palmae yuli dkk

Upload: yuli-astuti-khoiruddin

Post on 14-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tuters

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PALMAE

ACARA 2PENGOLAHAN GULA KELAPA

Disusun oleh:Kelompok: 1Rombongan: 1Penanggung jawab:Viara Rizky(A1M012011)Halim Zulfakar(A1M012018)Yuli Astuti(A1M012019)Jessenia Imma Basuki(A1M012030)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndonesia merupakan negara dengan potensi kekayaan alam yang begitu melimpah. Salah satu kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara luas adalah hasil pertanian dalam kaitan memenuhi kebutuhan serta usaha perekonomian. Hal tersebut mengacu pada usaha pengembangan perekonomian sektor agroindustri yang menjadi dasar untuk menopang sektor perekonomian lain. Dengan demikian, pengembangan pertanian agroindustri merupakan salah satu upaya untuk pemberdayaan ekonomi rakyat di Indonesia (Sumodiningrat, 2001).Salah satu program yang sedang digencar dilakukan pemerintah yaitu program diversifikasi gula nasional yang berbasis gula palmae seperti gula kelapa (brown sugar) mulai dikembangkan (Pragita, 2010). Menurut Deptan (2005), Indonesia mempunyai areal kelapa paling luas di dunia yaitu mencapai 3,898 juta ha, yang tersebar diberbagai pulau. Sumatera menempati urutan pertama (34,45%), disusul pulau Jawa (22,83%), Sulawesi (18,65%), dan Kalimantan (7,35%). Selain potensi bahan baku tersebut, pembuatan gula kelapa membutuhkan teknologi yang cukup sederhana sehingga mudah diterapkan.Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah sentra agroindustri gula kelapa cetak maupun kristal yang sangat potensial di Jawa Tengah bahkan di Indonesia. Permintaan pasar akan gula kelapa terutama gula kelapa kristal hasil produksi Banyumas ini bukan hanya pasar nasional melainkan sudah mencapai pasar ekspor. Menurut data dari Disperindag Kabupaten Banyumas (2009), pada tahun 2008 terdapat kurang lebih 28.300 unit usaha gula kelapa di kabupaten Banyumas seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah unit usaha gula kelapa di Kabupaten BanyumasNoKecamatanJumlah Unit UsahaJumlah Produksi (kg/hari)

1Cilongok8.56029.960

2Ajibarang2.1047.364

3Wangon4.13014.455

4Somagede1.4885.208

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyumas (2009)Namun permasalahan yang sering terjadi di tingkat pengrajin gula kelapa kristal di wilayah Banyumas adalah masih tingginya keragaman dan tingkat penyimpangan mutu produk, sehingga produk kurang atau tidak sesuai dengan standar mutu nasional gula kelapa kristal (SNI-SII.0268-1985).Praktikum Teknologi Hasil Palmae acara Pengolahan Gula Kelapa mengamati serta mendokumentasikan pembuatan gula kelapa cetak maupun kristal dari proses penyadapan hingga proses pengemasan di tingkat pengrajin gula kelapa di Desa Sikapat, Banyumas. Gula kelapa yang dihasilkan selanjutnya dilakukan uji sensoris untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap gula kelapa yang dihasilkan.B. TujuanMengetahui cara pengolahan gula kelapa kristal dan gula kelapa cetak dari enam pengrajin gula kelapa di desa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Nira KelapaNira adalah cairan yang disadap dari bunga jantan pohon aren. Cairan ini mengandung gula antara 10-15%. Nira dapat diolah menjadi minuman ringan, maupun beralkohol, sirup aren, gula aren dannata de arenga.Penyadapan aren tidak sulit dilakukan. Kegiatan ini dapat dijadikan sumber nafkah utama ataupun sebagai nafkah tambahan di pedesaan.(Tarwiyan et all,2001)Nira diperoleh dengan menyadap mayang yang belum membuka. Satu buah mayang dapat disadap selama 10-35 hari. Hasil yang diperoleh adalah 0,5-1 liter nira setiap mayang.(Suhardiyono, 1988). Nira merupakan cairan manis yang terdapat di dalam bunga tanaman aren, kelapa dan lontar yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan cara penyadapan. Nira kelapa umumnya dimanfaatkan untuk pembuatan gula merah dan gula semut, selain itu dapat digunakan sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang dibuat sirup.Nira kelapa yang digunakan untuk gula harus memiliki kualitas yang baik. Nira yang kurang baik mudah menjadi basi (lumer), aroma dan rasanya kecut, dan akan menghasilkan gula kelapa yang mudah lengket. Sedangkan nira kelapa yang berkualitas baik dan masih segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna (bening), derajad keasaman (pH) berkisar 6-7, dan kandungan gula reduksinya relatif rendah. (Soetanto, 1998).Nira aren dan nira kelapa mempunyai beberapa perbedaan dari segi warna, aroma, rasa maupun kadar kotorannya. Nira aren terasa lebih manis, lebih jernih dan lebih segar daripada nira kelapa, namun jumlah padatan terlarut nira kelapa lebih tinggi daripada nira aren. (Dyanti, 2002)Nira yang masih segar adalah jernih, hampir tidak berwarna dan sangat manis. Menurut Gibbs, ciri-ciri nira dapat dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 2. Komposisi nira kelapa No.Komposisi bahanKadar (%)

1.Total padatan15,20 19,70

2.Sukrosa12,30 17,40

3.Abu0,11 0,41

4.Protein0,23 0,32

5.Vitamin C16,00 30,00

Sumber : Suhardiyono,1988Perubahan yang dapat terjadi dari gula di dalam nira karena aktivitas mikroorganisme. Perubahan dari sukrosa sampai alkohol terlibat kegiatan ragi, dari alkohol ke asam asetat terlibat kegiatan bakteri dan hasilnya berupa cuka berasa asam. Karena proses ini membutuhkan alkohol, sehingga alkohol yang diperoleh menjadi berkurang. Untuk memperoleh produk yang dikehendaki maka harus dilakukan proses penghambatan terhadap kegiatan mikroorganisme. Jika produk yang dikehendaki adalah kristal gula, maka seluruh kegiatan mikroorganisme harus dihentikan.Cara yang sering dilakukan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan mikroorganisme ini adalah dengan penambahan kapur atau asam benzoat.Menurut Child (1974) penambahan asam benzoat dengan konsentrasi 0,2% dapat menghambat fermentasi yang dilakukan baik oleh ragi maupun bakteri. (Grimwood,1961)Nira yang baik bercirikan masih segar, rasa manis, harum, tidak berwarna dan derajat keasaman (pH)nya antara 6,0 7,0. Nira yang jelek pHnya >6,0 dan bila digunakan, mutu gulanya akan ikut jelek.(Deptan,1993)B. Proses Pembuatan Gula Kelapa CetakMetode ini dimulai dari tahap penyaringan nira. Kebersihan dan kesegaran nira harus benar-benar diperhatikan. Sebelum penyadapan, bumbung dicuci dengan air dingin kemudian dibilas dengan air panas lalu dikeringkan atau diasapi. Ada baiknya ke dalam bumbung dimasukkan pula sedikit kapur sirih agar nira tidak asam atau tidak mudah rusak. Nira dari penyadapan diukur pHnya dan bila keasamaannya tinggi harus dinetralkan dengan menambahkan kapur sampai pH mencapai angka 6,0-7,0. Sesudah pH nira yang diinginkan tercapai, lalu disaring dengan kain saring untuk menghindari pengendapan kapur dan kotoran.Nira yang sudah bersih selanjutnya dipanaskan hingga mendidih dengan suhu antara 110-120C sambil diaduk. Pada saat nira mendidih, nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan dengan diserok. Untuk menjaga agar buih didalam wajan tidak meluap maka ditambahkan 1 sendok makan minyak kelapa atau santan untuk setiap 25 liter nira. Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point yakni berkisar 110C. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira sudah mulai kental dan meletup-letup. Akhir pemasakan juga dapat diketahui secara visual, yaitu nira yang dipanaskan akan menggumpal (memadat dan mengeras) dan tidak bercampur dengan air jika dituang kedalam air dingin. Penentuan end point dapat dilakukan dengan cara memasukkan beberapa tetes masakan ke dalam gelas yang berisi air. End point sudah tercapai apabila masakan tidak larut dalam air (mengendap). Selanjutnya nira kental dalam wajan segera diangkat dan didinginkan untuk proses solidifikasi (pemadatan).C. Gula Kelapa KristalGula kelapa kristal (gula kelapa kristal) merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk serbuk (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Perbedaan antara gula kelapa kristal dengan gula merah yaitu didalam pembuatan gula kelapa kristal tidak dilakukan pencetakan melainkan diputar (centrifuge) sehingga akan berbentuk serbuk atau kristal, sehingga kadang-kadang gula kelapa kristal disebut juga dengan gula kristal. Pada dasarnya pembuatan gula kelapa kristal adalah mengubah senyawa gula yang terlarut menjadi gula padat dalam bentuk kristal atau serbuk.Kelebihan gula kristal dibandingkan dengan gula merah (cetak) antara lain lebih mudah larut, daya simpan lebih lama, bentuknya lebih menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aromanya lebih khas, dapat diperkaya dengan bahan lain seperti rempah-rempah, vitamin dan iodium (Mustaufik dan Dwiyanti, 2007), serta harganya lebih mahal daripada gula kelapa cetak biasa. Pemanfaatan gula kelapa kristal sama dengan gula pasir (tebu) yakni dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemanis minuman (sirup, susu, soft drink) dan untuk keperluan pemanis untuk industri makanan seperti adonan roti, kue, kolak, dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004).Bahan yang digunakan untuk pembuatan gula kelapa kristal di tingkat home industri adalah nira segar sebagai bahan baku, kapur sirih (laru) atau sulfit dan minyak kelapa atau santan. Kapur sirih (laru) dan sulfit berfungsi untuk menetralkan nira sampai derajat keasaman (pH) berkisar 6,0-7,0 sehingga fermentasi terhambat (Sardjono dan Dahlan, 1988), sedangkan minyak kelapa atau santan berfungsi untuk menjaga agar busa atau buih tidak meluap ketika pemasakan berlangsung. Bahan baku gula kelapa kristal dapat juga berasal dari gula kelapa cetak yang dibuat sendiri atau dari pedagang gula (Soetanto, 1998).Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula kelapa kristal ditingkat home industri atau pengrajin gula kelapa pada umumnya meliputi kain saring untuk menyaring nira sebelum dimasak, wajan sebagai tempat nira dimasak, tungku atau kompor sebagai sumber perapian, ember atau wadah lain untuk menampung nira dari bumbung, serok untuk mengambil buih atau kotoran ketika nira mendidih, pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar untuk proses granulasi/kristalisasi, kertas lakmus untuk mengontrol pH nira dan termometer untuk mengukur suhu serta ayakan yang celah-celahnya cukup rapat untuk menyeragaman ukuran partikel gula kelapa kristal (Soetanto, 1998).Proses pembuatan gula kelapa kristal dapat dilakukan dua cara yaitu gula kelapa kristal yang dibuat dari nira kelapa dan yang dibuat dari gula kelapa cetak yang sudah jadi. Pembuatan gula kelapa kristal yang dibuat dari gula kelapa cetak dikarenakan banyaknya permintaan dari konsumen, sehingga produsen menarik atau bahkan membeli gula kelapa cetak yang ada dipasaran untuk diolah menjadi gula kelapa kristal karena keuntungan yang nantinya didapat lebih tinggi, disamping itu juga untuk memanfaatkan (rekondisi) produk gula kelapa cetak. Pada prinsipnya proses produksi gula kelapa kristal meliputi : proses pengaturan pH dan penyaringan nira atau pemilihan gula cetak, pemanasan/pemasakan nira atau larutan gula, proses solidifikasi, proses granulasi/kristalisasi, pengayakan, pengeringan dan pengemasan (Mustaufik dan Haryanti, 2006).1. Proses pembuatan gula kelapa kristal dari nira kelapaMetode ini dimulai dari tahap penyaringan nira. Kebersihan dan kesegaran nira harus benar-benar diperhatikan. Sebelum penyadapan, bumbung dicuci dengan air dingin kemudian dibilas dengan air panas lalu dikeringkan atau diasapi. Ada baiknya ke dalam bumbung dimasukkan pula sedikit kapur sirih agar nira tidak asam atau tidak mudah rusak. Nira dari penyadapan diukur pHnya dan bila keasamaannya tinggi harus dinetralkan dengan menambahkan kapur sampai pH mencapai angka 6,0-7,0. Sesudah pH nira yang diinginkan tercapai, lalu disaring dengan kain saring untuk menghindari pengendapan kapur atau kotoran di dalam nira. Nira yang sudah bersih selanjutnya dipanaskan hingga mendidih dengan suhu antara 110-120oC sambil diaduk. Pada saat nira mendidih, nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan dengan diserok.Untuk menjaga agar buih didalam wajan tidak meluap maka ditambahkan 1 sendok makan minyak kelapa atau santan untuk setiap 25 liter nira. Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point yakni berkisar 110oC. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira sudah mulai kental dan meletup-letup. Akhir pemasakan juga dapat diketahui secara visual, yaitu nira yang dipanaskan akan menggumpal (memadat dan mengeras) dan tidak bercampur dengan air jika dituang kedalam air dingin. Penentuan end point dapat dilakukan dengan cara memasukkan beberapa tetes masakan ke dalam gelas yang berisi air. End point sudah tercapai apabila masakan tidak larut dalam air(mengendap). Selanjutnya nira kental dalam wajan segera diangkat dan didinginkan untuk proses solidifikasi (pemadatan). Langkah selanjutnya adalah granulasi/kristalisasi, setelah itu dilakukan pengayakan untuk mendapatkan butiran-butiran gula yang ukurannya homogen, baru kemudian dilakukan pengemasan.

2. Proses Pembuatan Gula Kelapa Kristal dari Gula Kelapa CetakGula kelapa yang akan dibuat menjadi gula kelapa kristal harus bermutu baik. Gula kelapa tersebut dipotong-potong kecil, kemudian dilarutkan kedalam air dengan perbandingan 2 : 1 (misalnya 2 kg gula dicampur dengan 1 L air). Larutan gula kelapa yang diperoleh disaring dengan kain saring sehingga dihasilkan larutan gula yang bersih. Larutan gula bersih ditambah dengan gula pasir sebanyak 5-15%, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC sambil diaduk-aduk agar merata dan sampai pekat. Untuk mendapatkan rasa tertentu dapat ditambahkan bumbu sesuai yang diinginkan, misalkan ditambah ekstrak jahe atau kencur dan santan. Pemberian bumbu dilakukan dengan cara dimasukkan kedalam larutan gula pada saat rebusan larutan gula tersebut mengeluarkan buih. Pemanasan ditingkatkan hingga mencapai end point. Selanjutnya dilanjutkan dengan solidifikasi dan granulasi.3. Granulasi atau KristalisaiKristalisasi atau pembentukan kristal dilakukan dengan pengadukan memutar menggunakan mesin/alat atau juga bisa menggunakan pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar. Pengadukan dimulai dari bagian pinggir ke bagian tengah wajan. Setelah adonan berbentuk kristal maka pengadukan dipercepat. Apabila semuanya telah mengkristal secara homogen biarkan dulu selama beberapa menit supaya agak dingin. Kristal yang terbentuk kemudian disaring menggunakan ayakan dari stainles steel ukuran sekitar 60-80 mesh (Mustaufik dan Haryanti, 2006)4. Pemberian Bahan Tambahan Pemberian rasa dan aroma dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan, antara lain ekstrak jahe, ekstrak daun pandan, ekstrak kayu manis, cengkeh dan rempah-rempah lainnya. Secara tradisional ekstrak jahe diperoleh dari hasil perasan jahe yang diparut serta disaring dan diendapkan zat patinya. Untuk setiap 6 liter nira diperlukan 400 gram jahe segar. Pemberian bahan tambahan pada akhir pemasakan agar bahan-bahan tambahan tersebut dapat menyatu dengan gula kelapa kristal dan tidak hilang dengan pemanasan yang terlalu lama. Disamping bahan penambah cita rasa, dapat pula ditambahkan Iodium atau Vitamin (Mustaufik dan Haryanti, 2006).B. Penyimpangan Mutu Gula Kelapa KristalMutu adalah gambar atau karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat (Chatab, 1997). Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tehadap mutu adalah sesuai kebutuhan pemakai, harga produk, waktu penyerahan sesuai keinginan pelanggan, kehandalan dan kemudahan pemeliharaan.Syarat mutu gula kelapa kristal menurut Standar Nasional Indonesia (SII 0268-85) disajikan dalam Tabel 3.Tabel 3. Persyaratan mutu gula kelapa kristal sesuai dengan SNI (SII 0268-85)Komponen KadarGula (jumlah sakarosa dan gula reduksi) (%)

Sakarosa (%)Gula reduksi (%)

Air (%)Abu (%)

Bagian-bagian tak larut air (%)Zat warna

Logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb, As)Pati

BentukMinimal 80,0

Minimal 75,0Maksimum 6,0

Maksimum 3,0Maksimum 2,0

Maksimum 1,0Yang diijinkan

NegatifNegatif

Sumber : Dewan Standar Nasional Indonesia (1995)Mutu gula kelapa ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, mutu bahan baku (nira), teknik pengolahan, penggunaan bahan tambahan (food additive) dan pengalaman pengrajin (skill) gula kelapa itu sendiri. Upaya pencegahan fermentasi (kerusakan) nira yang belum optimal, teknologi penyimpanan gula kelapa yang belum memadai, serta meluasnya pemakaian bahan kimiawi telah memperburuk mutu dan mengakibatkan gula kelapa kristal sebagai produk bahan pangan yang cukup rawan terhadap kesehatan (Mustaufik dan Haryanti, 2006).Penyimpangan mutu kimia gula kelapa kristal, antara lain adalah tingginya kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi dan kadar bagian yang tak larut air (kotoran) melebihi kadar yang ditetapkan SNI. Contoh penyimpangan mutu fisik gula kelapa kristal yang sering dijumpai adalah tekstur yang lembek dan warna yang terlalu muda (kuning pucat) atau terlalu coklat kehitaman (Mustaufik dan Karseno, 2004).Tekstur gula kelapa kristal ini dipengaruhi oleh kadar air gula kelapa kristal, semakin tinggi kadar air gula kelapa kristal maka semakin lembek tekstur gula kelapa tersebut, sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi penyimpangan warna adalah disamping karena pemanasan yang terlalu tinggi dan lama juga karena pemberian laru atau natrium bisulfit. Jenis dan banyaknya laru atau sulfit yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap warna gula kelapa. Sulfit digunakan selain sebagai bahan pengawet (anti mikroba) juga dapat memperbaiki warna atau performance gula kelapa kristal menjadi lebih cerah (coklat muda) karena sulfit mampu menghambat reaksi browning (Mustaufik dan Karseno, 2004).Bahan tambahan yang umum ditambahkan dalam proses pembuatan gula kelapa terdiri atas bahan tambahan alami dan kimia. pemberian bahan tambahan tersebut umumnya ditambahkan pada tahap pra pengolahan dengan maksud mencegah rusaknya nira kelapa. Bahan pengawet alami yang sekarang sudah digunakan adalah tatal kayu nangka, daun sirih, dan kulit buah manggis (Mustaufik dan Hidayah, 2007). Bahan pengawet kimia yang sering digunakan adalah kapur, natrium benzoat dan natrium sulfat (Rumokoi, 2004). Pada tahapan pra pengolahan penggunaan 1,5 gram kapur dan 20 ml natrium metabisulfit per liter nira dapat mempertahankan pH nira 6,3-7,0.Winarno (2002), menyatakan bahwa senyawa sulfit merupakan zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai dan digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, sulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai bahan pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh mikroba, mereduksi ikatan disulfid enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisukfonat yang dapat menghambat mekanisme pernafasan sehingga sangat berbahaya bagi penderita atau pernah menderita penyakit asma. Lebih jauh jika senyawa ini terus tertimbun dalam hati melalui makanan maka dapat mengakibatkan kerusakan hati (liver). Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan meningkatkan melanoidin sehingga menghambat timbulnya warna coklat.Tjahjaningsih (1996), menyatakan bahwa gula yang dalam pembuatannya diberi zat pengawet seperti halnya natrium metabisulfit, warnanya lebih baik (kuning cerah), dan terhindar dari kerusakan nira akibat dari fermentasi sehingga dapat mencegah terjadinya kegagalan pencetakan gula jawa (gula gemblung). Banyak produsen gula kelapa yang masih menggunakan senyawa sulfit terutama pada saat musim penghujan karena dapat mencegah resiko terjadinya gula gemblung. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian karena senyawa sulfit termasuk senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Winarno, 2002).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam membuat gula kelapa cetak maupun gula kelapa kristal yaitu : Jerigen, ember, refractometer, pH paper, pH meter, kain saring, ayakan, tungku ukuran besar, wajan, pengaduk dan cetakan, batok kelapa untuk menghancurkan gula. Bahan yang digunakan yaitu nira kelapa, laru, serbuk kayu bakar, dan minyak kelapa.

B. Prosedur Kerja1. Gula CetakNira disadap

Nira kelapa dimurnikan

Nira dipanaskan/dimasak hingga fase jenuh (pembuihan)

Buih diturunkan (101-1020C) dengan penambahan minyak kelapa

Pemasakan nira dilanjutkan hingga endpoint (117 1180C)

Solidifikasi

Gula siap dicetak (kadar air= 10%)

Gula cetak

2. Gula kristalNira disadap

Nira kelapa dimurnikan

Nira dipanaskan/dimasak hingga fase jenuh (pembuihan)

Buih diturunkan (101-1020C) dengan penambahan minyak kelapa

Pemasakan nira dilanjutkan hingga endpoint (119 1210 C)

Solidifikasi

Gula siap digranulasi (kadar air = 5%)

Gula diayak, kemudian dikeringkan

Gula kristal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan1. Pengamatan dan pengukuran gula kelapa cetakPembuatan gula kelapa cetak dilakukan oleh pengrajin 4 hingga 6 yaitu Bapak Rohmat, Bapak Turkim dan Bapak Samir. Selanjutnya praktikan mencari informasi dan melakukan pengamatan terhadap proses sebelum penyadapan, pemurnian, pemasakan dan setelah pemasakan. Berikut adalah data hasil pengamatan dari ketiga pengrajin.a) Pengrajin 4: Bapak RohmatTabel 4. Pengamatan sebelum penyadapan pengrajin 4PengamatanKeterangan

Wadah untuk penyadapanEmber

Wadah penampung laruJerigen besar

Bahan laru yang digunakanKulit manggis, air, kapur (gamping)

Cara penyiapan laruKulit manggis kering dilarutkan dengan ditambahkan dengan air dan kapur kemudian diaduk

Cara pemberian laruDitambahkan ke dalam nira

pH laru9

Waktu mulai penyadapanJam 07.00 pagi

Setelah penyadapanNira dimasukkan ke dalam jerigen besar

Waktu pengambilan setelah penyadapanJam 16.00 sore

Lama penyadapan 12 jam

Warna niraPutih kekuningan (jernih)

Aroma niraAgak masam

Brix nira17

pH nira8

Jumlah pohon kelapa yang disadap30 pohon

Perkiraan volume nira yang diperoleh20 liter

Tabel 5. Penamatan saat pemurnian nira pengrajin 4PengamatanKeterangan

Jenis penyaringkain saring (saringan santan)

Ukuran (mesh)Kira-kira 80 mesh

Tabel 6 Pengamataan pada saat pemasakan pengrajin 4PengamatanKeterangan

Model dan ukuran tungkuPersegi dengan lubang ditengahnya

Bahan bakar yang digunakanKayu kering

Model dan ukuran wajanWajan ukuran 20 liter

Model dan ukuran pengadukPengaduk kayu (panjang 1 meter)

Frekuensi pengadukanSampai mengental

Penggunaan jubungMenggunakan jubung

Suhu dan menit ke berapa terjadi pembuihanPada menit ke 120 (9.27-11.27) 100oC

Menit ke berapa penggunaan minyak kelapa11.34 (menit ke 127)

Menit ke berapa selesai pemasakanMenit ke 300

Temperatur pada saat selesai pemasakan105 oC

pH saat selesai pemasakan7,9

Waktu untuk pemasakan5 jam

Tabel 7. Setelah pemasakan untuk gula cetakPengamatanKeterangan

Bahan, model dan ukuran cetakanBambu dengan lubang ditengah ukuran : d= 6cm

Cara melakukan pencetakanNira yang telah masak dituangkan ke dalam cetakan dengan menggunakan alat penyiduk (gayung) dituangkan perlahan menggunakan alas karung

pH gula7,9

Jumlah gula yang diperoleh60 cetakan (4 kg)

Perlakuan setelah pencetakanDidinginkan 1 menit lalu dilepaskan dari cetakan

Model kemasan yang digunakanPlastik

b) Pengrajin 5: Bapak TurkimTabel 8. Pengamatan sebelum penyadapan pengrajin 5PengamatanKeterangan

Wadah untuk penyadapanEmber, toples

Wadah penampung laruJerigen, toples

Bahan laru yang digunakanKapur gamping, tatal nangka

Cara penyiapan laruKapur dan tatal nangka dilarutkan dalam air

Cara pemberian laru1 sendok ditambahkan pada nira

pH laru10

Waktu mulai penyadapan17.30 WIB

Waktu pengambilan setelah penyadapan08.00 WIB

Warna niraPutih kecoklatan

Kejernihan Agak keruh

Aroma niraAroma kuat

Brix nira15

pH nira4,3 (pH meter), 6 (pH paper)

Jumlah pohon kelapa yang disadap29 pohon

Perkiraan volume nira yang diperoleh53 liter

Tabel 9. Pengamatan pada saat pemasakan pengrajin 5PengamatanKeterangan

Model dan ukuran tungkuTungku menggunakan tanah liat silinder dengan diameter 90cm dan kedalaman 70cm

Bahan bakar yang digunakanSerbuk kayu

Model dan ukuran wajanWajan besi dengan diameter 100cm

Model dan ukuran pengadukPengaduk kayu dengan panjangn 70cm

Frekuensi pengadukan92 rpm

Penggunaan jubungAgar tidak tumpah

Suhu dan menit ke berapa terjadi pembuihanSuhu 94,1oC

Menit ke berapa penggunaan minyak kelapaJam 12.15 WIB, 105 oC menit ke 210

Menit ke berapa selesai pemasakan12.40 WIB (235 menit)

Temperatur pada saat selesai pemasakan105,5 oC

pH saat selesai pemasakan5,4

Waktu untuk pemasakan08.45-13.05 WIB (4 jam 20 menit= 260 menit

Tabel 10. Setelah pemasakan untuk gula cetak pengrajin 5PengamatanKeterangan

Bahan, model dan ukuran cetakanModel cetakan berbentuk lingkaran, cetakan menggunakan ember plastik dengan diameter 20cm dan bambu dengan diameter 10cm

Cara melakukan pencetakanGula diaduk dan dituangkan dalam cetakan, dan didinginkan

pH gula5,3

Jumlah gula yang diperoleh9 kg

Perlakuan setelah pencetakandidinginkan

Model kemasan yang digunakanPlastik

c) Pengrajin 6: Bapak Samir

Tabel 11. Pengamatan sebelum penyadapan pengrajin 5PengamatanKeterangan

Wadah untuk penyadapanEmber, toples, jerigen

Wadah penampung laruJerigen, toples

Bahan laru yang digunakanKapur gamping, kulit manggis kering

Cara penyiapan laruKapur dan kulit manggis kering dilarutkan dalam air

Cara pemberian laruDituang pada jerigen untuk penyadapan

pH laru8,3

Waktu mulai penyadapan05.30 WIB

Waktu pengambilan setelah penyadapan08.00 WIB

Warna niraPutih kecoklatan

Aroma niraAroma kuat

Brix nira(tidak diukur sudah dimasak semua)

pH nira(tidak diukur sudah dimasak semua)

Jumlah pohon kelapa yang disadap25 pohon

Perkiraan volume nira yang diperoleh40 liter

Tabel 12. Pengamatan pada saat pemasakan pengrajin 5PengamatanKeterangan

Model dan ukuran tungkuTungku menggunakan tanah liat silinder dengan diameter sekitar 80cm dan kedalaman 70cm.

Bahan bakar yang digunakanSerbuk kayu dan kayu

Model dan ukuran wajanWajan besi dengan diameter 100cm

Model dan ukuran pengadukPengaduk kayu dengan panjang 70cm

Frekuensi pengadukanSetelah terjadi pembuihan sering diaduk

Penggunaan jubungAgar buih tidak tumpah

Suhu dan menit ke berapa terjadi pembuihanSuhu 94,1oC

Menit ke berapa penggunaan minyak kelapaMenit ke 255, 105oC

Menit ke berapa selesai pemasakan12.43 WIB menit ke 283

Temperatur pada saat selesai pemasakan114,9 oC

pH saat selesai pemasakan5,4

Waktu untuk pemasakan08.00-12.43 WIB, 4 jam 43 menit

Tabel 13. Pengamatan Setelah Pemasakan Untuk Gula CetakPengamatanKeterangan

Bahan, model dan ukuran cetakanModel cetakan berbentuk lingkaran, cetakan menggunakan bambu dengan diameter 10cm

Cara melakukan pencetakanGula diaduk dan dituangkan dalam cetakan, dan didinginkan

pH gula5,3

Jumlah gula yang diperoleh9 kg

Perlakuan setelah pencetakanPendinginan

Model kemasan yang digunakanPlastik

2. Pengamatan dan Pengukuran Gula Kelapa KristalHalim masukin hasil di sini ya. Format sama nomor tabel menyesuaikan sama yang aku bikin

3. Uji organoleptika) Gula kelapa cetakPengrajinTeksturWarnaAroma khas niraRasa manisKesukaan terhadap teksturKesukaan terhadap warnaKesukaan terhadap aromaKesukaan secara keseluruhanKesukaan terhadap rasa manisPh gula cetakBrix gula cetak

Pak Rohmat3,07=keras3,53=coklat tua2,73= khas2,73= manis2,8=suka2,29=agak suka2,7=suka2,73=suka2,87=suka6,57,9

Pak Turkim2,27=agak keras1,47=kuning kecoklatan2,07= agak khas2,93= manis2,9=suka3,07=suka2,6=suka3,07=suka3,07=suka69

Pak Samir1,67=agak keras3,13=coklat2,53= khas3,47= manis2,1=agak suka2,07=agak suka2,5=suka2,33=agak suka2,53=suka--

b) Gula kelapa kristalPengrajinTeksturWarnaAroma khas niraRasa manisKesukaan terhadap teksturKesukaan terhadap warnaKesukaan terhadap aromaKesukaan secara keseluruhanKesukaan terhadap rasa manisPh gula kristalBrix gula kristal

Pak Sikin1,9=agak keras1,8=coklat kemerahan3,06= khas2,67= manis2,53=suka2,93= suka2,8= suka2,86=suka2,67=suka77,8

Pak Sudir2,67=keras2,3=coklat kemerahan2,26= agak khas2,93= manis2,33=agak suka2,6= suka2,2=agak suka2,7=suka2,8=suka79,8

Pak Widi2,86=keras2,4=coklat kemerahan2,76= khas3,4= manis2,47=agak suka2,6= suka2,47=agak suka2,7=suka2,67=suka7-

B. Pembahasan Praktikum dilaksanakan di Desa Sikapat Kabupaten Banyumas. Praktikan disebar di enam tempat pengrajin gula kelapa. Tiga diantaranya pengrajin gula kelapa cetak dan tiga lainnya pengrajin gula kelapa kristal. Praktikan selanjutnya mencari informasi serta mendokumentasikan proses persiapan, pemasakan dan pasca pemasakan, serta melakukan uji organoleptik untuk semua jenis gula.1. Gula Kelapa CetakProses pembuatan gula kelapa cetak memiliki bahan baku utama yaitu nira segar yang disadap dari pohon kelapa. Ketiga pengrajin melakukan penyadapan nira dari pukul 05.30 WIB hingga pukul 08.00. Wadah yang digunakan umumnya sama yaitu ember, stoples dan jerigen. Sebelum nira disadap wadah penyadapan dimasukkan laru. Laru yang digunakan oleh Bapak Rohmat yaitu kulit manggis. Cara penyiapan laru dilakukan dengan kulit manggis kering dilarutkan dengan ditambahkan dengan air dan kapur kemudian diaduk, air dan kapur. Sementara Bapak Turkim menggunakan laru yang digunakan yaitu kapur gamping dan tatal nangka. Cara penyiapan laru yaitu dengan melarutkan laru dan tatal nangka pada air. Bapak Samir menggunakan jerigen dan toples. Cara penyiapan laru yaitu kapur dan kulit manggis dilarutkan dalam air. Laru biasanya disimpan pada jerigen dan stoples.pH setiap laru berbeda-beda untuk setiap jenisnya. pH laru yang digunakan Bapak Rohmat yaitu 9, sedangkan pH laru yang digunkan oleh Bapak Turkim yaitu 10 dan pH laru yang digunakan oleh Bapak Samir yaitu Samir 8,3. Cara penyajian laru yaitu dengan ditambahkan ke dalam nira. Nira kelapa selanjutnya dimurnikan dengan cara menyaring nira yang ada agar mengurangi kontaminasi fisik seperti serangga, mayang maupun daun kelapa yang ada pada nira. Selain itu penyaringan nira bertujuan untuk menghilangkan senyawa impuritis yang ada. Senyawa impuritis akan menyebabkan rendahnya mutu gula kelapa yang dihasilkan (Mustaufik dan Karseno, 2004). pH nira yang diperoleh dari Bapak Rohmat, Bapak Turkim dan Bapak Samir masing-masing 8, 4,3 dan 5,4. Kondisi nira secara fisik masih segar seperti warna putih kekuningan aroma kuat dan brix nira masing- masing 15 dan 17, sementara nira Bapak Samir tidak diukur. Menurut Soesanto, 1998 nira kelapa yang berkualitas baik dan masih segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna (bening), derajad keasaman (pH) berkisar 6-7, dan kandungan gula reduksinya relatif rendah. Nira yang telah dipreparasi selanjutnya dipanaskan/dimasak hingga fase jenuh (pembuihan). Pembuihan terjadi padi pada suhu 1000C, 94,10C dan 94,10C masing-masing pengrajin. Menurut Soesanto buih harus diturunkan (101-1020C) dengan penambahan minyak kelapa. Gula kelapa yang dimasak oleh Bapak Rohmat mengalami pembuihan pada menit ke 120 atau 2 jam sementara gula kelapa Bapak Samir terjadi pada menit ke 225. Faktor yang menyebabkan nilai ini yang sama yaitu besar kecilnya api saat pemasakan sehingga mempengaruhi suhu nira yang dimasak, selain itu jumlah nira yang dimasak dan faktor-faktor ekstrinsik lainnya.Biasanya nira yang dipanaskan akan mengalami pembuihan (foaming), sehingga untuk penurunan buih (defoaming) bisa ditambahkan dengan minyak sayur. Saat nira mulai mendidih kotoran-kotoran halus akan terapung di permukaan bersama-sama dengan buih nira. Kotoran tersebut sebaiknya dibuang dengan menggunakan sorok. Proses ini lebih dikenal dengan istilah muncuk atau jubung. Buih yang terbentuk selama pemanasan harus dikurangi. Proses pengurangan buih dilakukan dengan defoaming agent. Defoaming agent yang biasanya digunakan oleh petani adalah minyak kelapa.Pemasakan nira dilanjutkan hingga endpoint (117 1180C). Hal lain yang penting dalam pemasakan gula merah adalah penentuan end point atau titik akhir pemasakan. Menurut Tjahjaningsih (1991) suhu akhir pemasakan pada pengolahan gula merah (gula cetak) berkisar 117C, sedangkan end point gula kristal berkisar 119C. Suhu end point yang pada nira Bapak Rohmat, Bapak Turkim dan Bapak Samir masing-masing 105C, 114,9C dan 105,5C. Setelah end point tercapai, terbentuk massa gula semi-solid dan berwarna coklat. Pemasakan dihentikan dan dilanjutkan tahap solidifikasi dengan melakukan pengadukan secara terus menerus hingga massa gula siap untuk dicetak.Rendemen gula kelapa yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap pengrajin. Rendemen gula yang dihasilkan oleh Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing 16,9%, 20% dan 22%. Menurut Karaw (2004) nira kelapa yang dihasilkan yaitu berkisar 20%.Hasil uji sensoris terhadap tekstur yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 3,07 (keras), 2,27 (agak keras) dan 1,67 (agak keras). Kesukaan panelis terhadap tekstur yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 2,8 (suka), 2,9 (suka) dan 2,1 (agak suka).Menurut Brekhman dan Nestrenko (1983), mutu gula merah ditentukan oleh bentuk, warna dan kekerasannya (tekstur). Kekerasan tekstur gula merah terutama ditentukan oleh gula reduksi, pektin, dan protein yang terkandung dalam nira. Makin besar kadarnya, tekstur gula yang dihasilkan makin lembek. Adanya impurities dalam nira akan menghalangi kristalisasi sukrosa, sehingga tekstur gula yang dihasilkan menjadi lembek.Tekstur dari gula kristal dapat menggumpal karena mempunyai kadar gula reduksi yang lebih rendah daripada gula cetak. Teksturnya gula yang agak lembek dan tidak mau membentuk granula-granula. Hal ini disebabkan karena gula recycle-nya sudah rusak karena aktivitas mikroba dan rasanya sudah agak asam, sehingga pH yang dihasilkan juga rendah. Gula yang sudah rusak dan pH-nya asam apabila diolah/dimasak lagi maka tidak akan mengalami pemadatan atau tidak dapat dicetak dan dikenal dengan istilah gula gemblung. End point yang terlampau tinggi juga akan mempengaruhi tekstur gula yang dihasilkan. Semakin tinggi end point, maka tekstur gula yang dihasilkan semakin keras.Hasil uji sensoris terhadap warna yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 3,53 (coklat tua), 1,47 (kuning kecoklatan) dan 3,13 (cokelat). Kesukaan panelis terhadap warna yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 2,29 (agak suka), 3,07 (suka) dan 2,07 (agak suka).Menurut Tjahjaningsih (1991), warna gula berasal dari sumber-sumber seperti pigmen-pigmen tanaman dan senyawa polifenolat, caramel dari hasil degradasi termal dan reaksi kondensasi gula dan reaksi maillard. Timbulnya pencoklatan / warna coklat pada gula disebabkan karena adanya karamelisasi yang terjadi pada saat pemanasan nira. Reaksi karamelisasi terjadi apabila sukrosa dipanaskan di atas titik lelehnya. Reaksi-reaksi ini dibantu oleh sejumlah kecil asam-asam dan garam-garam tertentu seperti sitrat, malat, suksinat, dan fumarat (Tjahjaningsih, 1996). Gula kelapa yang baik berwarna coklat muda atau coklat cerah. Warna dari gula kelapa juga dipengaruhi oleh pH nira. Menurut Tjahjaningsih (1996) semakin tinggi pH nira, maka warna gula semakin gelap dan tekstur gula semakin keras. Dari hasil uji organoleptik terlihat bahwa gula cetak yang berasal dari nira pH tinggi yaitu 7,5 memiliki warna yang agak gelap yaitu berwarna coklat, sedangkan gula cetak dari nira pH 6,5 memiliki warna coklat muda/cerah. Pada pembuatan gula kristal nira 100% juga menghasilkan warna gula yang baik yaitu coklat cerah, karena pH nira untuk membuat gula kristal tersebut sudah sesuai yaitu 7. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjahjaningsih (1996) bahwa nira yang baik untuk membuat gula kelapa adalah yang berwarna jernih dan mempunyai pH antara 6-7. Hasil uji sensoris terhadap aroma yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 2,73 (khas), 2,07 (agak khas) dan 2,53 (khas). Kesukaan panelis terhadap aroma yang dihasilkan dari gula kelapa cetak Bapak Rohmat, Bapak Turkim, dan Bapak Samir masing-masing yaitu 2,7 (suka), 2,6 (suka) dan 2,5 (suka). Timbulnya aroma harum pada gula disebabkan karena terjadinya reaksi karamelisasi yang menghasilkan senyawa maltol dan isomaltol yang memiliki aroma karamel kuat dan rasa manis (Tjahjaningsih, 1996). Aroma harum juga disebabkan karena adanya reaksi maillard yang menghasilkan senyawa aldehid, keton dan komponen-komponen volatil seperti pirazin, pirol, dan tiazol. Dari hasil uji organoleptik, gula cetak yang berasal dari nira pH 6,5 atau 7, 5 dan gula kristal dari nira 100 % menghasilkan aroma khas gula kelapa. 2. Gula Kelapa KristalHalim masukin pembahasan di sini ya.

DAFTAR PUSTAKA

Chatab, N. 1997. Mendokumentasi Sistem Mutu ISO 9000. Andi. Yogyakarta.Deptan. 1993. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ppua0141.pdf diakses pada tanggal 17 juni 2015.Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI: Gula Kelapa Krital SII 0268-85. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.Dinas Perindustrian Kabupaten Banyumas. 2007. Data Produk Gula Kelapa Tahun. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas, Banyumas.Dyanti, 2002. Studi Kompratif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 26-40Grimwood,B.E. 1961. Coconut Palm Products. Rome:Food and Agriculture.Karau, 2004. Pengaruh Pemakaian Bahan Pengawet terhadap Kualitas Hasil Nira Sadapan Kelapa dan Hasil Gula kelapa kristal. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.Mustaufik dan H. Dwiyanti. 2007. Rekayasa Pembuatan Gula Kelapa Kristal yang Diperkaya dengan Vitamin A dan Uji Preferensinya kepada Konsumen. Laporan Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed, Purwokerto.(tidak dipublikasikan)Mustaufik dan Karseno 2004. Penerapan dan Pengembangan Teknologi Produksi Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk Meningkatkan Pendapatan Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian Masyarakat. Program Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed, Purwokerto(tidak dipublikasikan).Mustaufik dan Karseno, 2004. Penerapan dan Pengembangan Teknologi Produksi Gula Semut Berstandar Mutu SNI untuk Meningkatkan Pendapatan Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian Masyarakat. Program Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed, Purwokerto. (tidak dipublikasikan)Mustaufik dan P. Haryanti. 2006. Evaluasi Mutu Gula Kelapa Kristal yang Dibuat dari Bahan Baku Nira dan Gula Kelapa Cetak. Laporan Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed. Purwokerto. (tidak dipublikasikan)Mustaufik, Masrukhi, I. Handayani dan Sugiharto. 2008. Peningkatan kapasitas dan kualitas produksi gula kelapa kristal di kabupaten Purbalingga. Buletin IPTEKDA LIPI. ISSN 1411- 6707. September 2008. Vollume VII No.2.Pragita, Tegar Ega. 2010. Evaluasi Keragaman Dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) Di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.Sardjono dan M.A. Dahlan, 1988. Penelitian pencegahan fermentasi pada penyadapan nira aren sebagai bahan baku pembuatan gula merah. Warta Industri Hasil Pertanian Bogor Vol. 5 (2) : 55 - 58 Sardjono, A.B., B. Enie, B. Tjiptadi dan T. Widodo. 1985. Pembinaan dan Pengembangan Pengrajin Gula Kelapa di Blitar. BBPPIHP, Bogor.Soetanto, E. 1998. Membuat Gula Kelapa Kristal. Kanisius, Yogyakarta.Soetanto, E. N. 1998. Membuat Gula Kelapa Kristal (Gula kelapa kristal). Penerbit Kanisius, YogyakartaSuhardiyono,L. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.Sumodiningrat, G. 2001. Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi. Jakarta: Per Pod.Tarwiyah et all. 2001. http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/tanaman%20 penghasil%20gula/nira.pdf diakses pada tanggal 18 Juni 2015.Tjahjaningsih, J. 1991. Penjajagan Jangkauan Harga dan Kesukaan Konsumen Terhadap Gula Cetak dan Gula Serbuk Nira Kelapa. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto.Tjahjaningsih, J. 1996. Potensi dan Kualitas Gula Kelapa sebagai Bahan Pangan. Lokakarya Regional Kerjasama Pengembangan Industri Makanan Produk Alam. Unsoed, Purwokerto.Tjahjaningsih, J., 1985. Penyuluhan Peningkatan Mutu dalam Usaha Perbaikan Pendapatan Petani Gula Kelapa di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian pada Masyarakat. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (tidak dipublikasikan)Tjahjaningsih, J., 1996. Evaluasi Daya Simpan dan Prevalensi Berbagai Macam Gula Merah Palma Tradisional dari Beberapa Daerah Potensi Produksi di Karesidenan Banyumas. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian UNSOED, Purwokerto (tidak dipublikasikan).Tjahjaningsih, J., 1996. Evaluasi Daya Simpan dan Prevalensi Berbagai Macam Gula Merah Palma Tradisional dari Beberapa Daerah Potensi Produksi di Karesidenan Banyumas. Laporan Hasil Penelitian. Purwokerto: Lembaga Penelitian UNSOED (tidak dipublikasikan)Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

LAMPIRAN

1. Gula Kelapa CetakGambarKeterangan

Aquades

Nira

pH nira

Nira dituang kedalam wajan

Tungku pembakaran

Pemanasan awal nira

Laru: galih nangka, kapur, dan kulit manggis

pH laru

Bahan bakar pembakaran (serbuk kayu)

Tungku api

Briks nira

pH nira

Pemanasan nira berbuih

Penambahan minyak kelapa

Penurunan buih

Selama pemasakan

pH paper

Pengadukan

Setelah diangkat dari tungku kemudian diaduk kembali

Setelah pemasakan ditiriskan dan diaduk

Aetelah diaduk menjadi mengental dan berubah warna

Gula dcetak

pH gula

Gula dikeluarkan dari cetakan

Briks gula

2. Gula kelapa kristalHalim masukin Lampiran kamu di sini ya.