up yuli final

76
KADAR ANTIOKSIDAN TOTAL PADA PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN DAN TANPA KOLESTEATOM Oleh Yulianti 131421110002 Usulan Penelitian Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Dokter Spesialis-I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher

Upload: radiannasution

Post on 19-Dec-2015

248 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

UP Yuli Final

TRANSCRIPT

BAB I

KADAR ANTIOKSIDAN TOTAL PADA PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN DAN TANPA KOLESTEATOM

OlehYulianti

131421110002

Usulan PenelitianUntuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Dokter Spesialis-IIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALISILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKBEDAH KEPALA DAN LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNGii

2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIDAFTAR GAMBAR..DAFTAR SINGKATAN.........iiiiiv

BAB IPENDAHULUAN.1.1 Latar Belakang Penelitian .1.2 Rumusan Masalah .1.3 Tujuan Penelitian ...1.4 Kegunaan Penelitian ..1.4.1 Kegunaan Ilmiah ..1.4.2 Kegunaan Praktis..1156666

BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS2.1 Kajian Pustaka ....2.1.1 Anatomi Telinga Tengah .2.1.2 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis ....2.1.3 Patogenesis Otitis Media Supuratif Kronis ..2.1.4 Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatom.2.1.5 Diagnosis Otitis Media Supuratif Kronis..2.1.6 Stres Oksidatif pada Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.7 Anti Oksidan ...2.2 Kerangka Pemikiran...2.3 Hipotesis.7771617182223242729

BAB IIIMETODE PENELITIAN...3.1 Subjek Penelitian....3.2 Bahan dan Alat Penelitian..3.3 Metode Penelitian...3.3.1 Desain Penelitian......3.3.2 Ukuran Sampel......3.3.3 Identifikasi Variabel..3.3.3.1 Variabel Penelitian...3.3.3.2 Definisi Operasional Variabel ..3.3.4 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data.3.3.5 Rancangan Analisis.3.3.6 Tempat dan Waktu Penelitian.3.3.7 Aspek Etik Penelitian..3.3.8 Tabel Model3.3.9 Alur Kerja....303031313131333333353536363738

DAFTAR PUSTAKA...39

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Membran timpani normal.Gambar 2.2 Tulang-tulang pendengaran..Gambar 2.3 Kavum timpani........Gambar 2.4 Batas-batas kavum timpani...Gambar 2.5 Skema kerangka pemikiran...910111528

DAFTAR SINGKATAN

APC: Antigen Presenting CellsBMI: Body mass indexDC : Dendritic CellELISA: Enzyme-Linked Immunoabsorbant AssayGM-CSF : Granulocyte Macrophage - Colony Stimulating FactorICAM: Intercellular Adhesion MoleculeIFN: InterferonIL: InterleukinISPA: Infeksi Saluran Pernafasan AtasLPS: LipopolisakaridaMHC: Major Histocompability ComplexMPO: MyeloperoxidaseMDA: MalondialdehydeMMP: MetalloproteinaseNO: Nitrit OxideOMA: Otitis Media AkutOMSK: Otitis Media Supuratif KronisO.-2: Superoksida radikalPMN: PolimononuklearROS: Reactive Oxygen SpeciesRS: Rumah SakitRANKL: Receptor Activator of nuclear Factor Kappa-B LigandTHT-KL: Telinga Hidung Tenggorok-Kepala LeherTAC: Total Antioxidant CapacityTLR: Tall like receptorTGF: Transforming Growth FactorTNF: Tumor necrosis factorVCAM: Vascular-Cell Adhesion Moleculeiv

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan mukoperiosteum telinga tengah yang ditandai keluarnya sekret telinga yang terus menerus atau hilang timbul disertai perforasi membran timpani dan berlangsung lebih dari 6 minggu.1 Menurut Paparella (1983) pada umumnya peradangan berlangsung 12 minggu.2 Otitis media supuratif kronis masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. OMSK menjadi penyebab utama gangguan pendengaran sehingga memerlukan perhatian serius, terutama pada anak-anak karena efek jangka panjang yang ditimbulkan berpengaruh terhadap komunikasi dini, perkembangan berbahasa, psikososial dan kognisi serta pendidikan.3 Prevalensi OMSK sangat bervariasi dari negara ke negara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ras, jenis kelamin, tingkat sosio-ekonomi, status gizi dan kekerapan mengalami infeksi saluran nafas atas. Menurut survey, di seluruh dunia OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan otore, 60% diantaranya menderita kurang pendengaran yang bermakna berupa penurunan pendengaran konduktif derajat ringan sampai sedang. Hal ini menunjukkan bahwa OMSK masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.3,4 Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2004, prevalensi kejadian OMSK sekitar 1% - 4% di seluruh negara di dunia. Angka kejadian terendah terdapat di Eropa sekitar 1% dan tertinggi di India sekitar 4% dari total populasi penduduknya.3,5 Di Poliklinik THT-KL RS Hasan Sadikin Bandung pada Januari 2012 Desember 2013 didapatkan kunjungan pasien dengan OMSK yaitu 519 pasien (11,3%) dari total kunjungan di poli THT-KL.6 Otitis media supuratif kronis dibagi menjadi dua, tipe tanpa kolesteatom dan tipe dengan kolesteatom. OMSK tanpa kolesteatom disebut juga tipe mukosa atau tipe tubo-timpani karena peradangan biasanya hanya di mukosa telinga tengah dan jarang menyebabkan infeksi berbahaya dan biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Berbeda dengan OMSK dengan kolesteatom (tipe atiko-antral) disebut juga tipe tulang karena pada tipe ini ditemukan kolesteatom yang sering menimbulkan komplikasi berbahaya. Kolesteatom didefinisikan sebagai suatu penyakit seperti kista dengan deskuamasi keratin dan material purulen yang dapat berekspansi hingga mastoid dan bersifat destruktif, yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel epitel skuamosa pada telinga tengah atau mastoid.5, 7 Pada kolesteatom akumulasi sel debris dan keratinosit dari lapisan kolesteatom di invasi oleh sel langerhans, sel T dan makrofag. Proses ini juga di stimulasi oleh tidak seimbangnya proliferasi sel epitel, perubahan dan maturasi sel keratinosit dan juga proses apoptosis yang berkepanjangan.7, 8Inflamasi yang menyebabkan proliferasi berhubungan dengan meningkatnya ekspresi enzim litik dan sitokin termasuk asam arakidonat, Intracelullar Adhesion Molecule (ICAM), Receptor Activator of nuclear Factor Kappa-B Ligand (RANKL), Interleukin-1,-2 dan -6 (IL-1, IL-2, IL-6), Matrix Metalloproteinase-2 dan -9 (MMP-2, MMP-9) dan juga Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-alpha) yang sebagian di picu oleh antigen bakteri, termasuk endotoksin seperti lipopolisakarida. Sel efektor melepaskan sitokin termasuk osteoklas, yang menimbulkan degradasi ekstraselular matriks tulang dan hiperproliferasi, menghasilkan gambaran makroskopis berupa erosi tulang, faktor lain yang penting pada kejadian erosi pada tulang adalah kolagen, osteoklas, nitrit oksida (NO), dan bakteri termasuk bakteri biofilm.7, 8 Bakteri biofilm pada kolesteatom berperan pada produksi sitokin dan inflamasi kronis serta menjelaskan adanya infeksi persisten.9 Pada OMSK dengan dan tanpa kolesteatom, bakteri yang masuk ke dalam telinga tengah dapat berasal dari nasofaring melalui tuba eustakius atau dari liang telinga luar melalui perforasi membran timpani yang sudah ada. Bakteri aerob yang sering ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus spp., dan Klebsiella spp. Sedangkan bakteri anaerob adalah Bakteroides spp., dan Fusobacterium spp. Infeksi bakteri pada OMSK mengakibatkan inflamasi telinga tengah sehingga produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang berlebihan oleh sel inflamasi.10 Organisme aerobik membutuhkan keadaan lingkungan oksigen untuk bertahan hidup, tetapi penggunaan oksigen selama metabolisme normal menghasilkan ROS, beberapa di antaranya sangat beracun dan merusak sel-sel dan jaringan.11, 12 ROS yang paling banyak terbentuk pada metabolisme sel adalah superoksida radikal (O-2).12 Kadar ROS rendah adalah mediator yang diperlukan dalam banyak proses sel termasuk diferensiasi, siklus perkembangan sel atau apoptosis dan kekebalan. Sebaliknya, kadar tinggi dan pembuangan yang tidak memadai ROS mengakibatkan stres oksidatif, seperti yang terlihat dalam peradangan, yang dapat menyebabkan kerusakan metabolisme dan kerusakan makromolekul biologi.13 ROS dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel dengan merusak asam nukleat, protein, lemak, dan sel membran pada jaringan.14 Meskipun banyak faktor yang bertanggung jawab atas kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses kronis, patofisiologinya masih belum jelas. Banyak faktor yang terlibat dalam patofisiologi OMSK, seperti aktivitas osteoklastik, sitokin, peradangan kronis, endotoksin, dan produk peroksidasi lipid, juga menyebabkan produksi oksigen radikal bebas.15, 16 Inflamasi pada telinga tengah dilaporkan meningkatkan ROS pada serum darah.12 Ketika stress oksidatif meningkat dan kadar antioksidan menurun sebagai akibat dari inflamasi sehingga dianggap radikal bebas berkontribusi pada inflamasi telinga tengah. Menurut data saat ini, stres oksidatif memainkan peran dalam patofisiologi berbagai kondisi seperti kanker, penyakit jantung, arthritis rheumatoid, iskemia /reperfusi, adenotonsillitis kronis dan penuaan.17, 18 Peran stres oksidatif dalam patogenesis otitis media kronis dan kolesteatom belum sepenuhnya dieksplorasi. Penelitian prospektif yang dilakukan Baysal dkk di Turki tahun 2012, pada pasien otitis media kronis dengan dan tanpa kolesteatom didapatkan serum status oksidan total dan indeks stress oksidatif meningkat secara signifikan pada pasen OMSK dengan dan tanpa kolesteatom dibandingkan dengan kelompok kontrol. Enzim antioksidan berupa aktivitas paraoxonase dan arylesterase didapatkan menurun secara signifikan pada pasen OMSK dengan dan tanpa kolesteatom dibandingkan dengan kelompok kontrol.12 Dari penelitian tersebut diduga stress oksidatif berperan penting pada patogenesis OMSK. Penelitian lain dari Garca MF di Turki tahun 2013 mendapatkan aktivitas serum myeloperoxidase (MPO) dan malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE) dan nitric oxide (NO) meningkat pada pasien otitis media kronis dengan kolesteatom dibandingkan dengan kelompok otitis media kronis tanpa kolesteatom. Stres oksidatif yang meningkat diduga berhubungan dengan menurunnya kadar antioksidan di dalam tubuh pada pasien dengan OMSK, sehingga pemberian vitamin antioksidan diharapkan berguna untuk mencegah dan mengobati otitis media kronis.18 Sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia mengenai marker stres oksidatif dan antioksidan pada pasien otitis media kronis dengan dan tanpa kolesteatom. Kendala biaya dan banyaknya marker stres oksidatif dan antioksidan yang harus diteliti membuat peneliti hanya memfokuskan penelitian ini pada kadar antioksidan total pada pasien otitis media kronis dengan dan tanpa kolesteatom. 1.2 Rumusan Masalah1. Apakah antioksidan total serum penderita OMSK lebih rendah dibandingkan dengan orang normal?2. Apakah antioksidan total serum pada penderita OMSK dengan kolesteatom lebih rendah dibandingkan penderita OMSK tanpa kolesteatom?

1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk membandingkan kadar antioksidan total serum pada penderita OMSK dengan orang normal.2. Untuk membandingkan kadar antioksidan total serum pada penderita OMSK dengan dan tanpa kolesteatom. 1.4 Kegunaan Penelitian1.1.1 Kegunaan IlmiahDapat memberikan informasi mengenai kadar antioksidan total pada pasien OMSK dengan dan tanpa kolesteatom.1.1.2 Kegunaan Praktis1. Dapat digunakan sebagai acuan pemberian terapi tambahan antioksidan pada pasien OMSK dengan dan tanpa kolesteatom2. Dapat menjadi rujukan untuk penelitian lebih lanjut

44

BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka2.1.1 Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah merupakan suatu ruangan yang berisi udara yang dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi, dengan dinding posterior yang lebih luas dari dinding anteriornya sehingga membentuk kotak seperti baji. Beberapa bangunan yang turut menyusun telingah tengah yaitu : membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan kavum timpani. Struktur lain yang terdapat di telinga tengah diantaranya tuba eustachius, m.tensor timpani dan m.stapedius. Telinga tengah bersama-sama dengan tuba eustachius, aditus, antrum dan sel-sel mastoid disebut sebagai celah telinga tengah.19Membran timpani Membran timpani berbentuk hampir lonjong terletak oblik di liang telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rerata 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior-posterior.20 Membran timpani memisahkan kavum timpani dari kanalis akustikus eksternus pada daerah lateral dari telinga tengah. Letak membran timpani pada anak hampir vertical, dan pada orang dewasa dewasa membentuk sudut 55 dengan dasar kanalis akustikus eksternus. Berbentuk ellips, sumbu panjangnya 910 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, dengan radius sekitar 4-5 mm dengan ketebalan 0,1 mm. Bagian pinggir membran timpani lebih tebal dan disebut annulus timpanikus yang melekat ke sulkus timpani dari os temporal oleh cincin fibrokartilago, kecuali bagian yang tidak bersulkus sepanjang 5 mm yang disebut tympanic notch of Rivinus. Membran timpani melekat pada manubrium malleus pada daerah short (lateral) processus sampai dengan umbo. Umbo merupakan bagian ujung medial dari membran timpani.16 Membran timpani terbagi menjadi dua bagian yaitu pars tensa pada bagian bawah, sedang bagian atas dari membran timpani adalah pars flaksida (membran Shrapnell) yang melekat langsung pada daerah prosessus lateralis malleus antara kedua daerah ujung tympanic notch of Rivinus, sampai daerah annular rim sehingga membentuk segitiga kecil yang ditutupi oleh membran tipis dan longgar. Membran timpani terdiri dari 3 lapisan:1. Lapisan luar merupakan kelanjutan epitel skuamosa dari lapisan epitel kulit kanalis akustikus eksternus.2. Lapisan tengah merupakan lapisan fibrosa, terdiri dari serabut yang berjalan radier dari manubrium mallei ke arah perifer, serta serabut yang berjalan sirkuler di sebelah dalam dari serabut radier. Serabut sirkuler ini terutama terdapat di bagian perifer dan penebalan di bagian ini membentuk annulus timpanikus. Pada pars flaksida serabut-serabut jaringan ikat berjalan tidak teratur dan lebih sedikit, sehingga pada pars flaksida membran timpani lebih tipis dan mudah tertarik oleh tekanan negatif.3. Lapisan dalam, merupakan lapisan mukosa kelanjutan dari mukosa kavum timpani.19 Bagian atap dari membran timpani adalah tegmen timpani, yang merupakan lapisan tulang tipis yang memisahkan rongga telinga tengah dengan rongga cranial. Di bagian depannya akan terdapat saluran kanal untuk keluarnya m. tensor timpani. Pada anak, di mana sutura petroskuamosanya tidak mengeras di daerah tegmen timpani ini akan menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi secara langsung dari kavum timpani ke lapisan meningen . Pada orang dewasa, perforasi pada daerah ini akan mengakibatkan infeksi secara langsung. Pada bagian posterior dari tegmen timpani tersebut akan berlanjut menjadi tegmen mastoid.19

Gambar 2.1. Membran timpani normal Dikutip dari Gray21

Tulang Pendengaran. Pada telinga tengah terdapat 3 buah tulang pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar pada transmisi energi suara dengan vibrasi dan memperkuat energi suara tersebut selama proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke telinga bagian dalam melalui foramen ovale.20 Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah :1. Malleus2. Inkus3. Stapes

Gambar 2.2. Tulang tulang pendengaran Dikutip dari Canalis RF19

Kavum timpani Kavum timpani merupakan suatu ruangan di telinga tengah yang terletak di dalam tulang temporalis, berbentuk iregular yang berisi udara, yang berasal dari ruang nasofaring melalui tuba eustakhius untuk selanjutnya ke nasofaring dan pada bagian posteriornya akan berhubungan dengan sistem sel udara dari rongga mastoid dan bagian petrosus dari tulang temporal. Pada bagian lateral akan berbatasan dengan membran timpani.16

Gambar 2.3. Kavum Timpani Dikutip dari Probst R22

Kavum timpani dilapisi oleh suatu membran mukosa yang merupakan lanjutan dari saluran pernapasan. Mukosanya pucat, tipis dan kaya akan vaskularisasi. Selnya mempunyai beberapa tipe, diantaranya sel bersilia, sel non silia dengan atau tanpa kelenjar sekretorius, dan sel goblet. Epitel yang terbentuk epitel kolumnar silindris bertingkat bersilia terutama umumnya terdapat pada daerah mukosa kavum timpani, sedangkan yang berbatasan dengan orifisium tuba, yang merupakan kelanjutan dari epitel mukosa saluran napas bagian atas, yaitu sel jenis kolumnar pseudostratified bersilia. Terutama terdapat pada daerah atap, anterior, sebagian promontorium dan hipotimpanum. Lapisan sel tersebut mengandung sel dan kelenjar yang mengsekresi mukus. Lapisan mukus yang terdapat di antara silia dihasilkan oleh sel-sel goblet. Semakin ke belakang lapisan mukosa tersebut akan berubah menjadi sel kuboid dan epitel stratified yang tidak mengandung kelenjar untuk sekresi. Silia berfungsi untuk menyapu lendir atau benda asing ke arah nasofaring dan gerakannya melawan gravitasi.16 Kavum timpani berdasarkan bentuk topografinya dibagi atas 3 ruangan:191. Epitimpanum : di daerah batas atas membran timpani2. Mesotimpanum: di antara membran timpani dan promontorium3. Hipotimpanum: di bawah batas bawah membran timpani. Epitimpanum berisi beberapa organ seperti : Malleus, sendi tulang pendengaran, badan inkus dengan berbagai macam ligament yang melekat padanya. Pada bagian anterior akan berhubungan langsung dengan sistem sel udara dari mastoid. Pada bagian medial akan berhubungan dengan bagian anterior dari kanalis semisirkularis superior dan lateral dan bagian segmen horizontal dari kanalis fasialis. Pada bagian lateral akan berhubungan dengan pars flaksida dan tepi posterosuperior dari liang telinga (scutum). Pada bagian depan dari kepala malleus terdapat anterior epitympanic recess (supratubal recess). Di mana resessus ini sangat penting untuk dilihat pada saat operasi, terutama untuk mengangkat penyakit secara utuh.16 Pada daerah epitimpanum terdapat suatu ruangan yang disebut Prussaks space. Ruangan ini merupakan daerah yang sangat penting karena merupakan daerah yang paling sering timbulnya kolesteatom. Rongga Prussak merupakan daerah berupa kantong yang dangkal yang berada di bagian posterior dari pars flaksida. Kolesteatom yang tumbuh dalam Prussaks space akan menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum dan rongga mastoid.18 Kolesteatom yang berada dalam rongga Prussak akan menyebar melalui 3 jalan:1. Rute posterior, merupakan rute yang paling sering, perluasan akan melalui ruang inkudal superior, yang berada di luar bagian posterolateral dari atik, ruang ini berada di atas bagian lateral lipatan inkudal dan tubuh inkus.2. Rute inferior merupakan rute kedua yang sering dilalui oleh kolesteatom untuk penyebarannya setelah rute pertama. Rongga Prussak mendapat pneumatisasi melalui rongga inkudal inferior (sakus superior). Jika kolesteatom keluar melalui ruang ini, maka akan mudah dilihat di daerah belakang membran timpani dalam rongga inkudal inferior.3. Rute anterior, merupakan rute yang paling jarang. Pertama kali kolesteatom akan masuk melalui kantong anterior selanjutnya masuk ke protimpanum dan mesotimpanum.18

Mesotimpanum, merupakan bagian terbesar dari ruangan pada telinga tengah. Pada bagian lateral akan berbatasan dengan pars tensa. Pada bagian superomedial terdapat segmen horizontal dari kanalis fasialis. Pada bagian medial terdapat promontorium dari koklea, yang memisahkan foramen ovale dari the round window niche. Pada bagian inferior terdapat bagian inferior dari mesotimpanum. Bagian anterior dari mesotimpanum akan bergabung dengan bagian anterior dari epitimpanum untuk membentuk protimpanum (bagian tulang tuba eustakhius yang terbuka). Sepanjang bagian posterior dari mesotimpanum merupakan sinus timpani, yang merupakan suatu resessus yang pada bagian lateralnya dibatasi oleh segmen mastoid dari kanalis fasialis. Resessus ini mempunyai ukuran yang bermacam-macam dan merupakan bagian yang mempunyai fungsi klinis yang penting pada pembedahan untuk mengatasi OMSK dan kolesteatoma, karena jika penyakit melekat pada bagian ini akan sulit untuk dibersihkan. Di bagaian lateral dari segmen mastoid juga mempunyai resessus lain yaitu facial resess, bagian ini penting dalam operasi mastoidektomi, sebagai jalan masuk ke daerah mesotimpanum dari mastoid. Facial recess ini juga pada bagian lateralnya dibatasi oleh N. korda timpani dan pada bagian superior oleh fossa incudis. Mesotimpanum berisi bagian leher dan manubrium mallei, prosessus longus dari inkus, stapes dan foramen ovale dan the round window niche.16 Hipotimpanum, merupakan bagian terendah dari ruangan telinga tengah dan mempunyai dasar berupa atap dari bulbus jugularis.16

Gambar 2.4 Batas-batas kavum timpani Dikutip dari Moore23

Batas-batas dari kavum timpani yaitu :1. Superior: tegmen timpani2. Inferior: bulbus jugularis3. Posterior: facial recess, sinus timpani, pyramidal eminence.4. Anterior: sebagai landmark utama adalah semikanal untuk m. tensor timpani, dinding untuk a. karotis interna dan orifisium tuba.5. Medial: promontorium, foramen ovale dan window, kanalis fasialis untuk segmen horizontal dan perlekatan untuk tendon otot tensor timpani.6. Lateral: membran timpani. Rongga mastoid berisi sel-sel udara mastoid mempunyai jumlah bentuk, dan ukuran yang bermacam-macam. Lapisan mukosa yang melapisinya merupakan lapisan mukosa kelanjutan dari antrum mastoid dan rongga timpani. Sel-sel udara tersebut mengisi seluruh rongga yang ada dalam prosessus mastoid, sampai dengan ke ujung mastoid (tip mastoid). Rongga mastoid terpisah dengan sinus sigmoid dan fossa kranialis posterior hanya oleh tulang yang tipis.16 Pada fase awal dari proses infeksi akan terjadi vasodilatasi dari lapisan submukosa, sehingga kelenjar mukosa akan terpicu untuk menghasilkan sekret mukoid yang kental, beberapa sel epitel akan mati dan bakteri yang normalnya terdapat dalam ruang tersebut akan memperburuk keadaan. Selanjutnya akan terbentuk PMN dalam darah dan sekret mukopurulen yang stagnan dalam telinga tengah dan mastoid akan terbentuk sebagai akibat dari kehilangan pergerakan silia dari telinga tengah dan tuba eustakhius. Jika keadaan membaik, maka keadaan tersebut akan pulih kembali. Tetapi jika keadaan terus memburuk, maka dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini akan mengakibatkan penumpukan cairan dalam ruang tersebut, penambahan dari jumlah sel kelenjar dan sel goblet yang akan menutupi sel epitel kuboid, sedangkan sel kuboid itu sendiri akan mengalami perubahan menjadi sel goblet dan sebagian berubah menjadi sel skuamousa terutama tipe non-keratinizing. Pada akhirnya akan terbentuk jaringan granulasi sebagai akhir dari proses peradangan tersebut. Lokasi dari mukosa yang mengalami kelainan selanjutnya akan berubah menjadi hiperplastik dengan disertai invasi dari fibroblast dan sel kronis lainnya seperti makrofag, plasma sel dan limfosit.19

2.1.2 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan mukoperiosteum telinga tengah yang ditandai dengan keluarnya sekret telinga yang terus menerus atau hilang timbul disertai perforasi membran timpani dan berlangsung lebih dari 6 minggu.1 Menurut Paparella (1983) pada umumnya peradangan berlangsung 12 minggu.2 2.1.3 Patogenesis Otitis Media Supuratif Kronis Patogenesis OMSK sebagian besar bermula dari otitis media akut (OMA) berulang yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kekerapan ISPA, gangguan fungsi tuba eustachius, alergi, gangguan status imun, lingkungan dan sosio ekonomi.20, 24 Faktor utama penyebab terjadinya otitis media adalah adanya obstruksi pada tuba eustakius. Dengan adanya obstruksi tuba, tekanan udara dalam rongga timpani menjadi negatif. Keadaan ini pada perjalanannya akan menimbulkan transudasi cairan dari pembuluh darah di rongga timpani. Dengan adanya mikroba kontaminan yang ada akibat gangguan drainase sekret dalam tuba eustachius, maka akan terjadi OMA dengan segala manifestasinya sampai timbul perforasi membran timpani.24 Bakteri masuk ke telinga tengah melalui nasofaring dan dipermudah dengan keadaan tuba eustachius yang terbuka dan pendek seperti pada bayi. Adanya infeksi ini akan menimbulkan respon imun di dalam tubuh yang ditandai dengan pelepasan sel-sel imun dan mediator inflamasi ke dalam telinga tengah. Fase inflamasi akut ditandai dengan hiperemi, sebukan sel-sel radang yang didominasi lekosit polimononuklear (PMN) dapat berkembang menjadi fase kronis yang ditandai dengan bergesernya sel-sel inflamasi dari PMN menjadi mononuclear (MN) yaitu makrofag, sel plasma, dan limfosit serta terbentuknya jaringan granulasi.24 Lebih jauh lagi dapat terjadi metaplasi epitel telinga tengah, yaitu perubahan epitel kuboid menjadi epitel kolumnar pseudostratified yang lebih banyak memproduksi sekret mukoid. Dalam jangka waktu yang lama, jaringan granulasi mengalami fibrosis, yang akhirnya akan terjadi perlekatan struktur di dalam telinga tengah. Penyempitan ruang antara osikel dan mukosa yang memisahkan telinga tengah dan antrum mastoid akan menganggu aerasi antrum dan mastoid, sehingga menyebabkan perubahan pada tulang dan mukosa secara permanen. Episode otore berulang dan perubahan mukosa yang permanen ditandai adanya osteogenesis, erosi tulang dan osteitis yang mengenai tulang mastoid dan tulang pendengaran.25 Selain melalui tuba eustachius, bila sudah terjadi perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap waktu. Bila proses infeksi ini berlanjut lebih dari 2 bulan, maka keadaan ini disebut sebagai OMSK. 24, 25

2.1.4 Otitis media supuratif kronis dengan kolesteatom Kolesteatom adalah suatu kantung yang terbentuk dari epitel skuamosa bertingkat yang selalu mengalami proses keratinisasi. Proses ini akan membentuk lapisan-lapisan konsentris seperti bawang yang mengisi telinga tengah dan rongga mastoid. Kolesteatom memiliki sifat sering kambuh dan mendestruksi struktur tulang disekitarnya. Juhn dkk menyatakan bahwa kolesteatom ini berhubungan dengan adanya reaksi inflamasi yang terus menerus dan 50% dari OMSK yang aktif dikaitkan dengan kolesteatom.26 Beberapa teori terbentuknya kolesteatom diantaranya teori invaginasi, metaplasia epitel telinga tengah, hiperplasia sel basal dan invasi epitel.27 Invaginasi membran timpani pada daerah atik atau posterosuperior pada pars flaksida yang kemudian akan membentuk retraction pocket (Wittmaack theory). Pada permukaan luar membran timpani yang mengalami invaginasi tersebut terjadi penumpukan epitel gepeng yang pada akhirnya akan membentuk matriks kolesteatom. Hiperplasia sel basal Sel epitel pada pada pars flaksida dapat menginvasi jaringan subepitel dengan cara berproliferasinya lapisan pada sel epitel. Sehingga lamina basalis bisa ditembus oleh lapisan epitel ini dan terbentuk mikrokolesteatom. Infeksi mengakibatkan sel basal kulit mengalami proliferasi, dan akhirnya menyebabkan terjadinya penumpukan keratin epitel gepeng. Invasi epitel (Habermanns theory) Teori ini menjelaskan terbentuknya kolesteatom yang berasal dari epitel kulit liang telinga yang masuk telinga tengah melalui lubang perforasi membran timpani , terutama pada perforasi tipe marginal, dimana annulus timpanikus sudah tidak ada lagi.

Metaplasia epitel telinga tengahTeori ini menjelaskan terjadinya transformasi mukosa telinga tengah menjadi epitel gepeng yang berkeratinisasi. Sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi proses inflamasi untuk berkeratinisasi, sehingga daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah dapat membesar karena akumulasi debris dan kontak dengan membran timpani. Dengan adanya infeksi dan inflamasi maka kolesteatom akan menyebabkan lisis dari membran dan terjadi perforasi (kolesteatom atik).

Secara makroskopis kolesteatom merupakan massa yang berwarna putih atau seperti kristal dan berkonsistensi lunak. Kolesteatom terdiri atas 3 komponen, yaitu komponen perimatriks, matriks, dan isi yang berupa jaringan nekrotik. Perimatriks disebut juga stroma kolesteatom.25 Stroma kolesteatom banyak mengandung sel radang yaitu limfosit, makrofag dan sel langerhans. Epitel kolesteatom berperan penting dalam terjadinya infiltrasi sel imun. Respon imum dimulai oleh adanya sel yang mempresentasikan antigen yaitu antigen precenting cell (APC) yang bersama MHC-II (major hystocompability complex class II) akan dikenali oleh limfosit T. untuk menimbulkan respon imun alamiah (innate imunity) diperlukan adanya human toll like receptors (TLRs) yang terdapat pada permukaan sel yaitu granulosit, monosit dan dendritic cell (DCs). TLRs tersebut dapat mengenali patogen melalui pathogen molecular patterns (PAMP) yang terdapat pada permukaan luar bakteri. Setelah terjadi ikatan antara TLRs dengan ligannya, yaitu lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif maka akan terjadi pengaktifan nuclear factor (NF)-kB transcription factor dengan akibat dilepaskannya mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF-.26 Kolesteatom akuasita telinga tengah merupakan penyakit yang berhubungan dengan inflamasi kronik karena dapat menginduksi pelepasan dari berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan. Sitokin dan faktor pertumbuhan tersebut dihasilkan oleh makrofag, limfosit, epitel dan sel-sel lain. Sitokin dan faktor pertumbuhan ini akan beraksi secara sinergis menghasilkan karakteristik kolesteatom yang agresif. Diantara sitokin dan faktor pertumbuhan tersebut yang berperan pada kolesteatom adalah IL-1, IL-6, IL-8, TGF-, TGF-, dan TNF-.26 Berbagai macam jenis bakteri dapat ditemukan pada OMSK dengan kolesteatom. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini dapat membentuk biofilm untuk meningkatkan ketahanan hidup dan bakteri ini mempunyai daya lekat yang tinggi terhadap keratinosit. Bakteri ini dalam fase biofilm mempunyai sifat 1000 kali lebih resisten terhadap antibiotik daripada bentuk bebasnya, sehingga sulit untuk dieradikasi. Hal ini menyebabkan infeksi menjadi kronik dan berulang.9 Kolesteatom biasanya muncul pada kondisi infeksi dan inflamasi, dan pembentukan kolesteatom dihubungkan dengan disregulasi molekul internal dan adanya rangsang eksternal dari produk bakteri, sitokin proinflamasi, dan faktor pertumbuhan. Kolesteatom merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, dan sebaliknya adanya infeksi ini akan menimbulkan terjadinya proliferasi, diferensiasi dan apoptosis yang tidak normal dari keratinosit. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan kolesteatom yang lebih cepat dan meningkatkan terjadinya osteolisis.

2.1.5 Diagnosis Otitis Media Supuratif Kronis Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis meliputi otorea, penurunan pendengaran, otalgia, tinitus dan vertigo. Penurunan pendengaran dan otorea merupakan gejala yang paling umum terjadi. OMSK ditandai oleh otorea yang banyak dan intermitten, bila disertai dengan kolesteatom yang terinfeksi dapat menimbulkan bau busuk. Pemeriksaan fisik yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan THT-KL, dengan perhatian terutama pada pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk ke arah komplikasi. Diagnosis OMSK dan kolesteatom telinga biasanya dilakukan dengan pemeriksaan otomikroskopi. Diperlukan aural toiletisasi untuk menghilangkan otore, debris atau lapisan kulit sehingga visualisasi dapat lebih jelas. Pemeriksaan dengan otomikroskopi akan membantu mengidentifikasi perforasi membran timpani, retraction pockets, kolesteatom dan jaringan granulasi. Pada pasien OMSK dengan kolesteatom diperlukan juga pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi yaitu foto polos Schuller dan Stenver. Pemeriksaan ini untuk melihat gambaran adanya kolesteatom berupa gambaran radiolusen berbatas tegas. Walaupun CT-Scan tulang temporal tanpa kontras dalam potongan axial dan koronal dapat lebih jelas lagi dan merupakan standar baku emas dalam memperlihatkan anatomi, perluasan penyakit.3

2.1.6 Stres Oksidatif pada Otitis Media Supuratif Kronis Stres oksidatif adalah keadaan pada saat jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas antioksidan dalam tubuh sehingga tubuh tidak dapat menetralisirnya. Akibatnya intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Kadar radikal bebas yang diproduksi melebihi antioksidan akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan sehingga terjadi stres oksidatif. Kadar ROS rendah adalah mediator yang diperlukan dalam banyak proses sel termasuk diferensiasi, siklus perkembangan sel atau apoptosis dan kekebalan. Sebaliknya, kadar tinggi dan pembuangan ROS yang tidak memadai mengakibatkan stres oksidatif, seperti yang terlihat dalam peradangan, yang dapat menyebabkan kerusakan metabolisme dan kerusakan makromolekul biologi.13 ROS dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel dengan merusak asam nukleat, protein, lemak dan sel membran pada jaringan.14 Peran stres oksidatif dalam patogenesis otitis media kronis dan kolesteatom belum sepenuhnya dieksplorasi. Penelitian prospektif yang dilakukan Baysal dkk di Turki tahun 2012, pada pasien otitis media kronis dengan dan tanpa kolesteatom didapatkan serum status oksidan total dan indeks stress oksidatif meningkat secara signifikan pada pasen OMSK dengan dan tanpa kolesteatom dibandingkan dengan kelompok kontrol. Enzim antioksidan berupa aktivitas paraoxonase dan arylesterase didapatkan menurun secara signifikan pada pasen OMSK dengan dan tanpa kolesteatom dibandingkan dengan kelompok kontrol.12 Penelitian lain dari Garca MF di Turki tahun 2013 mendapatkan aktivitas serum myeloperoxidase (MPO) dan malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE) dan nitric oxide (NO) meningkat pada pasien otitis media kronis dengan kolesteatom dibandingkan dengan kelompok otitis media kronis tanpa kolesteatom. Dari penelitian tersebut diduga stress oksidatif berperan penting pada patogenesis OMSK. Stres oksidatif yang meningkat berhubungan dengan menurunnya kadar antioksidan di dalam tubuh pada pasien dengan OMSK.18

2.1.7 Antioksidan Antioksidan berperan penting dalam tubuh manusia karena dapat menetralisasi radikal bebas dalam tubuh dengan cara memberikan satu elektronnya sehingga terbentuk molekul yang stabil dan mengakhiri reaksi radikal bebas. Antioksidan tidak hanya penting untuk menghalangi terjadinya tekanan oksidatif dan kerusakan jaringan, tetapi juga penting dalam mencegah peningkatan produksi proinflamatori sitokin, yang merupakan hasil pengaktifan dari respon pertahanan tubuh yang terjadi terus menerus. Beberapa kegunaan antioksidan adalah seperti berikut:281. Memutuskan rantai radikal bebas seperti yang dilakukan oleh vitamin E (alfa tokoferol), vitamin C (asam askorbat), vitamin A (beta karoten), uric acid dan bilirubin2. Mencegah reaksi Fenton yang dilakukan oleh protein alami misalnya albumin, transferrin, laktoferrin, caeruloplasmin, haptoglobin dan asam askorbat.3. Melalui enzim yang bersifat antioksidan yaitu enzim yang berfungsi dengan mengkatalis proses oksidasi molekul yang dilakukan oleh catalase dan glutathione peroxidase4. Mencegah terbentuknya radikal bebas5. Mengubah radikal bebas yang sangat reaktif menjadi kurang reaktif6. Memperbaiki jaringan atau sel yang telah dirusak oleh radikal bebas dan7. Menyediakan lingkungan yang baik sehingga mendorong antioksidan bekerja dengan optimal. Secara garis besarnya antioksidan dapat dibedakan berdasarkan cara kerja, sumber produksi dan jenisnya. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik.291. Antioksidan enzimatik terdiri dari glutathione peroxidases, superoxide dismutases dan catalase yang berfungsi melindungi sel dari tekanan oksidatif.2. Antioksidan non enzimatik terdiri dari : (1) Glutathione merupakan antioksidan yang sangat penting dan banyak terdapat di sitoplasma, (2) Bilirubin yaitu antioksidan yang terdapat di dalam darah, (3) Melatonin yaitu sejenis hormone yang merupakan antioksidan yang kuat dan (4) Koenzim Q yang berperan sebagai antioksidan yang larut di dalam membran lemak. Antioksidan dapat diklasifikasikan juga berdasarkan sumbernya yaitu dari endogen (dari dalam tubuh) atau eksogen (melalui diet makanan). Contoh dari antioksidan endogen adalah seperti bilirubin, thiols seperti glutathione, N-acetyl cysteine, NADPH dan NADH, ubiquinone (koenzim Q10), uric acid serta enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase. Contoh dari antioksidan eksogen adalah vitamin C, vitamin E, beta karoten dan polifenol.Berdasarkan modifikasi Niki (1996), antioksidan dapat diklasifikasikan berdasarkan peranannya yaitu :301. Antioksidan yang bertindak sebagai pencegah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan mencegah pembentukan radikal bebas melalui penguraian senyawa non radikal seperti H2O2 (contohnya catalase, glutathione peroxidase dan S-tranferase), chelation (Proses di mana molekul logam berikatan dengan radikal bebas) (contohnya Transferrin, ceruloplasmin,albumin, haptoglobin) dan mencegah O2 yang aktif (contohnya superoxide dismutase dan carotenoid).2. Antioksidan yang bertindak sebagai pemusnah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memusnahkan radikal bebas untuk menghalang rantai initiation dan menghancurkan rantai propagation. Contoh dari antioksidan ini adalah ubiquinol, vit A, vit E, carotenoid yaitu bersifat lipofilik sedangkan yang bersifat hipofilik adalah uric acid, asam askorbat, albumin dan bilirubin.3. Antioksidan yang bertindak sebagai senyawa perbaikan jaringan. Cara kerjaantioksidan ini adalah dengan memperbaiki membran jaringan yang rusak. Contoh dari antioksidan ini adalah DNA repair enzymes, protease, transferase dan lipase. Pada penelitian puluhan tahun digunakan banyak marker stress oksidatif yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan marker antioksidan. Antioksidan yang sering diukur meliputi antioksidan enzim superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT), glutathione peroxidase (GPx), ceruloplasmin, dan metalothionins, dll. Pada tahun 1990 Miller dkk, telah menciptakan suatu tes atau marker baru untuk mengukur kadar total antioksidan didalam tubuh. Marker ini dikenal dengan total antioxidant capacity (TAC). Keuntungan tes ini kita dapat mengukur kapasitas antioksidan dari semua antioksidan yang terdapat dalam sampel biologi tubuh termasuk serum.31

2.2 Kerangka Pemikiran

Inflamasi kronis telinga tengah

EndotoxinSitokin pro inflamasi(IL1,IL6,IL8,TNF-)OMSK

Tanpa kolesteatom Dengan kolesteatom Destruksi tulang

ROS ROS

Stres Oksidatif

Total antioksidan

Gambar 2.5 Skema Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dirumuskan premis sebagai berikut :Premis 1: ROS meningkat pada keadaan inflamasi Premis 2: Pada OMSK terjadi inflamasi kronis pada telinga tengahPremis 3: Inflamasi pada telinga tengah meningkatkan ROS pada serum darahPremis 4: Stres oksidatif terjadi pada ketidakseimbangan antara ROS dan antioksidan didalam tubuh.Premis 5:OMSK dengan kolesteatom merupakan infeksi kronis dan persisten yang dapat menyebabkan destruksi tulang

2.3 HipotesisBedasarkan kerangka pemikiran dan premis diatas, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :1. Terdapat perbedaan kadar antioksidan total pada otitis media supuratif kronis dengan orang normal.2. Terdapat perbedaan kadar antioksidan total pada otitis media supuratif kronis dengan dan tanpa kolesteatom.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pasien dengan OMSK dengan dan tanpa kolesteatom, yang datang berobat ke Poliklinik THT-KL RS. Dr. Hasan Sadikin dan akan menjalani operasi mastoidektomi yang termasuk ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi lembar persetujuan (informed consent). Sebagai subjek pembanding atau kontrol adalah orang sehat serta bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi lembar persetujuan (informed consent).Kriteria inklusi:1. Pasien OMSK tanpa kolesteatom 2. Pasien OMSK dengan kolesteatom Kriteria eksklusi1. Pasien dengan riwayat penyakit kronis lain seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru, penyakit hati dan ginjal, dan keganasan2. Pasien yang mengkonsumsi obat-obat vitamin dan atau suplemen antioksidan.3. Pasien dengan riwayat merokok4. Status gizi kurang BMI < 18,5

3.2 Bahan dan Alat Penelitian1. Serum darah perifer dari subjek penelitian yang diambil sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.2. Spuit disposible 3 cc3. Kapas alkohol Pengukuran kadar serum antioksidan total dengan bahan serum darah perifer subjek penelitian dilakukan secara serentak di laboratorium Patologi Klinik RS. Hasan Sadikin Bandung dengan metode ELISA setelah seluruh sampel terkumpul. Selama proses pengumpulan, serum disimpan di Laboratorium Patologi Klinik RSHS dalam lemari pendingin dengan suhu -80C. Reagen yang digunakan adalah Human Total Antioxidant Capacity (T-AOC) Elisa kit dari MyBioSource.Inc

3.3 Metode Penelitian3.3.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah merupakan penelitian analitik komparatif dengan rancangan cross sectional, sampel penelitian diambil dari pasien OMSK yang datang ke Poliklinik THT-KL FK UNPAD/RS Hasan Sadikin yang akan menjalani operasi mastoidektomi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.2 Ukuran Sampel Ukuran sampel dibuat berdasarkan rumus untuk menguji dua rata-rata data tidak berpasangan, yaitu :n = 2s2 (Z + Z)2 d2

Keterangan :n = ukuran sampel perkelompokZ, Z= nilai deviat Z yang diperoleh dari tabel distribusi normal standar untuk taraf signifikansi dan power test 1 yang dipilihs= standar deviasi gabungd= besarnya perbedaan antioksidan total

Pada penelitian ini taraf signifikansi 5 % (Z = 1,96) dan power test 90 % (Z = 1,28).Besarnya s diperoleh dari penelitian Baysal E (tahun 2013), (s = 0,14)Besarnya d ditentukan secara klinis bermakna = 0,2Makan = 2s2 (Z + Z)2 d2

n = 2 x 0,142 (1,96 + 1,28)20,22

n = 10,28 11

Dari perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak (n) = 11 sampel per kelompok.3.3.3 Identifikasi Variabel3.3.3.1 Variabel PenelitianVariabel bebas : Pasien OMSK tanpa kolesteatom Pasien OMSK dengan kolesteatom

Variabel terikat : Kadar antioksidan total serum

Variabel perancu : Usia Lama keluhan

3.3.3.2 Definisi Operasional Variabel1.OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah lebih dari 2 bulan, terus menerus atau hilang timbul, purulen maupun mukopurulen. Terdapat perforasi membran timpani atik, marginal, maupun perforasi sub total. Pada otitis media kronis dengan kolesteatom didapatkan pada daerah kavum timpani kolesteatom dengan gambaran klinis berupa jaringan berwarna putih kekuningan menyerupai kristal kolesterol dengan aroma kolesteatom dan pada pemeriksaan radiologi posisi schuller dan stenver ditemukan bayangan kolesteatom berupa gambaran radiolusens berbatas tegas.Alat ukur: Pemeriksaan fisik dengan otoskopi dan radiologi posisi Schuller dan Stenver.Cara ukur : Melihat dan mencatat hasil pemeriksaan fisik dan radiologiHasil ukur : OMSK dengan kolesteatom atau tanpa kolesteatomSkala ukur : Nominal yaitu OMSK dengan kolesteatom dan tanpa kolesteatom

2. Antioksidan total adalah kadar seluruh antioksidan dalam tubuh. Terdiri dari antioksidan enzymatic dan non enzymatic.Alat ukur: Metode ELISA Cara ukur : Kadar total antiokxidant capacity (T-AOC) yang diperiksa diambil dari darah perifer pada masing-masing kelompok perlakuan (penderita OMSK dengan dan tanpa kolesteatom serta kontrol) sebanyak 3 cc yang kemudian dikirimkan ke Laboratorium Patologi Klinik RSHS Bandung untuk selanjutnya dilakukan penyimpanan pada lemari pendingin dengan suhu -80C hingga semua sampel terkumpul.Hasil ukur : dalam satuan pq/mlSkala ukur : interval (numerik)

3.3.4 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data Pasien dengan OMSK dengan dan tanpa kolesteatom yang datang ke Poliklinik THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL, pemeriksaan laboratorium lengkap serta pemeriksaan radiologi foto Schuller Stenver dan dijelaskan tentang tindakan operatif yang akan dilakukan. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, diberikan penjelasan prosedur penelitian yang akan dilakukan serta apabila pasien setuju dan mengerti tentang prosedur keikutsertaan penelitian, pasien menandatangani persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel darah pasien pagi hari sebelum operasi. Sampel darah dikumpulkan dan disimpan di lemari pendingin di Bagian Laboratorium Patologi Klinik RS.Hasan Sadikin dan jika jumlah sampel sudah terpenuhi dilakukan pemeriksaan total antioksidant capacity dengan metode ELISA

3.3.5 Rancangan Analisis Semua analisis data akan menggunakan program komputer SPSS for Windows 18.0, diolah dan dianalisis secara statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis t-test jika data berdistribusi normal dan analisis uji Mann Whitney jika data tidak berdistribusi normal. Uji normalitas data digunakan Shapier Wilk (n < 50). Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p < 0,05.

3.3.6 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Poliklinik Otologi THT-KL RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung, Ruang Rawat Inap RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung, Laboratorium Patologi Klinik RS. Dr. Hasan sadikin Bandung. Waktu penelitian dimulai dari sejak usulan penelitian ini disetujui sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3.7 Aspek Etik Penelitian Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap calon subjek penelitian, terlebih dahulu pasien diberi penjelasan secara lengkap mengenai prosedur penelitian lengkap, mulai dari tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan, keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul. Keuntungan bagi pasien berupa pembebasan seluruh biaya penelitian, meliputi biaya transportasi, biaya pemeriksaan laboratorium, biaya pengobatan dan biaya jika terjadi komplikasi pada penelitian ditanggung oleh peneliti. Ketidaknyamanan pemeriksaan adalah saat dilakukan pengambilan bahan penelitian, yaitu pengambilan sampel darah perifer dari pembuluh darah vena di fosa kubiti. Prosedur pengambilan darah akan dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku di RSHS. Apabila calon subjek menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian ini maka mereka diminta untuk menandatangani surat persetujuan tertulis (informed consent).

3.3.8 Tabel ModelTabel 1. Karakteristik subjek penelitian (n=11)Karakteristikn(kontrol)n(OMSK tanpa kolesteatom)n(OMSK dengan kolesteatom)

1. Jenis Kelamin- Laki-Laki- Perempuan

2. Usia (tahun) :40- Rerata (SD)- Median- Rentang

Keterangan :SD : Standar Deviasin : jumlah subjek penelitian

Tabel 2. Lama sakit pada subyek penelitian OMSK dengan dan tanpa kolesteatomaLama sakitOMSK tanpa kolesteatom

OMSK dengan kolesteatom

n%n%

< 5 Tahun

6- 10 tahun

> 10 tahun

Total

Tabel 3. Kadar antioksidan total pada pasien OMSK dengan dan tanpa kolesteatomOMSK tanpa kolesteatom(Rerata SD)OMSK dengan kolesteatom(Rerata SD)Kontrol(Rerata SD)

Kadar antioksidanTotal

3.3.9 Alur Kerja

Pasien OMSKAnamnesis, pemeriksaan fisik (otoskopi)Rontgen Schuller & Stenver

OMSK tanpa kolesteatom OMSK dengan kolesteatom

Pasien normal

KontrolPenapisan kriteria penelitianInformed consentPengambilan sampel darahPengumpulan sampelPemeriksaan antioksidan totalAnalisis dataDAFTAR PUSTAKA

1.Proctor B. Chronic Otitis Media and Mastoiditis.Edisi ke second. Philadelphia: WB Saunders Company; 1980.2.Paparella MM AG, Levine SC. Disease of the Middle Ear and Mastoid.Edisi ke 6. Otolaryngology BFo, penyunting. Philadelphia: WB Saunders Company; 1989.3.Anonim. Chronic Suppurative Otitis Media, Burden of illness and Management Options.Edisi. Geneva Switzerland: World Health Organitation; 2004.4.Morris P. Chronic Suppurative Otitis Media. Clinical Evidence. 2012;2012:0507.5.Lambert PR CR, editor. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.6.Data Morbiditas penderita rawat jalan periode Januari 2012 Desember 2013. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Universitas Padjajaran.RS Hasan Sadikin Bandung.7. Maniu A, Harabagiu O, Maria PS, dkk. Molecular Biology of Cholesteatoma. Rom J Morphol Embryol.2014; 55(1):7-13.8. Frickman H ZE. Cholesteatoma a Pontensial Consequence of Chronic Middle Ear Inflamation. J Otolaryngology. 2012:1-5.9.Chole AR, TB F. Evidence for Microbial Biofilms in Cholesteatomas. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2005;128:1129-33.10. Doner F DN, Dogru H. The Role of free oxygen radicals in experimental otitis media. Journal of Basic & Clinical Physiology & Pharmacology. 2002;13(1):33-9.11.Taysi S MR, Koc M, Yazici AT, dkk. Melatonin reduces oxidative stress in the rat lens due to radiation-induced oxidative injury. Int J Radiat Biol. 2008;84:803-8.12.Baysal E, Aksoy N, Kara F, dkk. Oxidative stress in chronic otitis media. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2013; (270):1203-8.13.Aktan B GC, Ucuncu H, dkk. Anti inflammatory effect of erythromycin on histamine induced otitis media with effusion in guinea pigs. J Laryngol Otol. 2004;118:97-101.14.Yilmaz T KE, Besler HT. The role of oxidants and antioxidants in otitis media with effusion in children. Otolaryngol Head and Neck Surg. 2004;131(6):797-803.15.Semaan MT MC. The Pathophysiology of Cholesteatoma. Otolaryngol Clin North Am. 2006;39(6):1143-59.16.Ursick JA FJ. Primary Acquired Cholesteatoma. Ear Nose Throat J. 2012;91(5):188.17.Koc S AN, Bilinc H, dkk. Paraoxonase and arylesterase activity and total oxidative/antioxidative status in patients with chronic adenotonsillitis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2011;75(11):1364-7.18.Garca MF, Aslan M, Tuna B, dkk. Serum myeloperoxidase activity, total antioxidant capacity and nitric oxide levels in patients with chronic otitis media. J Membrane Biol.2013; 246:519-24.19.Canalis RF, Lambert PR. Anatomy nd Embryology of the Auditory and Vestibular System. Dalam The Ear Comprehensive Otology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2006; 2:38-5120. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005; 14-24.21.Drake RL, Vogh W, Mitchell AW. Gray's Anatomy for students. Elsivier. 2007; 855-5822. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy, Physiology and Examination of the Middle Ear. Dalam Basis Otorhinolaryngology. New York: Thieme. 2006; 11:228-3423. Moore KL DA. Clinically Oriented Anatomy.Edisi ke 5. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.24.Chole RA, Nason R. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma. Dalam Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-17. Philadelphia. BC Decker INC. 2009; 217-2725.Dhingra PL. 2007. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media. Dalam Disease of Ear, Nose and Throat. Edisi ke 5. New Delhi. India. Elsevier. 2007; 87-9.26. Juhn SK JM, Hoffman MD, dkk. The Role of Inflammatory Mediators in the Pathogenesis of Otitis Media and Sequelae. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology. 2008;1(3):117-38.27.Meyer T, Lambert P, dkk. Cholesteatoma. Dalam Bailey's Head & Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5. Lippincott Williams & Wilkins. 2014; 151(2): 2433-45.28. Wahlqvist ML. Antioxidant relevance to human health. Asia Pac J Clin Nutr. 2013;22(2):171-6.29.Hamid A, Usman L. Antioxidants: Its medicinal and pharmacological applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 2010;4(8):142-51.30.Valco M, et al. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology. 2007;39:44-84.31.Kusano C, Ferrari B. Total Antioxidant Capacity: a biomarker in biomedical and nutritional studies. Journal of Cell and Molecular Biology. 2008;7(1):1-15.

DAFTAR PUSTAKA

1.Proctor B. Chronic Otitis Media and Mastoiditis.Edisi ke second. Philadelphia: WB Saunders Company; 1980.2.Paparella MM AG, Levine SC. Disease of the Middle Ear and Mastoid.Edisi ke 6. Otolaryngology BFo, penyunting. Philadelphia: WB Saunders Company; 1989.3.Anonim. Chronic Suppurative Otitis Media, Burden of illness and Management Options.Edisi. Geneva Switzerland: World Health Organitation; 2004.4.Morris P. Chronic Suppurative Otitis Media. Clinical Evidence. 2012;2012:0507.5.Lambert PR CR, editor. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.6.Data Morbiditas penderita rawat jalan periode Januari 2012 Desember 2013Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Universitas Padjajaran.RS Hasan Sadikin Bandung.7.Maniu A HO, Maria PS, dkk. Molecular Biology of Cholesteatoma. Rom J Morphol Embryol. 2014;55(1):7-13.8.Frickman H ZE. Cholesteatoma a Pontensial Consequence of Chronic Middle Ear Inflamation. J Otolaryngology. 2012:1-5.9.Chole AR, TB F. Evidence for Microbial Biofilms in Cholesteatomas. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2005;128:1129-33.10.Doner F DN, Dogru H. The Role of free oxygen radicals in experimental otitis media. Journal of Basic & Clinical Physiology & Pharmacology. 2002;13(1):33-9.11.Taysi S MR, Koc M, Yazici AT, dkk. Melatonin reduces oxidative stress in the rat lens due to radiation-induced oxidative injury. Int J Radiat Biol. 2008;84:803-8.12.Baysal E, Aksoy N, Kara F, S T. Oxidative stress in chronic otitis media. Eur Arch Otorhinolaryngol 2013(270):1203-8.13.Aktan B GC, Ucuncu H, dkk. Anti inflammatory effect of erythromycin on histamine induced otitis media with effusion in guinea pigs. J Laryngol Otol. 2004;118:97-101.14.Yilmaz T KE, Besler HT. The role of oxidants and antioxidants in otitis media with effusion in children. Otolaryngol Head and Neck Surg. 2004;131(6):797-803.15.Semaan MT MC. The pathophysiology of cholesteatoma. Otolaryngol Clin North Am. 2006;39(6):1143-59.16.Ursick JA FJ. Primary acquired cholesteatoma. Ear Nose Throat J. 2012;91(5):188.17.Koc S AN, Bilinc H, dkk. Paraoxonase and arylesterase activity and total oxidative/antioxidative status in patients with chronic adenotonsillitis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2011;75(11):1364-7.18.Garca MF, Aslan M, Tuna B, dkk. Serum myeloperoxidase activity, total antioxidant capacity and nitric oxide levels in patients with chronic otitis media. J Membrane Biol. 2013;246:519-24.19.Canalis RF, PR L. The Ear Comprehensive Otology.Edisi. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.20.Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis.Edisi.: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.21.Drake RL VW, Mitchell AW. Gray's Anatomy for students. Elsivier; 2007 [cited.22.Probst R, Grevers G, H I. Basis Otorhinolaryngology.Edisi. New York: Thieme; 2006.23.Moore KL DA. Clinically Oriented Anatomy.Edisi ke 5. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.24.Chole RA, R N. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma.Edisi ke 17. Philadelphia: BC Decker; 2009.25.Dhingra. Diseases of Ear, Nose and Throat.Edisi ke 3. New Delhi India: Elsevier; 2004.26.Juhn SK JM, Hoffman MD, dkk. The Role of Inflammatory Mediators in the Pathogenesis of Otitis Media and Sequelae. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology. 2008;1(3):117-38.27.Meyer T LP, dkk. Cholesteatoma.Edisi. Lippincott Williams & Wilkins; 2014.28.M W. Antioxidant relevance to human health. Asia Pac J Clin Nutr. 2013;22(2):171-6.29.Hamid A UL. Antioxidants: Its medicinal and pharmacological applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 2010;4(8):142-51.30.Valco M LD, et al. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology. 2007;39:44-84.31.Kusano C FB. Total Antioxidant Capacity: a biomarker in biomedical and nutritional studies. Journal of Cell and Molecular Biology. 2008;7(1):1-15.