faris adhi wicaksana, bismillah sempro, barokallah (repaired)

67
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PELEBURAN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM (6061) FOAM MAKALAH SEMINAR PROPOSAL KONSENTRASI TEKNIKPRODUKSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : FARIS ADHI WICAKSANA NIM. 105060200111003-62 1

Upload: jeffry-yuriztiant

Post on 06-Dec-2015

67 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

aluminium foam

TRANSCRIPT

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PELEBURAN TERHADAP

DENSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM (6061) FOAM

MAKALAH SEMINAR PROPOSAL

KONSENTRASI TEKNIKPRODUKSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh :

FARIS ADHI WICAKSANA

NIM. 105060200111003-62

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIKJURUSAN MESIN

MALANG2015

1

2

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PELEBURAN TERHADAP

DENSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM (6061)FOAM

SEMINAR PROPOSAL

KONSENTRASI TEKNIK PRODUKSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratanmemperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh

FARIS ADHI WICAKSANANIM. 105060200111003 – 62

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Eng Yudy Surya Irawan, ST., M.Eng Ir.Tjuk Oerbandono,MSc.CSE. NIP. 19750710 199903 1 004 NIP. 19670923 199303 1 002

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini kebutuhan akan barang ataupun produk semakin meningkat,

kualitas dari suatu produk juga ditingkatkan agar memenuhi permintaan pasar

yang semakin beraneka ragam. Kebutuhan yang beragam ini mengakibatkan

semakin ketatnya persaingan antar produsen dalam menghasilkan produknya,

khususnya dalam bidang perindustrian.

Salah satu material yang saat ini banyak digunakan untuk bahan baku

dalam permesinan adalah aluminium. Sifatnya tahan terhadap korosi dan ringan

menjadi alasan sebagai bahan baku dibandingkan dengan besi atau logam – logam

yang lain. Selain itu aluminium dapat dipadukan dengan logam lain dan

menghasilkan sifat yang lebih baik.

Namun seiring bertambahnya kebutuhan akan penggunaan logam dalam

hal khusus, akhirnya memaksa untuk memodifikasi material tersebut, salah

satunya adalah metal foam atau logam busa. Logam busa adalah material yang

memiliki pori di setiap bagian logamnya. Salah satu logam yang sering digunakan

adalah aluminium foam. Aluminium foam adalah material hasil rekayasa yang

ringan (1/5 kali berataluminiumpadat), memiliki kekuatan (strength) dan

kekakuan (stiffness) yang tinggi, karakteristik khusus dari material ini adalah

mempunyai kemampuan menyerap energi (dump energy) yang tinggi dari

berbagai arah pembebanan.(Agustian:2013).

Contoh aplikasi penggunaan aluminium foam ialah pada crashbox.

Biasanya dipakai pada kendaraan seperti mobil untuk menyerap energi akibat

suatu tabrakan. Saat mengalami tabrakan, maka crashbox akan hancur atau rusak

disepanjang bagian untuk menyerap energi mekanik. Sehingga dapat mengurangi

resiko kerusakan pada kendaraan apabila mengalami suatu tabrakan.

Dalam pembuatan aluminium foam terdapat berbagai macam metode salah

satunnya proses pembuatan melalui jalur cair (melt process) dengan menggunakan

metode penambahan blowing agent merupakan proses yang sederhana dan murah

jika dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Blowing agent atau foaming

4

agent adalah suatu zat kimia yang digunakan untuk menghasilkan gelembung gas

melalui proses pembusaan (foaming) untuk membuat suatu struktur pori pada

berbagai material. Titanium hidryde(TiH2) dan zircomiumhidryde (ZrH2) adalah

salah satu jenis zat kimia yang sering dipakai sebagai blowing agent. Akan tetapi

zat kimia tersebut masih sulit didapatkan dipasaran dan harganya pun terlalu

mahal. (Agustian:2013)

Irawan, Akhyari, Oerbandono, (2015)meneliti pengaruh penambahan

CaCO3sebagai blowing agent terhadap porositas dan kekuatan tekan spesifik pada

aluminium foam. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa zat CaCO3 dapat

digunakan sebagai blowing agent. Porositas yang dihasilkanpada setiap prosentase

berat CaCO3 yaitu 5,69% pada 0 %, 64,94% pada 1%, 62,61% pada 3% dan

61,24% pada 5%.. Selain itu kekuatan tekan spesifik dari aluminium foam yang

dihasilkan semakin meningkat. Dengan demikian CaCO3 dapat digunakan sebagai

pengganti TiH2dan ZrH2.

Aboraia, et al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Production of

Aluminium Foam and The Effect of Calcium Carbonate as a Foaming Agent.

Dalam penelitian ini yang divariasikan yaitu kepadatan dan prosentase pemberian

kalsium karbonat (CaCO3). Material yang digunakan sebagai bahan baku

aluminium murni (99,86% Al) dan serbuk kalsium karbonat dengan kemurnian

99%. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa kalsium karbonat dapat menjadi

foaming agent yang efisien untuk memproduksi aluminium foam jenis sel tertutup

dengan sifat mekanik yang dapat diterima. Densitas terendah diperoleh pada

penambahan CaCO3 sekitar 4%.Penyerapan energi meningkat seiring dengan

peningkatan kepadatan relatif.

Alizadeh et al. (2011) meneliti sifat kekakuatan tekan dan perilaku

penyerapan energy dari Al-Al2O3 foam komposit dengan menggunakan teknik

space-holder. Penguji memvariasikan fraksi volume Al2O3 dari 0%-10% dan

variasi porositas 50%, 60% dan 70%. Dari penelitian tersebut menunjukkan sifat

tekan dan perilaku penyerapan energi tergantung pada fraksi volume Al2O3 dan

porositas. Penambahan fraksi volume Al2O3 sampai 2% dapat meningkatkan

kapasitas penyerapan tegangan dan energi. Namun penambahan fraksi volume

5

Al2O3 2% - 10% menyebabkan penurunan tegangan tekan dan kapasitas

penyerapan energi.

Fischer (2013) meneliti pengaruh temperature tuang dan temperatur

cetakan terhadap mikrostruktur dan kekuatantekan pada open-pore aluminium

foam dengan menggunakan metode investment-cast. Penelitian ini menggunakan

bahan baku A356. Pada penelitian ini terdapat dua variasi temperature yaitu suhu

rendah pada 7000C untuk cetakan dan 6900C untuk temperatur tuang, dan suhu

tinggi pada 7500C untuk cetakan dan 7400C untuk temperature tuang. Penelitian

tersebut membandingkan dua open-porealuminium foam 10 ppi dan 15 ppi.

Hasilnya temperatur pengecorandan cetakan mempengaruhi strut diameter dan

juga kekuatan tekan dari aluminium foam. Hal ini dipengaruhi kandungan Si yang

terdapat pada A356 yang mengalami perubahan volume partikel. Selain itu

meningkatnya temperatur membuat kemampuan alir coran meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur peleburan

pada proses pembuatan alumunium foam. Dalam penelitian temperatur peleburan

divariasikan, CaCO3 digunakan sebagai blowing agent dan Al2O3 sebagai penstabil

gelembung gas. Dan akan diuji densitas dan kekuatan tekannya untuk mengetahui

perbedaan disetiap variasinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar latang belakang, permasalah yang akan akan diatasi dalam

penelitian skripsi kali ini adalah bagaimana pengaruh temperatur peleburan

terhadap densitas dan kekuatan tekan aluminium(6061) foam.

1.3 Batasan Masalah

Dalam memberikan hasil pembahasan yang lebih terarah maka perlu

adanya batasan masalah yang meliputi :

1. Menggunakan bahan baku aluminium paduan tipe 6061.

2. Proses pembuatan aluminium foam dengan melalui jalur cair (melt

process) dengan penambahan blowing agent.

3. Variasi temperatur peleburan 700°C, 750°C, 800°C.

6

4. Blowing agent yang digunakan adalah serbuk CaCO3dengan fraksi

berat 3%

5. Komposisi aluminium foam : Al6061 95.5%,CaCO3 3% dan Al2O3

1,5% .

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan dari penilitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh temeperatur peleburan terhadap densitas dan

kekuatan tekan aluminium (6061) foam.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai

berikut:

1. Dapat mengetahui pengaruh temperatur peleburan pada aluminium foam

sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi aluminium

foam dalam bidang perindustrian.

2. Mengembangkan sifat mekanikdari material agar memperoleh aluminium

foam yang memiliki kekuatan lebih baik dengan berat yang lebih ringan.

3. Dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam pengembangan lebih

lanjut.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Irawan, Akhyari, Oerbandono, (2015) meneliti pengaruh penambahan

CaCO3 sebagai blowing agent terhadap porositas dan kekuatan tekan spesifik pada

aluminium foam. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa zat CaCO3 dapat

digunakan sebagai blowing agent.Porositas yang dihasilkan pada setiap prosentase

berat CaCO3 yaitu 5,69% pada 0 %, 64,94% pada 1%, 62,61% pada 3% dan

61,24% pada 5%.. Selain itu kekuatan tekan spesifik dari aluminium foam yang

dihasilkan semakin meningkat.Dengan demikian CaCO3 dapat digunakan sebagai

pengganti TiH2 dan ZrH2.

Aboraia, et al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Production of

Aluminium Foam and The Effect of Calcium Carbonate as a Foaming Agent.

Dalam penelitian ini yang divariasikan yaitu kepadatan dan prosentase pemberian

kalsium karbonat (CaCO3). Material yang digunakan sebagai bahan baku

aluminium murni (99,86% Al) dan serbuk kalsium karbonat dengan kemurnian

99%. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa kalsium karbonat dapat menjadi

foaming agent yang efisien untuk memproduksi aluminium foam jenis sel tertutup

dengan sifat mekanik yang dapat diterima. Densitas terendah diperoleh pada

penambahan CaCO3 sekitar 4%. Penyerapan energi meningkat seiring dengan

peningkatan kepadatan relatif.

Alizadeh et al. (2011) meneliti sifat kekakuatan tekan dan perilaku

penyerapan energy dari Al-Al2O3 foam komposit dengan menggunakan teknik

space-holder. Penguji memvariasikan fraksi volume Al2O3 dari 0%-10% dan

variasi porositas 50%, 60% dan 70%. Dari penelitian tersebut menunjukkan sifat

tekan dan perilaku penyerapan energi tergantung pada fraksi volume Al2O3 dan

porositas. Penambahan fraksi volume Al2O3 sampai 2% dapat meningkatkan

kapasitas penyerapan tegangan dan energi. Namun penambahan fraksi volume

Al2O3 2% - 10% menyebabkan penurunan tegangan tekan dan kapasitas

penyerapan energi.

Fischer (2013) meneliti pengaruh temperature tuang dan temperatur

cetakan terhadap mikrostruktur dan kekuatan tekan pada open-pore aluminium

8

foam dengan menggunakan metode investment-cast. Penelitian ini menggunakan

bahan baku A356. Pada penelitian ini terdapat dua variasi temperature yaitu suhu

rendah pada 7000C untuk cetakan dan 6900C untuk temperatur tuang, dan suhu

tinggi pada 7500C untuk cetakan dan 7400C untuk temperature tuang. Penelitian

tersebut membandingkan dua open-porealuminium foam 10 ppi dan 15 ppi.

Hasilnya temperatur pengecorandan cetakan mempengaruhi strut diameter dan

juga kekuatan tekan dari aluminium foam. Hal ini dipengaruhi kandungan Si yang

terdapat pada A356 yang mengalami perubahan volume partikel.Selain itu

meningkatnya temperatur membuat kemampuan alir coran meningkat.

2.2 Metal Foam

2.2.1 Definisi Metal Foam

Istilah solid foam (busa padat) dapat dijelaskan melalui gambar 2.1.

Gambar tersebut memperlihatkan jenis-jenis koloid yang dapat terbentuk melalui

dua fasa. Dari gambar ini, maka solid foam didefinisikan sebagai material yang

terbentuk dari fasa gas yang terdispersi dalam fasa solid.Solid foam seringkali

juga disebut dengan cellular foam. Hal ini dikarenakan, fasa gas yang terdispersi

dalam solid membentuk konstruksi ber-sel sehingga disebut dengancellular foam.

Ketika solid foam berasal dari material logam (metal), maka dinamakan dengan

metallic foam. Metal foam dibedakan dari logam berpori (porous metal)melalui

nilai densitas yang lebih kecil, dan jumlah % fasa gas sebesar 30-98 %vol.

(Matijasevic, 2006, 2)

9

Gambar 2. 1 Klasifikasi jenis koloid berdasarkan fasa pembentuk

Sumber :Banhart, 2001:562

2.2.2 Klasifikasi Metal Foam

Metal foam memiliki struktur berpori pada material logam yang solid

dengan fraksi pori sebesar 70%-95%. Berdasarkan struktur porinya, metal

foamdapat dibedakan menjadi dua jenis pori yaitu:

a. Open Cell Metal Foam

Metal foam dengan sel terbuka merupakan metal foam yang tiap porinya

berada baik di luar maupun di dalam material dan saling berhubungan satu sama

yang lainnya dengan lebar poriyaitu 5mm.Metal foam jenis ini memiliki struktur

pori yang flexible. Manfaat utama dari open cell metal foamyaitu pada aplikasi

fungsional dimana sifat kontinyu dari porinya dimanfaatkan, contohnya untuk

heat exchangers dan aerospace.

10

Gambar 2.2Metal foam sel terbukaSumber :Srivastava dan Sahoo,2007:734

b. Closed Cell Metal Foam

Metal foam dengan sel tertutup merupakan metal foam yang tiap selnya

tertutup atau selnya berada di dalam material dengan lebar pori yaitu 3mm. Closed

cell metal foam memiliki struktur pori yang lebih kaku jika dibandingkan dengan

struktur pori yang dimiliki oleh open cell metal foam, namun memiliki kekuatan

yang baik. Manfaat utama dari closed cell metal foam yaitu untuk aplikasi

struktural contohnya digunakan untuk helm sepeda, yang bertujuan untuk

menahan tegangan impak yang terjadi.

Gambar 2.3 Metal foamsel tertutupSumber : Srivastava dan Sahoo,2007:734

11

2.2.3 Pembuatan Metal Foam

Terdapat berbagai rute proses yang telah dikembangkan untuk membuat

metal foam (gambar 2.4).Pada dasarnya proses pembuatan logam busaatau metal

foamdapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui kondisi cair (melt process)

dan melalui kondisi padat (powder metallurgy). Setiap metode dapatdigunakan

untuk membuat material berpori dengan densitas relatif dan ukuran selpada

kisaran yang terbatas.

Berbagai sifat dan struktur metal foam bergantung pada sifat asli logam,

densitasrelatif dan topology sel (misal: sel yang tertutup atau terbuka, ukuran sel,

dll).

Gambar 2.4 Ukuran sel dan densitas relatif untuk metode pembuatan metal

foamyang berbeda

Sumber: Wadley, 2002: 727

12

Proses pembuatan metal foam melalui kondisi cair (melt process) ini dapat

dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu mahaltetapi metal foam yang dihasilkan

dalam proses ini memiliki pori-pori yang besar dan tidak seragam sehingga

distribusi porinya tidak merata dan hanya bisa digunakan untuk beberapa aplikasi

tertentu.Dalam proses pembuatan logam busa atau metal foam melalui kondisi cair

(melt process) terdapat 3 metode yang dapat dipakai,yang ditunjukkan pada

gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5 Macam-macam metode pembuatan metal foamSumber : Srivastava dan Sahoo,2007:735

1. Dissolved gas

Dalam metodedissolved gas, metal foam dibentuk dari gas-gas yang larut

dalam logam dimana gas yang akan dialirkan ke dalam logam cair yang

temperaturnya mendekati zona solidifikasi sehingga gas yang terlarut dalam

logam yang telah menjadi fasa padat akan meningggalkan pori-pori pada logam.

Gas yang biasanya dipakai dalam teknik dissolved gas adalah hidrogen, nitrogen,

dan oksigen.

2. External gas

Dalam proses external gasartinya logam cair tersebut harus terjadi proses

pembusaan (foaming) dengan sumber gas dari luar. Gas yang digunakan pada

metode ini biasanya gas nitrogen dan gas argon.

3. Blowing agent

Pada metode ini, proses terbentuknya busa (foam) berasal dari adanya

gelembung gas yang dihasilkan dari dekomposisi termal senyawa kimia. Senyawa

13

kimia yang biasanya digunakan untuk pembuatan aluminium foam dengan metode

penambahan blowing agent adalah serbuk titanium hidrida (TiH2), serbuk

zirconium hidrida(ZrH2),serbuk magnesium karbonat(MgCO3) dan serbuk kalsium

karbonat (CaCO3).

Pada pembentukan metal foam melalui kondisi padat (powder metallurgy)

melibatkan serangkaian proses metalurgi serbuk yang terdiri dari proses

pencampuran, kompaksi, dan sintering. Pada metode ini memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan metode melt process diantaranya yaitu dapat

mengontrol bentuk pori, ukuran pori dan distribusi porositas.

2.2.4 Pembuatan Metal Foam melalui Kondisi Cair (Melt Process)

Dalam keadaan tertentu logam cair dapat dibuat menjadi foamdengan cara

menciptakan gelembung gas dalam logam cair. Secara sederhana proses

pembuatan metal foam melalui kondisimelt process yaitu dengan meleburkan

material aluminium dan atau paduannya (alloy) hingga mencair secara sempurna,

setelah itu proses pemberian gas ke dalam aluminium cair, gas yang berada dalam

aluminium cair akan terjebak atau terperangkap dan ikut tersolidifikasi sehingga

terbentuk struktur berpori. Terdapat beberapa carayang biasa digunakan untuk

membuat metal foamdengan melt process, yaitu:

A. Pembuatan Aluminium Foam dengan Injeksi Gas (Cymat/MetComb)

Pertama kali metode ini dikembangkan untuk membuat aluminium foam

oleh perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium

Corporation di Kanada dengan sebutan SAF atau Stabilized Aluminium Foam.

Untuk menaikkanviskositascairan aluminium dan untuk menstabilkan gelembung

gas yang berada di dalam aluminiumcair biasanya digunakan partikel atau serbuk

penguat seperti silicon-carbide(SiC),aluminium-oxide(Al2O3)atau magnesium-

oxide(Mg2O3)sehingga kecenderungan naiknya gelembung gas ke permukaan

dapat dihambat.Skema pembuatan aluminiumfoam dengan metode injeksi gas

ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut ini.

14

Gambar 2.6 Skema pembuatan aluminiumfoam dengan metode injeksi gasSumber : Helmi, 2003

Pada metode ini, tahappertama dimulai dari proses meleburkan(melting)

aluminiumdan atau paduannya, setelah melebur secara sempurna, salah satu dari

partikel penguat yang disebutkan di atas dimasukan ke dalam aluminium cairdan

diaduk secara merata, pencampuran ini juga bisa disebut sebagai MMC (metal

matrix composite). Namun dengan menggunakan cara ini, untuk memperoleh

distribusi partikel yang merata di dalam aluminium cair sangat sulit sehingga

biasanya digunakan aluminium yang sudah dipadukan sebelumnya.

Tahap yangkedua yaitu dengan menyuntikkan atau meniupkan gas

(sepertigas nitrogen, argon atau oksigen) ke dalam aluminium cairdengan

menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzleang telah dirancang

khusus,tujuannya untuk menciptakan gelembung gas yang baik di dalam

aluminium cairdan mendistribusikannya secara merata. Campuran kental yang

dihasilkan dari gelembung gas dan aluminium cairakannaikke bagian atas

kemudian akan mengalami pembekuan. Busa relatif stabil karena adanya partikel

keramik yang berada pada aluminium cair.Busa cair yang naikkeatas permukaan

ini, kemudian dapat ditarik keluar dengan menggunakan conveyor dan dibiarkan

mengalami solidifikasi dan mengeras.

Fraksi berat dari partikel blowing agent yang digunakan adalah 10%-20%

dengan ukuran partikel rata-rata 5-20mikron. Apabila ukuran partikel penguat

15

terlalu kecil atau terlalu besar maka akanmemunculkan masalah pada kemampuan

pencampuran, viskositas dari aluminium cair dan kestabilan foam yang terbentuk.

Oleh karena itu ukuran dan fraksi volume partikel blowing agent harus berada

pada rentang yang telah diperbolehkan sebagaimana yang ditunjukkan pada

gambar 2.7.

Partikel dengan ukuran lebih kecil dari 1μm sulit untuk dicampur, dan

pada partikel dengan ukuran lebih besar dari 20μm menyebabkan pengendapan

partikel yang berat. Fraksi volume yang rendah tidak dapat menstabilkan foam,

sedangkan fraksi volume partikel yang tinggi membuatviskositas tinggi namun

menyebabkankesulitan dalam injeksi gas. Metode ini telah banyak digunakan

untukproses pembusaan (foaming) pada material aluminium dan

paduannya.Aluminiumfoam yang dihasilkan melalui metode ini mempunyai nilai

prosentase porositas 80%-98%, sedangkan densitas yang dihasilkan diantara

0,069gr/cm3-0,54gr/cm3, ukuran rata-rata pori yang yang dihasilkan antara 3mm-

25mm dan ketebalan aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50-85μm

(Kennedy,1996).

Gambar 2.7Rentang ukuran dan fraksi volume partikel yang diperbolehkan untuk pembuatan metal foam.

Sumber : Banhart,2001:566

B. Metode Penambahan Blowing Agent (AlporasTM)

Metode alternatif lain yangbiasa digunakan untuk proses

pembuatanaluminiumfoamadalah dengan menambahkan serbuk blowing agent ke

dalamaluminium cair bukandengan caramenyuntikkan atau meniupkan gas ke

dalamnya. Di pasaran, metode pembuatan aluminiumfoam dengan menggunakan

16

penambahan serbukblowing agent ini disebut dengan AlporasTM.Serbuk blowing

agent akanterurai (terdekomposisi) karena adanya pengaruh panas dari aluminium

cairsehingga dapat melepaskan atau menhasilkan gas yang kemudian terjadi

proses foaming. Perusahaan Shinko Wire Co, Amagasaki (Jepang) telah

memproduksi alumuniun foam dengan metode ini sejak tahun 1986 dengan

kapasitas produksi yang diperoleh lebih dari 1000kg perhari. Selain itu,

perusahaan Jiangsu Tianbo Light-Weight di Nanjing Cina juga telah memproduksi

aluminiumfoam dengan metode yang sama. Adapun skema dari proses pembuatan

metal foam dengan metode blowing agent ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Skema proses pembuatan aluminiumfoam dengan metode blowingagent (AlporasTM).

Sumber : Helmi, 2003

Pada gambar 2.8, dapat dilihat tahapan-tahapan yang dilakukan untuk

proses pembuatan aluminium foam.Tahap pertama yang dilakukan yaitu dengan

memasukkan serbuk kalsium (Ca) sebesar 1,5%-3% kedalam aluminium cair pada

suhu 680°C-700°C. Kemudian aluminium cair ini diaduk selama 8-12 menit

dimana viskositasnya akan semakin bertambah secara bertahap, karena dibantu

oleh terbentuknya calcium-oxide (CaO), calcium-aluminium-oxide (CaAl2O4) atau

pun Al4Ca. Setelah proses ini, ditambahkan serbuk titanium hidrida (TiH2) sekitar

1,6% kedalam aluminium cair. Penambahan serbuk titanium hidrida berperan

sebagai serbuk blowing agent untuk melepaskan atau menghasilkan gas hidrogen

dalam aluminium cair. Aluminium cair akanmulai mengembang secara perlahan-

17

lahandan akan mengisi seluruh bejana. Proses foaming berlangsung pada tekanan

yang konstan. Seluruh proses ini dapat menyita waktu sekitar 15 menit untuk

kapasitas bejana sebesar 0,6m3. Setelah bejana dingin dibawah temperatur leleh,

maka busa cair akan berubah menjadi solid aluminum foam, dan kemudian

dikeluarkan dari cetakan untuk proses selanjutnya.Rata-rata pori yang dihasilkan

dari aluminiumfoam yang dibuat dengan metode ini yaitu 2-10mm dan densitas

yangdihasilkan berkisar diantara 0,18-0,24g/cm3 setelah proses pemotongan dari

blok aluminiumfoam.

C. Investment Casting

Proses ini merupakan proses pembuatan aluminiumfoamdengan

menggunakan busa polymer seperti busa polyurethane, sebagai pola untuk

memproduksi aluminiumfoam. Busa polymer tersebut kemudian diisi dengan

material tahan panas, seperti halnya campuran dari resin dan kalsium karbonat.

Kemudian busa polimer dikeluarkan dengan pemanasan dan cairan

aluminiumdituangkan ke dalam cetakan. Setelah proses solidifikasi cairan

alumunium, cetakan (material tahan panas) dikeluarkan dari aluminiumyang telah

membeku, sehingga terbentuklah aluminiumfoam. Di pasaran,

aluminiumfoamyang dihasilkan dengan menggunakan metode investment casting

ini disebut DuocelTMdan mempunyai nilai porositas sebesar 80%-97%.Aplikasi

penggunaannya antara lain sebagai heat exchanger, elektrode berpori, dan filter

kimia.

Gambar 2.9 Skema proses pembuatan aluminiumfoam dengan metode investment casting dengan penggunaan pola polymer.

Sumber : Banhart,2001:581

18

2.3 AluminiumFoam

Aluminium (Al) merupakan salah satu logam non ferrous yang paling

banyak dijadikan sebagai bahan dasar atau matriks untuk membuat material

metalfoam dengan prosentase penggunaannya mencapai 51%. Hal ini dikarenakan

aluminium mempunyai sifat yang ringan, sifat mekanis yang baik dan suhu leburnya

lebih rendah dari logam yang lainnya sehingga dari segi biaya proses pembuatannya

cukup ekonomis dibandingkan material lain. Aluminium foam atau aluminium busa

adalah suatu jenis material baru yang memiliki struktur berpori yang dihasilkan

melalui proses pembusaan (foaming) serta memiliki nilai porositas yang tinggi,

umumnya mulai dari 70%-95%. (Babscan,2003:12).

Aluminium foam mempunyai kombinasi sifat yang unik dikarenakan

alumunium foam memiliki struktur logam berpori yang menggabungkan sifat khas

dari material selular dengan sifat logam aluminium itu sendiri. Perpaduan dari 2

sifat material yang berbeda ini membuat aluminium foam memiliki sifat yang

tidak didapatkan dari material lain ataupun perlakuan konvensional dari logam

aluminium, aluminium foam memberikan potensi yang sangat menarik untuk

diaplikasikan pada beberapa industri manufaktur, sehingga aluminium foam

banyak diteliti dan dikembangkan. Karateristik utama yang dimiliki aluminium

foam yaitu sebagai berikut:

1. Massa jenis (densitas) rendah,

2. Kekakuan tinggi terhadap massa jenis dan kekuatan spesifik yang tinggi,

3. Penyerapan energi impak dan tumbukan yang baik,

4. Penghalang panas dan peredam suara.

Aluminium foam mempunyai sifat yang cocok untuk dikembangkan pada

industri otomotif. Fungsi utama dari aluminium foam dapat dibedakan sebagai

berikut (Banhart,2007:282):

1. Material ringan

19

Struktur pori yang terdapat pada aluminium foam, selain dapat

merendahkan nilai densitas (massa jenis) material juga dapat memberikan nilai

kekakuan spesifik yang lebih baik dibandingkan aluminium biasa. Aluminium

foam dapat digunakan untuk mengoptimalkan antara kekakuan terhadap berat

(kekakuan spesifik).

2. Penyerapan energi

Karena aluminium foammemiliki porositas yang tinggi, sehingga dapat

menyerap energi mekanik dengan kuantitas yang tinggi ketika terjadi suatu

deformasi. Material ini, juga dapat berperan sebagai penyerap energi impak,

tergantung pada percepatan saat tabrakan.Aluminiumfoam mempunyai kekuatan

yang lebih tinggi daripada polymer foam sehingga untuk aplikasi tersebut, saat ini

aluminiumfoam belum dapat tergantikan.

3. Pengontrol panas dan peredam suara

Aluminium foam dapat meredam getaran dan menyerap suara dalam

kondisi tertentu. Selain itu, kelebihan dari aluminium foam adalah konduktivitas

termal rendah dan dapat menahan suhu yang tinggi.

2.4 Mekanisme Pembentukan Pori pada Aluminium Foam

Aluminium foam memiliki pori di setiap bagiannya dan struktur porinya ini

terbentuk dari adanya gas yang terperangkap atau terjebak dalam aluminium cair

dan ikut tersolidifikasi. Proses pembusaan atau proses foaming pada pembuatan

aluminium foam dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam berdasarkan dari cara

gas tersebut dibawa ke dalam aluminium cair. Yang pertama, sumber gas internal

yaitu terbentuknya gas berasal dari dekomposisi termal serbuk blowing agent.

Yang kedua, sumber gas eksternal yaitu terbentuknya gas berasal dari luar dengan

cara meniupkan atau menyuntikkan gas melalui pipa kapiler, gas yang biasanya

digunakan yaitu gas argon, nitrogen dan oksigen. Gelembung gas yang dihasilkan

hanya pada tempat-tempat tertentu dalam aluminium cair sehingga harus

disebarkan. .

20

Proses pembusaan atau foaming merupakan hal terpenting dari

serangkaian proses pembuatan aluminium foam maka dari itu perlu diketahui

beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas dan sifat dari aluminium foam

yang dihasilkan seperti atmosfir, kecepatan pemanasan dan suhu dari siklus

pembusaan termal. Teknik ex-situ dan teknik in-situ digunakan untuk mengetahui

dan mempelajari perubahan morfologi pori, ekspansi volume, perubahan

kepadatan selama proses pembusaan. Ekspansi yang terjadi pada saat proses

pembusaan (foaming) dapat diketahui melalui kurva ekspansi yang diperoleh dari

alat laser expandometer. Perilaku ekspansi volume yang berlangsung pada

aluminium foam dibagi menjadi empat tahap, yang dapat dilihat pada gambar 2.3

berikut ini.

1. Tahap pertama, sebelum suhu lebur dari aluminium dan atau paduannya

tercapai, terjadi ekspansi kecil yang menyerupai peningkatan volume, hal ini

terjadi juga pada aluminium cair tanpa pemberian serbuk blowing agent namun

ekspansi yang sesungguhnya baru dimulai, ketika aluminium mulai mencair

dan melunak, gas yang dilepaskan dapat mengembangkan pori-pori.

2. Tahap kedua, terjadi peningkatan volume pada aluminium cair. Volume

meningkat menjadi 2,5 kali dari volume awal.

3. Tahap ketiga, ekspansi yang terjadi lebih cepat karena suhu peleburan sudah

terlewati dan pelepasan gas lebih banyak lagi dari sebelumnya.

4. Tahap keempat, ekspansi maksimal telah tercapai dan busa hasil dari gas

mengalami pengempisan (collapses) disebabkan karena tekanan gas internal

mulai mengalami penurunan.

21

Gambar 2.10Laser expandometer dan tahapan ekspansi dari pembuatan Aluminium Foam (A6061)

Sumber : Duarte dan Oliveira,2012:58

Proses pembusaan(foaming) dapat dibagi menjadi tiga tahapan; nukleasi

gelembung, pertumbuhan gelembung dan pengempisan (collapses) busa yang

ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut ini. Nukleasi gelembung terjadi biasanya

dalam keadaan padat, tekanan yang dihasilkan oleh gas dapat merusak bentuk dari

matriks logam, proses ini dikendalikan oleh prinsip pengolahan logam semipadat,

dinamika pertumbuhan gelembung diatur oleh dekomposisi termal dari serbuk

blowing agent dan proses peleburan logam.Bentuk dari gelembung gas sangat

beragam selama proses pembusaan. Pertumbuhan gelembung gas mungkin tidak

seragam karena hal ini tergantung pada karakteristik bahan atau material yang

digunakan. Perubahan morfologi busa dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam,

yaitu:

1. Aliran adalah pergerakan gelembung gas terhadap satu sama yang lainnya

disebabkan oleh kekuatan eksternal atau perubahan tekanan gas internal

misalnya selama proses pembusaan.

2. Drainase adalah logam cair akan mengalir melewati perbatasan Plateau -

perpotongan tiga film (lapisan) busa samapi keadaan kesetimbangan tercapai,

hal ini disebabkan oleh gaya kapiler dan gravitasi.

3. Pecah (atau pergabungan) adalah ketidakstabilan yang terjadi secara tiba-tiba

dalam sebuah film yang mengarah pada hilangnya gelembung gas. Jika dinding

sel terlalu kurus dan lemah, hal itu akan pecah. Akhirnya busaakan runtuh dan

lenyap.

4. Pengasaran (atau Ostwald ripening) adalah difusi gas yang terjadi secara

lambat dari gelembung kecil menjadi gelembung yang lebih besar disebabkan

oleh perbedaan tekanan gas internal.

22

Gambar 2.11 Tahapan pembentukan pori padaaluminium foamSumber : Duarte dan Oliveira,2012:61

Gelembung gas yang terjadi pada logam cair dikatakan stabil jika tidak

mengalami suatu perubahan yang signifikan dalam jangka waktu antara proses

pembusaan (foaming) dan proses solidifikasi atau pemadatan.

2.4 Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent)

Blowing agent atau foaming agent adalah suatu senyawa kimia yang

banyak digunakan untukmenghasilkan gelembung gas melalui proses foaming

untuk membuat struktur poripada berbagai jenis materialmisalnya karet, plastik,

keramik dan logam. Dengan kata lain, blowing agent atau foaming agent bisa

disebut juga sebagai baking powder.

Blowing agent biasanya dicampurkan pada saat material dasardalam

keadaan cair. Senyawa blowing agent dapat melepaskan atau menghasilkan

gelembung gas apabila dipanaskan dan bertanggung jawab atas pembentukan

gelembung gas. Terdapat dua persyaratan utama untuk memperoleh foam

berkualitas tinggi. Yang pertama adalah distribusi yang seragam dari

serbukblowing agent ke dalam matriks logam yang digunakan.Yang kedua adalah

karakteristik dekomposisi termal dari serbuk blowing agent dan perilaku logam

cair dan atau paduannya untuk mencegah terbentuknya retakan (cacat).

Temperatur dekomposisinya blowing agent harus sesuai dengan

temperatur lebur logam. Jika temperatur dekomposisi terlalu rendah maka reaksi

akan berlangsung secara cepat sehingga tidak cukup waktu untuk serbuk blowing

agent terdispersi secara merata pada cairan logam. Jika temperaturnya terlalu

tinggi maka foamakan runtuh (collapses) sebelum proses solidifikasi atau

pembekuan.

23

Pemilihan serbuk blowing agentjuga sangat mempengaruhi keberhasilan

dari proses pembusaan (foaming). Karakteristik dari serbukblowing agent, seperti

kemurnian, ukuran partikel, unsur-unsur paduan kimia dan perilaku paduan dan

karakteristik dekomposisi termal dari blowing agent harus dipelajari dan

diketahui.

Blowing agent yang biasa digunakan untuk proses pembuatan

aluminiumfoamatau aluminium foam paduan adalah hidrida logam, seperti

titanium hidrida (TiH2), zirkonium hidrida (ZrH2) dan magnesium hidrida (MgH2)

(Duarte dan Banhart,2000). Senyawa logam termasuk oksida, nitride, sulfide dan

karbonat juga cocok digunakan sebagai blowing agent.

Kenetika dan reaksi dekomposisi juga menjadi parameter yang sangat

penting, pada saat proses foaming harus terjadi secara cepat agar didapatkan

ukuran pori yang diinginkan sebelum foam runtuh atau gelembung gas keluar dari

cairan. Volume dari gas yang dihasilkan oleh senyawa penghasil gas juga

merupakan hal yang penting. Senyawa blowingagent harus memiliki densitas

yang relatifsama dengan logam cair agar dapat terdispersi secara merata.

2.4.1 Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan sering di jumpai pada batu

kapur, kalsit, marmer dan batu gamping.Kalsium karbonat memiliki rumus kimia

yaitu CaCO3.Kalsium karbonat memiliki densitasyang hampir serupa dengan

aluminium yaitu sekitar 2,7g/cm3sampai 2,83g/cm3sehingga dapat terdispersi

secara baik pada aluminium cair dan telah digunakan untuk membuat metalfoam.

Gambar 2.12 Serbuk kalsium karbonat sebagai blowing agent.

24

Sumber :PT. Kalsitech Prima, Surabaya,2015

Proses pembusaan(foaming) pada aluminiumdan atau paduannya dengan

menggunakan serbuk CaCO3 sebagai blowingagent disebabkan oleh dekomposisi

termal dari kalsium karbonat yang berhubungan dengan aluminium cair pada suhu

di atas 700°C. Reaksi kimiayang terjadi pada serbuk CaCO3 disebabkan oleh

adanya panas yang ditimbulkan oleh aluminium cair dengan suhu peleburan yang

digunakan yaitu 750°C. Adapun reaksi yang terjadi dapat dilihat berikut ini:

CaCO3(S) ↔ CaO(S) + CO2(G)

Dapat dilihat pada reaksi tersebut, bahwa serbuk kalsium karbonat jika

diberikan atau terkena panas akan pecah dan berubah menjadi serbuk kalsium

oksida (CaO). Hal ini disebabkan karena pada reaksi yang terjadi tersebut tiap

molekul dari kalsium berikatan dengan 1 atom oksigen sedangkan molekul yang

lainnya berikatan dengan oksigen dan menghasilkan gas karbon monoksida

(CaO2). Gas inilah yang dimanfaatkan untuk proses pembusaan (foaming) pada

proses pembuatan aluminium foam dengan menggunakan metode penambahan

serbuk blowing agent. Gas CO2akan tertahan dan terjebak di dalam aluminium

cair sehingga terbentuk struktur berpori.

2.4.2 Aluminium Oksida(Al2O3)

Aluminium oksida adalah senyawa kimia yang diperoleh dari hasil

pemurnian biji aluminium (bauksit).Aluminium oksida mempunyai rumus kimia

yaitu Al2O3.Aluminium oksida memiliki wujud padat berwarna putih tidak berbau

dan sangat higroskopik. Pada umumnya, aluminium oksida memiliki bentuk

kristal yang disebut korundum. Aluminium oksida atau dalam bidang ilmu teknik

material biasa disebut dengan alumina ini termasuk kedalam golongan keramik

oksida modern bersama dengan Silika (SiO2), Zirkonia (ZrO2) dan Barium Titanat

(BaTiO2).Penggunaan aluminium oksida atau alumina yang paling banyak dan

paling signifikan yaitu untuk proses pembuatan logam aluminium. Aluminium

oksida berperan untuk proses ketahanan logam aluminium dari korosi. Aluminium

oksida memiliki sifat mekanik yang baik contohnya kekuatan dan kekerasan yang

tinggi, sehingga banyak juga digunakan sebagai amplas atau gerinda, sebagai

25

bahan mata pahat untuk proses permesinan dengan kecepatan yang tinggi dan

pemotongan logam-logam yang keras.

Dalam penelitian ini, alumina atau aluminium oksida digunakan sebagai

partikel atau serbuk penambah yang fungsinya untuk memperbaiki sifat mampu

basah (wettability) dari serbuk CaCO3 sebagai blowing agent.Tujuannya agar pada

saat serbuk kalsium karbonat (CaCO3) dicampurkan ke dalam aluminium cair

mampu terdispersi secara merata ke seluruh bagian dan mampu terdekomposisi

sempurna. Selain itu juga penambahan serbuk alumina berfungsi sebagai partikel

penstabil gelembung gas yang berasal dari dekomposisi serbuk CaCO3.

2.5 Aluminium

Aluminium merupakan salah satu jenis logam yang sangat ringan,

beratnya hanya 1/3 baja, tembaga atau kuningan. Aluminium memiliki kekuatan

yang baik, bahkan beberapa aluminium paduan kekuatanya melebihi baja.

Aluminium berasal dari biji aluminium yang disebut bauksit. Untuk mendapatkan

aluminium murni dilakukan proses pemurnian pada bauksit yang menghasilkan

alumina atau oksida aluminium yang kemudian alumina ini dielektrosa sehingga

berubah menjadi oksigen dan aluminium. Aluminium adalah logam terpenting

dari logam nonferro. Penggunaan aluminium adalah yang kedua setelah besi dan

baja (Surdia dan Saito 1999 : 129).

Aluminium mempunyai beberapa sifat-sifat fisik yang ditunjukkan pada

Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisik Aluminium

26

Sumber : Surdia dan Saito, 1999 : 13

2.5.1 Klasifikasi Aluminium Paduan

Aluminium murni relatif lunak dan penambahan unsur paduan dapat

meningkatkan sifat mekanisnya. Pengelompokan paduan Al didasarkan pada jenis

unsur paduan dengan menggunakan sistem 4 digit dimana digit pertama

menunjukkan kelompok aluminium, digit kedua menunjukkan modifikasi dari

paduan aslinya atau Batas unsur pengotor dan 2 digit terakhir menunjukkan

kemurnian aluminium.

Gambar 2.13 Klasifikasi aluminium dan paduannya

sumber : Surdia dan Saito, 1999 : 34

Paduan aluminium secara umum diklasifikasikan berdasarkan cara

pengolahan produk yang dihasilkan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu:

1. Yang Dapat Dibentuk/Ditempa/Diramas (Wrought Alloys)

Wrought Alloys ini dihasilkan dengan proses forming untuk

meningkatkan kekuatannya. Prosesnya dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Paduan yang dapat diperlaku – panaskan (Heat Treatable Alloys) artinya

paduan jenis ini merupakan paduan yang kekuatannya dapat ditingkatkan

dengan cara perlakuan panas.

b. Paduan yang tidak dapat diperlaku – panaskan (Non-heat Treatable

Alloys) artinya paduan jenis ini merupakan paduan yang kekuatannya

dapat ditingkatkan dengan pengerjaan dingin.

27

2. Yang Dapat Dituang (Cast Alloys)

Cast Alloys merupakan paduan aluminium yang pengerjaannya dengan

cara pengecoran yang kemudian dituang pada cetakan dengan bentuk benda

yang diinginkan dengan finishing sebagai pengerjaan akhir agar sesuai dengan

desain yang direncanakan.

2.5.2 Pengaruh Unsur-Unsur Paduan

Unsur-unsur pemadu aluminium antara lain :

a. Tembaga (Cu)

Lambangnya berasal dari bahasa latin Cuprum merupakan konduktor

panas dan listrik yang baik sekali. Selain itu unsur ini memiliki korosi yang

lambat sekali. Tembaga juga bersifat paragmanetic. Penambahan Cu akan

memperbaiki sifat mampu aluminium paduan. Selain itu dengan atau tanpa

paduan lainnya akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan.

b. Silikon (Si)

Pengaruh paling penting dalam penambahan silikon adalah sifat mampu

cor. Dalam hal ini yang dapat diperbaiki adalah dengan cara mengurangi

penyusutan coran sampai satu setengah dari penyusutan aluminium murni,

meningkatkan daya alirnya. Selain itu, paduan silikon akan meningkatkan

ketahanan korosinya, baik ditambah unsur lain ataupun tidak.

c. Magnesium (Mg)

Penambahan unsur magnesium digunakan untuk meningkatkan daya

tahan aluminium dan meningkatkan sifat mampu bentuk serta mampu mesin

aluminium tanpa menurunkan keuletannya.

d. Zinc (Zn)

Penambahan seng akan meningkatkan sifat-sifat mekanis tanpa

perlakuan panas serta memperbaiki sifat mampu mesin.

e. Mangan (Mn)

Penambahan mangan akan meningkatkan daya tahan karat aluminium

dan bila dipadukan dengan Mg akan memperbaiki kekuatan aluminium.

28

f. Besi (Fe)

Penambahan besi dimaksudkan untuk mengurangi penyusutan. Tetapi

kandungan besi yang besar juga akan menyebabkan struktur butir yang kasar

dan dalam hal ini dapat diperbaiki dengan menambah sejumlah kecil Mn dan

Cr.

2.5.3 Aluminium Paduan

Logam aluminium dapat dengan mudah dipadukan dengan logam lain.

Paduan aluminium yang penting antara lain :

a. Paduan Al-Cu

Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlakukan panas.

Dengan melalui pengerasan endapan/penyepuhan sifat mekanis paduan ini

dapat menyamai sifat dari baja lunak tetapi daya tahan korosinya lebih bila

dibandingkan jenis paduan lainnya (Heine, 1976 : 294). Copper adalah salah

satu unsur paduan penting yang digunakan pada Al karena dengan paduan ini

akan membentuk solid-solution strengthening dan dengan heat treatment yang

sesuai dapat meningkatkan kekuatannya dengan membentuk precipitate.

b. Paduan Al-Cu-Mg

Paduan ini mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dan merupakan paduan

yang memliki kekuatan yang tinggi. Biasanya disebut dengan duralumin.

Dalam penggunaannya biasa dipakai konstruksi pesawat terbang dan kontruksi

lainnya yang membutuhkan perbandingan antara kekuatan dan berat yang

cukup besar.

c. Paduan Al-Si

Paduan Al-Si adalah paduan yang sangat baik kecairannya, mempunyai

permukaan yang bagus, tanpa kegetasan panas, memiliki sifat mampu cor dan

ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisiennya kecil dan sebagai

penghantar listrik dan panas yang baik, karena sifat-sifatnya maka paduan ini

banyak dipakai sebagai bahan untuk logam las dalam pengelasan logam paduan

Al, baik pada paduan cor maupun paduan tempa.

d. Paduan Al-Mg

29

Paduan AL-Mg adalah paduan yang memiliki ketahanan korosi yang

baik. Pada paduan Al-Mg sekitar 4% atau 10% mempunyai ketahanan korosi

dan sifat mekanis yang baik serta memiliki kekuatan tarik di atas 30 kg/mm2

dan perpanjangan di atas 12% setelah perlakuan panas. Paduan ini biasa

dipakai untuk bagian dari alat–alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang dan

sebagainya.

e. Paduan Al-Mg-Si

Paduan Aluminium-Magnesium-Silikon termasuk dalam jenis yang

dapat diperlakupanaskan dan mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan

tahan korosi yang cukup (Wiryosumarto, 2000). Jika Magnesium Silikat

(Mg2Si), kebanyakan paduan Aluminium mengandung Si, sehingga

penambahan Magnesium diperlukan untuk memperoleh efek pengerasan dari

Mg2Si. Tetapi sifat paduan ini akan menjadi getas, sehingga untuk mengurangi

hal tersebut, penambahan dibatasi antara, 0,03% - 0,01% (Hiene, 1995 : 320).

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Al-Mg-Si

PaduanAl

(%)

Mg

(%)

Si

(%)

Fe

(%)

Mn

(%)

Zn

(%)

Cu

(%)

Cr

(%)

Ti

(%)

Kandungan

lainnya (%)

606195,8-

98,6

0,80-

1,2

0,40-

0,80

Max

0,70

Max

0,15

Max

0,25

0,15-

0,40

0,040-

0,35

Max

0,15Max 0,15

Sumber : ASM Aero Space Metal Inc.

Tabel 2.3 Sifat Aluminium Paduan Al-Mg-Si

Sifat Nilai

Density 2,70 g/cm3

Melting Point 650 0C

Thermal Expansion 23,4 x 10-6/K

Modulus of Elasticity 70 Gpa

Thermal Conductivity 166 W/m.K

Electrical Resistivity 0,040 x 106 Ω.m

Tensile Strength 310 MPa

Sumber : Aalco, 2013

f. Paduan Al-Zn

30

Paduan ini lebih banyak mengandung aluminium dan merupakan

paduan yang memiliki ketahanan korosi yang baik. Dalam penggunaan biasa

diaplikasikan untuk konstruksi tempat duduk pesawat terbang, perkantoran

dan konstruksi lainnya yang membutuhkan perbandingan antara ketahanan

korosi dan berat yang tidak terlalu besar. Titik lebur dari aluminium paduan

Al-Zn 476°C - 657°C.

g. Paduan Al-Mn

Mn merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi

ketahanan korosinya dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.

Jumlah paduan yang terkandung dalam paduan ini adalah 25,3%.

2.6 Densitas

Densitas (simbol: ρ – Greek: rho) adalah sebuah ukuran massa per volum.

Rata-rata kepadatan dari suatu obyek yang sama massa totalnya dibagi oleh

volume totalnya.

ρ=mV

(2-1)

dengan:

ρ = kepadatan sebuah benda (gr/cm3).

m = massa total benda (gr).

v = volume benda (cm3).

2.6.1 Macam Densitas

True density

True density atau densitas teoritis merupakan kepadatan dari sebuah benda

tanpa adanya porositas yang terdapat di dalamnya. Dapat didefinisikan sebagai

perbandingan massa terhadap volume sebenarnya (gr/cm3). Persamaan dari True

density ada pada standar ASTM E252-84 sebagai berikut:

31

ρth=100

{(% AlρAl

)+(%CuρCu

)+(% FeρFe

)+etc .} (2-2)

dengan:

ρth = Densitas teoritis atau True Density (gr/cm3).

ρAl, ρCu, ρFe, etc= Densitas unsur (gr/cm3).

%Al, %Cu, etc = Prosentase berat unsur (%).

Apparent density

Adalah berat setiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat

pada material yang akan diuji (gr/cm3). Menurut ASTM B311-93 rumus dari

Apparent densityadalah:

ρ s=ρw

W s

W s−(W sb−W b)(2-3)

dengan:

ρs = Densitas sampel atau Apparent Density (gr/cm3).

ρw = Densitas air (gr/cm3).

Ws = Berat sampel di luar air (gr).

Wb = Berat keranjang di dalam air (gr).

Wsb = Berat sampel dan keranjang di dalam air (gr).

2.7 Pengujian Tekan (Compression Test)

2.7.1 Definisi Kekuatan Tekan

Kekuatan tekan (Compressive Strength) adalah suatu kemampuan suatu

bahan untuk menerima beban tekantanpamengalami kerusakan dan dinyatakan

sebagai tegangan maksimum sebelum putus. Kekuatan tekan suatu material

dinyatakan sebagai tegangan tekan.

Gaya normal yang bekerja pada suatu unit luasan pada penampang

melintang. Intensitas gaya normal per unit luasan disebut tegangan normal dan

dinyatakan dalam unit gaya per unit luasan, misalnya lb/in2, atau N/mm2. Apabila

32

gaya-gaya dikenakan pada ujung-ujung batang sedemikian sehingga batang

dalamkondisi tertekan maka terjadi tegangan tekan.Tegangan tekan didefinisikan

sebagai distribusi gaya tekan persatuan luas penampang bahan atau material.

Sehingga tegangan tekan dapat ditulis sebagai berikut:

σ C=FA

(2-5)

dengan:

σC = Tegangan tekan (N/mm2).

F = Gaya aksial (N).

A = Luas penampang (mm2).

Sedangkan, regangan didapat dari perubahan panjang spesimen yang

diukur dibagi dengan panjang awal spesimen, dijelaskan pada rumus dibawah ini:

ε= Δll0

(2-6)

dengan:

ε = Regangan (mm/mm).

∆ℓ = Perubahan panjang (mm).

ℓ0 = Panjang awal (mm).

2.7.2 Deformasi pada AluminiumFoam

Bila suatu logam dibebani beban tekan, maka akan mengalami suatu

deformasi. Deformasi itu sendiri adalah perubahan ukuran atau bentuk karena

pengaruh beban yang dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara

elastis dan plastis. Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang segera hilang

kembali apabila beban ditiadakan. Sedangkan deformasi plastis yaitu suatu

perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang menyebabkan deformasi

ditiadakan.

33

Sifat elastis dari aluminiumfoam komersial yang beredar di pasaran pada

saat ini telah banyak dipelajari dan diteliti secara luas. Salah satu sifat teknologi

yang penting dari aluminiumfoam atau metal foam adalah kapasitas dari

penyerapan energi tekan plastis pada jumlah yang besar, setelah itu beban yang

rendah di salurkan secara konstan.

Ketika ditekan aluminiumfoam atau metal foam menunjukkan hanya

sedikit terjadi deformasi elastis sebelum akhirnya runtuh. Pada sebagian besar

runtuhnya aluminiumfoam,foam melibatkan deformasi plastis yang besar pada

dinding pori yangruntuh dan merambat pada pori-pori yang lain akibat pemberian

tegangan yang kecil dan hampir konstan. Pergerakan dislokasi pada logam akan

menyebabkan jumlah energi yang dapat diserap semakin besar.

2.7.3 Hubungan Tegangan-Regangan pada AluminiumFoam

Karakteristik dari aluminiumfoam dipengaruhi oleh beberapa parameter

seperti material dasar yang digunakan, morfologi foam (bentuk dan ukuran pori)

serta densitas foam. Di antara beberapa metode pengujian mekanik yang tersedia,

pengujian tekan biasanya digunakan untuk mengetahui sifat atau karakteristik

tekan dan kemampuan menyerap energi dari aluminiumfoam.

Gambar 2.14 Skema kurva tegangan-regangan pada aluminiumfoam pada kondisi ideal.

Sumber :TALAT,1999:9

Pada gambar 2.11 menunjukkan skema kurva tegangan-regangan dari

aluminium foam hasil pengujian pembebanan tekan. Kurva tersebut dibagi

34

menjadi 3 daerah yang khas.Pada kurva tegangan-regangan pengujian tekan ini

menunjukkan peningkatan tegangan secara linear (1) pada awal deformasi dan

teganganplateaus hampir konstan di bagian tengah (2) diikuti oleh kenaikan

tegangan yangcuram atau tajam pada tahap akhir (3). Alasan untuk perilaku khas

dari aluminiumfoamini dapat dilihat dalam proses berikut ini:

1. Tahap pertama tidak hanya disebabkan oleh deformasi elastis seperti dalam

kasuslogam padat. Deformasi plastis pada aluminiumfoam dapat terjadi pada

tegangan yangrendah.

2. Daerah plateaus ini disebabkan karena adanya deformasi plastis yang

seragam.

3. Peningkatan yang begitu curam atau tajam disebabkan oleh runtuhnya sel.

Dinding sel yang saling berlawanan mulai untuk menyentuh satu sama yang

lain.

Karena bentuk khusus dari kurva tegangan-regangan pengujian tekan

terutama plateaus yang panjang –aluminiumfoam mampu menyerap energi dalam

jumlah besar pada tegangan yang relatif rendah (potensi menyerap energi

meningkat dengan luas meningkat di bawah plateaus). Dengan meningkatnya

densitas relatif, kapasitas tegangan plateaus dan kapasitas penyerapan energi juga

akan meningkat, tetapi densifikasi regangan akan menurun.

2.7.4 Hubungan Densitas dan Kekuatan TekanAluminiumFoam

Faktor yang terpenting dalam proses foamingpada aluminiumfoam adalah

kestabilan dari gelembung gas yang dihasilkan dari reaksi serbuk blowing agent,

sehingga ketika aluminiumcair mengalami solidifikasi, gelembung gas tadi tetap

berada di dalam dan terperangkap sehingga membentuk suatu pori. Semakin stabil

gelembung gas yang dihasilkan maka semakin meningkat kemampuan untuk

pembentukan pori pada aluminiumfoam. Peningkatan stabilisasi gelembung dapat

dilakukan salah satunya dengan menambah serbuk keramik atau campuran (alloy)

ke dalam cairan aluminium(Banhart,2002).

Penambahan serbuk keramik berupa SiC atau Al2O3 pada proses

pembuatan aluminiumfoam berfungsi sebagai partikel penstabil gelembung selain

itu berfungsi untuk memperbaiki wettability dari serbuk blowing agent yang

35

digunakan, sehingga ketika proses pencampuran serbuk blowing agentke dalam

aluminiumcair dapat tercampur dan terurai secara merata. Semakin stabil

gelembung gas yang dihasilkan dari reaksi blowing agent semakin banyak

gelembung gas yang terperangkap di dalam aluminiumcair sehingga semakin

banyak pula pori yang akan terbentuk.

Pori-pori yang terbentuk akan mempengaruhi densitas yang terdapat pada

aluminiumfoam, dimana semakin banyak pori-pori yang terbentuk dalam

aluminiumfoam maka volume yang didapat akan semakin kecil dan banyaknya

pori-pori yang terbentuk dalam aluminiumfoamakan mempengaruhi kepadatannya

sehingga menurunkan nilai densitasnya.

Banyaknya pori-pori dalam aluminiumfoamakan mempengaruhi sifat

mekanis dari aluminiumfoam. Ketikaaluminium foam diberi beban, maka beban

yang diterima akan disalurkan ke pori-pori sehingga terjadi pemusatan beban ke

dinding pori-pori sehingga menyebabkan daerah pori-pori tersebuat mudah

mengalami deformasi atau menjadi awal terjadinya retakan sehingga

menyebabkan kekuatan tekan akan semakin rendah.

2.8 Bentuk dan Dimensi Benda Uji

Bentuk dan ukuran benda uji untuk pengujian kekuatan tekan berdasarkan

ISO 13314. Benda uji yang akan digunakan untuk uji tekan yaitu berbentuk kubus

dengan ukuran 3cmx3cmx3cm. Uji tekan atau Compression Test dilakukan

dengan memberikan beban tekan kepada spesimen.

36

Gambar 2.15 Dimensi spesimen uji tekan (mm)

2.9 Hipotesa

Dengan meningkatkan temperatur peleburan aluminium foam maka

densitas akan menurun. Selain itu juga, penambahan temperatur peleburan

aluminium foammempengaruhi nilai kekuatan tekan dari aluminium foam yang

dihasilkan dengan menggunakan metode melt process

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimental nyata (true experimental research) yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh temperatur peleburan terhadap densitas dan kekuatan tekan

pada aluminium foam. Dengan asumsi variabel yang lain konstan. Kajian literatur

dari berbagai sumber baik dari buku, jurnal yang ada di perpustakaan maupun dari

internet juga dilakukan untuk menambah informasi yang diperlukan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah

Laboratorium Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Universitas Brawijaya, Malang.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang besarnya ditentukan sebelum penelitian.

Variabel bebas yang digunakan adalah 9 sampel penelitian dengan

temperature peleburan: 7000C, 7500C, dan 8000C

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah:

- Densitas Aluminium Foam.

- Kekuatan Tekan (MPa).

3. Variabel Terkontrol

Variabel terkontrol adalah variabel yang besar nilainya dibuat konstan. Dalam

penelitian ini variabel terkontrolnya adalah sebagai berikut:

- Penambahan blowing agent dengan fraksi berat total 3%

38

- Rasio penambahan serbuk alumina (Al2O3) dengan serbuk kalsium

karbonat (CaCO3) yaitu 1:2.

- Proses pencampuran serbuk CaCO3 dengan serbuk alumina (Al2O3)

menggunakan mesin bubutdengan kecepatan 240 rpm selama 30 menit

- Pengadukan pertama pada saat pemberian blowing agentsecara manual

selama 2 menit.

- Proses pengadukan kedua dengan menggunakan metode stir casting

dengan kecepatan 650rpm selama 2 menit.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat-alat Penelitian

1. Dapur listrik

Dapur listrik adalah alat yang digunakan untuk proses peleburan logam

aluminium paduan.

2. Universal Testing Machine

Digunakan untuk pengujian kekuatan tekan pada spesimen aluminium

foam.

3. Crucible

Crucibel berbentuk silinder yang terbuat dari bahan tahan api atau fireclay.

Crucible digunakan sebagai wadah untuk meleburkan aluminium paduan.

4. Tabung Mixer

Tabung Mixeradalah alat yang digunakan untuk proses pencampuran

serbuk CaCO3dengan serbuk alumina (Al2O3).

5. Mesin Hand Drill

Mesin hand drill digunakan untuk proses stir casting atau pengadukan

aluminium cair dengan kecepatan yang diinginkan, yaitu 650rpm.

6. Batang Pengaduk

Batang pengaduk yang digunakan terbuat dari stainless steel yang

ujungnya dibuat menyiku. Hal ini agar terjadi proses pergeseran pada

aluminium cair sehingga blowing agent dapat terdispersi secara merata

sebelum mengalami dekomposisi.

39

7. Infrared Thermometer

Digunakan untuk menentukan temperatur yang digunakan dalam proses

pembuatan aluminium foam.

8. Stopwatch

Alat yang digunakan untuk menghitung waktu pada saat proses

pengadukan aluminium cair dan blowing agent.

9. Kamera Digital

Digunakan untuk dokumentasi selama proses pembuatan aluminium foam

dan mengambil gambar aluminium foam.

10. Peralatan Safety

Peralatan yang digunakan sebagai pengaman tubuh saat proses pembuatan

aluminiumfoam.

11. Beaker Glass

Digunakan untuk pengujian densitas dan porositas yang terdapat pada

spesimen aluminium foam.

3.4.2 Bahan Penelitian

Pada proses pembuatan aluminium foam,bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Aluminium seri A6061 (Al-Mg-Si) sebagai material dasar pembuatan

aluminium foam.

2. Serbuk kalsium karbonat (CaCO3) sebagai serbukblowing agent.

3. Serbuk alumina (Al2O3)sebagai partikel penstabil gelembung gas.

3.5 Dimensi Spesimen Uji Tekan

40

Gambar 3.6:Dimensi spesimen uji tekan (mm)3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Prosedur Pencampuran Blowing Agent

Langkah-langkah proses pencampuran serbuk CaCO3 sebagai blowing

agent dengan serbuk alumina (Al2O3) sebagai serbuk penstabil adalah sebagai

berikut:

1. Menimbang serbukkalsium karbonat (CaCO3) sebagai blowing agentdengan

prosentase fraksi berat 5%

2. Menimbang serbuk alumina (Al2O3) sesuai dengan rasio pencampuran antara

serbuk blowing agent dan serbuk alumina yaitu 1:2.

3. Masukan serbuk CaCO3 dan serbuk alumina ke dalam tabung mixer.

4. Proses pengadukan menggunakan tabung mixer yang diputar dengan mesin

bubut pada kecepatan 240rpm selama 30 menit.

3.6.2 Prosedur Pembuatan Aluminium Foam

Pada penelitian ini digunakan caramelt process dengan metode

penambahan blowing agent untuk proses pembuatan alumunium foam. Adapun

langkah-langkah proses pembuatnnya adalah sebagai berikut:

1. Persiapan percobaan yaitu menyiapkan dapur listrik untuk proses peleburan

aluminium, menyiapkan serbuk CaCO3 dan serbuk alumina (Al2O3) serta

menyiapkan alat-alat lain yang digunakan.

2. Meleburkan aluminium seri A6061 hingga mencair dengan temperatur 700°C

pada dapur listrik.

41

3. Melakukan penuangan campuran serbuk CaCO3 dengan serbuk alumina ke

dalam aluminium cairsecara bertahap dan diaduk secara manual selama 2 menit

pada temperatur 700°C.

4. Setelah penuangan selesai, kemudian melakukan proses pengadukan kedua

dengan menggunakan metode stir casting dengan kecepatan 650rpm selama 2

menit.

5. Setelah pengadukan selesai segera tutup kembali dapur listrik. Proses

foamingakan berlangsung.

6. Aluminium cair akan mengalami pengembangan secara bertahap. Setelah

aluminium berhenti mengembang, diamkan didalam dapur listrik selama 10

menit.

7. Aluminium semi solid di keluarkan dari dapur listrik dan didinginkan di

temperatur lingkungan.

8. Kembali ke langkah nomer 2 sampai 7 dengan menaikan temperatur menjadi

750°C dan 800°C.

3.6.3 Prosedur Pengujian Densitas

Pengujian densitas dilakukan untuk mendapatkan nilai densitas yang

terdapat pada spesimen dari produk hasil pembuatan aluminium foam dengan

menggunakan prinsip Hukum Archimedes. Adapun langkah-langkah

pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan spesimen yang sudah dipotong sesuai dengan bentuk dan

dimensi.

2. Menyiapkan alat-alat yang digunakan seperti timbangan digital, batang

pemberat, tali kawat, beaker glassdan air.

3. Menimbang berat spesimen dengan menggunakan timbangan digital,

kemudian catat hasilnya.

4. Menghitung volume batang pemberat yang digunakan sebagai alat bantu

pengujian densitas.

5. Mengisi air pada beaker glasspada volume tertentu.

6. Memasukan spesimen ke dalam beaker glass,kemudian menaruh batang

pemberat pada spesimen sehingga keseluruhan permukaan spesimen tercelup

42

ke dalam air dan mencatat perubahan volume pada beaker glass sehingga

didapat volume spesimen dan pemberat.

7. Menghitung volume spesimen dengan menggunakan rumus berikut ini:

V olumespesimen=Volumespesimen+pemberat−Volume pemberat(3-1)

dengan:

Volumespesimen = Volume spesimen (cm3).

Volumespesimen+pemberat = Volume spesimen dan pemberat (cm3).

Volumepemberat = Volume batang pemberat (1,57cm3).

8. Menghitung densitas spesimen dengan menggunakan rumus berikut ini.

ρ spesimen=Massaspesimen

Volumespesimen

(3-2)

dengan:

ρspesimen = Densitas spesimen atau apparent density (gr/cm3).

Massaspesimen = Massa spesimen(gr).

Volumespesimen = Volume spesimen(cm3).

9. Lakukan langkah 1-8 untuk spesimen dengan variasi temperatur peleburan

700°C, 750 °C dan 800°C.

3.6.4 Prosedur Pengujian Tekan

Pengujian tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan tekan pada

spesimen aluminium foam, adapun langkah-langkahpengujian tekan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Menyiapkan produk hasil dari pembuatan aluminium foam.

2. Melakukan proses pemotongan produk aluminium foam membentuk kubus

dengan menggunakan gergaji tangan.

43

3. Melakukan proses finishing dengan menggunakan kertas gosok ukuran 800,

1000 dan 1200 untuk meratakan permukaan atas dan bawah spesimen dengan

ukuran

sesuai ukuran spesimen uji tekan.

4. Pengambilan data pengujian tekan menggunakan Universal Testing Machine.

Prosedur Pengujian:

a. Spesimen uji tekan diukur sisi dan tinggi awalnya menggunakan jangka

sorong.

b. Spesimen uji tekan diberikan serbuk grafit pada permukaan atas dan

bawah.

c. Spesimen uji tekan diletakkan pada crossheaduniversal testing machine.

d. Loadcell diturunkan hingga menempel pada permukaan atas spesimen.

e. Memasang alat dial gauge untuk mengetahui perpendekan yang terjadi

pada spesimen ketika load cell menekan.

f. Alat uji diatur kecepatan penekanan dan beban yang diberikan.

g. Mesin dinyalakan dengan kecepatan penekanan 2mm/menit dan dilakukan

pengamatan dengan teliti terhadap beban yang diberikan kepada spesimen

dan perpendekannya.

h. Mencatat tiap perpendekan dan beban yang diterima spesimen.

i. Pengujian dihentikan ketika spesimen mengalami deformasi sampai tebal

akhir 5mm dan dicatat beban maksimum yang diterima.

5. Pengolahan data hasil pengujian.

6. Melakukan langkah a sampai i untuk spesimen dengan variasi temperature

peleburan 700°C, 750°C dan 800°C.

7. Melakukan analisa dan pembahasan dari data-data yang diperoleh.

8. Selesai.

44

3.7 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini adalah diagram alir penelitian mulai dari persiapan hingga

akhir.

Mulai

Rumusan Masalah

Studi Kasus

Penyiapan Alat dan Bahan

Penimbangan Aluminium seri A6061

Penimbangan serbuk kalsium karbonat

Penimbangan serbuk alumina (Al2O3)

Pencampuran dengan menggunakan mesin bubut, dengan

kecepatan 240 rpm, selama 30 menit

Peleburan aluminium dan pemberian serbuk blowing agent

Proses pengadukan dan proses foaming

BA

45

BA

Hasil foaming sesuai dengan bentuk cetakan

Pengujian densitas spesimen aluminium foam

Pembuatan spesimen uji tekan

Pengujian kekuatan tekan (MPa)

Analisa

Pengolahan data

Kesimpulan dan Saran

Pembahasan

Selesai

Ya

Tidak

46

DAFTAR PUSTAKA

Aboraia, M., Sharkawi, R. & Doheim, M.A. 2011.Production of Alumunium Foam And The Effect Of Calcium Carbonate As A Foaming Agent.Journal of Engineering Sciences, Assiut University.Vol. 39, No 2: 441-451.

Agustian, W. I. 2013.Pengaruh Kadar Magnesium Terhadap Ketangguhan Alumunium Alloy Foam Yang Menggunakan CaCO3 Sebagai Blowing Agent Dengan Uji Impak dan Foto Mikro. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Alizadeh, M., Mirzaei, M. & Aliabdi.2011. Compressive Properties And Energy Absorption Behavior Of Al–Al2O3Composite Foam Synthesized By Space-Holder Technique. Materials and Design. 35: 419–424.

Babscan, N. 2003.Ceramic Particles Stabilized Aluminum Foams.Ph.D. Dissertation.Hungary: University of Miskolc / Materials and LecturerMaterials and Metallurgical Engineering Faculty.

Banhart, J. 1995. Powder Metallurgical Technology for the Production of Metallic Foams. Jerman: Fraunhofer-Institute for Applied Materials Research Bremen.

Banhart, J. 2001. Manufacture, Characterisation and Application of Cellular Metals and Metal Foams. Progress in Materials Science.46 (2001): 559–632.

Banhart, J. 2007. Metal Foams—from Fundamental Research to Applications. Hal 282-283.

Banhart, J., Babscan, N. & Leitlmeir, D. 2002.Metal Foams-Manufacturing and Physics of Foaming. Berlin: Hahn-Meitner Institue.

Banhart, J., Lefebvre, L. P. & Dunand, D. C. 2008. Porous Metals and Metallic Foams: Current Status and Recent Developments. Advanced Engineering Materials.10 (9): 775–787.

Duarte, I.& Oliveira, M. 2012.Aluminium Alloy Foams:Production and Properties. Croatia: In Tech.http://www.cymat.com/PDFs/Cymat%20SAF%20Automotive%20Applications.pdf

Fischer, S.F., Schuler, P.,Fleck, C., Bu¨hrig-Polaczek, A. 2013. Influence of the casting and mould temperatures on the (micro)structure and compression behaviour of investment-cast open-pore aluminium foams.Aachen University, Germany

47

Helmi, M.F., 2008. Pembuatan Aluminium Foam Dengan Foaming Agent CaCO3

Untuk Aplikasi Penyerap Energi Mekanik. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Irawan, Y.S., Akhyari, K.B., Oerbandono, T. 2015. Porosity and Spesific Compressive Strength of Aluminium A6061 Foam Produced by Metal Casting with CaCO3 as Blowing Agent. Malang: Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Matijasevic, B. 2006. Characterisation and optimisation of Blowing Agent for

Making Improved Metal Foams. PhD Dissertation. TU Berlin.

PT. Kalsitech Prima Surabaya, diakses pada15 April 2015http://kalsitechprima.indonetwork.co.id/259735/ground-calcium-carbonate-kalsium-karbonat.html

Srivastava, V. Cdan Sahoo, K. L. 2007. Processing, Stabilization and Applications of Metallic Foams. Materials Science-Poland. Vol. 25, No. 3: 733-751.

Surdia, T & Chijiiwa, K. 1976.Teknik PengecoranLogam. Jakarta: Pradnya Paramita.

TALAT. 1999.Aluminium Foam. Eropa: TALAT.

Wadley, H.N.G. 2002. Cellular Metals Manufacturing. Advanced Engineering Materials. Vol.4, No.10: 726-733.