yuli rahmawati 5 siap

91
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA MATERI POKOK “FUNGI” SISWA KELAS X-2 SEMESTER II SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 SKRIPSI Oleh Nama : Yuli Rahmawati NPM : 04320088 Jurusan : Pendidikan Biologi FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM IKIP PGRI SEMARANG 2008

Upload: jayadi-haddad

Post on 25-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI

    PADA MATERI POKOK FUNGI SISWA KELAS X-2 SEMESTER II SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

    SKRIPSI

    Oleh

    Nama : Yuli Rahmawati NPM : 04320088 Jurusan : Pendidikan Biologi

    FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    IKIP PGRI SEMARANG 2008

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Kami selaku pembimbing I dan pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI

    Semarang :

    Nama : Yuli Rahmawati

    NPM : 04320088

    Fakultas / jurusan : FPMIPA / pendidikan biologi

    Judul skripsi : Peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah melalui

    pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok

    bahasan fungsi kelas X-2 SMA Sedes Sapientiae Jambu

    Semarang tahun pelajaran 2007 / 2008

    Dengan ini menyatrakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut diatas

    telah selesai dan siap diujikan.

    Pembimbing I Pembimbing II

    Hj. Fenny Roshayanti. S.pd. M.pd Dra. Eny Hartadiyati W.H,Si, M,ed

    NIP. 132068675 NIP. 936801102

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Proposal ini dengan judul Peningkatan Keterampilan Berpikir Ilmiah

    Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri pada Materi

    Pokok Fungi Siswa Kelas X-2 Semester II SMA Sedes Sapientiae

    Jambu Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2007/2008, yang

    disusun oleh :

    Nama : Yuli Rahmawati

    NPM : 04220088

    Jurusan : Pendidikan Biologi

    Telah disetujui dan disahkan pada :

    Hari :

    Tanggal :

    Pembimbing I Pembimbing II

    Hj. Fenny Roshayati, S.Pd, M.Pd Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Simed NIP 132086675 NIP 936801109

    Mengetahui,

    Dekan FPMIPA IKIP PGRI Semarang

  • Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si NIP 132089694

    ABSTRAK

    Yuli Rahmawati. 04320088 peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah

    memalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi kelas

    X-2 semester II SMA Sades Sapientiae Jambu Semarang Tahun Ajaran 2007 /

    2008, pembembing I : Hj. Fenny Rashayati, S.pd. M.pd . Pembimbing II : Dra.

    Eny Hartadiyati W.H.M,Si, M,ed

    Penelitian ini merupkan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk

    memecahklan suatu permasalahan di kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae

    Jambu Semarang yaitu masih rendahnya penguasaan Berpikir ilmiah siswa

    terhadap suatu materi pelajaran khususnya biologi. Penelitian tindakan kelas ini

    berlangsung dalam dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat kegiatan,

    yaiotu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

    Hasil penelitian tindakan ini mengalami peningkatan ketrampilan berpikir

    ilmiaah siswa dari siklus I ke siklus II, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh

    yaitu data tes ketrampilan berpikir ilmiah siswa meningkat dari siklus I ke siklus II,

    peningkatan prosentase ketrampilan berpikir ilmiah siswa sebesar 16,09% dsari

    siklus I sebesar 47,187% menjadi siklus II sebesar 63,28%. Peningkatan

    ketrampilan berpikir ilmiah siswa juga didukung pula dengan data hasil observasi

    siswa sat proses pembelajran berlangsung yaitu terjadi peningkatan dari siklus I ke

    siklus II sebesar 15,91%, data hasil angket ketrampilah berpikir ilmiah sebesar

    17,34% serat data hasil wawancara yang mengalami peningkatan sebesar 16,17%.

    Dengan demikian pengembangan pembelajaran dengan menggunakan

    pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi dapat meningkatkan ketrampilan

    berpikir ilmiah siswa kelas X-2 semesret II SMA Sedes Sapientiae Jambu

    Semarang, sehingga pengembangan pembelajaran melalui pemdekatan inkuiri

    diharapkan dapat menjadi salah satu alternative pembelajar biologi.

  • Kata kunci : Pendekatan inkuiri, ketrampilan berpikir ilmiah, fngsi, SMA

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan

    hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat

    menyeleasikan skripsi yang berjudul Peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah

    siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi

    kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Semarang tahun pelajaran

    2007 / 2008. skripsi ini penulis susun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

    memperoleh gelar sarjana pendidikan biologi fakultas pendidikan maitmatika dan

    ilmu pengetahuan alam IKIP PGRI Semarang.

    Selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dar hambatan,

    rintangan, serta kesulitan. namun berkat bantuan dari berbagai pihak terutama

    pembimbing, akhirnya hal tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu pada kesempatan

    ini penilis menyampaikan terima kasih yang setulus-tyulusnya kepada :

    1. Drs. Sulistyo, M.pd, selaku Rektor IKIP PGRI Semarang.

    2. Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Pendidikan

    Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang.

    3. Hj. Endah Rita S.Si, M,Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA

    IKIP PGRI Semarang.

    4. Hj. Fenny Roshayati S,pd, M,pd, selaku Pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan serta mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan

    skripsi ini.

    5. Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Si M,ed selaku Pembimbing II yang telah sabar

    memberikan petunuk dan bimbingan hingga skripsi ini tersusun.

    6. Kepala Sekolah SMA Sedes Sapientiae Jambu Semarang yang telah

    memberikan ijin penelitian kepada penulis.

    7. Bapak, ibu dan keluarga ynag telah memberikan doa dan dukungan.

    8. Mahasiswa jurusan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Semarang.

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan astu persatu yang telah memberikan

    bantuan dalam penyusunan skripsi ini

  • Akhirnya dengan rasa syukur penulis berharap skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi nahasiswa Biologi khususnya dan para pembaca pada umumnya.

    Semarang, 2008

    Penulis

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan

    kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

    berlangsungnya proses belajar, sehingga didapatkan hasil belajar yang

    maksimal. Namun pada kenyataannya hasil belajar biologi yang diperoleh

    siswa masih rendah khususnya di tingkat SMA yang seharusnya sudah mampu

    memahami lebih sutu konsep biologi. Hal ini menjadi sorotan penting karena

    masih rendahnya mutu pendidikan setingkat SMA yang mana dapat dilihat dari

    nilai rata-rata mata pelajaran biologi masih di bawah nilai ketuntasan belajar.

    Materi pelajaran biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit

    bagi sebagian besar siswa di SMA Sedes Sapientiae Semarang, hal ini

    diketahui dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran biologi di SMA

    tersebut bahwa nilai hasil ulangan harian tahun 2007/2008 dan nilai rata-rata

    biologi khususnya kelas X-2 semester ganjil masih rendah yaitu 6,0. Maka guru

    sebagai pelaku pembelajaran juga harus ikut bertanggung jawab dan keadaan

    yang demikian harus segera diatasi.

    Berdasarkan pengamatan sehari-hari, dapat diketahui bahwa

    penguasaan siswa terhadap materi biologi masih rendah, hal ini terbukti dari

    rendahnya kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah yang

  • berkaitan dengan materi tersebut. Untuk meningkatkan keterampilan berpikir

    ilmiah tersebut diperlukan metode dan pendekatan mengajar yang tepat,

    sehingga siswa lebih memahami, aktif mencari dan mampu memecahkan

    masalah yang berkaitan dengan biologi yang berhubungan dengan kehidupan

    sehari-hari. Guru harus bisa menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan

    memberikan variasi metode dalam pembelajaran sehingga siswa dapat terlibat

    langsung untuk aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa termotivasi.

    Pengembangan proses pembelajaran memberikan penekanan pada

    penanaman keterampilan berpikir, bahkan yang perlu dipikirkan adalah

    bagaimana menerjemahkannya ke dalam bentuk pembelajaran yang mampu

    mengakomodasikan gagasan-gagasan baru. Di sini guru dituntut agar dapat

    memberikan suatu metode pengajaran agar siswa dapat memahami pelajaran

    dengan mudah dan cepat dipahami.

    Dengan demikian penguasaan keterampilan berpikir ilmiah yang

    dimiliki oleh siswa diharapkan siswa dapat memecahkan masalah yang ada

    dengan menerapkan metode pendekatan agar siswa tertarik dan terangsang.

    Ilmu alam atau sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam

    secara sistematis. Ilmu alam atau sains bukan hanya penguasaan kumpulan

    berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tapi juga merupakan suatu proses

    penemuan (Nurhadi, 2004: 54).

    Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir ilmiah

    baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut : Faktor

    eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan tehnologi, situasi

  • belajar, dan sistem. Masih ada pendidik atau guru yang kurang menguasai

    materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti

    yang dijelaskan, dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berpikir

    kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru

    yang memungkinkan mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of

    the art), dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah

    dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran

    dipandang siswa terlalu teoretis, kurang memberi contoh-contoh yang konteks-

    tual, dan kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal (Dikti, 2004).

    Asumsi lain yang mendasari guru untuk mengembangkan kemampuan

    berpikir siswa melalui keterampilan berpikir ilmiah dalam pembelajaran

    biologi ini adalah :

    1. Setiap siswa perlu mendapat kesempatan atau waktu untuk belajar sesuai

    dengan kemampuannya.

    2. Setiap siswa perlu mendapat kesempatan untuk bekerjasama dengan teman-

    temannya dalam kelompok belajar maupun diskusi kelas untuk

    memecahkan dan merumuskan suatu masalah.

    3. Setiap siswa perlu mendapat pengalaman nyata, langsung maupun tidak

    langsung, melalui pengalaman lapangan atau media sumber belajar.

    4. Setiap siswa perlu dibantu untuk mengembangkan kemampuannya dalam

    berpikir melalui kegiatan memecahkan masalah.

  • Dengan asumsi dasar seperti di atas, tampaknya guru perlu mencoba

    untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, salah satunya yaitu

    dengan meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah.

    Selain itu untuk mengatasi permasalahan guru dalam proses pem-

    belajaran yaitu dengan pendekatan atau metode yang banyak digunakan di

    sekolah menengah atas khususnya pada mata pelajaran biologi yaitu dengan

    menggunakan pendekatan inkuiri. Pada strategi inkuiri kegiatan belajar

    mengajar diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah yang

    merangsang. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan presentasi

    verbal atau pengalaman nyata, atau bisa dirancang sendiri oleh guru.

    Pendekatan inkuiri juga sangat penting dalam usaha meningkatkan

    keterampilan berpikir ilmiah siswa. Diharapkan dengan menggunakan pen-

    dekatan inkuiri, keterampilan berpikir ilmiah siswa menjadi meningkat. Secara

    sederhana, berpikir ilmiah merupakan usaha seseorang dalam menafsirkan

    sesuatu hal dengan menggunakan konsep dan disiplin ilmu yang dibarengi

    dengan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, berpikir ilmiah adalah berpikir

    untuk memahami kaidah-kaidah berpikir benar (logika) yang memerlukan

    keahlian dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk mencapai

    kebenaran.

    B. Permasalahan

    Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

    yang hendak dicari jawabannya lewat penelitian ini adalah : Apakah pem-

  • belajaran dengan pendekatan inkuiri berpengaruh terhadap peningkatan

    keterampilan berpikir ilmiah pada materi pokok Fungi siswa kelas X-2

    semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran

    2007/2008.

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Ada beberapa tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dari penelitian

    ini. Tujuan dan manfaat tersebut adalah sebagai berikut.

    1. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pem-

    belajaran dengan pendekatan inkuiri terhadap peningkatan keterampilan

    berpikir ilmiah pada materi pokok Fungi siswa kelas X-2 semester II

    SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran

    2007/2008.

    2. Manfaat Penelitian

    Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai signifikansi atau

    kegunaan yang antara lain adalah :

    a. Sebagai bahan informasi ilmiah tentang peningkatan keterampilan

    berpikir ilmiah melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada

    materi pokok Fungi.

    b. Sebagai bahan masukan untuk memperoleh variasi metode pem-

    belajaran dalam proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan

    keterampilan berpikir ilmiah siswa.

  • c. Sebagai bentuk sumbangan atau kontribusi bagi perbaikan metode

    pembelajaran untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif

    dan efisien sehingga ada peningkatan terhadap kualitas siswa.

    d. Dengan pendekatan inkuiri, diharapkan siswa dapat mengembangkan

    potensi dan kreativitasnya dalam proses belajar mengajar.

    D. Penegasan Istilah

    Untuk memandu operasionalisasi penelitian ini secara lebih tepat, maka

    ada beberapa konsep kunci yang perlu didefinisikan secara operasional. Hal ini

    dilakukan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami judul penelitian

    ini. Untuk itu, penulis kemukakan beberapa istilah tentang berbagai konsep

    kunci yang terkandung dalam judul tersebut.

    1. Peningkatan Keterampilan

    Peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,

    kegiatan, dan sebagainya) (Tim Penyusun, 1993: 951).

    Sedangkan keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan

    tugas. Jadi, Peningkatan keterampilan merupakan proses atau cara dalam

    upaya meningkatkan kecakapan dalam menghadapi masalah atau tugas agar

    dapat terselesaikan.

    2. Berpikir Ilmiah

    Berpikir merupakan penggunaan akal budi untuk mempertimbangkan

    dan memutuskan sesuatu (Tim Penyusun, 1993: 682). Sedangkan ilmiah

    merupakan sesuatu yang bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi

    syarat (hukum) ilmu pengetahuan (Tim Penyusun, 1993: 324).

  • Dengan demikian, berpikir ilmiah merupakan penggunaan akal budi

    untuk memutuskan suatu perkara yang mengacu kepada ilmu pengetahuan

    yang bersifat logis dan empiris.

    3. Pendekatan Inkuiri

    Pendekatan inkuiri merupakan proses yang fundamental di bawah peng-

    awasan siswa sendiri dan dapat membantu pertumbuhan konseptual siswa

    (Sahromi dan Sutara 1986: 53).

    Menurut Rustaman (2005: 5) menjelaskan bahwa pendekatan inkuiri

    merupakan pendekatan yang melibatkan siswa diajak terlibat dalam proses

    ilmiah, mengumpulkan dan menganalisis data, menguji hipotesis (dugaan

    awal suatu permasalahan berdasarkan fakta).

    4. Materi Pokok Fungi

    Materi pokok Fungi diambil dari kurikulum 2004 standar kompetensi mata

    pelajaran biologi kelas X-2 semester II.

    5. Siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten

    Semarang

    Siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten

    Semarang merupakan siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian ini.

    E. Sistematika Skripsi

    Untuk memudahkan pemahaman penulisan skripsi ini, peneliti perlu

    menyusun kerangka sistematikanya. Adapun sistematika skripsi itu terdiri dari

    beberapa bagian, yaitu :

  • Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, permasalahan,

    penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika skripsi.

    Bab II Landasan Teori dan Hipotesis, berisi tinjauan dari beberapa

    pustaka yang digunakan yang mendasari tema penelitian, dan hipotesis.

    Bab III Metode Penelitian, berisi subjek penelitian, desain penelitian,

    pelaksanaan tindakan, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan

    metode analisis data.

    Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi analisis data.

    Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan yang diambil dari analisis

    data dan pembahasan, saran-saran.

    Bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

    A. Strategi Inkuiri

    Salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah

    mengenai ketepatan penggunaan metode. Jika metode yang digunakan dalam

    suatu pelajaran telah tepat, maka tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai.

    Namun sebaliknya, jika metode yang digunakan oleh guru tidak tepat maka

    akan membuang waktu secara sia-sia dan tujuan dari pembelajaran akan jauh

    dari harapan atau tidak sesuai dengan keinginan (Nurhadi, 2004: 125).

    Di samping itu, salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar

    adalah adanya aktivitas dari siswa. Strategi apapun dalam proses belajar

    mengajar hendaknya melibatkan siswa semaksimal mungkin. Siswa diberi

    kesempatan seluas mungkin untuk menyerap informasi, menghayati peristiwa-

    peristiwa untuk pembentukan sikap serta melakukan keterampilan melalui

    percobaan dengan pengkajian kritis dan fungsional (Gulo, 2002: 79).

    Pendekatan inkuiri sebagai jalan alternatif. Melalui pendekatan ini,

    siswa diberi motivasi untuk berbuat banyak, melibatkan diri dengan aktivitas

    sendiri. Para ahli pendidikan menggunakan istilah pendekatan inkuiri secara

    bergantian dengan pendekatan penemuan atau discovery. Kegiatan belajar

    mengajar dengan pendekatan inkuiri dibentuk dan meliputi discovery. Dengan

    kata lain, inkuiri merupakan suatu perluasan proses discovery yang digunakan

    secara lebih (Sahromi dan Sutara, 1986: 35).

  • 1. Pengertian Pendekatan Inkuiri

    Inkuiri dilihat dari segi bahasa (etimologi) memiliki arti per-

    tanyaan atau penelitian. Sedangkan secara terminologi, ada beberapa

    pendapat tentang pengertian inkuiri, di antaranya adalah menurut J. Richard

    Suchman dalam Sahromi dan Sutara (1986: 53) mendefinisikan tentang

    pendekatan inkuiri sebagai berikut :

    a. Inkuiri merupakan proses yang fundamental di bawah pengawasan

    siswa sendiri.

    b. Inkuiri dapat membantu pertumbuhan konseptual siswa.

    c. Siswa membuat konsep dari persepsinya yang diketahui dan dimengerti

    d. Siswa membentuk kembali struktur konseptualnya sehingga sesuai

    dengan peristiwa yang siswa amati.

    Menurut Burner dalam Nurhadi (2004: 122) mendefinisikan pen-

    dekatan inkuiri dalam kegiatan belajar mengajar. Ia menganjurkan pem-

    belajaran dengan basis inkuiri yaitu guru mengajarkan suatu bahan kajian

    tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan kajian, namun

    lebih ditujukan untuk membuat siswa berpikir untuk diri siswa sendiri,

    meneladani seperti apa yang dilakukan oleh sejarawan, siswa turut

    mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan.

    Sementara Wiryawan dan Sukirno (1987: 24) menyatakan bahwa

    pengajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri merupakan model

    pengajaran yang berorientasi pada pengelolaan informasi untuk melatih

    siswa memiliki kemampuan berpikir untuk menemukan dan mencari

  • sesuatu pengetahuan secara ilmiah. Lebih jelasnya, dengan pendekatan

    inkuiri berarti dalam pengajaran itu dimaksudkan untuk membantu siswa

    secara ilmiah, terampil mengumpulkan fakta, menyusun konsep, menyusun

    generalisasi, teori secara mandiri (independen).

    Piaget mengemukakan definisi fungsional tentang pendekatan

    inkuiri yaitu pendidikan yang baik untuk mempersiapkan situasi bagi siswa

    untuk melakukan eksperimen sendiri. Dalam arti luas ingin melihat apa

    yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol,

    ingin mengajukan pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu

    dengan yang lain, serta membandingkan apa yang ditemukannya dengan

    yang ditemukan oleh siswa yang lain (Sahromi dan Sutara, 1986: 53).

    2. Tujuan Penggunaan Pendekatan Inkuiri

    Menurut Rustopo dan Sutrisno (1994: 35), penggunaan metode

    inkuiri bertujuan :

    a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam

    memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat (objektif).

    b. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat

    dan nalar (kritis, analitis, dan logis).

    c. Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curriousity)

    d. Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif) maupun sikap (afektif).

    Agar kegiatan inkuiri mencapai tujuan yang di tentukan, maka

    hendaknya ditentukan hal-hal sebagai berikut :

  • a. Siswa diarahkan pada pokok permasalahan yang akan dicari

    jawabannya dan dipecahkan, untuk itu guru menjelaskan pokok masalah

    dan tujuan yang ingin dicapai.

    b. Guru hendaknya memberikan keleluasaan kepada siswa untuk ber-

    diskusi, mengemukakan kemungkinan pilihan jawaban atau bertanya.

    Guru hanya membatasi agar jangan keluar dari pokok pembicaraan.

    c. Guru diharapkan mampu untuk memberikan pertanyaan pancingan, bila

    siswa kurang mampu menganalisa masalah.

    d. Guru mengawasi, membatasi agar kegiatan siswa tidak menyimpang

    dari nilai-nilai seperti nilai agama, Pancasila dan sebagainya.

    e. Guru tidak memberikan jawaban langsung atas masalah yang dihadapi.

    3. Langkah-langkah dalam Berinkuiri

    Dalam hal inkuiri dilakukan dengan tanya jawab. Langkah-

    langkahnya adalah sebagai berikut :

    a. Persiapan

    1) Guru merumuskan masalah sebagai topik. Selama proses inkuiri

    berlangsung, seorang guru dapat mengajukan pertanyaan atau

    mendorong siswa mengajukan pertanyaan.

    2) Merumuskan tujuan pembelajaran pada indikator.

    3) Menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri.

    a) Observasi

    b) Bertanya

    c) Mengajukan dugaan

  • d) Pengumpulan data

    e) Penyimpulan

    b. Pelaksanaan

    1) Guru mengemukakan suatu masalah tertentu, siswa diberi

    kesempatan untuk bertanya mengenai kejelasan masalah tersebut.

    2) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya seluas mungkin mengenai

    masalah tersebut sampai mereka merasa cukup untuk mengambil

    kesimpulan. Guru tidak boleh memberikan jawaban yang sifatnya

    menjawab atau memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa.

    Guru semisal memberikan jawaban tidak atau bukan dan

    sebagainya. Apabila siswa kurang aktif, maka guru memberikan

    pertanyaan pancingan membantu siswa menelaah masalah tersebut.

    3) Siswa mengemukakan kesimpulan atau pendapat sementara

    (hipotesis) dan alasan-alasannya.

    c. Penyelesaian

    Sebagai akhir dari kegiatan belajar mengajar, adalah :

    1) Guru bersama siswa menguji atau membahas pendapat sementara

    yang dikemukakan siswa atas dasar bukti (data) yang ada.

    2) Pengambilan kesimpulan dilakukan oleh siswa dibantu guru. Dalam

    cara lain misalnya dengan kegiatan di luar kelas.

    4. Jenis Pendekatan atau Metode Pengajaran Inkuiri

    Menurut Sund dan Trowbridge dalam Sahromi dan Sutara (1986:

    55) mengemukakan bahwa jenis dari pendekatan atau metode pengajaran

    inkuiri ada tiga jenis, yaitu :

  • a. Inkuiri terpimpin

    Inkuiri terpimpin merupakan pertanyaan-pertanyaan atau pedoman

    praktikum yang diperoleh siswa melalui petunjuk-petunjuk seperlunya.

    Pendekatan ini digunakan bagi siswa yang belum berpengalaman

    belajar dengan metode inkuiri.

    b. Inkuiri bebas

    Dengan inkuiri bebas, maka siswa dalam hal ini siswa dituntut untuk

    melakukan sendiri seperti scientist.

    c. Inkuiri bebas yang dimodifikasi

    Jenis inkuiri ini menuntut guru untuk menyiapkan masalah bagi siswa

    dalam situasi belajar dengan metode inkuiri bebas yang dimodifikasi.

    5. Tujuan dari Proses Pendekatan Inkuiri

    Menurut Surachman dalam Sukirno (1987: 26) tujuan dari proses

    inkuiri adalah pemikiran yang mantap dan berimplikasi untuk perbaikan

    pendidikan guru dan peningkatan peristiwa kegiatan belajar mengajar,

    antara lain :

    a. Guru hendaknya mengembangkan proses inkuiri dengan memusatkan

    pada problem yang perlu dipecahkan oleh siswa.

    b. Orientasi guru adalah memandang siswa sebagai individu yang

    memiliki potensi yang perlu dikembangkan.

    c. Guru lebih mengutamakan pertumbuhan kognitif dan perkembangan

    kreativitas siswa.

    d. Mengajar dengan tujuan untuk mengembangkan bakat-bakat dan

    membantu siswa mengembangkan dirinya (self concept).

  • Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual,

    namun seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan

    pengem-bangan keterampilan. Pada hakikatnya, inkuiri merupakan suatu

    proses. Proses ini bermula dari merumuskan masalah, mengembangkan

    hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan

    sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan

    yang pada taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan

    (Nurhadi, 2004: 122).

    6. Manfaat Pendekatan Inkuiri

    Manfaat dari pendekatan inkuiri bagi siswa menurut Rustopo dan

    Sutrisno (1994: 39) antara lain adalah :

    a. Siswa memperoleh pengalaman proses dalam menarik kesimpulan.

    b. Siswa jadi aktif dan mandiri serta canggih.

    c. Siswa meningkatkan keterampilan berpikir logis dan berpikir ilmiah.

    d. Mengembangkan sikap dan keterampilan siswa agar mampu meme-

    cahkan permasalahan serta mengambil keputusan secara objektif dan

    mandiri.

    e. Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh dan cara

    berpikir kiritis analitis, baik secara individu maupun secara kelompok.

    7. Siklus Inkuiri

    Menurut Nurhadi (2004: 125), siklus dalam inkuiri antara lain :

    a. Observasi (Observation)

    Observasi merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan pengamatan

    kemudian berkembang untuk memahami konsep/fenomena.

  • b. Bertanya (Questioning)

    Dalam hal ini, inkuiri dimulai dengan observasi yang menjadi dasar

    pemunculan dari berbagai pertanyaan yang diajukan siswa.

    c. Mengajukan Dugaan (Hipotesis)

    Hipotesis merupakan dugaan awal suatu permasalahan berdasarkan

    fakta dengan melihat kecenderungan suatu hal terjadi jawaban terhadap

    pertanyaan. Pertanyaan tersebut dikejar dan diperoleh melalui siklus

    pembuatan prediksi, perumusan hipotesis, pengembangan cara-cara

    pengujian hipotesis.

    d. Pengumpulan Data (Data Gathering)

    Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber

    atau objek yang diamati. Pembuatan observasi lanjutan, penciptaan

    teori dan model-model konsep yang didasarkan pada data dan

    pengetahuan.

    e. Penyimpulan (Conclusion)

    Inkuiri menciptakan berbagai kesempatan bagi guru untuk mempelajari

    bagaimana otak siswa bekerja. Guru dapat memanfaatkannya untuk

    menentukan situasi-situasi belajar.

    8. Kelebihan dan Kekurangan dari Pendekatan Inkuiri

    a. Beberapa kelebihan atau keuntungan mengajar dengan menggunakan

    pendekatan inkuiri antara lain adalah :

    1) Pengajaran berpusat pada siswa. Salah satu prinsip psikologi belajar

    menyatakan bahwa makin besar keterlibatan siswa dalam kegiatan

  • maka makin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Dalam

    proses belajar inkuiri, siswa tidak hanya belajar konsep dan prinsip,

    tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri,

    pengendalian diri, tanggungjawab, dan komunikasi sosial secara

    terpadu.

    2) Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri),

    sehingga menjadi terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru,

    lebih kreatif, berkeinginan untuk selalu mengambil kesempatan

    yang ada dan umumnya memiliki mental yang sehat.

    3) Tingkat pengharapan bertambah, yaitu ada kepercayaan diri serta

    ide tertentu bagaimana ia dapat menyelesaikan suatu tugas dengan

    caranya sendiri.

    4) Mengembangkan bakat dan kecakapan individu, lebih banyak

    kebebasan dalam proses belajar mengajar berarti makin besar

    kemungkinannya untuk mengembangkan kecakapan, kemampuan,

    dan bakat-bakatnya.

    5) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar tradisional yang

    bersifat hafalan.

    6) Dapat memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan

    mengakomodasi informasi. Belajar yang murni (sesungguhnya)

    adalah bila siswa bereaksi dan bertindak terhadap informasi melalui

    proses mental.

  • b. Kelemahan-kelemahan dari pendekatan inkuiri

    Di antara keuntungan terdapat pula kelemahan-kelemahan

    dalam pendekatan inkuiri, yakni :

    1) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar ini,

    dengan hati yang kukuh dia harus menghilangkah hambatan.

    2) Bila digunakan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar, dirasa

    kurang berhasil.

    3) Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang

    dirancang guru, biasanya sulit memacu diri, apalagi belajar mandiri,

    sehingga mengecewakan guru dan siswa sendiri.

    4) Dipandang terlalu idealis dan mementingkan pengertian, sikap dan

    keterampilan.

    5) Dipandang membutuhkan biaya yang besar apalagi kalau

    penemuannya kurang berhasil suatu pemborosan.

    B. Berpikir Ilmiah

    1. Pengertian Berpikir Ilmiah dan Dasar-dasar Berpikir

    Berpikir ilmiah adalah berpikir untuk memahami kaidah-kaidah

    berpikir benar (logika) yang memerlukan keahlian dengan menggunakan

    metode-metode tertentu untuk mencapai kebenaran. Atau dengan kata lain,

    berpikir ilmiah adalah berpikir secara logis yaitu secara nyata dan apa yang

    kita pikirkan bisa dipertanggung jawabkan. Sedangkan pengertian lain dari

    berpikir ilmiah adalah adalah berpikir secara logis yaitu secara nyata dan

  • apa yang kita pikirkan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi dapat disimpulkan

    bahwa berpikir ilmiah merupakan cara berpikir secara logis yang

    memerlukan keahlian dengan menggunakan pendekatan-pendekatan

    tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dari apa yang

    telah kita pikirkan (Mundiri, 2003: 57).

    Sifat dasar kebenaran ilmiah yang logis dan empiris itu pada

    akhirnya dapat diterapkan dan digunakan bagi kehidupan manusia. Atas

    dasar itu, maka kita dapat mengatakan bahwa kebenaran ilmiah selalu

    mempunyai paling kurang tiga sifat dasar, yaitu struktur yang rasional-

    logis, isi empiris, dan dapt diterapkan (A. Sony Keraf dan Michael Dua,

    2001: 75). Sedangkan dasar-dasar berpikir ada beberapa hal yang di

    antaranya adalah :

    a. Keyakinan

    Manusia yang mempunyai pengetahuan mengakui hubungan

    sesuatu dengan sesuatu. Ia mengeluarkan pendapat (melalui bahasa)

    atas beberapa dasar, yang merupakan syarat supaya orang dapat

    berpikir. Dasar itu boleh juga disebut aksioma berpikir. Adapun tiap-

    tiap pendapat itu berdasarkan atas sikap mental subjek yang tahu itu,

    bahwa demikianlah halnya, pendapat lain tidak mungkin itu disebut

    keyakinan. Keyakinan merupakan sikap subjek dan selalu bersifat

    subjektif juga.

    b. Kepastian

  • Jika orang mempunyai keyakinan seperti di atas, maka ia pasti

    ada pengetahuannya, dan karena itu ia mempunyai kepastian.

    c. Wilayah Kesungguhan

    Kesungguhan disebut juga realitas dan kesungguhan dibedakan

    menjadi dua jenis :

    1) Kesungguhan kongkrit (hal-hal dengan segala sifatnya yang tertentu

    pula). Hal ini berupa dunia yang dapat kita amat-amati di luar kita,

    disebut dunia pengamatan.

    2) Kesungguhan itu mungkin hanya merupakan hasil pemikiran, bukan

    lagi hal-hal yang sesungguhnya, melainkan hanya suatu sifat yang

    dipandang oleh manusia, terlepas dari sifat-sifat yang lain. Hal

    inilah yang disebut dunia abstrak atau dunia ideal (Poedjawijatna,

    2004: 11).

    2. Sarana Berpikir Ilmiah

    Untuk melakukan kgiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana

    berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya

    penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir

    ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang

    ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini, maka kegiatan ilmiah yang baik tidak

    dapat dilaksanakan.

    Dalam dunia pendidikan, sarana berpikir ilmiah merupakan bidang

    studi tersendiri. Artinya, mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti

    mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini, harus diperhatikan dua

  • hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa

    sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan

    berdasarkan metode ilmiah. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah

    adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara

    baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu itu dimaksudkan untuk

    mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan

    masalah kita sehari-hari (Mundiri, 2003: 57).

    Untuk itu, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan

    baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan

    statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam

    seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat

    komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

    Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa

    bahasa, maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak

    seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah. Demikian juga tanpa

    bahasa, maka kita tak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada

    orang lain.

    Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan

    antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu, maka penalaran ilmu

    menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan logika induktif.

    Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif,

    sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif

    (Jujun S. Suriasumantri, 2003: 167).

  • Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh

    penguasaan sarana berpikir dengan baik pada salah satu langkah ke arah

    penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing

    sarana berpikir itu dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.

    Adapun indikator berpikir ilmiah adalah : a) merumuskan masalah,

    b) menyusun hipotesis, c) melakukan eksperimen, d) penarikan kesimpulan

    (Jujun S. Suriasumantri, 2003: 141).

    3. Metode Ilmiah

    Metode ilmiah merupakan cara untuk dapat mendapatkan penge-

    tahuan secara ilmiah. Metode ilmiah juga dapat didefiniskan sebagai

    sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data empiris. Atau

    dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara untuk mendapatkan penge-

    tahuan dengan cara ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ilmiah

    adalah pengetahuan ilmiah atau secara pendek disebut ilmu. Dalam

    prosesnya untuk menemukan pengetahuan baru, ada beberapa langkah

    dalam metode ilmiah yang kesemuanya saling berkaitan.

    Adapun langkah-langkah dalam metode ilmiah secara sederhana

    dapat diuraikan di bawah ini, antara lain :

    a. Penemuan atau Penentuan Masalah

    Pada tahap ini kita secara sadar mengetahui masalah yang akan kita

    telaah dengan ruang lingkup dan batas-batasnya.

    b. Perumusan Masalah

  • Merupakan usaha untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi

    dengan lebih jelas. Pada tahap ini kita mengidentifikasikan semua

    faktor-faktor yang terlibat dalam masalah yang dihadapi. Faktor

    tersebut membentuk kerangka masalah yang sedang kita hadapi.

    c. Pengujian Hipotesis

    Pada tahap ini kita berusaha untuk memberikan penjelasan sementara

    mengenai hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang membentuk

    kerangka masalah yang sedang kita hadapi. Hipotesis ini sebagaimana

    diketahui disusun berdasarkan penalaran induktif.

    d. Deduksi dari Hipotesis

    Tahap ini merupakan langkah perantara untuk pengujian hipotesis yang

    diajukan. Deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja

    yang dapat dilihat dalam hubungannya dengan hipotesis yang diajukan.

    e. Pembuktian Hipotesis

    Pada tahap ini kita mengumpulkan fakta-fakta untuk membuktikan

    hipotesis yang telah kita ajukan. Kalau fakta itu memang ada, maka

    hipotesis yang diajukan itu benar.

    f. Penerimaan Hipotesis menjadi Teori Ilmiah

    Hipotesis yang telah terbukti kebenarannya diterima sebagai penge-

    tahuan baru dan dianggap sebagai bagian dari dalam (Mundiri, 2003:

    203-205).

    4. Langkah-langkah Berpikir Ilmiah

    Langkah-langkah pokok dalam berpikir ilmiah, antara lain :

  • a. Sudah dimiliki.

    b. Situasi yang mengawali penyelidikan.

    c. Identifikasi masalah secepatnya.

    d. Pengamatan atas fakta-fakta yang relevan.

    e. Penggunaan pengetahuan perumusan atau penyusunan hipotesis.

    f. Menguji hipotesis itu dengan pengamatan atau percobaan lebih lanjut

    untuk menentukan apakah fakta-fakta yang diasumsikan benar.

    g. Kesimpulan : hipotesis dinyatakan benar atau tidak benar.

    Pengetahuan ilmiah mengandung ciri empiris, sistematis, objektif,

    rasional, dan komunikatif. Berpikir ilmiah adalah pemakaian akal budi

    manusia untuk memahami suatu pokok soal (A. Widyamartaya, 1993: 43).

    5. Unsur-unsur Keterampilan Berpikir Ilmiah

    Siswa yang kurang mampu memecahkan masalah pada umumnya

    kurang menguasai unsur-unsur keterampilan berpikir ilmiah, dimana unsur-

    unsur keterampilan berpikir ilmiah meliputi :

    a. Mengamati. Siswa mengamati objek yang akan dijadikan sebagai suatu

    permasalahan.

    b. Melaporkan. Siswa melaporkan hasil kerjanya dari pengamatan secara

    tertulis.

    c. Mengklasifikasikan. Siswa mengklasifikasikan hasil dari pengamatan.

    d. Menginterpretasi. Siswa mencari, mempertimbangkan pernyataan,

    membandingkan informasi, mencari hubungan antara berbagai fakta.

  • e. Memecahkan masalah. Siswa dapat berlatih berpikir dengan

    menghadapkannya pada sejumlah masalah (S. Nasution, 1989: 125).

    Keterampilan berpikir ilmiah merupakan pendapat secara ilmiah

    dalam membedakan fakta dan opini dengan penalaran dan pembuktian agar

    dapat memecahkan suatu permasalahan atau agar dapat mengungkap

    rahasia alam.

    C. Kajian Materi tentang Fungi

    Kajian materi tentang Fungi disadur dari buku Sains Biologi Untuk

    SMU Kelas X-2 karangan Syamsuri, Istamar, dkk 2004: 205). Jamur dalam

    kehidupan sehari-hari tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan

    karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang

    mendukung, dan lama hidupnya terbatas. Sebagai contoh, jamur banyak

    muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan

    jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring

    dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu

    membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur

    tiram, dan jamur kuping.

    Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk

    dunia jamur atau regnum Fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel

    banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara

    makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya.

    1. Struktur Tubuh

    Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Ada jamur yang satu

    sel, misalnya khamir, ada pula jamur yang multiseluler membentuk tubuh

  • buah besar yang ukurannya mencapai satu meter, contohnyojamur kayu.

    Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa

    membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-

    jalinan semu menjadi tubuh buah.

    Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding

    berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma

    hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa

    dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar

    yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel

    yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta

    atau hifa senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti

    sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada

    jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi

    haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria

    dapat menembus jaringan substrat.

  • Gambar 2.1 Hifa yang membentuk miselium dan tubuh buah

    Sumber : Erlangga, 2004

    2. Cara Makan dan Habitat Jamur

    Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan

    organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan.

    Untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan

    melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk

    glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung

    pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa

    kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai

    makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,

    atau saprofit.

    a. Parasit obligat

    Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,

    sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia

    carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS).

    b. Parasit fakultatif

    Adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai,

    tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.

    c. Saprofit

    Merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang

    mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah

  • mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur

    saprofit mengeluarkan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk

    mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana

    sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung

    menyerap bahan-bahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluar-

    kan oleh inangnya.

    Gambar 2.2 Pneumonia carinii

    Sumber : Erlangga, 2004

    Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme.

    Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme

    lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya.

    Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada

    mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau

    pada liken.

  • Jamur berhabitat pada bermacam-macam lingkungan dan

    berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di

    darat, beberapa jamur ada yang hidup di air, dan berasosiasi dengan

    organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau

    saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.

    Gambar 2.3 Beberapa jenis jamur dan cara hidupnya

    (a) Hygrophorus sp. Mikoriza pada oak. (b) Jamur yang

    tumbuh pada kayu sebagai parasit. (c) Lycoperdon gemmatum

    saprofit pada timbunan Sampah tanaman

    Sumber : Erlangga, 2004

    3. Pertumbuhan dan Reproduksi

    Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual

    (vegetatif). Secara aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur

    berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya uniseluler, tetapi adapula

    (a (b (c

  • yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur memperbanyak diri

    dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual dapat

    terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora

    akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.

    Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium

    dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami,

    yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap,

    tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua

    adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari

    masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk

    dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah

    dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel

    melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan

    meiosis.

    4. Peranan Jamur

    Peranan jamur dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran

    yang merugikan maupun yang menguntungkan. Jamur yang menguntung-

    kan meliputi berbagai jenis antara lain sebagai berikut : (a) Volvariella

    volvacea (jamur merang) berguna sebagai bahan pangan berprotein tinggi.

    (b) Rhizopus dan Mucor berguna dalam industri bahan makanan,yaitu

    dalam pembuatan tempe dan oncom. (c) Khamir Saccharomyces berguna

    sebagai fermentor dalam industri keju, roti, dan bir. (d) Penicillium notatum

  • berguna sebagai penghasil antibiotik. (e) Higroporus dan Lycoperdon

    perlatum berguna sebagai dekomposer.

    Di samping peranan yang menguntungkan, beberapa jamur juga

    mempunyai peranan yang merugikan, antara lain sebagai berikut : (a)

    Phytium sebagai hama bibit tanaman yang menyebabkan penyakit

    rebah semai. (b) Phythophthora inf'estan menyebabkan penyakit pada daun

    tanaman kentang. (c) Saprolegnia sebagai parasit pada tubuh organisme air.

    (d) Albugo merupakan parasit pada tanaman pertanian.(e) Pneumonia

    carinii menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia. (f)

    Candida sp. penyebab keputihan dan sariawan pada manusia.

    Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil

    sehingga bersifat heterotrof, tipe sel : sel eukarotik. Jamur ada yang

    uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang

    disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang

    disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada

    pula dengan cara generatif.

    Menurut Dwijoseputro (1976: 1), ilmu mengenai jamur disebut

    Mikologi (dari bahasa Yunani: Mykes: jamur, Logos: ilmu, uraian). Nama

    taksonomi jamur dalam bahasa Inggris ialah Fungi, namun ilmu tentang

    Fungi tetap disebut Mikologi (Mycologi).

    a. Ciri-ciri jamur antara lain :

    1) Mempunyai inti yang lengkap (Eukaryon).

    2) Dinding sel atau dinding hifa terdiri atas selulosa, tetapi pada jamur

    bertingkat tinggi dinding itu terdiri atas kitin.

  • 3) Memperoleh zat makanan dengan cara penyerapan.

    4) Tidak mempunyai klorofil.

    5) Hidup secara saprofit, parasit, dan simbiosis.

    6) Tubuh terdiri dari multiseluler dan uniseluler.

    7) Berkembang biak secara seksual dan aseksual.

    8) Tubuh jamur multiseluler tersusun atas rangkaian sel-sel yang

    membentuk benang, dengan atau tanpa sekat yang disebut hifa.

    b. Klasifikasi jamur dibagi menjadi :

    1) Zygomicotina

    Ciri-cirinya :

    a) Hidup sebagai saprofit pada roti, nasi, dan bahan makanan yang

    lain, adapula yang hidup parasit.

    b) Hifa bercabang banyak.

    c) Dinding sel mengandung kitin.

    d) Pembiakan seksual dengan gametangiogami yang meng-

    hasilkan zigospora. Pembiakan aseksual dengan spora tak

    berflagel (aplanospora), dan spora ini berupa sporangiospor.

    Contoh-contoh Zygomicotina :

    a) Rhizopus, dapat hidup sebagai saprofit dalam ragi tempe, dan

    ragi tape.

    b) Mucor, hidup saprofit misalnya pada roti dan sebagai komponen

    dalam ragi pembuat tempe.

  • Gambar 2.4 (a) Rhizopus sp. (b) Mucor sp.

    (www.pdpersy.co.id)

    2) Ascomycotina

    Ciri-cirinya :

    a) Sel satu, berinti banyak.

    b) Hifa bersekat-sekat.

    c) Tidak menghasilkan spora kembar.

    d) Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus.

    e) Perkembangbiakan :

    (1) Seksual, berupa berstatusnya dua inti yang berkompatibel

    sehingga terjadi zygot yang diploid dan menghasilkan

    spora, askus.

    (2) Aseksual, berupa pembentukan tunas, fragmentasi

    (pemotongan) kenidia, pembelahan diri.

    Contoh-contoh Ascomycotina :

    a) Monilia sitophila merupakan jamur adonan untuk oncom.

  • b) Neurospora sitophila untuk membuat oncom merah dari ampas

    tahu atau bungkil kacang tanah.

    c) Penicillium notatum dan pinicillium chrysogenum meng-

    hasilkan anti biotik pinicillium.

    d) Aspergillus orysae untuk melunakan adonan roti

    e) Aspergillus wentii bermanfaat dalam pembuatan kecap.

  • Gambar 2.5 (a) Neurospora sitophila (b) Penicillum notatum

    (c) Aspergillus orysae (d) Aspergillus wentii

    (www.pdpersy.co.id)

    3) Basidiomycotina

    Ciri-ciri :

    a) Basidium membawakan dua atau tiga basidiospora, masing-

    masing pada umumnya berinti satu dan haploid.

    b) Miselium terdiri atas hifa dengan sel-sel yang berinti satu,

    namun hanya pada tertentu saja terdapat hifa yang berinti dua.

    Contoh-contoh Basidomycotina :

    (a (b

    (c (d

  • a) Auricularia polytricha (jamur kuping), tubuh buah seperti

    telinga, berwarna merah ungu, atau kecoklatan dan enak

    dimakan, hidup sprofit pada kayu yang lapuk.

    b) Puccinia graminis, hidup parasit pada padi-padian.

    c) Ustilago scitaminae, parasit yang menyerang pucuk daun tebu.

    Gambar 2.6 (a) Auricularia polytricha (b) Puccini graminis

    (c) Ustilago scitaminae

    (www.pdpersy.co.id)

    4) Deuteromycotina

    Ciri-ciri :

    a) Hifa bersekat-sekat, menghasilkan konidia, jamur tak sempurna.

    b) Perkembangbiakan :

    (1) Generatitatif : tidak mempunyai sama sekali.

    (2) Vegetatif : dengan membentuk konidia.

    Contoh-contoh Deuteromycotina :

    a) Cladosporium

    (a (b (c)

  • Saprofit pada bagian-bagian yang sudah mati dari suatu

    tumbuhan dan parasit pada daun tomat.

    b) Phoma

    Parasit pada kubis.

    Gambar 2.7 (a) Cladosporium sp. (b) Phoma sp.

    (www.pdpersy.co.id)

    D. Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka hipotesis tindakan

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri maka keterampilan berpikir

    ilmiah siswa pada pokok bahasan Fungi kelas X-2 semester genap SMA

    Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2007/2008 akan

    meningkat.

    (a (b

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Subjek Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada kelas X-2 semester II SMA Sedes

    Sapientiae Jambu Semarang tahun pelajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa

    28 yang terdiri dari siswa laki-laki 12 anak, dan siswa perempuan 16 anak.

    Dipilih kelas X-2 sebagai subjek penelitian karena kelas ini

    mempunyai keterampilan berpikir ilmiah yang masih rendah. Hal ini terlihat

    pada saat pembelajaran berlangsung, dimana siswa masih pasif dan belum

    banyak yang berani mengajukan pertanyaan ataupun mengemukakan

    gagasannya, dan belum berani memberikan tanggapan terhadap suatu

    permasalahan.

    B. Desain Penelitian

    Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, serta

    setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3)

    observasi, dan 4) refleksi. Kedua siklus tersebut dapat digambarkan sebagai

    berikut :

  • Gambar Siklus Penelitian Tindakan Kelas

    (Tantra, 2005: 7)

    C. Pelaksanaan Tindakan

    Pelaksanaan tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus, setiap

    siklus menyampaikan materi dengan jumlah alokasi waktu 2 jam pelajaran.

    Tiap siklus dilakukan satu tatap muka sesuai dengan perubahan yang dicapai,

    melalui kegiatan seperti : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

    Perencana

    Refleksi

    Tindakan/

    observasi Perbaikan

    rencana

    Refleksi

    Tindakan/

    observasi Perbaikan

    rencana

    Refleksi

    Tindakan/

    observasi

  • Alur penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut :

    1. Siklus I

    a. Perencanaan

    Guru memberikan pengantar tentang segala sesuatu yang akan

    dikerjakan pada saat tindakan kelas, yaitu dengan menyampaikan hal-

    hal sebagai berikut :

    1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai

    dengan tujuan pembelajaran.

    2) Menyampaikan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari

    siswa tentang ciri-ciri Fungi (jamur).

    b. Tindakan

    1) Guru memberikan permasalahan kepada siswa tentang Bagaimana

    ciri-ciri jamur berdasarkan ciri tubuh jamur, cara hidup, dan habitat

    jamur ?

    2) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.

    3) Guru mengajak siswa ke lapangan sekolah/lingkungan sekitar

    untuk melakukan pengamatan terhadap jamur.

    4) Guru membimbing siswa dalam pengamatan untuk menemukan

    ciri-ciri jamur.

    5) Guru memerintahkan siswa untuk mencatat ciri-ciri jamur yang

    telah diamati dengan mengisi LKS yang telah disediakan.

    6) Guru meminta perwakilan dari tiap kelompok untuk menunjukkan

    hasil pengamatan kemudian menuliskan hasilnya di papan tulis.

  • 7) Guru bersama siswa membahas hasil pengamatan untuk menjawab

    permasalahan yang ada.

    8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru

    diajarkan.

    c. Pengamatan

    Dilakukan dengan mengamati kegiatan pembelajaran, apakah

    sudah sesuai dengan skenario apa belum, keaktifan siswa, dan suasana

    proses pembelajaran, disertakan juga angket siswa, wawancara, dan

    pelaksanaan evaluasi.

    d. Refleksi

    Dilakukan dengan memperhatikan kekurangan di siklus I. Hal-

    hal yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah siswa terus

    dikembangkan, dan jika masih ada kekurangan atau ketidakberhasilan

    di siklus I ini maka dapat diperbaiki di siklus II.

    2. Siklus II

    a. Perencanaan Ulang

    Siklus ini merupakan penyempurnaan dari siklus I, tetapi telah

    diadakan revisi terhadap kekurangan-kekurangan yang ada, adapun

    tindakan yang dilakukan sebagai berikut :

    1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai

    dengan tujuan pembelajaran.

    2) Menyampaikan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari

    siswa tentang klasifikasi Fungi berdasarkan ciri-ciri jamur, dan

    peranannya bagi kehidupan.

  • b. Tindakan

    Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan pen-

    dekatan inkuiri melalui observasi, adalah sebagai berikut :

    1) Guru memberikan permasalahan yaitu Bagaimanakah cara meng-

    klasifikasikan jenis jamur dalam suatu divisio berdasarkan ciri-ciri

    jamur dan peranannya bagi kehidupan ?

    2) Guru mengorganisasikan siswa menjadi beberapa kelompok.

    3) Guru memerintahkan siswa untuk mengeluarkan beberapa jenis

    jamur yang sudah dipersiapkan dari rumah.

    4) Guru memerintahkan siswa bersama kelompoknya untuk

    melakukan pengamatan terhadap jenis jamur tersebut, dan

    mengklasifikasikan jenis jamur dalam suatu divisio berdasarkan

    ciri-ciri yang telah diamati.

    5) Siswa menulis hasil pengamatan pada LKS yang telah disediakan.

    6) Guru meminta perwakilan tiap kelompok untuk melaporkan hasil

    pengamatan.

    7) Guru bersama siswa membahas hasil pengamatan untuk menjawab

    permasalahan yang ada.

    8) Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah

    disampaikan.

    c. Observasi

    Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan

    menggunakan lembar observasi kelas yang telah dibuat. Hampir sama

  • dengan siklus I tetapi lebih memperhatikan perubahan hasil positif

    yang diinginkan.

    d. Refleksi

    Data siklus II merupakan tindakan refleksi dari siklus I, adalah

    hasil penelitian yang dilakukan dalam dua siklus tersebut. Jika dari

    analisa data mengalami peningkatan yang signifikan, maka penelitian

    tersebut dianggap berhasil.

    D. Metode Pengumpulan Data

    Data merupakan hasil penelitian baik berupa fakta-fakta maupun angka

    (Arikunto, 1998: 99). Untuk memperoleh data yang objektif dan dapat

    dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diperhitungkan cara yang mampu

    mengungkapkan data sesuai dengan pokok pernasalahan. Dalam penelitian ini,

    data dapat dikumpulkan dengan cara :

    1. Metode Dokumentasi

    Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh

    data-data siswa dalam sampel, seperti daftar nama siswa dan data siswa

    kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang

    yang diambil dari angket.

    2. Observasi

    Observasi ini penulis gunakan untuk mengetahui seberapa besar

    keterampilan berpikir ilmiah siswa dalam proses kegiatan belajar

    mengajar. Dalam observasi ini digunakan lembar untuk mengobservasi

    siswa sejauh mana siswa terampil dalam berpikir secara ilmiah berkaitan

  • dengan pembelajaran. Indikator untuk mengetahui keterampilan berpikir

    ilmiah tersebut adalah :

    a. Situasi kelas saat pembelajaran berlangsung.

    b. Keterampilan berpikir ilmiah siswa dalam proses pembelajaran.

    3. Metode Tes

    Metode tes digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan

    keterampilan berpikir ilmiah siswa pada pokok bahasan Fungi untuk

    siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Saptientiae Jambu Semarang

    tahun pelajaran 2007/2008.

    Adapun tes yang digunakan berupa tes tertulis dengan mengerjakan

    soal yang diberikan oleh guru. Hal ini dilakukan dalam setiap akhir siklus.

    Indikator peningkatan keterampilan berpikir ilmiah dapat dilihat

    dari kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan dalam

    setiap akhir siklus, dan mengalami peningkatan dalam tiap siklusnya.

    Dalam hal ini metode tes yang digunakan dengan indikator

    keterampilan berpikir ilmiah :

    a. Kemampuan menterjemahkan suatu ide.

    b. Kemampuan mengeksplorasi kondisi yang digambarkan dalam materi

    biologi.

    c. Kemampuan menerapkan bahan yang ada pada materi biologi.

    d. Kemampuan menyelesaikan/memecahkan masalah dalam materi

    dengan baik dan benar.

  • 4. Metode Angket

    Metode angket digunakan untuk mengambil data tentang

    keterampilan berpikir ilmiah siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan

    pendekatan inkuiri. Di dalam memberikan pendapatnya, siswa cukup

    membubuhkan tanda check list (9) pada kolom yang telah tersedia pada

    kolom pernyataan yang sesuai dengan pilihan sikap masing-masing

    intervensi dari luar. Adapun indikator keterampilan berpikir ilmiah antara

    lain :

    a. Hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus

    Siswa mampu berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan

    berargumentasi.

    b. Daya analisis yang tajam

    Siswa mampu menganalisis.

    c. Jujur

    Siswa mampu tidak melakukan kecurangan atau tidak melakukan

    kebohongan dalam menjawab pertanyaan.

    d. Percaya diri

    Siswa mampu mempertahankan pendapatnya ketika berdiskusi

    bersama.

    e. Rasa tanggung jawab yang tinggi

    Siswa mampu mengusulkan kebaikan atas suatu kondisi dan

    bertanggung jawab.

    f. Banyak bertanya

  • Siswa mampu menanggapi dan bertanya kepada guru ketika guru

    sedang menerangkan pelajaran.

    Adapun pemberian skor angket masing-masing jawaban berkisar

    antara 1 sampai 4 dengan kriteria sebagai berikut :

    a. Item angka positif

    1) Sangat Setuju skornya 4

    2) Setuju skornya 3

    3) Tidak Setuju skornya 2

    4) Sangat Tidak Setuju skornya 1

    b. Item angka negatif

    1) Sangat Setuju skornya 1

    2) Setuju skornya 2

    3) Tidak Setuju skornya 3

    4) Sangat Tidak Setuju skornya 4

    5. Metode Wawancara

    Metode wawancara bertujuan untuk memperoleh data lisan tentang

    pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.

    Indikator dari proses wawancara antara lain :

    a. Perasaan senang terhadap pelajaran biologi.

    b. Ketertarikan terhadap proses pembelajaran inkuiri.

    c. Rasa senang terhadap materi yang diajarkan.

    E. Instrumen Penelitian

  • Instrumen penelitian ini merupakan salah satu alat untuk mengetahui

    langkah-langkah yang harus diamati untuk memperoleh data penelitian.

    Instrumen penelitian meliputi :

    1. Skenario Pembelajaran

    Skenario pembelajaran berisi tentang langkang-langkah kegiatan

    guru dan siswa dalam proses belajar mengajar pada tiap siklus.

    2. Materi dan Bentuk Tes

    Materi yang diberikan untuk tes adalah materi yang berkaitan

    dengan pokok bahasan Fungi, adalah tipe objektif pilihan ganda, dengan

    empat alternatif jawaban dengan satu jawaban yang benar.

    Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen

    penelitian ini adalah :

    a. Mengadakan pembatasan materi yang diujikan, bahan yang diujikan

    adalah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran khusus yang dicapai.

    b. Mengadakan waktu yang akan disediakan untuk soal serta menentukan

    jumlah item soal yang akan digunakan dalam penelitian ini diujicoba-

    kan digunakan butir soal dan waktu yang digunakan adalah 60 menit.

    c. Menentukan tipe soal

    Tipe soal yang digunakan adalah objektif tes bentuk pilihan ganda dan

    empat alternatif jawaban, pemilihan ini menurut Sudjana (1984: 49).

    Berdasarkan pertimbangan: 1) dapat digunakan untuk memulai

    pelajaran yang banyak atau scope yang luas, 2) dapat menilai secara

    objektif artinya siapapun penilainya, hasil atau skornya sama, karena

  • kunci jawaban telah tersedia, dan 3) memaksa siswa belajar dengan

    baik-baik karena sukar untuk berbuat spekulasi terhadap bagian mana

    dari seluruh bahan pelajaran yang harus dipelajari.

    d. Penyusunan kisi-kisi soal

    Kisi-kisi diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-

    soal di dalam menyusun tes, di dalam tabel spesifikasi unit-unit bahan

    pelajaran yang diharapkan dapat dicapai dari pengetahuan serta

    keterampilan yang diharapkan dapat dicapai dari tiap-tiap sub konsep.

    Dengan menggunakan tabel tersebut guru dapat menentukan jumlah

    dari jenis soal yang dapat diperlukan sesuai dengan tujuan pem-

    belajaran khusus.

    e. Cara penskoran dan penilaian

    Cara pemberian dalam penelitian ini adalah untuk jawaban yang benar

    diberi skor satu dan untuk jawaban salah diberi skor 0.

    F. Uji Instrumen

    Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu harus

    diujicobakan. Dari hasil uji coba tersebut kemudian dihitung validitas dan

    reliabilitasnya.

    1. Uji Validitas

    Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat

    mengukur apa yang hendak diukur. Jadi sebuah instrumen dikatakan valid

    jika hasil sesuai dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk meng-

    hitung kesejajaran adalah tekni korelasi product moment yang

  • dikemukakan Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua, yaitu

    korelasi product moment dengan simpangan dan korelasi product moment

    dengan angka kasar.

    Untuk menguji validitas butir soal proses penelitian ini, peneliti

    menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, karena

    dipandang lebih mudah. Rumus yang digunakan adalah :

    }Y)( )Y( {N }X)( )X( {N

    Y)( X)( XY N r2222xy

    =

    Keterangan :

    rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

    N = Jumlah siswa

    X = Jumlah skor item Y = Jumlah skor total XY = Jumlah perkalian skor item dengan skor total

    Harga rxy yang diperoleh dari tiap-tiap butir soal kemudian

    dikonsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf signifikan

    5%. Untuk N = 40 diperoleh harga rtabel sebesar 0,312. Jika harga rhitung

    lebih besar dari harga rtabel maka soal tersebut adalah valid dan sebaliknya

    jika harga rhitung lebih kecil dari harga rtabel maka soal tersebut adalah tidak

    valid.

    Berdasarkan hasil uji coba instrumen dapat diperoleh bahwa dari

    15 soal perangkat tes siklus I yang diujikan terdapat 15 soal atau semua

    soal dikatakan valid, yaitu nomor 1 sampai 15, dan perangkat tes siklus II

    dari 15 soal yang diujikan juga terdapat 15 soal atau semua soal dikatakan

  • valid, yaitu nomor 1 sampai 15, dan tidak terdapat instrumen soal yang

    tidak valid. Soal-soal yang valid selanjutnya dipergunakan untuk

    mengambil data dalam penelitian ini, sedangkan soal yang tidak valid

    tidak dipergunakan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

    23 dan 28.

    2. Reliabilitas

    Suatu tes dapat dikatakan tes yang reliabel apabila tes tersebut

    menunjukkan hasil-hasil yang tetap. Ada beberapa cara yang dipergunakan

    untuk mencari taraf reliabilitas dari pada suatu tes (Drs. Wayan dan Drs.

    P.PN Sumartana, 1983: 129).

    Seperti menurut Suharsimi Arikunto (1998: 182), untuk menang-

    gulangi apabila peneliti memiliki instrumen yang ganjil dan tidak mungkin

    menggunakan teknik belah dua untuk pengujian reliabilitasnya, maka ia

    boleh menggunakan rumus KR-20, sebagai berikut :

    = t

    t11 V

    pq V

    1 k k r

    Keterangan :

    r11 = Reliabilitas instrumen

    k = Banyaknya butir pernyataan

    Vt = Varians total

    p = Proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi

    subjek yang mendapat skor 1)

    N

    1 skornya yangsubjek Banyaknya p =

  • p) 1 : (q

    0skor mendapat yangsubjek Banyaknya q =

    Dari hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel, jika rhitung

    lebih besar dari rtabel maka instrumen tersebut dapat dipergunakan dalam

    penelitian.

    Dari hasil perhitungan nilai reliabilitas soal uji coba siklus I

    diperoleh nilai r11 = 0,742 > rtabel (0,312), dengan demikian instrumen pada

    siklus I tersebut adalah reliabel, dan perhitungan nilai reliabilitas soal uji

    coba pada siklus II diperoleh r11 = 0,738 > rtabel (0,312) dengan demikian

    instrumen pada siklus II juga dinyatakan reliabel. Perhitungan

    selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 26 dan 31.

    3. Tingkat Kesukaran

    Suatu tes tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu

    sukar. Sebuah item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan

    benar oleh semua anak bukanlah merupakan item yang baik. Begitu juga

    item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh semua anak juga

    bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang

    mempunyai derajat kesukaran tertentu. Untuk menghitung tingkat

    kesukaran dihitung dengan rumus :

    SJ

    B P =

    Keterangan :

    P = Indeks kesukaran

    B = Banyaknya siswa yang menjawab benar

  • Js = Jumlah seluruh siswa

    Sedangkan klasifikasi indeks kesukaran yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah :

    0,00 p < 0,30 = soal sukar 0,30 p < 0,70 = soal sedang 0,70 p < 1,00 = soal mudah

    Setelah dilakukan analisis pada instrumen I diperoleh hasil 12 soal

    tergolong sedang yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, dan

    untuk soal lainnya tergolong sukar yaitu soal nomor 10, 11, 12. Sedangkan

    untuk instrumen II diperoleh hasil 11 soal yang tergolong sedang yaitu

    soal nomor 1, 3, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan untuk 4 soal yang

    lainnya tergolong mudah yaitu soal nomor 2, 4, 7, 8. Perhitungan

    selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24 dan 29.

    4. Daya Pembeda

    Daya pembeda soal dimaksudkan untuk memisahkan antara murid-

    murid yang betul-betul mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid

    yang tidak mempelajari pelajaran itu, maka tes/item yang baik adalah tes/

    item yang betul-betul dapat memisahkan kedua golongan murid tadi. Juga

    harus mampu membedakan antara murid yang pandai dengan murid yang

    bodoh. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

    diskriminasi :

  • B

    B

    A

    A

    JB

    JB D =

    Keterangan :

    D = Indeks diskriminasi

    BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar

    BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar

    JA = Proporsi peserta kelompok atas

    JB = Proporsi peserta kelompok bawah

    Klasifikasi daya pembeda soal :

    0,00 0,20 daya beda jelek

    0,20 0,40 daya beda cukup

    0,40 0,70 daya beda baik

    0,70 1,00 daya beda baik sekali (Suharsimi Arikunto, 1996:

    214)

    Dari hasil perhitungan instrumen I diperoleh untuk soal nomor 4, 6

    dan 9 memiliki daya beda jelek, sedangkan butir soal nomor 1, 2, 3, 5, 7,

    8, 10, 11, 12, 13, 14 memiliki daya beda cukup, dan untuk butir soal

    nomor 15 memiliki daya beda baik. Untuk instrumen II diperoleh hasil

    pada soal nomor 6 dan 7 mempunyai daya beda jelek, sedangkan untuk

    soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12, 14, 15 mempunyai daya beda cukup,

    dan untuk butir soal nomor 11, 13 mempunyai daya beda baik.

    Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 25 dan 30.

    G. Analisis Data

  • Analisis data dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan

    berpikir ilmiah. Adapun data yang digunakan antara lain :

    1. Tes keterampilan berpikir ilmiah

    a. Prosentase penguasaan keterampilan berpikir ilmiah tiap siswa

    Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah siswa,

    dengan menggunakan rumus :

    % 100 x StotalB total P

    =

    Keterangan :

    P = Prosentase

    total B = Total seluruh jawaban benar total S = Total seluruh soal Kriteria :

    0% < P 20% = sangat rendah 21%< P40% = rendah 41%

  • c. Prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa tiap indikator

    Untuk mengetahui prosentase peningkatan keterampilan berpikir

    ilmiah tiap indikator dengan menghitung rumus, dan dihitung

    kemampuan mengerjakan soal dengan rumus :

    100% x rindikato tiapmaksimalskor

    X Prosentase =

    2. Observasi

    Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah

    berdasarkan observasi, dapat dihitung dengan rumus :

    a. 100% x siswajumlah

    siswaseluruh skor jumlah indikator tiapProsentase =

    b. 100% x rindikatojumlah indikator tiapprosentasejumlah indikator semua Prosentase =

    3. Angket

    Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah berdasarkan

    angket, dapt dihitung dengan rumus :

    a. Rata-rata keterampilan berpikir ilmiah siswa

    siswaJumlah siswaseluruh skor Jumlah X =

    b. Prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa

    100% x maksimalSkor

    X P =

    4. Wawancara

  • Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah berdasarkan

    hasil wawancara, dapat dihitung dengan rumus :

    a. 100% x siswaJumlah

    diperoleh yangskor Jumlah P =

    b. Rata-rata Prosentase

    pertanyaanJumlah pertanyaan tiapprosentaseJumlah X =

    H. Indikator Keberhasilan

    Indikator keberhasilan di dalam penelitian tindakan meliputi indikator

    kemampuan keterampilan berpikir ilmiah siswa saat pembelajaran

    berlangsung dengan menyelesaikan suatu konsep belajar yang diberikan guru

    melalui pendekatan inkuiri.

    Indikator keberhasilan yang digunakan didapatkan dari standar

    keberhasilan dan kualitas mutu sekolah di SMA Sedes Sapientiae Semarang

    yaitu sebesar 65%

    1. Indikator keterampilan berpikir ilmiah secara individu dengan kriteria

    sebagai berikut :

    0% < P 20% = sangat rendah 21% < P 40% = rendah 41% < P 60% = cukup 61% < P 80% = tinggi 81% < P 100% = sangat tinggi

  • Indikator keberhasilan adalah jika pelaksanaan pembelajaran minimal

    dalam kategori baik.

    2. Indikator peningkatan keterampilan berpikir ilmiah siswa

    Siswa dinyatakan meningkat dalam keterampilan berpikir ilmiah apabila

    siswa tersebut memperoleh nilai minimal 65. Sedangkan untuk ketuntasan

    klasikal ditetapkan minimal 75% dari jumlah siswa di kelas tersebut

    mendapat nilai minimal 65.

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Data Tes Keterampilan Berpikir Ilmiah

    Pengembangan pembelajaran biologi melalui pendekatan inkuiri dapat

    meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah siswa materi pokok Fungi kelas X

    semester II SMA Sedes Sapientiae Semarang.

    Tabel 4.1 Data hasil penelitian berdasarkan tes keterampilan berpikir ilmiah

    Siklus I

    Skor Tiap Indikator No. A B C D

    Jumlah P % Keterangan

    1 4 3 2 3 12 80 Tinggi

    2 4 4 2 2 12 80 Tinggi

    3 3 4 2 2 11 74 Tinggi

    4 2 1 1 3 7 47 Cukup

    5 3 4 2 2 11 74 Tinggi

    6 3 4 3 0 10 67 Tinggi

    7 2 1 2 3 8 54 Cukup

    8 4 4 2 1 11 74 Tinggi

    9 3 2 2 3 9 60 Cukup

    10 2 3 2 3 10 67 Tinggi

    11 3 3 1 1 8 54 Cukup

    12 2 1 1 2 6 40 Rendah

    13 1 1 2 3 7 47 Cukup

    14 3 2 2 2 9 60 Cukup

  • 15 2 2 2 2 8 54 Cukup

    16 1 0 1 3 5 34 Rendah

    17 3 3 2 2 10 67 Tinggi

    18 3 4 3 1 11 74 Tinggi

    19 2 2 1 1 6 40 Rendah

    20 4 4 1 1 10 67 Tinggi

    21 4 4 2 1 11 74 Tinggi

    22 3 3 2 2 10 6,7 Tinggi

    23 2 3 3 1 9 60 Tinggi

    24 4 2 2 1 9 60 Tinggi

    25 3 2 3 0 8 54 Cukup

    26 2 2 1 1 6 40 Rendah

    27 0 1 0 1 2 14 Sangat rendah

    28 1 3 1 1 6 40 Rendah

    29 0 1 0 0 1 6,7 Sangat rendah

    30 1 1 0 2 4 27 Rendah

    31 3 3 1 2 9 60 Cukup

    32 1 0 0 1 2 14 Sangat rendah

    33 2 0 0 1 3 20 Sangat rendah

    34 1 1 0 0 2 14 Sangat rendah

    35 1 1 1 0 3 20 Sangat rendah

    36 1 1 1 0 3 20 Sangat rendah

    37 1 1 2 0 4 27 Rendah

    38 2 3 1 3 9 54 Cukup

    39 1 0 1 0 2 6,7 Sangat rendah

    40 0 1 1 0 2 6,7 Sangat rendah

    86 85 55 57 283 x 2,15 2,125 1,375 1,425

    P 53,750

    %

    53,125

    %

    34,375

    %

    47,500

    %

  • Tabel 4.2 Data hasil penelitian berdasarkan tes keterampilan berpikir

    ilmiah

    Siklus II

    Ket. cukup Cukup Rendah Cukup

    Keterangan :

    A Menerjemahkan

    B Menafsirkan

    C Mengeksplorasi

    D Menerapkan

    No. Skor Tiap Indikator Jumlah P % Keterangan

  • A B C D 1 4 3 3 3 13 87 Sangat Tinggi

    2 3 3 2 2 10 67 Tinggi

    3 4 4 2 1 11 74 Tinggi

    4 3 4 2 2 10 74 Tinggi

    5 2 1 4 3 13 67 Tinggi

    6 4 4 3 2 13 87 Sangat Tinggi

    7 4 4 3 2 11 87 Sangat Tinggi

    8 3 2 3 3 12 74 Tinggi

    9 4 4 4 2 11 80 Tinggi

    10 2 2 4 3 11 74 Tinggi

    11 2 3 2 2 11 74 Tinggi

    12 4 3 4 2 11 74 Tinggi

    13 3 3 4 1 10 74 Tinggi

    14 1 3 2 2 11 67 Tinggi

    15 4 4 3 0 11 74 Tinggi

    16 3 4 2 1 10 67 Tinggi

    17 2 3 4 3 12 80 Tinggi

    18 4 3 2 2 11 74 Tinggi

    19 4 4 3 3 14 94 Sangat Tinggi

    20 4 4 1 2 11 74 Tinggi

    21 4 4 2 1 11 74 Tinggi

    22 4 4 2 2 12 80 Tinggi

    23 3 2 4 2 11 74 Tinggi

    24 3 3 4 2 12 80 Tinggi

    25 4 2 3 1 10 67 Tinggi

    26 3 4 2 1 10 67 Tinggi

    27 4 4 2 1 11 74 Tinggi

    28 3 2 1 1 7 47 Cukup

    29 3 4 1 3 11 74 Tinggi

  • Keterangan :

    A : Menerjemahkan

    B : Menafsirkan

    C : Mengeksplorasi

    D : Menerapkan

    Dari Tabel 4.1 dan 4.2 data hasil penelitian keterampilan berpikir

    ilmiah dibuat tabel prosentase tiap indikator sebagai berikut :

    Tabel 4.3 Prosentase hasil tiap indikator siklus I dan II

    Prosentase No Indikator

    Siklus I Siklus II

    30 3 1 4 2 10 67 Tinggi

    31 2 4 2 2 10 67 Tinggi

    32 0 1 1 0 2 14 Sangat rendah

    33 0 0 0 1 1 6,7 Sangat rendah

    34 4 3 1 2 10 67 Tinggi

    35 0 4 4 2 10 67 Tinggi

    36 1 1 0 0 2 14 Sangat rendah

    37 2 1 0 1 4 27 Rendah

    38 0 3 0 1 4 27 Rendah

    39 2 1 2 0 5 34 Rendah

    40 0 2 1 0 3 20 Rendah

    109 115 93 66 383 x 2,725 2,875 2,325 1,65

    P 68,125

    %

    71,875

    %

    58,125

    %

    55,000

    %

    Ket. Tinggi Tinggi Cukup Cukup

  • 53,750%

    68,125%

    53,125%

    71,375%

    34,375%

    58,125%

    47,500%

    55,000%

    1 Menerjemahkan 53,750 % 68,125 %

    2 Menafsirkan 53,125 % 71,875 %

    3 Mengeksplorasi 34,375 % 58,125 %

    4 Menerapkan 47,500 % 55,000 %

    Jumlah 188,75 % 253,125 %

    Rata-rata % 47,187 % 63,28 %

    Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh skor rata-rata prosentase

    keterampilan berpikir ilmiah siswa dari semua indikator, yaitu siklus I sebesar

    47,187% dan siklus II sebesar 63,28%. Berdasarkan hasil pada siklus I dan II

    maka akan mengalami peningkatan sebesar 16,09%, dapat pula digambarkan

    dengan grafik sebagai berikut :

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    10

    Indikator Indikator Indikator Indikator

  • I II III IV

    Grafik 4.1 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan Hasil Tes.

    Siklus I

    Siklus II

    2. Data Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa dari Hasil Observasi

    Dari hasil observasi diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh

    observes selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan

    lembar observasi, dimana pada lembar observasi ini terdiri dari 11 indikator.

    Saat melakukan pengamatan observer memberikan tanda check-list (9) pada

    siswa yang melakukan kegiatan berbagai indikator pengamatan yang terdapat

    pada lembar observasi. Pada tabel berikut dapat dilihat data hasil observasi

    terhadap siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

    Tabel 4.4 Perbandingan data hasil observasi keterampilan berpikir

    ilmiah siklus I dan siklus II

    No Indikator Pengamatan Siklus I Siklus II

    1.

    2.

    3.

    4.

    Siswa memperhatikan penjelasan

    guru.

    Siswa mengantuk pada saat

    pembelajaran.

    Siswa mengobrol dengan teman

    saat pembelajaran.

    Aktif mencatat pada saat

    55 %

    37.50 %

    42.50 %

    50 %

    60 %

    7.50 %

    17.50 %

    57.50 %

  • 72,50%

    80%

    67,50%

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    pembelajaran

    Siswa mengerjakan tugas selain

    tugas Biologi.

    Mengganggu teman pada saat

    pembelajaran.

    Aktif bertanya sesuai dengan

    kajian materi.

    Bisa menyelesaikan masalah dan

    menjawab pertanyaan dengan

    baik.

    Melaksanakan tugas dengan baik.

    Aktif melakukan pengamatan.

    Aktif berdiskusi dengan kelompok

    untuk mengerjakan tugas.

    45 %

    52.50 %

    22.50 %

    40 %

    17.50 %

    30 %

    42.50 %

    35 %

    32.50 %

    72.50 %

    80 %

    67.50 %

    55 %

    55 %

    Jumlah prosentase

    Rata-rata prosentase

    465

    42.27 %

    640

    58.18 %

    Perbandingan data hasil observasi keterampilan berpikir ilmiah siklus I dan

    siklus II dapat pula digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

    100

    90

    80

    70

    60

    50

    40

  • 55% 60%

    37,50%

    7,50%

    42,50%

    117,50%

    50%

    57,50%

    45%

    35%

    52,50%

    32,50%

    22,50%

    40%

    47,50%

    30%

    55%

    42,50%

    55%

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

    Indikator yang diamati

    Grafik 4.2 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan data observasi siklus I

    dan II

    Siklus I

    Siklus II

    Berdasarkan data hasil observasi di atas, diperoleh skor rata-rata

    prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa dari 2 indikator yaitu siklus I

    sebesar 42,27% dan siklus II sebesar 58,18%. Berdasarkan hasil pada siklus I

    dan siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 15,91%.

    3. Data Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa dari Hasil Wawancara

    Tabel 4.5 Data skor wawancara keterampilan berpikir ilmiah siswa

    siklus I dan siklus II

    Prosentase No Kode Kelompok

    Siklus I Siklus II

  • 25%

    100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

    75% 75% 75%

    50%

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    R 1

    R 2

    R 3

    R 4

    R 5

    R 6

    25%

    100%

    50%

    100%

    100%

    75%

    100%

    100%

    75%

    100%

    100%

    75%

    Jumlah

    Rata-rata

    prosentase

    450%

    75, 00%

    550%

    91, 67%

    Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diperoleh skor rata-rata

    prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa dari 6 pertanyaan yaitu siklus I

    sebesar 75,00% dan siklus II sebesar 91,67%. Berdasarkan hasil pada siklus I

    dan siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 16,17%; dapat pula

    digambarkan dengan grafik sebagai berikut.

    100 %

    80 %

    60 %

    40 %

    20 %

    0 %

  • Indikator

    1

    Indikator

    2 Indikator

    6

    Indikator

    3 Indikator

    4 Indikator

    5

    Grafik 4.3 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan wawancara

    Siklus I Siklus II

    Keterangan :

    Indikator 1 : Siswa ingin mendalami pelajaran biologi

    Indikator 2 : Siswa mempelajari biologi tidak hanya satu buku

    Indikator 3 : Siswa dapat menciptakan ide baru dengan pembelajaran inkuiri

    Indikator 4 : Siswa lebih mudah memecahkan suatu permasalahan

    Indikator 5 : Siswa bertanya pada waktu guru menerangkan

    Indikator 6 : Siswa bertanya pada teman pada saat pelajaran

    4. Data Skor Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa Berdasarkan Hasil

    Angket

    Tabel 4.6 Data skor angket keterampilan berpikir ilmiah siswa siklus I

    Prosentase No Kode siswa

    Siklus I Siklus II

    1.

    2.

    A -1

    A 2

    59%

    65%

    82%

    84%

  • 3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    14.

    15.

    16.

    17.

    18.

    19.

    20.

    21.

    22.

    23.

    24.

    25.

    26.

    27.

    28.

    29.

    30.

    31.

    A 4

    A 4

    A 5

    A 6

    A 7

    A 8

    A 9

    A 10

    A 11

    A 12

    A 13

    A 14

    A 15

    A 16

    A 17

    A 18

    A 19

    A 20

    A 21

    A 22

    A 23

    A 24

    A 25

    A 26

    A 27

    A 28

    A 29

    A 30

    A 31

    81%

    65%

    64%

    69%

    55%

    59%

    60%

    65%

    64%

    67%

    73%

    62%

    67%

    63%

    68%

    62%

    60%

    67%

    61%

    65%

    68%

    66%

    72%

    75%

    52%

    69%

    69%

    63%

    55%

    91%

    85%

    82%

    88%

    72%

    81%

    59%

    84%

    76%

    78%

    93%

    81%

    89%

    80%

    86%

    83%

    87%

    84%

    82%

    85%

    81%

    83%

    81%

    84%

    86%

    82%

    83%

    89%

    85%

  • 81,32% 82,37%

    81,84% 81,84%

    82,63%

    32.

    33.

    34.

    35.

    36.

    37.

    38.

    39.

    40.

    A 32

    A 33

    A 34

    A 35

    A 36

    A 37

    A 38

    A 39

    A - 40

    64%

    68%

    67%

    65%

    58%

    68%

    57%

    57%

    59%

    60%

    81%

    83%

    86%

    69%

    90%

    81%

    78%

    68%

    Jumlah

    % skor

    Rata-rata skor

    2457

    323, 28

    64, 66

    3116

    410

    82, 00

    Keterangan :

    Indikator A : Rasa ingin tahu dan belajar terus menerus

    Indikator B : Daya analisis siswa yang tajam

    Indikator C : Kejujuran siswa terhadap pembelajaran

    Indikator D : Rasa tanggung jawab siswa

    Indikator E : Rasa percaya diri siswa

    Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh skor rata-rata prosentase

    keterampilan berpikir ilmiah siswa dari semua indikator yaitu, siklus I sebesar

    64,66% dan siklus II sebesar 82,00%. Berdasarkan hasil pada siklus I dan

    siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 17,34%, dapat pula

    digambarkan dengan grafik sebagai berikut

    Grafik 4.4 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan Angket

    90.00 %

    80.00%

    70.00 %

  • 68,94%

    64,74%

    59,47%

    64,74% 65,66%

    Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Indikator E

    Siklus I

    Siklus II

    Keterangan :

    Indikator A : Rasa ingin tahu dan belajar terus menerus

    Indikator B : Daya analisis siswa yang tajam

    Indikator C : Kejujuran siswa terhadap pembelajaran

    Indikator D : Rasa tanggung jawab siswa

    Indikator E : Rasa percaya diri siswa

    B. Analisis Tiap Siklus

    1. Siklus I

    a. Pembahasan Siklus I

    Pada siklus I guru memberikan pengantar tentang sesuatu yang akan

    dikerjakan pada saat tindakan kelas, yaitu dengan menyampaikan tujuan

  • pembelajaran dan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari siswa

    tentang ciri-ciri umum kingdom Fungi dan bagaimana klasifikasi