skenario b blok 22 tahun 2013 selvi
TRANSCRIPT
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 1/19
A. Skenario
Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba
mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa menit
sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi
direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut. Riwayat pernah makan kaplet
amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan dokter karena infeksi tenggorokan
yang dialaminya namun tidak ada keluhan selama makan obat tersebut. Menurut
penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang keluar bentol-
bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat asma. Ibunya
sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi ;
frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen 60%
Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung
120x/menit, regular.
Pemeriksaan laboratorium :
Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam
B. Klarifikasi istilah
1. Pusing : atau dizziness, gangguan perasaan dari hubungan
terhadap ruangan, sensasi tidak kokoh dengan perasaan kepala berputar atau
pusing.
2. Keringat dingin :
3. Sesak nafas : atau dispnea, keadaan kesulitan bernafas, atau sesak
4. Amoxicillin : derivat semisintetik dari ampicilin, efektif terhadap
spektrum luas bakteri gram positif dan gram negatif
5. Ceftriaxon : sefalosporin yang resisten terhadap beta laktamase
semi sintetis dan efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan gram
negatif. Dipakai dalam bentuk garam natrium biasanya.
6. Infeksi : invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan
tubuh tertama yang menyebabkan cidera, seluler, lokal, akibat kompetisi
metabolisme, toksik, replikasi interaseluler atau respon antigen antibodi.
7. Bentol-bentol merah dan Gatal : atau urtikaria
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 2/19
8. Asma : keadaan yang ditandai dengan serangan berulang
dispnea paroxismal, dengan mengi akibat kontraksi spasmodik. Pada beberapa
kasus asma, terdapat manifestasi alergi pada orang – orang yang peka atau yang
lain dicetuskan oleh latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, atau stres
psikologis.
9. Ekzema : proses peradangan superfisial yang terutama mengenai
epidermis dan ditandai mula-mula dengan kemerahan, rasa gatal, papul serta
vesikel kecil-kecil, basah, perembesan cairan yang meleleh keluar serta krusta dan
kemudian pembentukan skuama, likenifikasi serta pigmentasi.
10. Sopor : tingkat kesadaran dimana pasien tidur yang terlalu
dalam
11. Saturasi oksigen : ukuran seberapa banyak, persentase oksigen yang
mampu dibawa oleh hemoglobin.
12. Wheezing : mengi.
13. Diff count : atau hitung jenis leukosit, nilai komponen-komponen
sel yang menyusun sel darah putih.
14. LED : sebuah pengukuran seberapa cepat sel-sel darah merah
jatuh ke dasar ke sebuah tabung uji yang merupakan indikator penyakit infeksi
dan tingkat inflamasi.
C. Identifikasi masalah
1. Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba
mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa
menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi
direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut.
2. Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan
dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun tidak ada keluhan
selama makan obat tersebut.
3. Menurut penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang
keluar bentol-bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat
asma. Ibunya sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.
4. Pemeriksaan fisik :
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 3/19
Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi
; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen
60%
Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung
120x/menit, regular.
5. Pemeriksaan laboratorium :
Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam
D. Analisis Masalah
1. Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba
mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa
menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi
direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut.
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme keluhan pusing, keringat dingin, sesak
nafas lalu tidak sadar setelah beberapa menit?
- Pusing : anafilaksis peleparan pembuluh darah & peningkatan
permeabilitas dinding kapiler resistensi pembuluh darah menurun &
banyak cairan intravaskuler yang keluar ke ruang interstitial hipotensi
penurunan penghantaran O2 ke otak pusing
- Keringat dingin : Anafilaksis pelebaran pembuluh darah
maldistribusi volum sirkulasi aliran darah balik menurun Tekanan
darah turun baroreseptor arteri (sinus karotikus dan arkus aorta) dan
reseptor regangan vaskular merespon penurunan tersebut Perubahan
yang ditangkap oleh reseptor tersebut memberikan stimulus kepada saraf
simpatis yang menyebabkan keringat dingin.
- Sesak nafas : terjadi penyumbatan saluran nafas atau bawah atau keduanya
Diduga terjadi akibat pelepasan histamine endogen. Leukotrien siteinil
berperan mengubah mekanisme paru yang mungkin menyebabkan
konstriksi hebat pada bronkus.
Anafilaksis pelebaran pembuluh darah maldistribusi volum sirkulasi
aliran darah balik menurun tekanan darah menurun tekanan
perfusi menurun hipoksia jaringan sesak
- Tidak sadarkan diri : anafilaksis peleparan pembuluh darah &
peningkatan permeabilitas dinding kapiler resistensi pembuluh darah
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 4/19
menurun & banyak cairan intravaskuler yang keluar ke ruang interstitial
hipotensi penurunan penghantaran O2 ke otak Tidak sadarkan diri.
b. Bagaimana Farmakologi (Farmakokinetik, farmakodinamik, kontraindikasi,
indikasi, interaksi obat, dosis dan efek samping) dari obat ceftriaxon?
c. Hubungan penggunaan obat ceftriaxon dengan kasus?
Reaksi hipersensitivitas terhadap sefalosporin merupakan efek samping yang
paling umum dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa sefalosporin
berkemungkinan lebih besar atau lebih kecil menyebabkan sensitisasi
semacam itu, reaksi tersebut tampaknya identik dengan reaksi yang
disebabkan oleh penisilin, dan hal ini kemungkinan berkaitan dengan struktur
struktur beta laktam yang sama pada kedua golongan antibiotic tersebut.
Teramati terjadinya reaksi segera seperti anafilaksis, bronkospasme dan
urtikaria. Yang lebih umum adalah timbulnya ruam makulopapular yang
biasanya terjadi setelah beberapa hari terapi, ruam ini dapat atau tanpa disertai
demam dan eosinofilia.
Karena kemiripan sturktur penisilin dan sefalosporin, pasien yang alergi
terhadao salah satu kelompok senyawa dapat mengalami reaktivitas silang jika
diberi salah satu obat dan anggota golongan lainnya. Penelitian imunologi
menunjukkan terjadinya reaktivitas silang sebesar 20% pasien yang alergi
terhadap penisilin. Namun penelitian klinis menunjukkan frekuensi yang jauh
lebih rendah yaitu 1% untuk reaksi semacam itu. Tidak ada uji pada kulit yang
secara meyakinkan dapat memperkirakan apakah seorang pasien akan
mengalami reaksi alergi terhadap sefalosporin atau tidak.
Pasien dengan riwayat reaksi hipersensitivitas penisilin yang ringan atau
sementara tampaknya memiliki risiko yang rendah mengalami ruam atau
rekasi alergi setelah pemberian suatu sefalosporin. Namun, pada pasien yang
baru mengalami reaksi segera dan parah terhadap suatu penisilin, pemberian
sefalosporin harus sangat berhati-hati atau jangan diberikan. Reaksi coombs
yang positif sering terjadi pada pasien yang menerima sefalosporin dosis
tinggi, hemolisis biasanya tidak dikaitkan dengan fenomena ini, walaupun
pernah dilaporkan terjadi. (goodman & gilman dasar farmakologi terapi vol 3
Ed 10)
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 5/19
d. Bagaimana cara pemeriksaan tes kulit terhadap obat ceftriaxon?
Untuk tes dengan reaktivitas segera, tes dilakukan dengan menusuk kulit
sambil memasukkan alergan yang berupa ekstrak cair sehingga menimbulkan
tes epidermis atau tes tusuk atau dengan menyuntikan dalam jumlah kecil
(biasanya 0,02 ml) secara intrakutan.
e. Apa indikasi dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon?
Tes kulit yang menimbulkan reaksi kemerahan dan urtikaria memberikan
korelasi yang berguna untuk evaluasi klinis secara terperinci namun reaksi
positif yang kuat sekalipun hanya menunjukkan “apartus” imunologik
terhadap respondan tidak memberikan jaminan bahwa gejala itu timbul akibat
terpaan dnegan allergen reaktif.
Manfaat tes kulit adalah untuk menyokong atau menolak kesan yang diperoleh
dalam pemeriksaan klinis.
f. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap reaksi shock
anafilaktik? Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa pada manusia usia,
jenis kelamin, ras, pekerjaan atau letak geografis menyebabkan predisposisi
timbulnya anafilasis kecuali melalui pajanan imunogen. Berdasarkan banyak
penelitian, atopi tidak menyebabkan seseorang memiliki predisposisi terhadap
anafilaksis akibat terapi penisilin atau bisa sengatan serangga (Prinsip-prinsip
ilmu penyakit dalam Harrison ed 13 vol 4).
g. Bagaimana Sign and simptoms untuk shock anafilaktik ?
Manifestasi klinis lainnya meliputi gatal, angioderma, edema laring, urtikaria,
bronkospasme, hipotensi, disritmia, keram pada gastrointestinal, angioderma
(patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson ed.6 Vol 1)
2. Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan
dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun tidak ada keluhan
selama makan obat tersebut.
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 6/19
a. Bagaimana Farmakologi (Farmakokinetik, farmakodinamik, kontraindikasi,
indikasi, interaksi obat, dosis dan efek samping) dari obat amoxicillin?
Amoksisilin : obat ini merupakan penisilin semisintetik yang rentan terhadap
penisilinase dan secara kimia serta farmakologis berhubungan dekat dengan
ampisilin. Obat ini stabil dalam suasana asam dan dirancang untuk
penggunaan oral. Absorpsinya dari saluran gastrointestinal lebih cepat dan
lebih sempurna daripada ampisilin, yang menjadi perbedaan utama antara
keduanya. Spectrum antimikroba amoksisilin pada dasarnya sama dengan
ampisilin, dengan kekecualian penting yakni bahwa amoksisilin tampaknya
tidak begitu efektif untuk shigelosis dibanding ampisilin.
Konsentrasi puncak amoksisilin dalam plasma adalah 2 – 2 ½ kali lebih tinggi
daripada ampisilin setelah pemberian oral dengan dosis yang sama.
Konsentrasi tersebut dicapai dalam waktu 2 jam dan rata-rata sekitar 4 ug/ml
jika diberikan 250 mg. adanya makanan tidak memengaruhi absorpsinya.
Mungkin karena absorpsinya yang lebih sempurna, insiden diare akibat
amoksisilin lebih sedikit dibandingkan setelah pemberian ampisilin. Insiden
efek samping lain tampaknya sama. Meskipun waktu paruh amoksisilin serupa
dengan ampisilin, konsentrasi efektif amoksisilin pada pemberian oral yang
terdeteksi dalam plasma dua kili lebih lama dibandingkan ampisilin, dan juga
dikarenakan absorpsi yang lebih sempurna. Sekitar 20% amoksisilin terikat
oleh protein plasma, jumlahnya mirip dengan ampisilin. Sebagian besar dosis
antibiotic ini diekskresikan dalam bentuk aktif dalam urin. Probenesid dapat
menunda ekskresi obat ini.(goodman & gilman dasar farmakologi terapi vol 3
Ed 10)
b. Mengapa penggunaan amoxicillin tidak terjadi reaksi seperti keluhan di atas?
c. Apakah infeksi tenggorokan dan amoxicillin ada keterkaitannya dengan shock
anafilaktik ? Jelaskan!
3. Menurut penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang
keluar bentol-bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat
asma. Ibunya sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 7/19
a. Bagaimana hubungan riwayat atopi keluarga dengan keluhan yang dialami
nn.A?
Berbagai regio kromosom terkait dengan atopi dan asma, terutama dengan
lokus pada kromosom 5,6,11,12,13 dan 16. Berbagai lokus genetic mempunyai
asosiasi dengan penyakit alergi, antara lain tiga lokus yang berhubungan
dengan asma dan dermatitis atopi yaitu 5q31-33, 11q13dan 13q12-14.
Kromosom 5q31-36 yang mengandung gen sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan
GM-CSF yang diekspresikan oleh sel Th-2 menunjukkan peran penting factor
genetic pada alergi.
Atopi adalah kecenderungan genetic untuk memproduksi IgE antibody
terpapar allergen. Suatu studi epidemiologi menyebutkan bahwa factor genetic
berpengaruh pada keluarga atopi. Kromosom 5q telah diketahui memiliki
peranan pada pelepasan produksi IgE. Daerah MHC kromosom 6 telah
menunjukkan konstiten keterkaitan asma-terkait fenotip dalam beberapa studi
dan menjadi lokus utama yang mempengaruhi penyakit alergi yang berperan
dalam pengenalan aeroallergen sedangkan kromosom 11 yang berperan
sebagai reseptor IgE dengan afinitas kuat pada mastosit.
b. Mengapa adiknya (nn.A) bila makan ikan laut atau udang keluar bentol-bentol
merah dan gatal dan bagaimana keterkaitan dengan keluhan yang dialaminya?
Kegagalan tubuh untuk dapat mentoleransi suatu makanan akan merangsang
imunoglobulin E (IgE), yang mempunyai reseptor pada sel mast, basofil dan
juga pada sel makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit dengan
afinitas yang rendah. Ikatan IgE dan alergen makanan akan melepaskan
mediator histamin, prostaglandin dan leukotrien dan akan menimbulkan
vasodilatasi, kontraksi otot polos dan sekresi mucus yang akan menimbulkan
gejala reaksi hipersensitivitas tipe I. Sel mast yang aktif akan melepaskan juga
sitokin yang berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I yang lambat. Bila
alergen dikonsumsi berulang kali, sel mononuklear akan dirangsang untuk
memproduksi histamin releasing factor (HRF) yang sering terjadi pada
seorang yang menderita dermatitis atopi. (Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,
Desember 2001)
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 8/19
c. Bagaimana mekanisme riwayat atopi yang bermanifestasi sebagai asma dan
ekzema pada kasus ini?
4. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi
; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen
60%
Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing , frekuensi denyut jantung
120x/menit, regular.
a. Jelaskan interpretasi & mekanisme dari pemeriksaan fisik yang meliputi :
- Keadaan umum : kesadaran sopor; tekanan darah 60 mmHg, palpasi ;
frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi
oksigen 60%
- Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing , frekuensi denyut
jantung 120x/menit, regular.
Konten Keadaan pasien Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
Keadaan Umum Sopor Sadar abnormal anafilaksis peleparan
pembuluh darah &
peningkatan permeabilitas
dinding kapiler resistensi
pembuluh darah menurun &
banyak cairan intravaskuler
yang keluar ke ruang
interstitial hipotensi
Sopor
Suhu 36,8oC 36,2oC - 37,5oC Normal -
Tekanan darah 60 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi anafilaksis peleparan
pembuluh darah &
peningkatan permeabilitas
dinding kapiler resistensi
pembuluh darah menurun &
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 9/19
banyak cairan intravaskuler
yang keluar ke ruang
interstitial hipotensi
Frekuensi nafas 36x/menit 18-24x/menit Takipnea Obstruksi pada saluran nafas
Frekuensi nadi 120x/menit,
regular
60-100x/menit,
regular
Takikardia
Saturasi oksigen 60% 95-100%
auskultasi paru terdengar
wheezing
Obstruksi Bronkus
frekuensi
denyut jantung
120x/menit,
regular.
60-100x/menit Takikardia
(mekanisme nya ada di patologi robbin dan kumar)
5. Pemeriksaan laboratorium :
Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam
a. Jelaskan interpretasi & mekanisme dari pemeriksaan laboratorium yang
meliputi : leukosit 11.000/mm3, diff count : 0/4/7/70/18/1 ( shift to the left )
Konten Keadaan pasien Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
Hemoglobin 12,5 gr% 12-16 gr% Normal -
leukosit 11.000/mm 5.000-10.000/mm Leukositosis Peningkatan jumlah sel darah
putih ini menandakan ada
proses infeksi di dalam
tubuh.
diff count
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
0
4
7
70
18
1
0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%
Normal
Meningkat
Meningkat
Normal
Menurun
Menurun
Shift to the left
LED 10 mm/Jam 0-20 mm/jam Normal -
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 10/19
6. Apa diagnosis banding pada kasus?
Bila ada kehilangan kesadaran dan tidak ada maneifestasi klinis pada kulit, dd nya
meliputi emboli paru, aritmia jantung, perdarahan serebrovaskuler, emboli atau
thrombosis, gangguan kejang, aspirasi benda asing, dan keracunan makanan.
7. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ?
8. Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus?
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 11/19
reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis didasarkan pada gambaran klinis yang
terjadi. Kriteria diagnosis klinis dari reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis
yaitu onset akut dari penyakit (menit-beberapa jam) yang berkaitan dengan
paparan sebelumnya dengan melibatkan sistem kulit/mukosa dan jaringan
bawah kulit (reaksi hipersensitivitas akut). Sedangkan bila disertai manifestasi
1 atau lebih (sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal)
disebut anafilaksis. Triptase dilepaskan oleh sel mast baik pada reaksi
anafilaksis maupun reaksi anafilaktoid dan kadarnya selalu meningkat pada
reaksi berat.
Peningkatan serum triptase di dalam serum adalah sementara, mencapai
puncaknya rata-rata 1 jam pasca timbulnya reaksi.
Derajat klinis dari reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis dibedakan oleh Brown
(2004), menjadi:
1). Ringan (hanya melibatkan kulit dan jaringan di bawah kulit) seperti:
eritema generalisata, urtikaria, angioedema/edema periorbita.
2). Sedang (melibatkan sistem respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal) seperti :
sesak nafas, stridor, mengi, mual, muntah, pusing ( pre syncope), rasa tidak enak
di tenggorokan dan dada serta nyeri perut.
3). Berat (hipoksia, hipotensi, syok dan manifestasi neurologis) seperti: sianosis
(SpO2 • 90%), hipotensi (SBP < 90 mmHg pada dewasa), kolaps, penurunan
kesadaran dan inkontinensia.
Reaksi dengan derajat ringan dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas akut,
sedangkan untuk derajat sedang dan berat merupakan gambaran klinis anafilaksis
9. Apa working diagnosis pada kasus? Pasien menderita syok anafilaksis setelah
mendapatkan obat ceftriakson
10. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka
kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat
penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60
menit penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk
dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta penduduk.Sementara di Indonesia, khususnya
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 12/19
di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total
pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada
tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan
dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-
kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur,
anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang
tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi
11. Apa saja faktor resiko pada kasus?
Faktor risiko yang berasosiasi dengan beratnya derajat klinis antara lain umur,
jenis kelamin, alergen (antibiotik, analgetik, makanan), sengatan serangga,
riwayat alergi dan asma, derajat hipersensitivitas/respon imun penderita
12. Bagaimana patogenesis pada kasus?
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian
terikat pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya,
alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen
antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari
granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis
SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam
arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin.
Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine
(SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada
permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1 menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme
pembuluh darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 13/19
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 14/19
karena intubasi orofaring atau trakeostomi mungkin perlu dilakukan untuk
mencegah asfiksia karena edema laring.
Hipotensi dapat dikoreksi langsung dengan mengganti volume plasma dnegan
larutan salin normal, satu setengah larutan salin normal atau plasma, untuk
menormalkan tekanan darah sering diperlukan beberapa liter cairan.
Obat-obat vasokonstriktor seperti epinefrin mungkin bermanfaat, tapi tanpa
penggantian volume urin darah yang memadai, manfaat epinefrin terbatas, fungsi
obat ini adalah untuk membatasi dan membalikkan proses anafilaksis. Dosis yang
dipakai 0,3 ml 1:1000 dapat disuntikan subkutan dan jika perlu dapat diulang
beberapa kali dnegan interval 15 menit. Pada hipotensi berat, penyerapan
epinefrin dari depot subkutan berjalan lambat. Jika terjadi syok, obat ini dapat
diencerkan menjadi 1:10.000 dan diberikan secara perlahan melalui intravena
untuk mendapatkan dosis total sebanding.
Adrenokortikosteroid sering diberikan karena pengaruhnya menguntungkan pada
keadaan radang dan permeabilitas pembuluh darah yang abnormal, tapi manfaat
yang diperoleh tidak timbul segera. Walaupun steroid dapat menyelamatkan jiwa
pada syok yang telah berlangsung lama, obat ini sebaiknya diberikan setelah jalan
udara diamankan, penggantian volum sudah dimulai dan epinefrin sudah
diberikan. (patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson Ed.6 vol 1)
14. Bagaimana cara pencegahan pada kasus?
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 15/19
- Menghindari allergen yang telah dikenal bagi individu tertentu penting
sekali untuk mengurangi risiko anafilaksis..
- Menyediakan obat-obat yang bisa dibeli bebas, atau jika memungkinkan
menyediakan jarum suntik berisi epinefrin. Orang seperti ini harus mampu
menggunakan obat dengan dosis 0,3 ml secara subkutan untuk dirinya
sendiri, dan menggunakan turniket jika ekstremitasnya terserang.
- Imunoterapi dengan pemberian racun murni yang diencerkan, dalam dosis
yang meningkat secara bertahap, sangat efektif untuk mengurangi risiko
anafilaksis, jika dosis yang cukup diberikan dalam beberapa bulan
(patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson Ed.6 vol 1)
15. Apa komplikasi pada kasus? Kematian adalah komplikasi yang paling
dikhawatirkan pada kasus ini
16. Bagaimana prognosis pada kasus?
17. SKDI? 3B : gawat darurat
Hipotesis : nn. 20 tahun diduga menderita shock anafilaksis disebabkan oleh tes kulit
terhadap obat ceftriakson
LEARNING ISSUE
1. Imunologi dasar
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 16/19
2. Reaksi hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen
yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 17/19
II. Reaksi sensitivitas II atau sitotoksik atau sitolitik
Terjd krn dibentuk ab jenis IgG atau IgM thd antigen yg merupakan sel pejamu
Rx diawali o/ rx antara ab dan determinan ag yg merup bag dr membran sel tgt apakah
komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.
Istilah sitolitik lebih tepat rx yg tjd disebabkan lisis dan bukan efek toksik.
Ab mengaktifkan sel yg memiliki reseptor Fcy_R dan juga sel NK yg berperan sbg sel
efektor dan menimbulkan kerusakan mel ADCC.
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 18/19
Rx tipe II menunjukkan berbagai manifestasi klinik
8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI
http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 19/19
3. reaksi anafilaktik
Bahan yang mampu mencetuskan reaksi anafilaktik sistemik pada manusia antara lain
adalah : protein heterolog dalam bentuk hormone (insulin, vasopressin, parathormon),
enzim (tripsin, kimotripsin, penisilinase) ekstrak tepung sari (ragweed, rumput,
pohon), makanan (telur, makanan laut, kacang-kacangan, biji-bijian, minyak jarak,
coklat), antiserum (gama-globulin antilimfosit), protein pekerjaan (produk karet),
Hymenoptera, polisakarida dan yang paling sering adalah obat , misalnya antibiotic
(penisilin, sefalosporin, amfoterisin B, nitrofurantoin), anestesi local, vitamin, bahan
diagnostic dan bahan kimia pada pekerjaan yang dianggap berfungsi sebagai hapten
yang membentuk konjugat imunogenik dengan pejamu.