga menyatakan bahwa hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu, bakat pelajar, waktu yang
12
tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran,
kualitas pengajaran dan kemampuan individu.
Kedua faktor di atas (kemampuan siswa dan kualitas pengajar)
mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar. Artinya, makin
tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin tinggi pula hasil belajar
siswa.
E. Pendekatan Pembelajaran
Arief (dalam Kalimi, 2008: 12) menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-
sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Menurut Dageng
(dalam Kalimi, 2008: 12), pendekatan pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan peserta didik. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam proses
belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Hamzah, (2008: 50), menyatakan macam-macam pendekatan belajar yang
ditinjau dari sudut pandang psikologi adalah :
1. Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach) merupakan pandangan psikologi
yang dimotori teori Thorndike dan Skinner merupakan penyebab pokok
terbentuknya respon-respon dalam belajar. Stimulus yang dimaksud
dinamakan operant conditioning yang dibentuk melalui pengubahan materi
bahasan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang pelajar mengembangkan
perilaku seperti yang dikehendaki dalam tujuan belajar.
13
2. Pendekatan Kognitif (Cognitive Approach). Menurut aliran kognitif, belajar
merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi
dari perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang
diamati dan difikirkannya. Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar di
respon sebagai aktivitas kerja memori otak untuk membentuk dan
mengembangkan struktur kognitif melalui proses amilasi dan akomodasi yang
terus menerus diperbaharui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru
dalam memori disetiap akhir dari kegiatan.
3. Pendekatan Terapan (Applied Approach). Pendekatan terapan didasarkan atas
asumsi bahwa, setelah melalui pengalaman belajar selama lokakarya, para
peserta dapat menerapkan prinsip dan prosedur pengembangan aktivitas
belajar mengajar di setiap mata pelajaran yang dipegangnya.
Menurut Bruce Joyce (dalam Sudjana, 2002: 153), macam-macam
pendekatan belajar yaitu :
1. Pendekatan Ekspository adalah guru hanya memberikan informasi yang berupa
teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti yang mendukung.
2. Pendekatan Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
3. Pendekatan Inquiry adalah proses mental yang lebih tinggi tingkatannya,
misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan
eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data dan membuat
kesimpulan.
14
4. Pendekatan Konsep adalah pendekatan yang mengenal suatu benda atau
peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dalam suatu hasil
belajar.
5. Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah tingkah laku belajar
yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, menggambarkan
tingkat, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar baik intelektual,
emosional maupun fisik.
Sutiarso (2000: 8) menyatakan ada beberapa model pembelajaran, untuk
dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kondisi yang
dihadapi, yaitu :
1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi, komunikasi,
sosialisasi karena koperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan
belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi
konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman
agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri
15
dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol
dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-
strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil
kelompok.
2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan
sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan
dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa
manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran
siswa menjadi konkrit, dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan
menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan
pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh
siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, mencoba,
mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri,
mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review,
16
rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan
berbagai cara).
3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di
Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan
melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta,
konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan
persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui
proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas
(kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam
konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-
intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial,
sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).
4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada
keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi
dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara
ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah
bervariasi).
17
5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan
aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi
yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi,
demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir
optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi
(analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur,
sintesis, generalisasi, dan inkuiri.
6. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak
rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah
mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau
algoritma). Sintaknya adalah sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di
atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang
disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga,
dan akhirnya menemukan solusi.
7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem solving adalah problem posing, yaitu
pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali
masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami.
18
Sintaknya adalah pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan,
menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
7. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran
yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility)
dan solusinya juga bisa beragam. Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan
orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing,
keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi
mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam
memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta
untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut.
Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses
daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan,
dan ragam berpikir.Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara
matematik (gunakan gambar, diagram, tabel), kembangkan permasalahan sesuai
dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan
rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah
menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat
respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
8. Probing-Prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan
19
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya
siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru,
dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan
menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus
berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran,
setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan
terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi
kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah
ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa,
sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa,
bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia
sedang belajar, ia telah berpartisipasi.
9. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah satu model pembelajaran koperatif dengan sintaks
pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-
LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi
diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau
kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
10. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks Guru
menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja
kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs),
20
presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap
siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
F. Pendekatan Problem Posing
Sutiarso (2000: 1) mengemukakan bahwa problem posing merupakan
istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah
“merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Echols dan
Shadiliy (dalam Sutiarso, 2000: 1) menyatakan bahwa problem posing adalah
istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata ”problem” artinya masalah, soal atau
persoalan dan kata ”pose” yang artinya mengajukan. Jadi problem posing dapat
diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Sedangkan Silver
(dalam Sutiarso, 2000: 1), juga menyatakan bahwa dalam pustaka pendidikan
matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu :
1. Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal
yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami
dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem possing sebagai salah
satu langkah problem solving).
2. Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat
pada pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif
pemecahan lain.
3. Problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang
diberikan.
21
Sedangkan “The Curriculum and Evaluation Standard for School
Mathematics” merumuskan secara eksplisit bahwa siswa-siswa harus mempunyai
pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal (masalah) mereka sendiri.
Lebih jauh The Professional Standards for Teaching Mathematics menyarankan
hal yang penting bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal mereka sendiri. Siswa
perlu diberi kesempatan merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan
menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari
masalah-masalah yang diketahui tersebut (Sutiarso, 2000: 2).
Mengenai peranan problem posing dalam pembelajaran matematika,
Sutiarso (2000: 2) menjelaskan bahwa problem posing adalah adalah suatu bentuk
pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan
soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau
menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sesuai dengan English yang
menjelaskan bahwa problem posing adalah penting dalam kurikulum matematika
karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas
dimana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver dan Simon (dalam Sutiarso,
2000: 2) mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai
tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak
terhadap konsep penting matematika.
Sutiarso (2000: 2) menyatakan bahwa dalam problem posing diperlukan
kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah
penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut
22
merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem
solving.
Pembelajaran dengan metode problem posing sebenarnya merupakan
pengembangan dari pengajaran metode problem solving yang dalam
menyelasaikan soal-soal matematika menuntut siswa memiliki kemampuan
memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian dan menyelesaikan
soal. Pembelajaran dengan metode problem posing memberikan dorongan agar
siswa dapat menciptakan sebanyak mungkin pertanyaan dari suatu soal (masalah)
yang disajikan guru atau menuntut siswa memiliki kemampuan untuk membuat
soal-soal yang setara dengan yang diberikan guru beserta langkah
penyelesaiannya.
Selanjutnya, pengajaran dengan metode problem posing akan menjamin
aktivitas belajar siswa yang lebih baik, karena sebagai individu-individu yang
memiliki potensi alami dapat mengembangkan wawasannya sendiri sehingga
tidak hanya terpaku kepada langkah-langkah yang disajikan oleh guru saja.
Dengan demikian menggunakan pengajaran dengan metode problem posing
diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran
akan dicapai maksimal.
Problem posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta
didik. Peserta didik hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam
merumuskan soal atau masalah. Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan
dalam kegiatan perumusan masalah atau soal dalam pembelajaran matematika,
Walter dan Brown (dalam Sutiarso, 2000: 3), menyatakan bahwa soal dapat
23
dibangun melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif,
permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan
English (dalam Sutiarso, 2000: 3), membedakan dua macam situasi atau konteks,
yaitu konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau dalam
kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam gambar atau
kalimat tanpa tujuan khusus.
Menurut Sutiarso (2000: 4), pembelajaran dengan pendekatan problem
posing biasanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian
materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh
soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat
masalah dari masalah yang ada dan menjawabnya. Kemudian siswa diminta
belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar individu atau
berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang
tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh,
bagaimana cara mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat
diperlukan.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata-rata, pendekatan seperti
ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan
tertantang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan.
Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawaban yang lebih kompleks.
Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan
kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan
kemampuannya.
24
Menurut Iskandar (dalam Kalimi 2008: 17), langkah-langkah
pembelajaran problem posing adalah :
1. Membuka kegiatan pembelajaran.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
3. Menyampaikan materi pembelajaran.
4. Memberikan contoh penyelesaian soal-soal.
5. Memberi kesempatan siswa untuk bertanya.
6. Memberi kesempatan siswa untuk membuat soal dari kondisi yang diberikan,
beserta penyelesaiannya.
7. Mempersilahkan siswa bertukar soal dengan siswa lain dan
mendiskusikannya.
8. Mempersilahkan siswa untuk mempresentasikan soal yang telah dibentuk.
9. Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
10. Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.
11. Menutup pelajaran.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah
pembelajaran pendekatan problem posing menurut Iskandar.
Kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran problem posing (dalam
Kalimi, 2008: 19) dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Problem Posing
25
Kelebihan Kekurangan1. Cara ini dapat membuat
pembelajaran siswa lebih relevan.2. Pembelajaran melalui pemecahan
masalah dapat membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
3. Cara ini merangsang perkembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam pembelajaran banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencapai permasalahannya.
1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa sendiri.
2. Proses pembelajaran dengan menggunakan cara ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak.
3. Mengubah kebiasaan siswa dalam pembelajaran dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru, menjadi pembelajaran dengan banyak berfikir memecahkan masalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber pembelajaran merupakan kesulitan tersendiri.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada perumusan atau pembuatan serta penyelesaian masalah
atau soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.
G. Teori Konstruktivisme
Teori pembelajaran konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa
siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang
siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan
26
dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut, pertama adalah peran aktif
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah
pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara
bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang
diterima.
Wheatley (dalam Tasker, 1992: 30) mendukung pendapat di atas dengan
mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar
konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi
secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognitif bersifat adaptif
dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan
anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian
ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Tasker (1992:
4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila
belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu,
untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang
lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika
tersebut.
Budiningsih (2005: 59), menyatakan bahwa teori konstruktivis
menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan,
media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
27
dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian,
siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang
dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan
pemikirannya secara rasional.
Konstruktivis dalam proses belajar mengajar tidak menjadikan siswa
sebagai individu yang pasif tanpa dapat memahami, menerapkan pengetahuan
dalam memecahkan masalah, akan tetapi menjadikan siswa sebagai individu yang
aktif. Aktif disini berarti siswa sendiri yang menyelesaikan soal-soal, siswa aktif
dalam memberikan pertanyaan dan aktif dalam menjawab pertanyaan, siswa
sendiri yang membuat penalaran terhadap apa yang dipelajarinya dengan cara
mencari makna dan membandingkan dengan apa yang telah diketahui dengan apa
yang akan diperlukannya didalam proses belajar mengajar sehingga proses
pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa serta bermanfaat bagi siswa.
Hanbury (dalam Tasker, 1992: 6) mengemukakan sejumlah aspek dalam
kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu :
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2. Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3. Strategi siswa lebih bernilai.
4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
28
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tasker
(1992: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut :
1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri.
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa.
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Selanjutnya, keterkaitan problem posing dengan teori konstruktivisme
yaitu, bahwa pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang berbasis teori konstruktivisme. Di dalam proses pembelajaran problem
posing, siswa di tuntut untuk lebih berperan aktif dibandingkan dengan guru.
Bentuk peran aktif siswa itu sendiri adalah siswa di arahkan untuk mampu
menggali pengetahuan kognitifnya sendiri yang direalisasikan dengan
kemampuan siswa dalam membuat dan menyelesaikan soal dengan benar sesuai
dengan stimulus yang diberikan oleh guru.
Dari beberapa pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
29
mereka bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
H. Teori Konvensional
Teori pembelajaran konvensional adalah teori pembelajaran yang mengacu
pada teori belajar behaviorisme. Menurut teori ini, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon, dan tidak
memikirkan hal-hal yang tidak dapat di ukur, meskipun hal-hal itu penting.
Karena hanyalah stimulus dan respon berbentuk tingkah laku yang bisa diamati.
Jadi pembelajaran ini hanya berorintasi pada hasil belajar yang dapat diamati, dan
di ukur sehingga tidak mampu menjelaskan proses belajar.
Menurut Hamalik (1992: 54), menyatakan metode konvensional adalah
metode pembelajaran yang lebih dilaksanakan secara klasikal yang diselingi
kegiatan individual serta penggunaan media komunikasi tertentu terbatas sebagai
alat bantu meningkatkan keefektifitasan belajar. Sesuai dengan hal itu, pengertian
lain dari teknik konvensional atau media ceramah, yaitu cara menyampaikan
materi pembelajaran dimana guru aktif menjelaskan pelajaran, sedangkan siswa
mendengarkan, menyimak dan mencatat setelah guru selesai menjelaskan materi
pelajaran.
Sanjaya (2008: 124), mengemukakan perbedaan teori konstruksional dan
teori konvensional yang dapat dilihat pada tabel 2.2 :
Tabel 2.2Tabel Perbedaan Teori Konstruksional dan Konvensional
30
N0 Teori Konstruksional Teori Konvensional1
2
3
4
5
6
7
8
Teori konstruksional menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri.Teori konstruksional, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa.Teori konstruksional, prilaku dibangun atas kesadaran sendiri.Teori konstruksional, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman.Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui teori konstruksional adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dan kenyataan.Dalam teori konstruksional, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu tidak bermanfaat dan merugikan.Dalam teori konstruksional pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalamannya yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.Tujuan yang ingin dicapai oleh teori konstruksional adalah kemampuan siswa dalam proses berfikir untuk memperoleh
Teori konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
Teori konvensional pembelajaranbersifat teoritis dan abstrak.
Teori konvensionalperilaku atas proses kebiasaan.Teori konvensioanal kemampuandiperoleh melalui latihan-latihan.
Tujuan akhir dari teorikonvensional adaalah penguasaanmateri pembelajaran.
Dalam teori konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkanoleh faktor dari luar dirinya,misalnya individu tidakmelakukan sesuatu disebabkantakut hukuman.
Dalam teori konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaranyang dimilikinya bersifat absolutdan final, oleh karena pengetahuandikonstruksi oleh orang lain.
Tujuan yang ingin dicapai oleh teori konvensional adalahkeberhasilan pembelajaranbiasanya hanya diukur melalui tes.
31
pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional adalah suatu model pembelajaran yang sifatnya lebih berpusat pada
guru yang pelaksanaannya dilakukan melalui mendengarkan penjelasan guru,
tanya jawab dan pemberian tugas.
I. Aktivitas Belajar
Menurut Sriyono (2008; 2), aktivitas adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses
belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk
belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama
proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang
mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,
mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama
dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Trinandita (dalam Sriyono, 2008; 3) menyatakan bahwa hal yang paling
mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang
tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan
mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing
siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang
32
timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Nasution (2010; 5) megemukakan macam-macam aktivitas belajar siswa
didalam kelas, yaitu :
1. Visual activities seperti membaca, memperhatikan:gambar, demonstrasi,
percobaan dan sebagainya.
2. Oral activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi dan sebagainya.
3. Listening activities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,
pidato dan sebagainya.
4. Writing activities seperti menulis cerita, karangan, laporan, menyalin, dan
sebagainya.
5. Drawing activities seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola,
dan sebagainya.
6. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
bermain, berkebun dan sebagainya.
7. Mental activities seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan dan sebagainya.
8. Emotional activities seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani,
tenang, gugup dan sebagainya.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah
seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai
kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan menyimpulkan,
33
mengobservasi dan menyelesaikan masalah, sedangkan kegiatan psikis berupa
keterampilan bersosialisasi didalam kelas. Dalam penelitian ini aktivitas yang
dinilai oleh peneliti yaitu listening activities (mendengarkan), oral activities
(bertanya), dan motor activities (membentuk soal dan membahas soal).
J. Tinjauan Materi Bentuk Akar
1. Operasi Aljabar Pada Bilangan Bentuk Akar
a) Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Akar
Operasi penjumlahan dan pengurangan pada bentuk akar hanya dapat
dilakukan jika untuk akarnya sama atau sejenis.
Ingat bahwa
Rumus untuk penjumlahan dan pengurangan pada bentuk akar, yaitu :
Penjumlahan :
Pengurangan :
Contoh : Sederhanakan bentuk akar dibawah ini.
1.
2.
3.
b) Perkalian dan Pembagian Bentuk Akar
Rumus untuk perkalian dan pembagian pada bentuk akar, yaitu :
Perkalian :
34
Pembagian:
Contoh : Sederhanakan bentuk akar dibawah ini.
1.
2.
3.
4.
5.
2. Merasionalkan Penyebut Pecahan Bentuk Akar
Caranya yaitu, dengan mengalikan pecahan bentuk akar tersebut
dengan akar sekawan dari penyebut pecahan bentuk akar tersebut.
a) Bentuk
Caranya yaitu, dengan mengalikan dengan
b) Bentuk
Caranya yaitu, dengan menggunakan rumus :
=
=
=
35
c) Bentuk
Caranya yaitu, dengan menggunakan rumus :
=
=
=
d) Bentuk
Caranya yaitu, dengan menggunakan rumus :
=
=
=
e) Bentuk
Caranya yaitu, dengan menggunakan rumus :
=
=
=
Contoh :
36
1. =
2. =
3. =
4. =
5. =
K. Hipotesis Penelitian
Arikunto (2006: 71), menyatakan bahwa hipotesis memang berasal dari 2
penggalan kata, ”hypo” yang artinya ”dibawah” dan ”thesa” yang artinya
”kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Selanjutnya Arikunto (2006: 71), Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai melalui data yang
terkumpul.
Bertitik tolak dari kajian pustaka maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah ”Ada pengaruh yang signifikan pendekatan problem posing terhadap hasil
belajar matematika siswa pada kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau”.
L. Kriteria Pengujian Hipotesis
37
Untuk pengujian hipótesis diperlukan hipótesis statistik yang terdiri dari
hipótesis kerja (Ha) sebagai lawan dari hipótesis pembanding (H0) dengan
ketentuan :
H0 : : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan
pendekatan problem posing secara signifikan kurang dari atau
sama dengan dari pada hasil belajar matematika siswa yang tanpa
menggunakan pendekatan problem posing pada siswa kelas X
SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
Ha : > : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan
pendekatan problem posing secara signifikan lebih besar dari
pada hasil belajar matematika siswa yang tanpa menggunakan
pendekatan problem posing pada siswa kelas X SMA Negeri 4
Lubuklinggau.
Kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika thitung < ttabel dengan taraf signifikan
.
M. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Lusiana pada tahun (2009: 56) di Lubuklinggau yang
menyimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan problem posing
secara signifikan sudah baik, kemudian aktivitasnya juga mengalami peningkatan
pada setiap pertemuan pembelajaran dan termasuk dalam kategori baik.
Selain itu juga, Kalimi (2008: 52) dalam penelitiannya memberikan
kesimpulan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan
38
pendekatan problem posing secara signifikan lebih baik dari pada hasil belajar
matematika siswa yang tanpa menggunakan pendekatan problem posing.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Arikunto (2006: 3) menyatakan bahwa, eksperimen adalah suatu cara untuk
39
mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau
menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan
dengan maksud untuk melihat akibat pemberian perlakuan.
Peneliti mengadakan eksperimen dengan memberikan pembelajaran di
kelas-kelas yang menjadi sampel dengan perlakuan yang berbeda. Pada kelas
eksperimen selama proses belajar mengajar menggunakan pendekatan problem
posing sedangkan pada kelas kontrol selama proses belajar mengajar
menggunakan pendekatan konvensional.
Desain penelitian yang digunakan berbentuk Control group pretest-postest
yang melibatkan dua kelompok yang dapat digambarkann :
E O X1 O
K O X2 O
Keterangan :
E = Kelas Eksperimen.
K = Kelas kontrol.
X1 = Pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
X2 = Pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
O = Pretest dan postest.
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini mengkaji pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
40
pembelajaran dengan pendekatan problem posing, sedangkan yang menjadi
variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika siswa.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Arikunto (2006: 130) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA
Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2010/2011 yang terbagi dari 6 kelas
dengan jumlah seluruhnya 223 orang. Secara rinci populasi penelitian dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1Populasi Penelitian
No Kelas
Laki-Laki Perempuan
Jumlah Siswa
1 X1 15 21 362 X2 15 22 373 X3 16 21 374 X4 17 21 385 X5 15 23 386 X6 16 21 37
Jumlah 94 129 223Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Ajaran 2010/2011
2. Sampel Penelitian
Arikunto (2006:131) menyatakan bahwa, sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini diambil dengan menggunakan teknik Cluster Sampling, yaitu dengan
41
mengambil beberapa kelas dari anggota populasi diantara kelas-kelas yang
homogen. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran,
diketahui bahwa kelima kelas ini homogen. Dari enam kelas yang ada, diambil
dua kelas secara acak untuk dijadikan sebagai sampel. Kelas X5 sebagai kelas
eksperimen dan Kelas X6 sebagai kelas kontrol.
Tabel 3.2Sampel Penelitian
No Kelas
Laki-Laki Perempuan Jumlah Siswa
1 X5 15 23 38 2 X6 16 21 37
Jumlah 31 44 75Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Ajaran 2010/2011
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik tes dan teknik observasi.
1. Teknik Tes
Arikunto (2006: 150), menyatakan bahwa tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki
oleh individu atau kelompok. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang
hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Tes yang digunakan berbentuk
essay dengan jumlah 6 soal.
2. Observasi
42
Arikunto (2006: 157), menyatakan bahwa observasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi,
yaitu:
a. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak
menggunakan instrumen penelitian.
b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan
pedoman sebagai instrumen penelitian.
Dalam penelitian ini, jenis observasi yang dilakukan adalah observasi
sistematis, yaitu dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen penelitian.
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dikelas
selama mengikuti proses pembelajaran dengan pendekataan problem posing.
E. Uji Coba Instrumen
Sesuai dengan jenis penelitian untuk mengumpulkan data yang diperlukan
dalam penelitian ini, maka instrumen yang digunakan yaitu soal tes hasil belajar
yang tujuannya untuk mengetahui penguasaan materi pembelajaran. Tes tersebut
berjumlah 6 soal yang berbentuk essay.
Arikunto (2006: 160) menyatakan, instrumen merupakan alat atau fasilitas
yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah. Instrumen didalam penelitian ini memiliki
kedudukan yang paling tinggi, karena data yang diperoleh dapat menggambarkan
variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat penelitian hipotesis. Jadi, benar
43
tidaknya data yang diperoleh sangat menentukan mutu hasil penelitian. Sedangkan
benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data
tersebut. Instrumen yang baik harus memenuhi empat syarat penting yaitu, valid,
realibel, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
Mengetahui tingkat kebaikan instrumen suatu penelitian, maka terlebih
dahulu instrumen tersebut di uji coba. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap item
butir soal dari suatu instrumen. Uji coba instrumen dilaksanakan di kelas X5 SMA
Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2009/2010, pada hari Senin tanggal 7 Juni
2010 dengan jumlah peserta 36 orang.
1. Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006: 168). Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya
instrumen yang kurang valid berarti mempunyai validitas rendah. Jadi sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat menangkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Validitas isi dari tes dapat diketahui dari kesesuaian antara tujuan
pembelajaran dan ruang lingkup materi yang telah diberikan dengan butir-
butir tes yang menyusunnya. Tes dikatakan valid apabila tes tepat mengukur
apa yang hendak diukur. Untuk mengetahui validitas butir soal dilakukan
44
dengan mengkorelasikan skor butir soal dengan skor total yang diperoleh
koefisien korelasi dihitung dengan rumus korelasi Product Moment sebagai
berikut :
(Arikunto, 2006: 170)
Keterangan :
rXY = Koefisien korelasi.
X = Skor butir soal.
Y = Skor total.
N = Banyak soal.
Interprestasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai
berikut :
rXY ≤ 0,00 tidak valid
0,00 < rXY ≤ 0,20 valid sangat rendah
0,20 < rXY ≤ 0,40 valid rendah
0,40 < rXY ≤ 0,60 valid cukup
0,60 < rXY ≤ 0,80 valid tinggi
0,80 < rXY ≤ 1,00 valid sangat tinggi
Mendapatkan kesignifikanan validitas instrumen, maka diperlukan uji
statistik t dengan rumus :
(Sudjana, 2005: 377)
Keterangan :
45
n = Banyak data
r = Korelasi
t = Distribusi student t.
Taraf signifikan ( = 0,05), maka hipotesis diterima jika thitung < ttabel.
Dimana distribusi t yang digunakan mempunyai dk = (n-2). Dalam hal lain
hipotesisnya ditolak, dengan kata lain soal tersebut dikatakan valid.
Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran B), rekapitulasi hasil analisis
validitas butir soal diperlihatkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Hasil Analisis Validitas
Tes Penguasaan Materi Bentuk Akar
No Nilai rxy thitung ttabel Keterangan1 0,32 1,98 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah2 0,15 0,89 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah3 0,16 0,95 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah4 0,55 3,85 2,02 Valid/ Sedang5 0,62 4,63 2,02 Valid/ Tinggi6 0,44 2,89 2,02 Valid/ Sedang7 0,56 3,92 2,02 Valid/ Sedang8 0,77 7,01 2,02 Valid/ Tinggi
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006: 178). Instrumen yang sudah
dapat dipercaya (reliabel) akan menghasilkan data yang dapat dipercaya.
Mengetahui reliabilitas tes bentuk uraian digunakan rumus Alpha
dikemukakan oleh Arikunto (2006: 196) sebagai berikut :
46
Keterangan:
r11 = Raliabilitas instrumen.
= Jumlah varians butir.
= varians total.
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.
Dengan :
Tingkat reliabilitas diklasifikasikan pada kriteria interprestasi menurut
Guilford (dalam Sukasno, 2006: 76) sebagai berikut :
r11 ≤ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 derajat reliabilitas rendah
0,40 < r11 ≤ 0,60 derajat reliabilitas sedang
0,60 < r11 ≤ 0,80 derajat reliabilitas tinggi
0,80 < r11 ≤ 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi
Setelah data hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus di
atas (lampiran B), diperolah koefisien reliabilitas sebesar 0,47, maka
instrumen penelitian ini memiliki derajat reliabilitas sedang, sehingga dapat
dipercaya sebagai alat ukur.
3. Daya Pembeda
47
Arikunto (2006: 211) menyatakan bahwa daya pembeda instrumen
adalah kemampuan suatu instrumen untuk membedakan antara siswa yang
pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (kemampuan
rendah). Jika suatu soal dapat dijawab benar oleh semua siswa baik siswa
yang pandai maupun siswa yang kurang pandai, maka soal tes tersebut tidak
baik karena tidak memiliki daya pembeda. Demikian pula sebaliknya jika
semua siswa baik siswa yang pandai maupun yang kurang pandai tidak dapat
menjawab dengan benar.
Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut juga indeks
diskriminan (daya pembeda). Dalam penghitungan daya pembeda butir soal
tersebut dibagi dua, separuh kelompok atas dan separuh kelompok bawah.
Untuk menghitung daya pembeda setiap butir soal essay digunakan rumus
yang dikemukakan Karno To (dalam Sukasno, 2006: 77) sebagai berikut
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok (kelompok atas atau bawah).
Kriteria klasifikasi daya pembeda instrumen dikemukakan Suherman
dan Sukjaya (dalam Sukasno, 2006: 77) sebagai berikut :
DP ≤ 0, 00 sangat jelek
0, 00 < DP ≤ 0,20 jelek
48
0, 20 < DP ≤ 0,40 cukup
0, 40 < DP ≤ 0,70 baik
0, 70 < DP ≤ 1,00 sangat baik
Dari hasil perhitungan (lampiran B), dapat dikemukakan rekapitulasi
hasil analisis daya pembeda tes penguasaan materi bentuk akar seperti pada
tabel 3.4.
Tabel 3.4Hasil Analisis Daya Pembeda
Tes Penguasaan Materi Bentuk Akar
Nomor Soal
Jumlah skor
kelompok atas
Jumlah skor
KelompokBawah
Jumlah skorIdeal
KelompokAtas/bawah
DayaPembeda
(DP) Ket
1 68 56 90 0,13 Jelek2 31 30 54 0,01 Jelek3 81 61 108 0,18 Jelek4 56 31 108 0,23 Cukup5 49 26 90 0,25 Cukup6 98 79 162 0,11 Jelek7 41 11 90 0,33 Cukup8 112 61 144 0,35 Cukup
4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran atau taraf kesukaran suatu butir soal, menunjukan
apakah butir soal tersebut tergolong butir soal yang sukar, sedang atau mudah.
Butir soal yang baik adalah butir soal yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar (Arikunto, 2006: 207). Untuk keperluan penghitungan daya
pembeda butir soal tersebut dibagi dua, separuh kelompok atas dan separuh
kelompok bawah. Untuk menghitung tingkat kesukaran butir soal, digunakan
49
rumus yang dikemukakan Karno To (dalam Sukasno, 2006: 79) sebagai
berikut:
Keterangan :
TK = Indeks tingkat kesukaran.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
IA= Jumlah skor ideal kelompok atas.
IB= Jumlah skor ideal kelompok bawah.
Dengan kriteria tingkat kesukaran sebagai berikut :
TK ≤ 0,00 terlalu sukar
0,00 < TK ≤ 0,30 sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 mudah
Dari hasil perhitungan (lampiran B), dapat dikemukakan rekapitulasi
hasil analisis tingkat kesukaran tes penguasaan materi bentuk akar seperti pada
tabel 3.5.
Tabel 3.5Hasil Analisis Tingkat Kesukaran
Tes Penguasaan Materi Bentuk Akar
Nomor Jumlah Jumlah Jumlah skor Tingkat
50
Soal skorkelompok
atas
skor Kelompok
Bawah
IdealKelompok
Atas/bawah
Kesukaran(TK) Ket
1 68 56 90 0,69 Sedang2 31 30 54 0,56 Sedang3 81 61 108 0,65 Sedang4 56 31 108 0,40 Sedang5 49 26 90 0,42 Sedang6 98 79 162 0,54 Sedang7 41 11 90 0,28 Sukar8 112 61 144 0,60 Sedang
Berdasarkan analisis hasil uji coba tes belajar, maka rekapitulasi hasil
uji coba tes dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6Rekapitulasi Hasil Uji Coba
NoSoal
Validitas TingkatKesukaran
Daya Pembeda
Ket
1 0,32 Rendah 0,69 Sedang 0,13 Jelek Dipakai (Revisi)
2 0,15 Sangat Rendah
0,56 Sedang 0,01 Jelek Tidak dipakai
3 0,16 Sangat Rendah
0,65 Sedang 0,18 Jelek Tidak dipakai
4 0,55 Sedang 0,40 Sedang 0,23 Cukup Dipakai5 0,62 Tinggi 0,42 Sedang 0,25 Cukup Dipakai6 0,44 Sedang 0,54 Sedang 0,11 Jelek Dipakai7 0,56 Sedang 0,28 Sukar 0,33 Cukup Dipakai8 0,77 Tinggi 0,60 Sedang 0,35 Cukup Dipakai
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Tes Hasil Belajar
Teknik analisis data terhadap hasil belajar adalah sebagai berikut :
51
a. Menentukan skor rata–rata dan standar deviasi pada tes awal dan tes akhir,
untuk data hasil belajar pada kelompok eksperimen maupun kelas kontrol
dengan rumus :
dan
Ketererangan :
= nilai rata – rata hasil belajar siswa.
xi = nilai siswa keseluruhan.
n = banyak data.
s = standar deviasi. (Sudjana, 2005: 67)
b. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data.
Rumus yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah uji kecocokan Chi
– Kuadrat ( ) yaitu :
Keterangan :
= Harga Chi – Kuadrat yang dicari.
f0 = frekuensi dari hasil observasi.
fe = frekuensi dari hasil estimasi/ yang diharapkan.
Selanjutnya hitung dibandingkan dengan tabel dengan derajat
kebebasan (dk) = J – 1, dimana J adalah banyaknya kelas interval. Jika
hitung < tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.
52
Dalam hal lainnya data tidak berdistribusi normal (Riduwan dalam Kalimi,
2008: 39).
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam varians antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dimaksudkan untuk mengetahui keadaan varians antara
kedua kelompok, sama ataukah berbeda. Pengujian homogenitas ini
mengujikan uji varians dua buah peubah. Dengan demikian hipotesis yang
akan diuji adalah :
H0 = Hipotesis pembanding, kedua varians sama atau homogen.
Ha = Hipotesis kerja, kedua varians tidak sama atau heterogen.
Dimana dk1=(n1-1) dan dk2=(n2-1).
Uji statistiknya menggunakan uji varians (F), dengan rumus :
Keterangan :
F = Uji varians.
S12 = Varians terbesar.
S22 = Varians terkecil.
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika Fhitung < Ftabel dan tolak
H0 jika mempunyai harga–harga yang lain (Sudjana, 2005: 249).
d. Uji Kesamaan Rata–Rata
53
Uji kesamaan dua rata–rata ini digunakan untuk menguji kesamaan
antara dua rata–rata data, dalam hal ini antara data kelompok eksperimen
dan data kelompok kontrol. Hipotesis statistik yang di uji adalah :
H0 : : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan
pendekatan problem posing secara signifikan kurang dari
atau sama dengan dari pada hasil belajar matematika siswa
yang tanpa menggunakan pendekatan problem posing pada
siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
Ha : > : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan
pendekatan problem posing secara signifikan lebih besar dari
pada hasil belajar matematika siswa yang tanpa
menggunakan pendekatan problem posing pada siswa kelas
X SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
Kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika thitung < ttabel. Untuk
harga-harga t lainnya Ho ditolak dengan taraf signifikan .
1) Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik
yang digunakan uji-t dengan rumus :
dengan
Keterangan :
= nilai rata–rata kelompok eksperimen.
= nilai rata–rata kelompok kontrol.
n1 = banyak sampel kelompok eksperimen.
54
n2 = banyak sampel kelompok kontrol.
s = simpangan baku.
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika thitung < ttabel
diamana ttabel didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1 + n2 -2) dan
peluang (1- ). Untuk harga–harga t lainnya H0 ditolak. (Sudjana, 2005:
239)
2) Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji
statistik yang digunakan adalah uji-t semu (t’) dengan rumus :
Keterangan :
nilai rata – rata kelompok eksperimen.
nilai rata – rata kelompok kontrol.
n1 = banyak sampel kelompok eksperimen.
n2 = banyak sampel kelompok kontrol.
varians terbesar.
varians terkecil.
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika t’ ≥ dan
terima H0 jika terjadi sebaliknya.
Dengan : ,
55
dan (Sudjana, 2005: 243)
3) Jika data tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan tes
median. Rumus yang digunakan :
Keterangan :
b = Batas bawah kelas median.
p = Panjang kelas median.
n = Ukuran sampel atau banyak data.
F = Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median.
f = Frekuensi kelas median.
Kriteria pengujiannya adalah: Jika Whitung ≤ Wtabel berdasarkan
taraf nyata yang dipilih maka H0 ditolak. Dalam hal lainnya H0 diterima.
(Sudjana, 2005: 79).
2. Analisis Data Observasi
Setelah diperoleh data observasi, maka data tersebut di analisis
menggunakan rumus sebagai berikut :
(Arikunto, 2006: 245)
Keterangan :
NP = Nilai persen yang dicari dan diharapkan.
R = Skor mentah aktivitas yang diperoleh siswa.
56
SM = Skor maksimum observasi yang bersangkutan.
100 = Bilangan tetap.
Tabel kategori aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Tabel 3.7Kategori Observasi
No Persentasi Kategori Penilaian Observasi1 80 - 100 Baik sekali2 66 - 79 Baik3 56 - 65 Cukup4 40 - 55 Kurang5 < 40 Kurang sekali
(Arikunto, 2006: 245)
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yaitu tahapan yang dilksanakan dalam penelitian.
Tahapan penelitian ini dimulai dari pembuatan proposal penelitian, persiapan
analisis data sampai menarik kesimpulan dan saran. Tahapan atau prosedur yang
dilakukan meliputi :
1. Persiapan yang dalam hal ini dimulai dengan membuat rancangan
pembelajaran, rancangan instrumen, kisi-kisi instrumen, pertimbangan uji
coba tes dan pembuatan izin penelitian.
2. Pelaksanaan yang dalam hal ini dimulai dengan mengadakan penelitian
dengan memberikan tes awal (pretest) sebanyak 6 soal pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Pada tahap berikutnya peneliti memberikan perlakuan
pembelajaran yaitu dengan pendekatan problem posing untuk kelas
eksperimen dan tanpa problem posing pada kelas kontrol. Pada akhir
57
pembelajaran diberikan tes akhir (postest) sebanyak 6 soal baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol.
3. Analisis data meliputi pengumpulan atau penskoran, analisis data dan menarik
kesimpulan.
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
58
A. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan ini dilaksanakan di kelas X5 Sekolah Menengah Atas Negeri
4 Lubuklinggau mulai tanggal 26 Juli sampai dengan 14 Agustus tahun pelajaran
2010/ 2011. Pelaksanaannya dilakukan secara langsung oleh peneliti dan sesuai
dengan jadwal yang berlaku disekolah. Pendekatan pembelajaran yang digunakan
adalah pendekatan problem posing pada materi operasi aljabar bilangan bentuk
akar. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan memberi tes awal, melaksanakan
pembelajaran dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa pada materi bentuk akar sedangkan tes akhir untuk mengetahui
kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran.
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing di ajarkan
pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau dengan uraian materi pokok
yaitu Bentuk Akar. Jumlah siswa kelas X pada sekolah ini adalah 223 siswa, yang
terdiri dari 6 kelas. Dari seluruh siswa kelas X diambil dua kelas secara acak yaitu
kelas X5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X6 sebagai kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen, proses pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing,
sedangkan pada kelas kontrol, proses pembelajarannya dilakukan secara
konvensional. Pada pelaksanaan pembelajaran peneliti bertindak sebagai pengajar
di kelas eksperimen.
59
Sehari sebelum pertemuan pertama dilaksanakan, peneliti mengadakan
sosialisasi tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
problem posing. Sosialisasi ini diperlukan karena pendekatan pembelajaran
problem posing ini belum pernah diterapkan sebelumnya. Peneliti juga
menginformasikan materi yang akan diajarkan dengan pendekatan problem posing
yaitu materi bentuk akar.
Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah 6 kali pertemuan
yaitu mulai tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan tanggal 14 Agustus 2010, dengan
rincian 4 kali pertemuan mengajar dengan pendekatan problem posing, satu kali
pretes dan satu kali postes. Dalam pertemuan tatap muka kepada siswa diberikan
contoh-contoh soal dan siswa diminta untuk membuat soal sebanyak mungkin
berikut penyelesaiannya dari situasi yang ada (sesuai dengan materi) lalu soal
tersebut dikumpul kepada guru.
Pada kelas eksperimen, siswa dibagi kedalam beberapa kelompok belajar
yang beranggotakan 5-6 orang dan terbentuk sebanyak 7 kelompok, 4 kelompok
beranggotakan 5 orang dan 3 kelompok beranggotakan 6 orang.
1. Data Tes Hasil Belajar
a. Data Jumlah Soal Buatan Siswa
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing,
diawali dengan penjelasan materi oleh peneliti yang disampaikan secara
ekspositori, kemudian memberi contoh soal kepada siswa. Setelah itu, peneliti
meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat soal sebanyak
60
mungkin berikut penyelesaiannya sesuai dengan materi lalu dikumpulkan
kepada peneliti. Setelah itu peneliti membagikan soal dari buatan kelompok
lain kepada masing-masing kelompok untuk diselesaikan. Kemudian setiap
kelompok berdiskusi untuk mencocokan hasil jawabannya dengan kelompok
pembuat soal.
Adapun rekapitulasi jumlah soal buatan siswa secara berkelompok
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1Rekapitulasi Jumlah Soal Buatan Siswa Secara Berkelompok
No
KelompokJumlah Soal Buatan Siswa
Rata-Rata
Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan III
Pertemuan IV
1 1 9 10 10 4 8,252 2 10 10 8 6 8,503 3 10 8 8 5 7,754 4 8 8 9 4 7,255 5 8 8 9 4 7,256 6 10 10 8 4 8,007 7 10 8 8 5 7,75
Jumlah 65 62 60 32 54,75Rata-Rata 9,28 8,85 8,57 4,57 7,81
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata masing-masing
kelompok dapat membuat soal sebanyak 9 soal pada pertemuan pertama,
pertemuan kedua rata-rata masing-masing kelompok dapat membuat sebanyak
8 soal, pada pertemuan ketiga rata-rata masing-masing kelompok dapat
membuat sebanyak 8 soal, pada pertemuan keempat rata-rata masing-masing
kelompok dapat membuat sebanyak 4 soal, sedangkan rata-rata jumlah soal
buatan siswa secara keseluruhan mencapai 7 soal. Pada tabel di atas rata-rata
setiap kelompok mengalami penurunan dalam pembuatan soal pada setiap kali
61
pertemuannya, hal ini disebabkan pada setiap sub pokok bahasan materi yang
diajarkan kepada siswa semakin lama semakin sulit yang membuat siswa sulit
untuk mengerti materi pokok bahasan tersebut, sehingga mengurangi
kreatifitas siswa dalam pembuatan soal.
b. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum diberi pembelajaran materi
bentuk akar. Kemampuan awal diperoleh melalui tes baik itu kelas ekperimen
maupun kelas kontrol. Kemampuan awal yang dimaksud merupakan
kemampuan siswa sebelum guru memberikan pembelajaran kepada siswa
dengan pendekatan problem posing maupun tanpa menggunakan pendekatan
problem posing.
Skor hasil tes awal yang merupakan kemampuan awal siswa sebelum
mengikuti pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem posing dan
tanpa menggunakan pendekatan problem posing dengan materi bentuk akar.
Rata-rata ( ) dan simpangan baku (s) skor tes awal tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2Rata-rata ( ) dan Simpangan Baku (s)
Hasil Tes Awal
Kelas Rata-rata ( ) Simpangan Baku (s)Eksperimen 7,02 2,68
Kontrol 7,05 2,46
62
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata skor kemampuan
awal kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan problem posing
sebesar 7,02 dan kelas tanpa menggunakan pendekatan problem posing
sebesar 7,05. Ini berarti bahwa kemampuan awal siswa dua kelompok
tersebut sebelum melaksanakan pembelajaran relatif sama.
c. Kemampuan Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan materi bentuk akar
merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Pelaksanaan tes akhir dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran. Skor hasil tes akhir dapat dilihat pada
lampiran C.
Ditinjau dari kemampuan belajar siswa, maka siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing memperoleh
ketuntasan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tanpa
menggunakan pendekatan problem posing. Persentase ketuntasan belajar dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3Persentase Ketuntasan Belajar Dari Skor Tes Akhir
KelasJumlah Siswa
Jumlah Siswa Yang Mendapat
Ketuntasan Belajar
Nilai < 60 Nilai ≥ 60Eksperimen 38 2 36 94,74%Kontrol 37 7 30 81,08%
63
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa persentase ketuntasan belajar siswa
kelas eksperimen sebesar 94,74% sedangkan kelas kontrol sebesar 81,08%.
Disamping ketuntasan belajar, dari skor tes akhir dapat dilihat
perbedaan rata-ratanya. Rata-rata ( ) dan simpangan baku (s) skor tes akhir
dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4Rata-rata ( ) dan Simpangan baku (s)
Hasil Tes Akhir
Kelas Rata-rata ( ) Simpangan Baku (s)Eksperimen 27,44 3,11
Kontrol 25,27 5,05
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelas eksperimen
sebesar 27,44, lebih tinggi dari kelas kontrol sebesar 25,27. Dibandingkan
dengan tabel 4.3, maka terjadi peningkatan rata-rata skor, untuk kelas
eksperimen sebesar 57,43%, sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 53,86%
dan rata-rata peningkatan skor sebesar 55,51%.
2. Data Hasil Observasi
Observasi dilakukan pada empat kali pertemuan pembelajaran dengan
pendekatan problem posing. Lembar observasi terdiri atas 4 (empat) indikator
yaitu mendengarkan, bertanya, membentuk soal, membahas soal. Lembar
observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran aktivitas siswa selama
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing.
Data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus :
64
Rekapitulasi persentase data aktivitas kelompok dalam pembelajaran problem
posing dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5Rekapitulasi Persentase Data Aktivitas Siswa
Dalam Pembelajaran Dengan Pendekatan Problem Posing
KategoriPertemuan
IPertemuan
IIPertemuan
IIIPertemuan
IVRata-rata
%f % F % f % f %Baik Sekali 2 28,57 4 57,14 4 57,14 5 71,42 53,56Baik 4 57,14 2 28,57 3 42,85 2 28,57 39,28Cukup 1 14,28 1 14,28 0 0 0 0 7,14Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0Kurang Sekali 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa aktivitas siswa pada pertemuan ke I
dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak ada yang
termasuk dalam kategori kurang dan kurang sekali. Secara keseluruhan
sebesar 28,57% siswa dikatakan baik sekali, 57,14% siswa dikategorikan baik,
dan 14,28% siswa dikategorikan cukup. Hal ini menunjukan bahwa siswa
sudah mampu mengikuti pembelajaran dengan pendekatan problem posing
walaupun pendekatan ini merupakan hal yang baru bagi siswa. Akan tetapi
pada pertemuan pertama ini, berdasarkan data hasil observasi (Lampiran A)
masih sedikit kelompok yang mau bertanya dan membahas soal.
Aktivitas siswa pada pertemuan ke II pembelajaran dengan pendekatan
problem posing juga tidak ada yang termasuk dalam kategori kurang dan
kurang sekali. Secara keseluruhan sebesar 57,14% siswa mendapat kategori
baik sekali, 28,57% siswa mendapat kategori baik dan sisanya 14,28%
65
mendapat kategori cukup. Berdasarkan data hasil observasi (Lampiran A)
Ternyata pada pertemuan kedua aktivitas siswa pada pembelajaran dengan
pendekatan problem posing mengalami peningkatan karena siswa sudah mulai
dapat beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan akan
tetapi masih ada kelompok yang tidak bertanya dan membahas soal.
Aktivitas siswa pada pertemuan ke III dalam pembelajaran dengan
pendekatan problem posing terus mengalami peningkatan. Siswa tidak ada
yang termasuk dalam kategori kurang, kurang sekali, dan cukup. 57,14%
siswa termasuk dalam kategori baik sekali, 42,85% siswa termasuk dalam
kategori baik. berdasarkan data hasil observasi (lampiran A) aktivitasnya,
mengalami peningkatan, rata-rata kelompok sudah mendengarkan,
membentuk soal dan membahas soal walaupun masih ada kelompok yang
tidak bertanya.
Aktivitas siswa pada pertemuan ke IV dalam pembelajaran matematika
dengan pendekatan problem posing juga terus mengalami peningkatan. Siswa
juga tidak ada yang termasuk dalam kategori kurang, kurang sekali, dan
cukup. 71,42% siswa termasuk dalam kategori baik sekali, 28,57% siswa
termasuk dalam kategori baik., begitu pun dengan aktivitasnya rata-rata
kelompok sudah aktif dalam proses pembelajaran.
Dari hasil analisis data aktivitas siswa secara berkelompok di dalam
kelas (lampiran A), maka rata-rata nilai aktivitas siswa secara berkelompok
dalam pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan problem
posing yaitu pada kategori cukup 7,14%, kategori baik 39,28% dan kategori
66
baik sekali 53,56% sedangkan pada aktivitasnya rata-rata kelompok sudah
aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini berarti terjadi peningkatan
pada setiap proses pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan
aktivitas siswa termasuk dalam kategori baik.
C. Analisis Inferensial
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Ada pengaruh yang
signifikan penggunaan pendekatan problem posing terhadap hasil belajar siswa
kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau”.
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab III bahwa sebelum menguji
hipotesis tersebut, terlebih dahulu menguji normalitas data. Kemudian diuji
homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah itu
menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t.
1. Uji Normalitas
Berdasarkan katentuan perhitungan statistik (lampiran C) mengenai uji
normalitas data dengan taraf kepercayaan = 0,05%, jika maka
data berdistribusi normal. Hasil uji coba normalitas tes awal dan tes akhir
untuk kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.6.
67
Tabel 4.6Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir
Kelas Dk Kesimpulan
Eksperimen1. Tes awal2. Tes akhir
1,09982,5169
55
11,07011,070
NormalNormal
Kontrol1. Tes awal2. Tes akhir
3,244910,3706
55
11,07011,070
NormalNormal
Dari tabel 4.6 menunjukan nilai data tes awal dan tes akhir
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil daripada .
Berdasarkan ketentuan pengujian normalitas dengan menggunakan uji
kecocokan (Chi-Kuadrat) dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelas
untuk data tes awal maupun tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
berdistribusi normal pada taraf kepercayaan = 0,05, karena .
2. Uji homogenitas
Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik (Lampiran C) tentang uji
homogenitas varians dengan taraf kepercayaan = 0,05, jika
maka varians dua kelompok data adalah homogen. Hasil uji homogenitas
varians tes awal dan tes akhir untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan taraf kepercayaan = 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7Hasil Uji Homogenitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Dk KesimpulanTes awal 1,18 (40;36) 1,72 HomogenTes Akhir 2,12 (40;36) 2,00 Homogen
68
Pada tabel 4.7 menunjukan bahwa varians kedua kelompok data
(kelas eksperimen dan kelas kontrol) pada tes awal dan tes akhir adalah
homogen, karena .
3. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua
kelompok data tes awal adalah normal dan homogen. Begitu juga dua
kelompok data tes akhir adalah normal dan homogen. Dengan demikian uji
kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk data
tes awal dan tes akhir dapat menggunakan uji-t. Hasil uji-t untuk tes awal dan
tes akhir dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8Hasil Uji kesamaan Dua Rata-rata Skor Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Dk KesimpulanTes awal -0,05 120 1,98 , H0 diterimaTes akhir 2,12 120 1,98 H0 ditolak
Pada tabel 4.8 menunjukan bahwa hasil analisis uji-t mengenai
kemampuan awal siswa (lampiran C) menunjukan bahwa kelas eksperimen
dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama dengan taraf
kepercayaan = 0,05, karena yaitu -0,05 dan
.
Setelah diberi pembelajaran yang berbeda, untuk kelas eksperimen
diberi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing
sedangkan untuk kelas kontrol tanpa menggunakan pendekatan problem
69
posing, maka terjadi peningkatan hasil belajar. Kelas ekperimen memperoleh
rata-rata skor sebesar 27,44 dibandingkan dengan skor tes awal, maka ada
peningkatan 57,43%.Untuk kelas kontrol memperoleh rata-rata skor sebesar
25,27, berarti terjadi peningkatan rata-rata skor sebesar 53,86%. Peningkatan
kelas eksperimen lebih besar dari peningkatan kelas kontrol. Hal ini
menunjukan bahwa peningkatan skor tes kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan dengan peningkatan skor tes kelas kontrol.
Berdasarkan hasil analisis uji-t mengenai kemampuan akhir siswa
dapat dilihat pada lampiran C, menunjukan bahwa kemampuan siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan pada taraf
kepercayaan = 0,05 karena yaitu = 2,120 dan = 1,98.
Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Hasil ini menunjukan bahwa
rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pendekatan
problem posing secara signifikan lebih baik dari pada hasil belajar matematika
siswa yang tanpa menggunakan pendekatan problem posing. Dengan kata
lain, ada pengaruh yang signifikan penggunaan pendekatan problem posing
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau
tahun ajaran 2010/ 2011.
D. Pembahasan
70
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Ada pengaruh yang
signifikan pendekatan problem posing terhadap hasil belajar matematika siswa
pada kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau”.
Dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Pada kelas eksperimen peneliti bertindak sebagai pengajar dan
menerapkan proses pembelajaran dengan pendekatan problem posing, sedangkan
pada kelas kontrol, pembelajaran dilakukan secara konvensional yang dilakukan
oleh guru kelas. Seperti yang dijelaskan pada Bab II, sebelum menguji hipotesis
terlebih dahulu menguji normalitas dengan dan data tes
akhir untuk kelas eksperimen = 2,5169 dan kelas kontrol = 10,3706. Berdasarkan
ketentuan pengujian normalitas dengan menggunakan uji kecocokan (chi-
kuadrat) dapat disimpulkan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
berdistribusi normal pada taraf kepercayaan karena
Sebelum diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan problem posing,
rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen 7,02 dan kelas
kontrol 7,05, selanjutnya setelah diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan
problem posing, rata-rata hasil belajar matematika meningkat. Pada kelas
eksperimen rata-rata hasil belajarnya yaitu 27,44 dan pada kelas eksperimen rata-
rata hasil belajarnya yaitu 25,27, berarti terjadi peningkatan hasil belajar sebesar
53,86%. Akan tetapi dalam menjawab soal postes, masih ada siswa yang belum
mampu menjawab dengan benar beberapa nomor soal, hal ini dapat terlihat dari
adanya penurunan skor soal yang diperoleh dari hasil pretes dan postes yang
mungkin disebabkan karena kurangnya ketelitian siswa dalam mengerjakan soal.
71
Berdasarkan hasil analisis uji-t mengenai kemampuan akhir siswa dapat
dilihat pada lampiran C, menunjukan bahwa kemampuan akhir siswa kelas
eksperimen secara signifikan sudah baik pada taraf kepercayaan , karena
yaitu . Hal ini berarti bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima. Hasil ini menunjukan bahwa rata-rata skor kelas eksperimen lebih
besar dari pada rata-rata skor kelas kontrol.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika siswa yang menggunakan pendekatan problem posing secara
signifikan lebih baik dari pada hasil belajar matematika yang meggunakan
pendekatan konvensional.
Selanjutnya, pada aktivitas siwa secara berkelompok selama diterapkannya
pendekatan pembelajaran dengan problem posing aktivitas hasil belajar pada
pertemuan pertama 28,57%, pertemuan kedua dan ketiga 57,14% dan pada
pertemuan keempat mencapai 71,42%. Hal ini menunjukan bahwa ada
peningkatan aktivitas belajar setelah diterapkannya pembelajaran dengan
pendekatan problem posing. Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan aktivitas
pembelajaran dengan pendekatan problem posing termasuk dalam kategori sangat
baik. Hal ini sangat dimungkinkan dapat terjadi, karena pada pendekatan problem
posing, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi. Siswa diberi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang
dikehendaki, kemudian siswa diminta untuk mencari dan menyelidiki situasi
tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Siswa harus
mengaitkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah ia miliki selama
72
ini. Menurut Sutiarso (2000: 2), pengajaran dengan metode problem posing akan
menjamin aktivitas belajar siswa yang lebih baik, karena sebagai individu-
individu yang memiliki potensi alami dapat mengembangkan wawasannya sendiri
sehingga tidak hanya terpaku kepada langkah-langkah yang disajikan oleh guru
saja.
Siswa tidak hanya diminta penyelesaiannya. Penyelesaian dari soal yang
mereka buat bisa dikerjakan sendiri. Bisa juga minta tolong pada temannya.
Mungkin juga soal tersebut dikerjakan secara kelompok. Dengan cara dikerjakan
secara kooperatif akan memudahkan pekerjaan mereka. Sebab yang memikirkan
masalah tersebut banyak anak. Selain itu, dengan belajar kelompok suatu soal atau
masalah dapat diselesaikan dengan banyak cara dan banyak penyelesaian.
BAB VSIMPULAN DAN SARAN
73
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang penerapan
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing di kelas X5 SMA
Negeri 4 Lubuklinggau dengan uraian materi pokok yaitu Bentuk Akar dapat
disimpulkan bahwa :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan pendekatan problem posing
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau.
Rata-rata skor tes akhir kelas eksperimen sebesar 27,44 dan kelas kontrol
sebesar 25,27.
2. Aktivitas siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau setelah mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan problem posing adalah baik. Aktivitas siswa
secara berkelompok mengalami peningkatan pada setiap pertemuan
pembelajaran, hal ini di lihat dari persentase aktivitas siswa yang termasuk
dalam kategori baik.
B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian serta kesimpulan, penulis
menyarankan sebagai berikut :
a. Sebaiknya guru matematika diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran
matematika dengan pendekatan problem posing sehingga dapat membuat
pembelajaran siswa lebih relevan.
74
b. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem posing, siswa
diharapkan untuk lebih terampil dalam membuat soal dalam bentuk yang
berbeda.
c. Siswa diharapkan lebih kreatif dalam pembelajaran dengan pendekatan
problem posing sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ari, Rosihan. 2009. Buku Khazanah Matematika untuk Kelas X SMA dan MA. Jakarta: Tiga Serangkai.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 1992. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamzah. 2008. Orientasi Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kalimi, Ichwan. 2008. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau. Skripsi tidak diterbitkan. Lubuklinggau: Jurusan MIPA STKIP – PGRI Lubuklinggau.
Nasution. 2010. Aktivitas Belajar. [online]. http://edukasi.kompasiana. Com/2010/04/11/aktivitas-belajar/.[18 Agustus 2010]
Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sriyono. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar. [online]. http://ipotes. wordpress.com/2008/05/24/prestasi belajar/.[18 Agustus]
Sudjana, Nana. 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Sukasno, 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika (Bahan Ajar STKIP-PGRI Lubuklinggau). STKIP-PGRI Lubuklinggau: Tidak Dipublikasikan
76
Suryanto. 1998. Hasil Belajar. [online].http://Suryanto.blog.unait.ac.id/1998/10/ 26. [18 Januari 2010].
Sutiarso. 2000. Problem Posing. [online]. http://Mufhida.Com/pengertian-pendekatan-problem-posing. [18 Januari 2010].
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tasker. 1992. Teori Konstruktivisme. [online].http://www.docstoc.Com/docs/ 13874666/teori-belajar-aliran psikologi#. [18 Januari 2010].
Tim. 2009. Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi Mahasiswa STKIP PGRI Lubuklinggau. Lubuklinggau: STKIP PGRI Lubuklinggau.
Puspita, Yulisa Handayani. 2006. Pembelajaran Aritmatika Sosial Menggunakan Pendekatan Problem Posing Di Kelas VII SMPN 2 Lubuklinggau. Skripsi tidak diterbitkan. Palembang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Palembang.
77
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1
Nama Sekolah : SMA Negeri 4 Lubuklinggau
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : X/ 1
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran/ 2 x 45 menit.
Pertemuan ke : 1
Standar Kompetensi : Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk
pangkat, akar dan logaritma.
Kompetensi Dasar : Menggunakan aturan pangkat, akar dan logaritma.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat :
Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bentuk akar.
Indikator : Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bentuk akar.
Materi Ajar : Operasi Aljabar Pada Bilangan Bentuk Akar.
Strategi pembelajaran :
a. Pendekatan : Problem Posing
b. Metode : Ekspositori
1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian Kegiatan :
- Motivasi: guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
- Apersepsi: guru mengingatkan kembali materi tentang konsep bentuk akar.
2. Kegiatan Inti
78
Alokasi waktu : 60 menit.
Uraian kegiatan :
- Meminta siswa untuk membedakan bilangan-bilangan yang merupakan bentuk
akar.
- Memperkenalkan cara dalam menyederhanakan bentuk akar.
- Menjelaskan operasi aljabar (penjumlahan dan pengurangan) bentuk akar dan
memberikan contoh soal.
- Memberi kesempatan siswa bertanya.
- Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya
beserta penyelesaiannya, kemudian mempertukarkan dan mendiskusikan soal
tersebut.
- Menugaskan siswa untuk mempersentasikan soal yang dibuat.
3. Penutup
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian kegiatan :
- Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
- Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.
- Pemberian tugas rumah.
- Guru menutup pelajaran.
4. Media/ Alat dan Sumber Belajar.
- Media/ Alat :
- Sumber Belajar : Buku Khazanah Matematika untuk Kelas X SMA dan MA.
79
Halaman 13 – 17, Pengarang Rosihan Ari Y dan Indri Yastuti.
Penerbit : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
5. Kriteria/ Rubrik Penilaian
Nakah Soal :
Sederhanakan bentuk akar dibawah ini.
1. ................................................................................................ (skor 3)
2. ................................................................................................ (skor 5)
3. .......................................................................... (skor 6)
4. ............................................................................ (skor 7)
Kriteria Penilaian :
1. = ................................................................................ 2
= .............................................................................................. 1
(skor 3)
2. = ........................................................................ 2
= ....................................................................................1
= ......................................................................................1
= ..............................................................................................1
(skor 5)
3. = ........................ 2
= ........................................................... 1
= ...............................................................1
= ................................................................. 1
= .....................................................................................1
80
(skor 6)
4. = ................. 2
= .............................................................1
= ..............................................................1
= ................................................................1
= ......................................................................... 1
= .................................................................................. 1
(skor 7)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2
Nama Sekolah : SMA Negeri 4 Lubuklinggau
81
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : X/ 1
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran/ 2 x 45 menit.
Pertemuan ke : 2
Standar Kompetensi : Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk
pangkat, akar dan logaritma.
Kompetensi Dasar : Menggunakan aturan pangkat, akar dan logaritma.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat :
Mengali dan membagi bilangan bentuk akar.
Indikator : Mengali dan membagi bilangan bentuk akar.
Materi Ajar : Operasi Aljabar Pada Bilangan Bentuk Akar.
Strategi pembelajaran :
a. Pendekatan : Problem Posing
b. Metode : Ekspositori
1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian Kegiatan :
- Motivasi: guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
- Apersepsi: guru mengingatkan kembali materi pelajaran sebelumnya tentang
konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bentuk akar.
2. Kegiatan Inti
Alokasi waktu : 60 menit.
Uraian kegiatan :
82
- Menjelaskan operasi aljabar (perkalian dan pembagian) bilangan bentuk akar dan
memberikan contoh soal.
- Memberi kesempatan siswa bertanya.
- Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya
beserta penyelesaiannya, kemudian mempertukarkan dan mendiskusikan soal
tersebut.
- Menugaskan siswa untuk mempersentasikan soal yang dibuat.
3. Penutup
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian kegiatan :
- Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
- Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.
- Pemberian tugas rumah.
- Guru menutup pelajaran.
4. Media/ Alat dan Sumber Belajar.
- Media/ Alat :
- Sumber Belajar : Buku Khazanah Matematika untuk Kelas X SMA dan MA.
Halaman 13 – 17, Pengarang Rosihan Ari Y dan Indri Yastuti.
Penerbit : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
5. Kriteria/ Rubrik Penilaian
Naskah Soal :
Sederhanakan bentuk akar dibawah ini.
1. ................................................................................................... (skor 4)
83
2. ................................................................................................. (skor 3)
3. ................................................................................................... (skor 6)
4. ......................................................................................................... (skor 3)
5. ........................................................................................................... (skor 3)
Kriteria penilaian :
1. = .......................................................................................... 2
= ...................................................................................... 1
= ............................................................................................ 1
(skor 4)
2. = ......................................................................... 2
= ........................................................................................1
(skor 3)
3. = ............................................................................ 2
= 482 .........................................................................................1
= ..................................................................................... 1
= ...................................................................................... 1
= 38 ............................................................................................ 1
(skor 6)
4. = ............................................................................................. 2
= ................................................................................................1
(skor 3)
84
5. = .............................................................................................2
= .................................................................................................... 1
(skor 3)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3
Nama Sekolah : SMA Negeri 4 Lubuklinggau
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : X/ 1
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran/ 2 x 45 menit.
85
Pertemuan ke : 3
Standar Kompetensi : Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk
pangkat, akar dan logaritma.
Kompetensi Dasar : Menggunakan aturan pangkat, akar dan logaritma.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat :
Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar ,
dan .
Indikator : Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar ,
dan .
Materi Ajar : Merasionalkan Penyebut Sebuah Pecahan Bentuk Akar
Strategi pembelajaran :
a. Pendekatan : Problem Posing
b. Metode : Ekspositori
1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian Kegiatan :
- Motivasi: guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
- Apersepsi: guru mengingatkan kembali materi pelajaran sebelumnya tentang
konsep perkalian dan pembagian bilangan bentuk akar.
2. Kegiatan Inti
Alokasi waktu : 60 menit.
86
Uraian kegiatan :
- Menjelaskan cara merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar ,
dan .
- Memberi kesempatan siswa bertanya.
- Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya
beserta penyelesainnya, kemudian mempertukarkan dan mendiskusikan soal
tersebut.
- Menugaskan siswa untuk mempersentasikan soal yang dibuat.
3. Penutup
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian kegiatan :
- Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
- Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.
- Pemberian tugas rumah.
- Guru menutup pelajaran.
4. Media/ Alat dan Sumber Belajar.
- Media/ Alat :
- Sumber Belajar : Buku Khazanah Matematika untuk Kelas X SMA dan MA.
Halaman 18 – 20, Pengarang Rosihan Ari Y dan Indri Yastuti.
Penerbit : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
5. Kriteria/ Rubrik Penilaian
Naskah Soal :
87
Rasionalkan penyebut pecahan bentuk akar berikut!
1. ............................................................................................................. (skor 5)
2. ........................................................................................................... (skor 6)
3. ........................................................................................................... (skor 5)
4. ...................................................................................................... (skor 7)
5. ..................................................................................................... (skor 4)
Kriteria penilaian :
1. = ............................................................................................. 2
= ..................................................................................................... 1
= .....................................................................................................1
= ................................................................................................... 1
(skor 5)
2. = ........................................................................................ 2
= ..................................................................................................1
= ................................................................................................. 1
= ................................................................................................. 1
88
= ................................................................................................. 1
(skor 6)
3. = ........................................................................... 2
= ...................................................................................... 1
= ........................................................................................1
= ........................................................................................ 1
(skor 5)
4. = ............................................................................ 2
= ........................................................................... 1
= .................................................................. 1
= ....................................................................................... 1
= ....................................................................................... 1
= ........................................................................................ 1
(skor 7)
5. = ................................................................. 2
= .............................................................................. 1
89
= ..................................................................................... 0
= ......................................................................................... 1
(skor 4)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4
Nama Sekolah : SMA Negeri 4 Lubuklinggau
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : X/ 1
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran/ 2 x 45 menit.
Pertemuan ke : 4
Standar Kompetensi : Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk
pangkat, akar dan logaritma.
Kompetensi Dasar : Menggunakan aturan pangkat, akar dan logaritma.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat :
90
Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar
dan .
Indikator : Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar
dan .
Materi Ajar : Merasionalkan Penyebut Sebuah Pecahan Bentuk Akar
Strategi pembelajaran :
a. Pendekatan : Problem Posing
b. Metode : Ekspositori
1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian Kegiatan :
- Motivasi: guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
- Apersepsi: guru mengingatkan kembali materi pelajaran sebelumnya tentang
konsep merasionalkan penyebut pecahan bilangan bentuk akar , dan
.
2. Kegiatan Inti
Alokasi waktu : 60 menit.
Uraian kegiatan :
91
- Menjelaskan cara merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar
dan .
- Memberi kesempatan siswa bertanya.
- Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya
beserta penyelesaiannya, kemudian mempertukarkan dan mendiskusikan soal
tersebut.
- Menugaskan siswa untuk mempersentasikan soal yang dibuat.
3. Penutup
Alokasi waktu : 15 Menit.
Uraian kegiatan :
- Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
- Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.
- Pemberian tugas rumah.
- Guru menutup pelajaran.
4. Media/ Alat dan Sumber Belajar.
- Media/ Alat :
- Sumber Belajar : Buku Khazanah Matematika untuk Kelas X SMA dan MA.
Halaman 18 – 20, Pengarang Rosihan Ari Y dan Indri Yastuti.
Penerbit : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
5. Kriteria/ Rubrik Penilaian
Naskah Soal :
Rasionalkan penyebut pecahan bentuk akar berikut!
92
1. =.................................................................................................... (skor 8)
2. =...................................................................................................... (skor 5)
Kriteria penilaian :
1. = ............................................................ 2
= ............................................................. 1
= ............................................................ 1
= ............................................................................. 1
= ............................................................................. 1
= ............................................................................. 1
(skor 8)
2. = ............................................................... 2
= .......................................................................... 1
= ........................................................................... 1
= − .............................................................................. 1
(skor 5)
93
KISI –KISI INSTRUMEN TES
Satuan Pendidikan : SMAMata Pelajaran : MatematikaKelas : XWaktu : 2 x 45 menitStandar Kompetensi : 1. Memecahkan masalah yang berkaitan
dengan bentuk pangkat akar dan logaritma.No Kompetensi
DasarUraian Materi
IndikatorSoal
NomorSoal
Skor AspekIntelektual
1 Menggunakanaturan pangkat,akar danlogaritma
1.Operasialjabar padabilanganbentuk akar.
Siswa dapat :1. Menyederhanakan
dan melakukan operasi
penjumlahan, pengurangan danperkalian duabilangan bentuk akar.
2. Menyederhanakan dan melakukan
1
2
5
6
C3
C3
C3
C3
C3
94
2. Merasi-onalkan penyebutpecahan bentuk
akar.
operasi pembagian padabilangan bentuk akar.
3. Merasionalkan bentuk
ba
c
.4. Merasionalkan
bentuk
ba
c
.5. Merasionalkan bentuk
ba
c
.6. Merasionalkan bentuk
ba
c
.
3
4
5
6
5
9
5
8
C3
Jumlah 38
Keterangan :C1 = IngatanC2 = PemahamanC3 = Penerapan
INSTRUMEN TES(Uji Coba Instrumen)
PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 LUBUKLINGGAU
Nama :
Kelas :
Hari/ Tanggal :
Naskah Soal :
Sederhanakan bentuk akar dibawah ini!
95
1. ………………………………………………………………(skor 5)
2. …………………………………………………………………………………(skor 3)
3. ……………………………………………………………………………...(skor 6)
Rasionalkan penyebut pecahan bentuk akar dibawah ini!
4. …………………………………………………………………………………...(skor 6)
5. ………………………………………………………………………………..(skor 5)
6. ....................................................................................................(skor 9)
7. ……………………………………………………………………………. (skor 5)
8. ................................................................................................(skor 8)
JAWABAN INSTRUMEN
1. = ................................................2
= 22.423.324.2 ....................................................1
= 282928 ..............................................................1
= 29 .................................................................................. 1
(skor 5)
2. =....................................................................................................2
= 22 .........................................................................................................1
96
(Skor 3)
3. = ..................................................................................... 2
= 482 ...................................................................................................1
= ............................................................................................. 1
= .............................................................................................. 1
= 38 .....................................................................................................1
(Skor 6)
4. = ..................................................................................................2
= ........................................................................................................1
= ...........................................................................................................1
= ...........................................................................................................1
= ...........................................................................................................1
(skor 6)
5. = .....................................................................................2
= ...............................................................................................1
= ...............................................................................................1
= ...............................................................................................1
97
(skor 5)
6. = ................................................................................2
= ................................................................................1
= .....................................................................1
= ..............................................................................................1
= ..............................................................................................1
= ..............................................................................................1
= ..............................................................................................1
= ..............................................................................................1
(skor 9)
7. = ..........................................................................2
= .....................................................................................1
= ...........................................................................................1
= ...............................................................................................0
= ...............................................................................................1
(skor 5)
98
8. = ..................................................................... 2
= ......................................................................1
= ...............................................................1
= ....................................................................................1
= ....................................................................................1
= ....................................................................................1
= ..........................................................................................1
(skor 8)
99
INSTRUMEN TES(Pretes dan Postes)
PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 LUBUKLINGGAU
Nama :
Kelas :
Hari/ Tanggal :
Naskah Soal :
Sederhanakan bentuk akar dibawah ini!
1. ………………… ………………………………(skor 5)
Rasionalkan bentuk akar dibawah ini!
2. …………………………………………………………………………………...(skor 6)
3. ………………………………………………………………………………..(skor 5)
4. ....................................................................................................(skor 9)
100
5. ……………………………………………………………………………. (skor 5)
6. ................................................................................................(skor 8)
JAWABAN INSTRUMEN
1. = ..............
2
= ..............................1
= ...................................1
= ..................................................................... 1
(skor 5)
2. = ................................................................................................ 2
= ....................................................................................................... 1
= .......................................................................................................... 1
= .......................................................................................................... 1
= ..........................................................................................................1
101
(skor 6)
3. = ................................................................................... 2
= ..............................................................................................1
= .............................................................................................. 1
= .............................................................................................. 1
(skor 5)
4. = ...............................................................................2
= ............................................................................... 1
= .................................................................... 1
= ............................................................................................ 1
= ............................................................................................. 1
= ............................................................................................. 1
= ............................................................................................. 1
= ............................................................................................ 1
(skor 9)
5. = ........................................................................ 2
102
= .................................................................................... 1
= .......................................................................................... 1
= ............................................................................................. 0
= .............................................................................................. 1
(skor 5)
6. = ..................................................................... 2
= ..................................................................... 1
= ............................................................. 1
= .................................................................................. 1
= .................................................................................. 1
= .................................................................................. 1
= ........................................................................................ 1
(skor 8)
103
LEMBAR OBSERVASIAKTIVITAS SISWA DALAM BELAJAR
Hari / Tanggal : Sabtu, 31 Juli 2010Kelas : X5
Pertemuan : Pertama Materi : Menjumlahkan dan Mengurangkan Bilangan Bentuk Akar
No Nama Kelompok
Aktivitas KelompokMendengarkan
(1)
Bertanya
(2)
MembentukSoal(3)
MembahasSoal(4)
1 Kelompok I 2 Kelompok II - -3 Kelompok III - 4 Kelompok IV -5 Kelompok V - 6 Kelompok VI 7 Kelompok VII -
Jumlah 7 3 7 5
Keterangan :a. Baik sekali, jika muncul 4 deskriptor.b. Baik, jika muncul 3 deskriptorc. Cukup, jika muncul 2 deskriptor.d. Kurang, jika muncul 1 deskriptor.e. Kurang Sekali, jika tidak ada satupun deskriptor muncul.
Lubuklinggau, Juli 2010Observer
Yuliana Susanti
104
LEMBAR OBSERVASIAKTIVITAS SISWA DALAM BELAJAR
Hari / Tanggal : Jum’at, 6 Agustus 2010Kelas : X5
Pertemuan : Kedua Materi : Mengali dan Membagi Bilangan Bentuk Akar
No Nama Kelompok
Aktivitas KelompokMendengarkan
(1)
Bertanya
(2)
MembentukSoal(3)
MembahasSoal(4)
1 Kelompok I 2 Kelompok II 3 Kelompok III - 4 Kelompok IV 5 Kelompok V - -6 Kelompok VI -7 Kelompok VII
Jumlah 7 5 7 5
Keterangan :a. Baik sekali, jika muncul 4 deskriptor.b. Baik, jika muncul 3 deskriptorc. Cukup, jika muncul 2 deskriptor.d. Kurang, jika muncul 1 deskriptor.e. Kurang Sekali, jika tidak ada satupun deskriptor muncul.
Lubuklinggau, Agustus 2010Observer
Yuliana Susanti
105
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM BELAJAR
Hari / Tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2010Kelas : X5
Pertemuan : Ketiga Materi : Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar
, dan .
No Nama Kelompok
Aktivitas KelompokMendengarkan
(1)
Bertanya
(2)
MembentukSoal(3)
MembahasSoal(4)
1 Kelompok I 2 Kelompok II 3 Kelompok III -4 Kelompok IV 5 Kelompok V 6 Kelompok VI - 7 Kelompok VII -
Jumlah 7 5 7 6
Keterangan :a. Baik sekali, jika muncul 4 deskriptor.b. Baik, jika muncul 3 deskriptorc. Cukup, jika muncul 2 deskriptor.d. Kurang, jika muncul 1 deskriptor.e. Kurang Sekali, jika tidak ada satupun deskriptor muncul.
Lubuklinggau, Agustus 2010Observer
Yuliana Susanti
106
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM BELAJAR
Hari / Tanggal : Jum’at, 13 Agustus 2010Kelas : X5
Pertemuan : Keempat Materi : Merasionalkan penyebut sebuah pecahan bentuk akar
dan .
No Nama Kelompok
Aktivitas KelompokMendengarkan
(1)
Bertanya
(2)
MembentukSoal(3)
MembahasSoal(4)
1 Kelompok I 2 Kelompok II - 3 Kelompok III 4 Kelompok IV 5 Kelompok V -6 Kelompok VI 7 Kelompok VII
Jumlah 7 5 7 6
Keterangan :a. Baik sekali, jika muncul 4 deskriptor.b. Baik, jika muncul 3 deskriptorc. Cukup, jika muncul 2 deskriptor.d. Kurang, jika muncul 1 deskriptor.e. Kurang Sekali, jika tidak ada satupun deskriptor muncul.
Lubuklinggau, Agustus 2010Observer
Yuliana Susanti
107
Rekapitulasi persentase data aktivitas siswa secara berkelompok dalam pembelajaran matematika dengan penerapan problem posing
Pertemuan ke-I :
a. Baik Sekali = x 100 = 28,57%
b. Baik = x 100 = 57,14%
c. Cukup = x 100 = 14,28%
d. Kurang = x 100 = 0%
e. Kurang Sekali = x 100 = 0%
Pertemuan ke-II :
a. Baik Sekali = x 100 = 57,14%
b. Baik = x 100 = 28,57%
c. Cukup = x 100 = 14,28%
d. Kurang = x 100 = 0%
e. Kurang Sekali = x 100 = 0%
Pertemuan ke-III :
a. Baik Sekali = x 100 = 57,14%
108
b. Baik = x 100 = 42,85%
c. Cukup = x 100 = 0%
d. Kurang = x 100 = 0%
e. Kurang Sekali = x 100 = 0%
Pertemuan ke-IV :
a. Baik Sekali = x 100 = 71,42%
b. Baik = x 100 = 28,57%
c. Cukup = x 100 = 0%
d. Kurang = x 100 = 0%
e. Kurang Sekali = x 100 = 0%
Tabel Rekapitulasi Persentase Data Aktivitas Siswa
Dalam Pembelajaran Dengan Pendekatan Problem Posing
KategoriPertemuan
IPertemuan
IIPertemuan
IIIPertemuan
IVRatarata%f % F % f % f %
Baik Sekali 2 28,57 4 57,14 4 57,14 5 71,42 53,56Baik 4 57,14 2 28,57 3 42,85 2 28,57 39,28Cukup 1 14,28 1 14,28 0 0 0 0 7,14Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0Kurang Sekali 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UJI COBA INSTRUMEN
109
A. Uji Validitas
Untuk mengetahui valid tidaknya instrumen tes, penulis akan
mengujikan instrument tes kepada 40 siswa di luar populasi. Tes yang
diberikan kepada masing-masing sampel terdiri dari 8 soal essay. Rumus
korelasi yang digunakan yaitu korelasi Product Moment.
Keterangan :
rXY = Koefisien korelasi.
X = Skor butir soal.
Y = Skor total.
N = Banyak soal.
Untuk menghitung validitas soal no 1
=
=
=
=
=
110
=
= 0,32 (Validitas Rendah)
Untuk menghitung validitas soal no 2
=
=
=
=
=
=
= 0,15 (Validitas Sangat Rendah)
Untuk menghitung validitas soal no 3
=
=
=
=
111
=
=
= 0,16 (Validitas Sangat Rendah)
Untuk menghitung validitas soal no 4
=
=
=
=
=
=
= 0,55 (Validitas Sedang)
Untuk menghitung validitas soal no 5
=
=
112
=
=
=
=
= 0,62 (Validitas Tinggi)
Untuk menghitung validitas soal no 6
=
=
=
=
=
=
= 0,44 (Validitas Sedang)
Untuk menghitung validitas soal no 7
=
113
=
=
=
=
=
= 0,56 (Validitas Sedang)
Untuk menghitung validitas soal no 8
=
=
=
=
=
=
= 0,77 (Validitas Tinggi)
B. Thitung
114
Untuk menganalisis validitas instrumen menggunakan rumus thitung
Hasil analisis validitas thitung soal no 1
=
=
=
=
=
=
= 1,98
Hasil analisis validitas thitung soal no 2
=
=
=
=
=
115
=
= 0,89
Hasil analisis validitas thitung soal no 3
=
=
=
=
=
=
= 0,95
Hasil analisis validitas thitung soal no 4
=
=
=
=
=
116
=
= 3,85
Hasil analisis validitas thitung soal no 5
=
=
=
=
=
=
= 4,63
Hasil analisis validitas thitung soal no 6
=
=
=
=
=
117
=
= 2,89
Hasil analisis validitas thitung soal no 7
=
=
=
=
=
=
= 3,92
Hasil analisis validitas thitung soal no 8
=
=
=
=
=
118
=
= 7,01
TabelHasil Analisis Validitas Tes
dalam Menyelesaikan Soal-Soal Bentuk Akar
No Nilai rxy thitung ttabel Keterangan1 0,32 1,98 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah2 0,15 0,89 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah3 0,16 0,95 2,02 Tidak Valid/ Sangat Rendah4 0,55 3,85 2,02 Valid/ Sedang5 0,62 4,63 2,02 Valid/ Tinggi6 0,44 2,89 2,02 Valid/ Sedang7 0,56 3,92 2,02 Valid/ Sedang8 0,77 7,01 2,02 Valid/ Tinggi
Taraf nyata % =0,05
ttabel = t(1-1/2 )(n-2)
ttabel = t(0,975)(34)
ttabel = 2,02
C. Perhitungan Reliabilitas
Varians setiap butir soal
Untuk Soal No 1
=
=
=
119
=
= 2,42
Untuk Soal No 2
=
=
=
=
= 0,33
Untuk Soal No 3
=
=
=
=
= 1,33
120
Untuk Soal No 4
=
=
=
=
= 3,25
Untuk Soal No 5
=
=
=
=
= 3,14
Untuk Soal No 6
121
=
=
=
=
= 4,53
Untuk Soal No 7
=
=
=
=
= 2,25
Untuk Soal No 8
=
122
=
=
=
= 11,9
=
= 2,42 + 0,33 +1,33 + 3,25 + 3,14 + 4,53 +2,25 +11,9
= 29,15
Varians Total
=
=
=
=
= 49,42
Maka :
=
123
=
=
=
=
= 0,47
Setelah data hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus reliabilitas,
diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,47, ini berarti soal tes tersebut
mempunyai reliabilitas sedang, sehingga dipercaya sebagai alat ukur.
124
SKOR HASIL TES UJI COBATES PENGUASAAN MATERI BENTUK AKAR
N0 No TestNo Soal Skor
Nilai1 2 3 4 5 6 7 81 T – 1 5 3 6 6 5 9 5 8 472 T – 2 5 2 6 4 2 8 2 6 353 T – 3 4 2 4 5 1 5 4 8 334 T – 4 4 1 6 4 0 9 4 8 325 T – 5 4 2 4 2 4 6 2 6 306 T – 6 2 1 2 4 3 8 2 6 307 T – 7 5 2 6 5 4 0 0 8 308 T – 8 4 2 6 2 0 6 2 7 299 T – 9 4 1 3 4 0 5 6 7 2910 T – 10 2 2 6 2 3 3 2 8 2811 T – 11 1 1 1 4 2 6 1 8 2812 T – 12 0 2 4 2 4 6 2 8 2813 T – 13 5 2 2 0 4 5 4 6 2814 T – 14 4 1 4 2 4 4 2 6 2715 T – 15 4 1 4 0 4 8 2 6 2716 T – 16 5 2 6 4 1 6 2 0 2617 T – 17 5 2 6 6 4 2 0 0 2518 T – 18 5 2 5 0 4 2 0 6 2519 T -19 5 1 5 0 2 6 2 6 2420 T – 20 2 2 2 6 0 3 0 8 2321 T – 21 2 2 5 3 3 1 0 7 2322 T – 22 5 2 6 2 0 1 0 7 2323 T – 23 5 2 3 2 4 4 2 0 2224 T – 24 2 1 4 2 1 3 1 8 2225 T – 25 2 2 2 2 4 4 2 6 2226 T – 26 2 0 2 2 2 8 2 1 21
27 T – 27 4 2 4 2 2 7 0 0 2128 T – 28 2 1 2 2 3 6 0 6 2029 T – 29 2 2 2 0 1 6 0 6 1930 T – 30 5 1 4 2 0 6 0 0 1831 T – 31 2 2 2 0 4 5 2 0 1732 T – 32 4 2 4 0 0 8 0 6 1633 T – 33 5 2 5 0 0 3 0 0 1534 T – 34 5 2 3 2 0 2 0 0 14
125
35 T – 35 2 2 2 2 0 4 0 0 1236 T – 36 0 2 4 2 0 2 0 0 10
Skor Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Uji InstrumenTes Penguasaan Materi Bentuk Akar
No No TestNo soal Skor
Total1 2 3 4 5 6 7 8Kelompok Atas
1 T – 1 5 3 6 6 5 9 5 8 472 T – 2 5 2 6 4 2 8 2 6 353 T – 3 4 2 4 5 1 5 4 8 334 T – 4 4 1 6 4 0 9 4 8 325 T – 5 5 2 6 5 4 0 0 8 306 T – 7 2 1 2 4 3 8 2 6 307 T – 9 4 2 4 2 4 6 2 6 308 T – 6 4 1 3 4 0 5 5 7 299 T – 8 4 2 6 2 0 6 2 7 2910 T – 10 2 2 6 2 3 3 2 8 2811 T – 11 1 1 1 4 2 6 1 8 28
12 T – 12 0 2 4 2 4 6 2 8 2813 T – 13 5 2 2 0 4 5 4 6 2814 T – 14 4 1 4 2 4 4 2 6 2715 T – 15 4 1 4 0 4 8 2 6 2716 T – 16 5 2 6 4 1 6 2 0 2617 T – 17 5 2 6 6 4 2 0 0 2518 T – 18 5 2 5 0 4 2 0 6 25
Jumlah 68 31 81 56 49 98 41 112 537Kelompok Bawah
1 T – 27 5 1 5 0 2 6 2 6 242 T – 26 5 2 2 6 0 3 0 8 233 T – 28 2 2 5 3 3 1 0 7 234 T – 29 5 2 6 2 0 1 0 7 235 T – 30 5 2 3 2 4 4 2 0 226 T – 31 2 1 4 2 1 3 1 8 227 T – 32 2 2 2 2 4 4 2 6 228 T – 33 2 0 2 2 2 8 2 1 219 T – 34 4 2 4 2 2 7 0 0 2110 T – 35 2 1 2 2 3 6 0 6 2011 T – 36 2 2 2 0 1 6 0 6 1912 T – 12 5 1 4 2 0 6 0 0 1813 T – 13 2 2 2 0 4 5 2 0 17
126
14 T – 14 4 2 4 0 0 8 0 6 1615 T – 15 5 2 5 0 0 3 0 0 1516 T – 16 5 2 3 2 0 2 0 0 1417 T – 17 2 2 2 2 0 4 0 0 1218 T - 18 0 2 4 2 0 2 0 0 10
Jumlah 56 30 61 31 26 79 11 61 342Daya pembeda dicari dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok (kelompok atas atau bawah).
Skor Ideal Kelompok Atas Bawah
1. 5 x 18 = 90
2. 3 x 18 = 54
3. 6 x 18 = 108
4. 6 x 18 = 108
5. 5 x 18 = 90
6. 9 x 18 = 162
7. 5 x 18 = 90
8. 8 x 18 = 144
D. Perhitungan Daya Pembeda
Daya Pembeda Untuk Soal No 1
=
127
= (Jelek )
Daya Pembeda Untuk Soal No 2
=
= (Jelek )
Daya Pembeda Untuk Soal No 3
=
= (Jelek)
Daya Pembeda Untuk Soal No 4
=
= (Cukup )
Daya Pembeda Untuk Soal No 5
=
= (Cukup )
Daya Pembeda Untuk Soal No 6
=
= (Jelek )
128
Daya Pembeda Untuk Soal No 7
=
= (Cukup)
Daya Pembeda Untuk Soal No 8
=
= ( Cukup )
E. Tingkat Kesukaran
Keterangan :
TK = Indeks tingkat kesukaran.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
IA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 1
=
= (Sedang)
129
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 2
=
= (Sedang)
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 3
=
= (Sedang)
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 4
=
= (Sedang)
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 5
=
= (Sedang)
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 6
=
= (Sedang)
130
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 7
=
= (Sukar)
Tingkat Kesukaran Untuk Soal No 8
=
= (Sedang)
Hasil Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Uji Instrumen Penguasaan Materi Bentuk Akar
No TesNo Soal Skor
Nilai1 2 3 4 5 6 7 8Jumlah Skor Kelompok Atas (A) 68 31 81 56 49 98 41 112 537Jumlah Skor Kelompok Bawah (B) 56 30 61 31 26 79 11 61 342Jumlah A – B 12 1 20 25 26 79 30 51 181Jumlah A + B 124 61 142 87 75 177 52 173 891Daya Pembeda 0,13 0,01 0,18 0,23 0,25 0,11 0,33 0,35 0,19Tingkat Kesukaran 0,69 0,56 0,65 0,40 0,42 0,54 0,28 0,60 0,51
Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Uji InstrumenPenguasaan Materi Bentuk Akar
NoSoal
Jumlah SkorKelompok atas
Jumlah SkorKelompok Bawah
Jumlah Skor IdealKelompok Atas/ Bawah
DP TK Interprestasi DP - TK
1 68 56 55 0,13 0,69 Jelek – Sedang 2 31 30 33 0,01 0,56 Jelek – Sedang 3 81 61 66 0,18 0,65 Jelek – Sedang 4 56 31 66 0,23 0,40 Cukup – Sedang 5 49 26 55 0,25 0,42 Cukup – Sedang 6 98 79 99 0,11 0,54 Jelek – Sedang 7 41 11 55 0,33 0,28 Cukup – Sukar
131
8 112 112 88 0,35 0.60 Cukup – Sedang
TABELREKAPITULASI HASIL UJI COBA TES HASIL BELAJAR
NoSoal
Validitas TingkatKesukaran
Daya Pembeda
Keterangan
1 0,32 Rendah 0,69 Sedang 0,13 Jelek Dipakai (Revisi)2 0,15 Sangat Rendah 0,56 Sedang 0,01 Jelek Tidak dipakai3 0,16 Sangat Rendah 0,65 Sedang 0,18 Jelek Tidak dipakai4 0,55 Sedang 0,40 Sedang 0,23 Cukup Dipakai5 0,62 Tinggi 0,42 Sedang 0,25 Cukup Dipakai6 0,44 Sedang 0,54 Sedang 0,11 Jelek Dipakai7 0,56 Sedang 0,28 Sukar 0,33 Cukup Dipakai8 0,77 Tinggi 0,60 Sedang 0,35 Cukup Dipakai
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kedelapan soal
bisa dipakai sebagai instrumen tes dengan derajat reliabilitas sedang, yaitu sebesar
0, 47.
132
DATA SKOR UNTUK TIAP BUTIR SOAL TES AWALKELAS EKSPERIMEN
No NoTes
Skor Tiap Butir Soal Skor % Ket1 2 3 4 5 6
1 S-1 2 3 3 4 0 1 13 34,21 Belum Tuntas2 S-2 2 0 1 2 0 0 5 13,15 Belum Tuntas3 S-3 2 1 1 4 0 0 8 21,05 Belum Tuntas4 S-4 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas5 S-5 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas6 S-6 2 0 1 4 2 0 9 23,68 Belum Tuntas7 S-7 2 0 1 5 0 0 8 21,05 Belum Tuntas8 S-8 2 1 1 4 0 2 10 26,31 Belum Tuntas9 S-9 2 5 1 4 0 0 12 31,57 Belum Tuntas10 S-10 2 0 0 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas11 S-11 2 0 1 4 0 2 10 26,31 Belum Tuntas12 S-12 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas13 S-13 1 0 1 0 0 0 2 5,26 Belum Tuntas14 S-14 2 2 1 5 0 0 10 26,31 Belum Tuntas15 S-15 0 0 1 4 0 0 5 13,15 Belum Tuntas16 S-16 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas17 S-17 1 0 1 3 0 0 5 13,15 Belum Tuntas18 S-18 2 0 1 0 0 0 3 7,89 Belum Tuntas19 S-19 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas20 S-20 2 0 1 0 2 0 5 13,15 Belum Tuntas21 S-21 2 1 1 0 0 0 4 1,05 Belum Tuntas22 S-22 4 0 1 5 0 0 10 26,31 Belum Tuntas23 S-23 1 0 1 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas24 S-24 2 0 1 5 0 0 8 21,05 Belum Tuntas25 S-25 2 0 1 1 5 0 9 23,68 Belum Tuntas26 S-26 4 0 1 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas27 S-27 2 0 1 5 0 0 8 21,05 Belum Tuntas28 S-28 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas29 S-29 1 0 1 5 0 3 10 26,31 Belum Tuntas30 S-30 2 0 0 3 0 0 5 13,15 Belum Tuntas31 S-31 2 0 1 0 0 0 3 7,89 Belum Tuntas32 S-32 0 0 1 3 0 0 4 1,05 Belum Tuntas33 S-33 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas34 S-34 1 0 1 1 0 0 3 7,89 Belum Tuntas35 S-35 2 0 1 3 0 0 6 15,78 Belum Tuntas36 S-36 4 0 1 1 0 0 6 15,78 Belum Tuntas37 S-37 2 0 1 1 0 2 6 15,78 Belum Tuntas38 S-38 4 0 1 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas
75 13 38 120 9 10 267 680,83
1,97 0,34 1 3,15 0,23 0,26 7,02 17,91
133
S = 2,68DATA SKOR UNTUK TIAP BUTIR SOAL TES AWAL
KELAS KONTROL
No NoTes
Skor Tiap Butir Soal Skor % Ket1 2 3 4 5 6
1 S-1 1 0 1 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas2 S-2 2 0 1 2 0 0 5 13,15 Belum Tuntas3 S-3 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas4 S-4 1 0 1 5 2 0 9 23,68 Belum Tuntas5 S-5 2 2 1 1 0 0 6 15,78 Belum Tuntas6 S-6 3 1 1 5 2 0 12 31,57 Belum Tuntas7 S-7 1 1 1 0 0 2 5 13,15 Belum Tuntas8 S-8 1 0 1 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas9 S-9 4 0 1 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas10 S-10 3 0 1 5 0 0 9 23,68 Belum Tuntas11 S-11 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas12 S-12 4 0 0 0 0 3 7 18,42 Belum Tuntas13 S-13 1 0 1 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas14 S-14 2 0 1 0 0 0 3 7,89 Belum Tuntas15 S-15 3 2 1 0 0 0 6 15,78 Belum Tuntas16 S-16 3 5 1 4 0 0 13 34,21 Belum Tuntas17 S-17 1 0 1 4 2 0 8 21,05 Belum Tuntas18 S-18 4 0 1 0 0 2 7 18,42 Belum Tuntas19 S-19 1 0 1 2 0 0 4 10,52 Belum Tuntas20 S-20 2 0 1 4 0 0 7 18,42 Belum Tuntas21 S-21 1 0 1 4 0 0 6 15,78 Belum Tuntas22 S-22 2 0 3 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas23 S-23 1 2 1 1 0 2 7 18,42 Belum Tuntas24 S-24 1 0 3 1 0 0 5 13,15 Belum Tuntas25 S-25 4 0 1 0 0 0 5 13,15 Belum Tuntas26 S-26 2 5 1 4 0 0 12 31,57 Belum Tuntas27 S-27 0 0 1 4 0 0 5 13,15 Belum Tuntas28 S-28 4 0 1 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas29 S-29 2 0 1 2 0 0 5 13,15 Belum Tuntas30 S-30 0 0 3 1 0 0 4 10,52 Belum Tuntas31 S-31 4 5 1 0 0 0 10 26,31 Belum Tuntas32 S-32 4 0 1 4 0 0 9 23,68 Belum Tuntas33 S-33 4 0 1 2 0 0 7 18,42 Belum Tuntas34 S-34 4 0 1 0 0 0 5 13,15 Belum Tuntas35 S-35 2 0 1 4 0 2 9 23,68 Belum Tuntas36 S-36 0 0 1 2 0 0 3 7,89 Belum Tuntas37 S-37 4 2 1 2 0 0 9 23,68 Belum Tuntas
82 25 42 95 6 11 261 686,64
2,21 0,67 1,13 2,56 0,16 0,29 7,05 18,55 S = 2,46
134
DATA SKOR UNTUK TIAP BUTIR SOAL TES AKHIRKELAS EKSPERIMEN
No NoTes
Skor Tiap Butir Soal Skor % Keterangan1 2 3 4 5 6
1 S-1 4 5 5 6 6 8 34 89,47 Tuntas2 S-2 4 6 5 5 2 2 24 63,15 Tuntas3 S-3 4 5 5 5 2 8 29 76,31 Tuntas4 S-4 4 5 5 6 2 8 30 78,94 Tuntas5 S-5 4 4 4 4 0 4 24 63,15 Tuntas6 S-6 4 5 5 3 0 8 25 65,78 Tuntas7 S-7 3 5 5 6 2 8 29 76,31 Tuntas8 S-8 4 5 1 5 0 6 21 55,26 Belum Tuntas9 S-9 2 5 5 5 2 8 27 71,05 Tuntas10 S-10 4 4 5 5 2 8 28 73,68 Tuntas11 S-11 4 5 5 6 2 8 30 78,94 Tuntas12 S-12 3 5 5 4 6 8 31 81,57 Tuntas13 S-13 4 4 5 5 2 8 28 73,68 Tuntas14 S-14 3 4 5 6 5 8 31 81,57 Tuntas15 S-15 2 4 5 6 0 8 25 65,78 Tuntas16 S-16 4 4 4 5 0 8 25 65,78 Tuntas17 S-17 2 5 5 5 2 8 27 71,05 Tuntas18 S-18 2 0 5 6 4 8 25 65,78 Tuntas19 S-19 3 4 5 2 2 8 24 63,15 Tuntas20 S-20 4 5 5 6 4 8 32 84,21 Tuntas21 S-21 4 5 3 5 2 8 27 71,05 Tuntas22 S-22 4 5 5 6 0 8 28 73,68 Tuntas23 S-23 4 4 5 5 2 8 28 73,68 Tuntas24 S-24 4 5 5 6 5 8 33 86,84 Tuntas25 S-25 4 5 5 6 2 8 30 78,94 Tuntas26 S-26 3 4 5 6 2 8 28 73,68 Tuntas27 S-27 4 0 5 6 0 3 18 47,36 Belum Tuntas28 S-28 4 4 5 5 4 6 28 73,68 Tuntas29 S-29 4 5 5 6 4 6 30 78,94 Tuntas30 S-30 3 4 3 2 5 8 25 65,78 Tuntas31 S-31 4 3 5 6 5 8 31 81,57 Tuntas32 S-32 3 5 3 5 2 8 26 68,42 Tuntas33 S-33 4 5 5 5 4 4 27 71,05 Tuntas34 S-34 4 5 5 6 4 4 28 73,68 Tuntas35 S-35 4 4 5 6 4 6 29 76,31 Tuntas36 S-36 3 4 5 5 4 6 27 71,05 Tuntas37 S-37 3 4 5 4 4 6 26 68,42 Tuntas38 S-38 4 2 5 6 4 4 25 65,78 Tuntas
135 162 178 197 102 265 1043 2744,52
3,55 4,26 4,68 5,18 2,68 6,97 27,44 72,22 S = 3,11
DATA SKOR UNTUK TIAP BUTIR SOAL TES AKHIR
135
KELAS KONTROL
No NoTes
Skor Tiap Butir Soal Skor % Keterangan1 2 3 4 5 6
1 S-1 3 0 5 6 2 8 24 63,15 Tuntas2 S-2 1 4 5 5 4 8 27 71,05 Tuntas3 S-3 4 5 1 5 0 3 18 47,36 Belum Tuntas4 S-4 3 0 5 5 4 8 25 65,78 Tuntas5 S-5 3 0 5 5 4 8 25 65,78 Tuntas6 S-6 1 0 5 5 4 3 18 47,36 Belum Tuntas7 S-7 3 3 5 5 4 8 28 73,68 Tuntas8 S-8 1 5 1 5 4 8 24 63,15 Tuntas9 S-9 3 4 5 5 5 8 30 78,94 Tuntas10 S-10 4 1 5 5 3 0 18 47,36 Belum Tuntas11 S-11 4 5 5 5 5 3 27 71,05 Tuntas12 S-12 4 4 5 2 4 8 27 71,05 Tuntas13 S-13 3 5 5 5 5 8 31 81,57 Tuntas14 S-14 4 0 1 4 5 8 22 57,89 Belum Tuntas15 S-15 3 4 3 5 4 6 25 65,78 Tuntas16 S-16 1 4 1 5 4 3 18 47,36 Belum Tuntas17 S-17 1 5 3 5 4 8 26 68,42 Tuntas18 S-18 3 4 3 5 4 6 25 65,78 Tuntas19 S-19 3 0 5 5 4 8 25 65,78 Tuntas20 S-20 3 0 5 5 4 8 25 65,78 Tuntas21 S-21 3 0 5 5 4 8 25 65,78 Tuntas22 S-22 4 5 5 5 2 6 27 71,05 Tuntas23 S-23 3 4 3 3 4 8 27 71,05 Tuntas24 S-24 3 4 5 5 4 8 29 76,31 Tuntas25 S-25 3 5 3 5 4 6 26 68,42 Tuntas26 S-26 4 2 5 1 4 6 22 57,89 Belum Tuntas27 S-27 4 4 3 5 2 6 24 63,15 Tuntas28 S-28 3 4 5 5 4 6 27 71,05 Tuntas29 S-29 4 5 5 4 2 6 26 68,42 Tuntas30 S-30 3 5 5 5 2 6 26 68,42 Tuntas31 S-31 3 1 5 6 5 8 28 73,68 Tuntas32 S-32 3 4 5 5 4 8 29 76,31 Tuntas33 S-33 3 5 5 1 4 8 26 68,42 Tuntas34 S-34 4 4 5 6 5 8 32 84,21 Tuntas35 S-35 4 5 5 5 2 6 27 71,05 Tuntas36 S-36 1 4 1 5 4 6 21 55,26 Belum Tuntas37 S-37 3 4 1 5 4 8 25 65,78 Tuntas
110 118 149 173 137 246 935 2460,32
2,97 3,18 4,02 4,67 3,70 6,64 25,27 66,49 S = 5,50
PERHITUNGAN RATA-RATA DAN SIMPANGAN BAKU
136
TES AWAL KELAS EKSPERIMEN
KelasInterval
fi xi fi. xi fi
2 – 3 4 2,5 10 -4,52 20,430 81,724 – 5 7 4,5 31,5 -2,52 6,350 44,456 – 7 12 6,5 78 -0,52 0,270 3,248 – 9 8 8,5 68 1,48 2,190 17,52
10 – 11 5 10,5 52,5 3,48 12,110 60,5512 -1 3 2 12,5 25 5,48 30,030 60,06Jumlah 38 267,54Rata – rata = 7,02Simpangan Baku = 2,68
PERHITUNGAN RATA-RATA DAN SIMPANGAN BAKUTES AWAL KELAS KONTROL
137
KelasInterval
fi xi fi. xi fi
3 – 4 4 3,5 14 -3,55 12,602 50,4085 – 6 13 5,5 71,5 -1,55 2,402 31,2267 – 8 8 7,5 60 0,45 0,202 1,6169 – 10 9 9,5 85,5 2,45 6,002 54,01811 – 12 2 11,5 23 4,45 19,802 39,60413 – 14 1 13,5 13,5 6,45 41,602 41,602Jumlah 37 218,474Rata – rata = 7,05Simpangan Baku = 2,46
PERHITUNGAN RATA-RATA DAN SIMPANGAN BAKUTES AKHIR KELAS EKSPERIMEN
138
KelasInterval
fi xi fi. xi fi
18 – 20 1 18,5 18,5 -8,94 79,923 79,92321 – 23 1 21,5 21,5 -5,94 35,283 35,28324 – 26 11 24,5 269,5 -2,94 8,643 95,07327 – 29 15 27,5 412,5 0,06 0,003 0,04530 – 32 8 30,5 244 3,06 9,363 74,90433 – 35 2 33,5 67 6,06 36,723 73,446Jumlah 38 358,674Rata – rata = 27,44Simpangan Baku = 3,11
PERHITUNGAN RATA-RATA DAN SIMPANGAN BAKUTES AKHIR KELAS KONTROL
Kelas fi xi fi. xi fi
139
Interval17 – 19 4 17,5 70 -7,77 60,372 241,48820 – 22 3 20,5 61,5 -4,77 22,752 68,25623 – 25 11 23,5 258,5 -1,77 3,132 34,45226 – 28 14 26,5 371 1,23 1,512 621,16829 – 31 4 29,5 118 4,23 17,892 71,56832 – 34 1 32,5 32,5 7,23 52,272 52,568Jumlah 37 1089,5Rata – rata = 25,27Simpangan Baku = 5,50
UJI NORMALITAS SKOR TES AWALKELAS EKSPERIMEN
Distribusi Frekuensi Skor Tes Awal Kelas EksperimenKelas
intervalBatasKelas
Z Ztabel L
140
2 – 3
4 – 5
6 – 7
8 – 9
10 – 11
12 – 13
4
7
12
8
5
2
1,5
3,5
5,5
7,5
9,5
11,5
13,5
-2,05
-1,31
-0,56
0,17
0,92
1,67
2,41
0,4798
0,4049
0,2123
0,0675
0,3212
0,4525
0,4920
0,0749
0,1926
0,2798
0,2537
0,1313
0,0395
2,8462
7,3188
10,632
9,6406
4,9894
1,501
0,4677
0,0138
0,1760
0,2791
0,0000
0,1632
38 = 1,0998
Kesimpulan : Data Berdistribusi Normal
UJI NORMALITAS SKOR TES AWALKELAS KONTROL
Distribusi Frekuensi Skor Tes Awal Kelas Eksperimen
141
Kelasinterval
BatasKelas
Z Ztabel L
3 – 4
5 – 6
7 – 8
9 – 10
11 – 12
13 – 14
4
13
8
9
2
1
2,5
4,5
6,5
8,5
10,5
12,5
14,5
-1,84
-1,03
-0,22
0,58
1,40
2,21
3,02
0,4671
0,3485
0,0871
0,2190
0,4192
0,4864
0,4987
0,1186
0,2614
0,3061
0,2002
0,0672
0,0123
4,3882
9,6718
11,3257
7,4074
2,4864
0,4551
0,0343
1,1452
0,9765
0,3423
0,0951
0,6524
37 = 3,2449
Kesimpulan : Data Berdistribusi Normal
UJI NORMALITAS SKOR TES AKHIRKELAS EKSPERIMEN
142
Distribusi Frekuensi Skor Tes Akhir Kelas EksperimenKelas
intervalBatasKelas
Z Ztabel L
18 – 20
21 – 23
24 – 26
27 – 29
30 – 32
33 – 35
1
1
11
15
8
2
17,5
20,5
23,5
26,5
29,5
32,5
35,5
-3,18
-2,23
-1,26
-0,30
0,66
1,62
2,59
0,4993
0,4871
0,3962
0,1179
0,2454
0,4474
0,4952
0,0122
0,0909
0,2783
0,3633
0,2020
0,0478
0,4636
3,4542
10,5754
13,8054
7,6760
1,8164
0,6206
1,7439
0,0170
0,1033
0,0136
0,0185
38 = 2,5169
Kesimpulan : Data Berdistribusi Normal
UJI NORMALITAS SKOR TES AKHIRKELAS KONTROL
143
Distribusi Frekuensi Skor Tes Akhir Kelas KontrolKelas
intervalBatasKelas
Z Ztabel L
17 – 19
20 – 22
23 – 25
26 – 28
29 – 31
32 – 34
4
3
11
14
4
1
16,5
19,5
22,5
25,5
28,5
31,5
34,5
-1,59
-1,04
-0,50
0,04
0,58
1,13
1,67
0,4441
0,3508
0,1915
0,0160
0,2190
0,3708
0,4525
0,0933
0,1593
0,2075
0,2030
0,1518
0,0817
3,4521
5,8941
7,6775
7,5110
5,6166
3,0229
0,0869
1,4210
1,4378
5,6060
0,4652
1,3537
37 = 10,3706
Kesimpulan : Data Berdistribusi Normal
UJI HOMOGENITAS
144
Untuk uji homogenitas digunakan uji-F dengan rumus :
1. Skor tes awal kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
a. Data : Se = 2,68 dan
Sk = 2,46
Se = Simpangan baku kelas eksperimen
Sk = Simpangan baku kelas kontrol
b. Hipotesis yang akan di uji
H0 = Hipotesis pembanding, kedua varians sama/ homogen
Ha = Hipotesis kerja, kedua varians tidak sama/ tidak homogen.
c. Nilai Fhitung
Simpangan baku kelas eksperimen lebih besar dari pada simpangan baku
kelas kontrol, maka :
d. Nilai Ftabel
Nilai Ftabel dengan deraajat kebebasan dk = 38-1 = 37, dk = 37-1 = 36, dan
Nilai F dengan dk = (37:36) tersebut tidak terdapat didalam tabel, maka
nilai Ftabel ditentukan dengan menggunakan harga F yang lain yang berdk
= (37:36). Jadi nilai Ftabel (0,05) (40:36) = 1,72
145
e. Uji Hipotesis
Fhitung = 1,18 dan Ftabel = 1,72, karena Fhitung < Fhitung maaka H0 diterima.
Dengan demikian kedua varians skor tes awal (kelas eksperimen dan kelas
kontrol) adalah homogen.
2. Skor Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
a. Data : Se = 3,11 dan
Sk = 5,50
Se = Simpangan baku kelas eksperimen
Sk = Simpangan baku kelas kontrol
b. Hipotesis yang akan di uji
H0 = Hipotesis pembanding, kedua varians sama/ homogen
Ha = Hipotesis kerja, kedua varians tidak sama/ tidak homogen.
c. Nilai Fhitung
Simpangan baku kelas kontrol lebih besar dari pada simpangan baku kelas
eksperimen, maka :
d. Nilai Ftabel
Nilai Ftabel dengan deraajat kebebasan dk = 38-1 = 37, dk = 37-1 = 36, dan
Nilai F dengan dk = (37:36) tersebut tidak terdapat didalam tabel, maka
nilai Ftabel ditentukan dengan menggunakan harga F yang lain yang berdk
= (37:36). Jadi nilai Ftabel (0,05) (40:36) = 1,72
146
e. Uji Hipotesis
Fhitung = 3,12 dan Ftabel = 1,72, karena Fhitung > Fhitung maka H0 ditolak.
Dengan demikian kedua varians skor tes akhir (kelas eksperimen dan kelas
kontrol) adalah tidak homogen.
147
UJI KESAMAAN DUA RATA-RATA
1. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Skor Tes Awal
Hipotesis yang akan di uji adalah :
H0 = Hipotesis pembanding, rata-rata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah sama.
Ha = Hipotesis kerja, rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata
skor kelas kontrol.
a. Data
; ;
; ;
Indeks e untuk kelas eksperimen dan k untuk kelas kontrol.
b. Nilai thitung
Kedua kelompok data adalah normal dan homogen, maka menggunakan
uji-t dengan rumus :
dengan
Terlebih dahulu cari simpangan baku gabungan kedua kelompok, yaitu :
=
=
=
148
=
s 2 =
s =
s = 2,573
Setelah didapat nilai simpangan bakunya, maka cari nilai thitung
menggunakan uji-t dengan rumus :
=
=
=
=
=
= - 0, 05
c. Nilai ttabel
Nilai ttabel dengan derajat kebebasan dk = ne + nk – 2 = 38 + 37 – 2 = 73 dan
.
Nilai ttabel dengan dk = 73 tersebut tidak terdapat di dalam tabel, maka nilai
ttabel ditentukan dengan menggunakan harga t yang lain yang ber dk = 120.
Jadi nilai ttabel = t0,95(120) = 1,98
149
d. Uji Hipotesis
thitung = -0,05 dan ttabel = 1,98 karena , maka H 0
diterima. Dengan demikian kedua rata-rata skor tes awal (kelas eksperimen
dan kelas kontrol) adalah sama.
2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Skor Tes Akhir
Hipotesis yang akan di uji adalah :
H0 = Hipotesis pembanding, rata-rata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah sama.
Ha = Hipotesis kerja, rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata
skor kelas kontrol.
a. Data
; ;
; ;
Indeks e untuk kelas eksperimen dan k untuk kelas kontrol.
b. Nilai thitung
Kedua kelompok data adalah normal dan tidak homogen, maka
menggunakan uji-t semu (t’) dengan rumus :
=
=
150
=
=
=
=
t’ = 2,12
c. Nilai ttabel
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika t’ ≥ dan terima H0
jika terjadi sebaliknya. Dengan : ,
dan
Maka
dan
=
=
151
=
= 2,00
d. Uji Hipotesis
t’ = 2,12 dan = 2,00 karena t’ ≥ , maka H 0 ditolak.
Dengan demikian rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar daripada
rata-rata skor kelas kontrol.
152