laporan teknologi pengolahan hasil palmae faris
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PALMAE
BIODIESEL
Disusun Oleh :
Faris Karamatul Malik A1M008036
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO2011
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar untuk saat ini
diseluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia
mengalami krisis bahan bakar minyak. Saat ini harga minyak mentah dunia terus meningkat.
Banyak negara, terutama Indonesia, mengalami masalah kekurangan bahan bakar minyak (dari
bahan bakar fosil) untuk negaranya sendiri. Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar
minyak (terutama bahan bakar diesel/solar) untuk kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup
besar.
Dengan ketersediaan minyak bumi yang saat ini semakin terbatas, menyebabkan
perhatian terhadap penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar telah bangkit kembali. Hasil
hasil penelitian menunjukan bahwa berbagai minyak nabati memiliki potensi cukup besar
sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (biodiesel), karena memiliki karakteristtik yang
serupa dengan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak bumi (petrodiesel).
Pembuatan dari minyak nabati disebut trans-eksterifikasi, merupakan pembuatan bentuk
dari salah satu jenis ester menjadi bentuk yang lain. Suatu ester merupakan suatu rantai
hidrokarbon yang dapat terikat dengan molekul gliserol. Sekitar dua puluh persen molekul
minyak nabati adalah gliserol.
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui
proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan
bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas)
dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air.
untuk membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan dari gliserol, ester
tersebut merupakan bahan dasar punyusun biodiesel. Selama proses transekterifikasi, komponen
gliserol dari minyak nabati digantikan oleh alkohol, baik alcohol methanol maupun alkohol
ethanol. Alkohol methanol merupakan alkohol yang dapat dibuat dari batu bara, gas alam, atau
kayu. Alkohol ethanol merupakan alkohol yang terbuat dari padi padian. Methanol lebih dipilih
daripada alkohol ethanol karena mamu memproduksi reaksi biodiesel yang stabil
dari aspek ekonomi, proses trans eksterifikasi tanpa katalis sangat sulit karena ester yang
akan dibakar dalam mesin diesel merupakan input energy yang lebih tinggi, waktu reaksi yang
lama dan harga pasar rendah. Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai reaksi
dengan bahan yang lain. Katalis yang mungkin untuk reaksi biodiesel adalah natrium,
hidroksida, dan kalium hidroksida.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui proses pembuatan biodiesel
berbahan dasar minyak nabati dan membandingkan biodiesel yang diperoleh dari cara
pembuatan dan katalis yang berbeda
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Ester alkil dari asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani
yang mengandung trigliserida dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dengan reaksi
esterifikasi atau reaksi transesterifikasi ( Joelianingsih, 2006) Secara kimia biodiesel merupakan
mono alkil ester atau metil ester dengan jumlah rantai atom C antara 12 sampai dengan 20
( Darnoko, 2001 ). Biodiesel memiliki persamaan sifat fisis dan sifat kimia dengan petroleum
diesel ( solar ) sehingga biodiesel dapat juga dijadikan salah satu campuran solar yang digunakan
untuk bahan bakar mesin-mesin diesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar menghasilkan kadar polusi
yang renda, tidak mengandung sulfur sehingga ramah terhadap lingkungan, dapat diperbaharui
karena dapat diuraikan kembali ( biodegradable ) dapat digunakan pada mesin-mesin diesel
convensional tanpa perlu memodifikasi atau penambahan converter kit. Emisi gas buang
kenderaan diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel lebih tidak beracun dibanding
dengan menggunkan solar , karena penggunaan biodesel pada mesin diesel akan mengurangi
hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida yang sangat beracun dan partikel kasar
seperti debu dan karbon, dapat dicampur dengan solar, pada campuran 20% dengan solar dapat
mengurangi partikel 20%, CO2 sebesar 21%,biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2
sampai 100%, emisi SO2 sampai 100%, emsi CO anta 10-50 %, emisi HC antara 10-50 %,
(Tritoatmojo, 1995 ).
Biodiesel memiliki efek pelumasan yang tinggi sehingga dapat memperpanjang umur
mesin, memiliki angka setana relatif tinggi ( diatas 50 ) megurangi ketukan pada mesin sehingga
mesin bekerja lebih mulus, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
racun, dapat diproduksi secara lokal dan bahan bakunya mudah diperoleh. Biodiesel dapat
diperoleh melalui suatu rekasi yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi
transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis asam atau basa.
Bahan Baku Biodiesel
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewani, dari minyak nabati
dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti yang tertera pada table 1, minyak nabati
mengandung trigliserida dan sejumlah kecil monogliserida dan digliserida. Trigliserida adalah
ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak
nabati pada umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam
oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat merupakan jenis asam
lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat merupakan asam lemak tak jenuh, jika
asam lemak terlepas dari trigliseridanya akan menjadi lemak asam bebas ( free fatty acids =
FFA ).
Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis berdasarkan kandungan FFA( Kinast. 2003) yaitu:
a. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
b. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
c. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dapat
dibedakan atas dua bagian yaitu:
a. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basah untuk refined Oil atau minyak nabati
dengan kandungan FFA rendah.
b. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di
lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Asam Lemak Tumbuhan
Asam lemak tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk lemak dan minyak, lemak
dan minyak yang tergolong lipida berfungsi sebagai sumber energi dan cadangan makanan, asam
lemak merupakan senyawa potensial dari sejumlah besar kelas lipid dialam yang berupa ester,
gliserol dan sterol. Lemak atau lipida terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dan
minyak dalam biji-bijian berfungsi sebagai sumber energi.( Sipayung, 2003 ). Penguraian lemak
secara kimiawi akan menghasilkan jumlah energi yang lebih besar sekitar dua kali lipat
dibanding dengan energi yang dihasilkan dari penguraian karbohidrat( Estiti, 1995 ). Asam
lemak bebas ( keasaman ) dalam konsentrasi tinggi yang terdapat dalam nabati sangat
merugikan, karena dapat menurunkan kwalitas atau akan mempengaruhi sifat fisis dan sifat
kimia dari bahan bakar, untuk itulah perlu dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah
terbentukya kadar asam lemak bebas yang tinggi. Meningkatkan kadar asam dalam minyak
nabati dapat terjadi karena: pemanenan buah yang tidak tepat waktu, pasca panen ( penimpanan
digudang yang terlampau lama ), proses pengeringan dan penggilingan, selang waktu antara
pengilingan dan pemerasan, suhu pada saat pemerasan ( tidak boleh diatas suhu 600C ) dan
proses hidrolisa selama pembuatan biodiesel.
Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel.
Alkohol.
Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai carbon melalui
proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Alkohol yang biasa
digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai
dalam pembuatan biodiesel karena metanol ( CH3OH ) mempunyai keuntungan lebih mudah
bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol ( C2H5OH ), metanol memiliki satu ikatan
carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah memperoleh
pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan hasil biodiesl yang sama
penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding dengan metanol. Kerugian dari metanol
adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan
pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet, terbuat dari batu bara Metanol berwarna bening
seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih
aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan
metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah
bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan etanol lebih sulit dari metanol
dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi.
Katalis
Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifika perlu
ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi
oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara yang aktif, tanpa katalis proses
pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi dapat berlangsung pada temperature 2500C (
Widyastuti, 2007 ).
Katalis homogen
Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk.
Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifika adalah katalis basa seperti
kalium hidroksida dan natrium hidroksida ( Darnoko, 2000 ). Penggunaan katalis homogen ini
mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-
paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat pencucian,
mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali ( Widyastuti, 2007 ). Keuntungan dari
katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.
Katalis heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan
dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transeseterifikasi
diantaranya adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah: mempunyai
aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis
yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan,
dapat dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali. ( Bangun, 2007 ).
Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia minyak nabati hingga rantai
ester minyak nabati akan terlepas, begitu ester terlepas alkohol akan segera bereaksi dengannya
dan membentuk biodiesel, sedangkan gliserin dan katalis yang tersisa akan mengendap setelah
reaksi selesai. Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun terlampau sedikit,
penggunaan katalis yang terlampau banyak reaksi transesterifikasi akan menghasilkan emulsi,
dan jika sedikit mengakibatkan pemisahan gliserol dan metil ester tidak sempurna
Reaksi Transesterifikasi
Transeseterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau
lemak hewani dengan alkohol rantai pendek hingga menghasilkan metil ester asam lemak ( Fatty
Acids Methyl Esters = FAME ) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi
transesterifikasi diperlihatkan pada gambar 1. Proses ini akan dapat berlangsung dengan
mengunakan katalis alkali / basa pada tekanan atmosfer dan temperatur 600C dengan
menggunakan alkohol, katalis yang biasa dugunakan adalah kalium hidroksida atau natrium
hidroksida.
Proses transesterifikasi meliputi: katalis basa dicampur dengan metanol dan minyak nabati
dengan perbandingan katalis basa 1% dari berat minyak nabati sedangkan perbandingan molar
antara methanol dengan minyak nabati adalah 1:6 dengan kadar asam lemak bebas ( FFA ) di
bawah 1% untuk mengasilkan rendemen yang maximum.( Darnoko, 2005 ).
Reaksi transesterifikasi.
H2C —O—COR1 Katalis R1COOCH3 CH2 OH
H C —O—COR2 + 3 CH3OH R2COOCH3 + CH OH
H2C —O—COR3 R3COOCH3 CH2 OH
Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol
Karakteristik Bahan Bakar Biodiesel.
Densitas
Densitas merupakan perbandingan massa dengan volume bahan bakar pada suhu 150C.
Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel
persatuan bahan bakar, dan utuk pengkajian kualitas penyalaan.
Viskositas
Viskositas merupakan ukuran resistansi bahan bakar yang dialirkan dalam pipa kapiler
terhadap gaya gravitasi. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan
untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Atomisasi yang jelek akan
mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner sehingga pamanasan
awal sangat penting untuk atomisai yang tepat, jika bahan bakar terlampau kental akan
menyulitkan dalam aliran, pemompaan dan penyalaan, jika bahan bakar terlalu encer akan
menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga sulit terbakar dan akan mengakibatkan kebocoran
dalam pipa injeksi. Hukum viskositas Newton, menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk
sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas. Besarnya
harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar
geseran.
Cloud Point (Titik Kabut ) dan Puor Point ( Titik Tuang )
Cloud Point = titik awan adalah temperatur saat bahan bakar mulai tampak berkeruh
bagaikan kabut ( berawan = cloudy ) tidak lagi jernih pada saat bahan bakar. Meski bahan bakar
masih dapat mengalir pada suhu ini, keberadaan kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi
kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter pompa dan injector, titik kabut dipengaruhi oleh
bahan baku biodiesel.
Titik tuang ( Pour point ) adalah temperatur terendah yang menunjukkan mulai terbentuknya
kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar atau temperatur dimana bahan bakar
mulai membeku atau mulai berhenti mengalir, dibawah titk tuang bahan bakar tidak dapat lagi
mengalir karena terbentuknya kristal yang menyumbat aliran bahan bakar. Titik tuang ini
depengaruhi oleh derajat ketidak jenuhan ( angka iodium ), jika semakin tinggi ketidak jenuhan
maka titik tuang akan semakin rendah dan juga dipengaruhi oleh panjangnya rantai karbon, jika
semakin panjang rantai karbon maka titik tuang akan semakin tinggi.
Flash Point ( Titik Nyala = Titik kilat )
Flash Point adalah temperatur bahan bakar terendah dimana bahan bakar menyalah
( dipanaskan) sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Jika
penyalaan terjadi dengan kontiniu, maka temperaturnya disebut “ titk api ”, tetapi makin tinggi
angka setana bahan bakar maka makin rendah titik penyalaan. Titik nyala berkaitan dengan
keamanan dalam penyimpanan dan penangana bahan bakar, jika titik nyala bahan bakar tinggi
bahan bakar tidak mudah terbakar dan jika terlalu tinggi akan dapat menyebabkan keterlambatan
dalam penyalaan didalam raung bakar mesin, jika titik nyala bahan bakar rendah bahan bakar
akan mudah terbakar hal ini berbahaya dalam penyimpanan dan dapat menimbulkan denotasi
sebelum bahan bakar memasuki ruang perapian ( Hardjono, 2000 )
Angka Iod
Angka Iod menunjukkan tingkat ketidak jenuhan atau banyaknya ikatan rangkap dua asam
lemak penyusun biodiesel. Kandungan senyawa asam lemak tak jenuh meningkatkan
ferpormansi biodiesel pada temperature rendah karena disisilain banyaknya senyawa lemak tak
jenuh di dalam biodeasel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer
( Azam, 2005 ). Biodiesel dengan kandungan angaka iod yang tinggi ( lebih besar dari 115 ) akan
mengakibatkan tendensi polimerisasi dan pembentukan deposit di lubang saluran injector noozle
dan cicin piston pada saat mulai pembakaran ( Panjaitan, 2005 ).
Kadar Air dan Sedimen
Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin kecil
kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas,
kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa
dan bersifat krosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam, di musim dingin
kandungan air dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan
bakar. Kandungan sedimen yang terlampau tinggi dapat menyumbat dan merusak mesin.
BAB III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan yang digunakan dalam pembuatan biodiesel yaitu :
Minyak curah 250ml
Methanol
NaOH (katalis)
KOH (katalis)
Panci alumunium
Wadah transparan
Pengaduk kayu
Termometer
Statif
Timbangan analitik
Kertas label
Gelas ukur
B. Posedur Kerja
Disiapkan minyak goring dan methanol dengan perbandingan volume 4:1
Katalis NaOH ditimbang sebanyak 2% dari volume methanol
NaOH dilarutkan dengan sedikit air, dicampur sampai rata dalam methanol
Dilarutkan reaksi trans- ekterifikasi antara minyak dan methanol dengan salah satu cara berikut :
a. Tanpa pemanasan
Minyak dan methanol dimasukan dalam satu wadah transparan
Diaduk sampai semua tercampur (2 sampai 3 jam)
Amati dan pisahkan kedua lapisan yang terbentuk
b. Dengan pemanasan
Dimasukan minyak dan methanol kedalam panic alumunium
Dipanaskan sampai suhu 60oc sambil dilakukan pengadukan sekitar 2 jam
Di angkat dan pindahkan pada wadah transparan
Diamkan sampai terjadi dua lapisan terpisah
Di amati dan pisahkan dua lapisan yang terbentuk
Diukur volume biodiesel yang dihasilkan dan dibandingkan hasil dari kedua cara tersebut
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Biodiesel, tanpa pemanasan menggunakan NaOH menghasilkan Volume 190 ml. Pada
pembuatan biodiesel tanpa pemanasan menggunakan NaOH tidak terjadi biodiesel tetapi
terjadi pelilinan
Biodiesel tanpa pemanasan ,menggunakan katalis KOH yang terlihat pada gelas
transparan menghasilkan
Atas : buih selisis 260ml – 190 ml = 70 ml
Bawah : 190ml
Biodiesel dengan pemanasan, menggunakan katalis NaOH menghasilkan volume 150 ml
Biodiesel, dengan pemanassan, menggunakan katalis KOH menghasilkan volume 270 ml
B. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan biodiesel ini menggunakan 2 jenih katalis yaitu NaOH dan
KOH dan melakukan reaksi trans-esterifikasi antara minyak dengan ethanol menggunakan
dua cara yaitu tanpa pemanasan dan dengan pemanasan, namun pada pembuatan biodiesel
dengan menggunakan dua jenis katalis dan 2 cara melakukan trans- esterifikasi mengalami
kegagalan dikarenakan tidak memperhatikan beberapa faktor yang diantaranya adalah
minyak nabati yang akan dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat
mempengaruhi proses produksi dari biodiesel nantinya, hal itu diantaranya adalah:
a. Asam lemak bebas
Dalam prosesnya, produksi biodiesel memerlukan sejumlah katalis. Keberadaan asam
lemak bebas dalam bahan baku akan membuat penggunaan katalis dan bahan kimia
lainnya meningkat. Hal ini terjadi karena asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis
NaOH dan KOH membentuk sabun. Sedangkan dalam pembuatan biodiesel, sabun yang
terbentuk harus dipisahkan.
b. Air
Keberadaan air dalam bahan baku akan menimbulkan permasalahan yang berkaitan
dengan pembentukan asam lemak bebas (FFA) tambahan.
c. Fosfor
Keberadaan fosfor merupakan indikasi tingkat gum (getah) atau phospholipid dalam
minyak nabati. Keberadaan fosfor menyebabkan kesulitan pemisahan gliserol dari
biodiesel. Hal ini karena fosfor dalam minyak nabati dapat muncul dalam bentuk
molekul lechitin yang kompleks, yang biasa dikenal dengan emulsifieryang baik.
d. Alat kurang bersih, sehingga memungkinkan partikel lain masuk.
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi.
Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas.
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air akan bereaksi dengan
katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang dan harus memiliki angka asam lemak bebas
lebih kecil dari 1.
Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati.
Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol untuk setiap 1 mol
trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Semakin banyak jumlah
alkohol yang dugunakan maka konversi metil ester yang dihasilkan akan bertambah banyak dan
pada rasio molar 1:6 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98-99%, sedangkan pada rasio
molar 1:3 adalah 74-89% . Maka rasio molar yang terbaik adalah 1:6 karena dapat menghasilkan
rendemen yang optimum. (.Schuchatdr, 1998 )
Jenis Katalis
Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga
reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung
pada suhu 2500C, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa
seperti kalium hodroksida dan natrium hidroksida Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa
akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum ( 94 - 99% ) dengan
jumlah katalis 0,5 – 1,5 % dari berat minyak nabati. Jumlah katalis KOH yang efektif untuk
menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1% dari berat minyak
nabati ( Darnoko, 2000 ).
Temperatur
Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi dalam pembentukan biodiesel. Pada
umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 600C – 650C pada tekanan atmosfer.
Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur yang berarti semakin
banyak energi yang dapat digunakan reaksi untuk mencapai energi aktivasi hingga akan
menyebabkan semakin banyak tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan.
Lama Reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak eter yang dihasilkan karena situasi ini akan
memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan.
Pengadukan.
Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen
antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi. Pada kenyataannya alkohol merupakan
pelarut yang sangat buruk untuk gliserida, sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung
baik terutama awal reaksi. Pengadukan dilaporkan sebagai salah satu cara untuk mencapai
homogenitas antara gliserida dan alkohol.
Kosolvent Eter
Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat karena
berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan kosolvent
kedalam campuran minyak nabati, metanol dan katalis, sehingga penambahan kosolvent
bertujuan untuk membentuk sistem larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi
transesterifikasi tanpa kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang
kurang signifikan dibanding penambahan kosolvent. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam metanol campuran reaktan membentuk
dua lapisan ( membentuk dua fase ) dan diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati
dapat larut di dalam metanol. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa
(perbedaan kelarutan minyak nabati dan metanol) adalah dengan menambahkan kosolvent
kedalam campuran(Mahajan,2006 Kosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam
alkohol ( metanol ), memiliki titik didih yang dekat dengan metanol .Yang dapat digunakan
sebagai Kosolvent diantaranya: dietil eter, THF(tetrahidronfuran), 1,4-dioxane, metal tersier butil
ester(MTBE) dan diisopropyl eter.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada pembuatan biodiesel harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:
1. Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas.
2. Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati
3. Jenis katalis
4. Suhu
5. Lama reaksi
6. Pengadukan
7. Fosfor
8. Air
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang bermanfaat bagi masyarakat
B. Saran
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang harus lebih dikembangan
Pada pembuatan biodiesel harus diperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi trans
esterifikasi
Pada pembuatan biodiesel harus diperhatikan juga kebersihan alat
DAFTAR PUSTAKA
Soerawidjaja, Tatang H.;Prakoso, Tirto.;Reksowardojo, Iman K.; “Prospek, Status,dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia”. 2005 Soerawidjaja, Tatang H. “Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari TeknologiPembuatan Biodiesel”. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai EnergiAlternatif Masa Depan” UGM Yogyakarta, 2006
Tim Penulis BRDST. 2008. Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Bogor: Penebar Semangat
http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel
http://majarimagazine.com/2009/06/potensi-pengembangan-biodiesel-di-indonesia/
Lampiran
pemanasan NaOH 2% non pemanasan KOH
pemanasan KOH 2% non pemanasan NaOH