skenario b blok 22 tahun 2013 selvi

19
A. Skenario  Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut. Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun tidak ada keluhan selama makan obat tersebut. Menurut  penuturan kakaknya, adi knya tersebut bila makan ikan laut atau udang keluar bentol -  bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat asma. Ibunya sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8 o C; tekanan darah 60 mmHg, palpasi ; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen 60% Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung 120x/menit, regular. Pemeriksaan laboratorium : Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm 3 , diff count  : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam B. Klarifikasi istilah 1. Pusing : atau dizziness, gangguan perasaan dari hubungan terhadap ruangan, sensasi tidak kokoh dengan perasaan kepala berputar atau  pusing. 2. Keringat dingin : 3. Sesak nafas : atau dispnea, keadaan kesulitan bernafas, atau sesak 4. Amoxicillin : derivat semisintetik dari ampicilin, efektif terhadap spektrum luas bakteri gram positif dan gram negatif 5. Ceftriaxon : sefalosporin yang resisten terhadap beta laktamase semi sintetis dan efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan gram negatif. Dipakai dalam bentuk garam natrium biasanya. 6. Infeksi : invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh tertama yang menyebabkan cidera, seluler, lokal, akibat kompetisi metabolisme, toksik, replikasi interaseluler ata u respon antigen antibodi. 7. Bentol-bentol merah dan Gatal : atau urtikaria

Upload: alivia-nabdakh-cloche

Post on 04-Jun-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 1/19

A.  Skenario

 Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba

mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa menit

sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi

direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut. Riwayat pernah makan kaplet

amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan dokter karena infeksi tenggorokan

yang dialaminya namun tidak ada keluhan selama makan obat tersebut. Menurut

 penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang keluar bentol-

 bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat asma. Ibunya

sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi ;

frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen 60%

Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung

120x/menit, regular.

Pemeriksaan laboratorium :

Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count  : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam

B.  Klarifikasi istilah

1.  Pusing : atau dizziness, gangguan perasaan dari hubungan

terhadap ruangan, sensasi tidak kokoh dengan perasaan kepala berputar atau

 pusing.

2.  Keringat dingin :

3.  Sesak nafas : atau dispnea, keadaan kesulitan bernafas, atau sesak

4.  Amoxicillin : derivat semisintetik dari ampicilin, efektif terhadap

spektrum luas bakteri gram positif dan gram negatif

5.  Ceftriaxon : sefalosporin yang resisten terhadap beta laktamase

semi sintetis dan efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan gram

negatif. Dipakai dalam bentuk garam natrium biasanya.

6.  Infeksi : invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan

tubuh tertama yang menyebabkan cidera, seluler, lokal, akibat kompetisi

metabolisme, toksik, replikasi interaseluler atau respon antigen antibodi.

7.  Bentol-bentol merah dan Gatal : atau urtikaria

Page 2: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 2/19

8.  Asma : keadaan yang ditandai dengan serangan berulang

dispnea paroxismal, dengan mengi akibat kontraksi spasmodik. Pada beberapa

kasus asma, terdapat manifestasi alergi pada orang  –  orang yang peka atau yang

lain dicetuskan oleh latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, atau stres

 psikologis.

9.  Ekzema : proses peradangan superfisial yang terutama mengenai

epidermis dan ditandai mula-mula dengan kemerahan, rasa gatal, papul serta

vesikel kecil-kecil, basah, perembesan cairan yang meleleh keluar serta krusta dan

kemudian pembentukan skuama, likenifikasi serta pigmentasi.

10. Sopor : tingkat kesadaran dimana pasien tidur yang terlalu

dalam

11. Saturasi oksigen : ukuran seberapa banyak, persentase oksigen yang

mampu dibawa oleh hemoglobin.

12. Wheezing : mengi.

13.  Diff count   : atau hitung jenis leukosit, nilai komponen-komponen

sel yang menyusun sel darah putih. 

14. LED : sebuah pengukuran seberapa cepat sel-sel darah merah

 jatuh ke dasar ke sebuah tabung uji yang merupakan indikator penyakit infeksi

dan tingkat inflamasi.

C.  Identifikasi masalah

1.   Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba

mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa

menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi

direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut.

2.  Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan

dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun tidak ada keluhan

selama makan obat tersebut.

3.  Menurut penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang

keluar bentol-bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat

asma. Ibunya sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.

4.  Pemeriksaan fisik :

Page 3: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 3/19

Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi

; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen

60%

Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung

120x/menit, regular.

5.  Pemeriksaan laboratorium :

Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count  : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam

D.  Analisis Masalah

1.   Nn. A 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba

mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa

menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon, dimana obat tadi

direncanakan akan disuntikan ke pasien tersebut.

a.  Bagaimana etiologi dan mekanisme keluhan pusing, keringat dingin, sesak

nafas lalu tidak sadar setelah beberapa menit?

-  Pusing : anafilaksis   peleparan pembuluh darah & peningkatan

 permeabilitas dinding kapiler resistensi pembuluh darah menurun &

 banyak cairan intravaskuler yang keluar ke ruang interstitial  hipotensi

 penurunan penghantaran O2 ke otak pusing

-  Keringat dingin : Anafilaksis   pelebaran pembuluh darah  

maldistribusi volum sirkulasi   aliran darah balik menurun Tekanan

darah turun   baroreseptor arteri (sinus karotikus dan arkus aorta) dan

reseptor regangan vaskular merespon penurunan tersebut   Perubahan

yang ditangkap oleh reseptor tersebut memberikan stimulus kepada saraf

simpatis yang menyebabkan keringat dingin.

-  Sesak nafas : terjadi penyumbatan saluran nafas atau bawah atau keduanya

Diduga terjadi akibat pelepasan histamine endogen. Leukotrien siteinil

 berperan mengubah mekanisme paru yang mungkin menyebabkan

konstriksi hebat pada bronkus.

Anafilaksis  pelebaran pembuluh darah  maldistribusi volum sirkulasi

  aliran darah balik menurun   tekanan darah menurun   tekanan

 perfusi menurun hipoksia jaringan  sesak

-  Tidak sadarkan diri : anafilaksis   peleparan pembuluh darah &

 peningkatan permeabilitas dinding kapiler resistensi pembuluh darah

Page 4: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 4/19

menurun & banyak cairan intravaskuler yang keluar ke ruang interstitial 

hipotensi penurunan penghantaran O2 ke otak Tidak sadarkan diri.

 b.  Bagaimana Farmakologi (Farmakokinetik, farmakodinamik, kontraindikasi,

indikasi, interaksi obat, dosis dan efek samping) dari obat ceftriaxon?

c.  Hubungan penggunaan obat ceftriaxon dengan kasus?

Reaksi hipersensitivitas terhadap sefalosporin merupakan efek samping yang

 paling umum dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa sefalosporin

 berkemungkinan lebih besar atau lebih kecil menyebabkan sensitisasi

semacam itu, reaksi tersebut tampaknya identik dengan reaksi yang

disebabkan oleh penisilin, dan hal ini kemungkinan berkaitan dengan struktur

struktur beta laktam yang sama pada kedua golongan antibiotic tersebut.

Teramati terjadinya reaksi segera seperti anafilaksis, bronkospasme dan

urtikaria. Yang lebih umum adalah timbulnya ruam makulopapular yang

 biasanya terjadi setelah beberapa hari terapi, ruam ini dapat atau tanpa disertai

demam dan eosinofilia.

Karena kemiripan sturktur penisilin dan sefalosporin, pasien yang alergi

terhadao salah satu kelompok senyawa dapat mengalami reaktivitas silang jika

diberi salah satu obat dan anggota golongan lainnya. Penelitian imunologi

menunjukkan terjadinya reaktivitas silang sebesar 20% pasien yang alergi

terhadap penisilin. Namun penelitian klinis menunjukkan frekuensi yang jauh

lebih rendah yaitu 1% untuk reaksi semacam itu. Tidak ada uji pada kulit yang

secara meyakinkan dapat memperkirakan apakah seorang pasien akan

mengalami reaksi alergi terhadap sefalosporin atau tidak.

Pasien dengan riwayat reaksi hipersensitivitas penisilin yang ringan atau

sementara tampaknya memiliki risiko yang rendah mengalami ruam atau

rekasi alergi setelah pemberian suatu sefalosporin. Namun, pada pasien yang

 baru mengalami reaksi segera dan parah terhadap suatu penisilin, pemberian

sefalosporin harus sangat berhati-hati atau jangan diberikan. Reaksi coombs

yang positif sering terjadi pada pasien yang menerima sefalosporin dosis

tinggi, hemolisis biasanya tidak dikaitkan dengan fenomena ini, walaupun

 pernah dilaporkan terjadi. (goodman & gilman dasar farmakologi terapi vol 3

 Ed 10)

Page 5: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 5/19

 

d.  Bagaimana cara pemeriksaan tes kulit terhadap obat ceftriaxon?

Untuk tes dengan reaktivitas segera, tes dilakukan dengan menusuk kulit

sambil memasukkan alergan yang berupa ekstrak cair sehingga menimbulkan

tes epidermis atau tes tusuk atau dengan menyuntikan dalam jumlah kecil

(biasanya 0,02 ml) secara intrakutan.

e.  Apa indikasi dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon?

Tes kulit yang menimbulkan reaksi kemerahan dan urtikaria memberikan

korelasi yang berguna untuk evaluasi klinis secara terperinci namun reaksi

 positif yang kuat sekalipun hanya menunjukkan “apartus” imunologik

terhadap respondan tidak memberikan jaminan bahwa gejala itu timbul akibat

terpaan dnegan allergen reaktif.

Manfaat tes kulit adalah untuk menyokong atau menolak kesan yang diperoleh

dalam pemeriksaan klinis.

f.  Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap reaksi  shock

anafilaktik? Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa pada manusia usia,

 jenis kelamin, ras, pekerjaan atau letak geografis menyebabkan predisposisi

timbulnya anafilasis kecuali melalui pajanan imunogen. Berdasarkan banyak

 penelitian, atopi tidak menyebabkan seseorang memiliki predisposisi terhadap

anafilaksis akibat terapi penisilin atau bisa sengatan serangga (Prinsip-prinsip

ilmu penyakit dalam Harrison ed 13 vol 4).

g.  Bagaimana Sign and simptoms untuk shock anafilaktik ?

Manifestasi klinis lainnya meliputi gatal, angioderma, edema laring, urtikaria,

 bronkospasme, hipotensi, disritmia, keram pada gastrointestinal, angioderma

(patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson ed.6 Vol 1) 

2.  Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu yang diresepkan

dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun tidak ada keluhan

selama makan obat tersebut.

Page 6: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 6/19

a.  Bagaimana Farmakologi (Farmakokinetik, farmakodinamik, kontraindikasi,

indikasi, interaksi obat, dosis dan efek samping) dari obat amoxicillin?

Amoksisilin : obat ini merupakan penisilin semisintetik yang rentan terhadap

 penisilinase dan secara kimia serta farmakologis berhubungan dekat dengan

ampisilin. Obat ini stabil dalam suasana asam dan dirancang untuk

 penggunaan oral. Absorpsinya dari saluran gastrointestinal lebih cepat dan

lebih sempurna daripada ampisilin, yang menjadi perbedaan utama antara

keduanya. Spectrum antimikroba amoksisilin pada dasarnya sama dengan

ampisilin, dengan kekecualian penting yakni bahwa amoksisilin tampaknya

tidak begitu efektif untuk shigelosis dibanding ampisilin.

Konsentrasi puncak amoksisilin dalam plasma adalah 2 –  2 ½ kali lebih tinggi

daripada ampisilin setelah pemberian oral dengan dosis yang sama.

Konsentrasi tersebut dicapai dalam waktu 2 jam dan rata-rata sekitar 4 ug/ml

 jika diberikan 250 mg. adanya makanan tidak memengaruhi absorpsinya.

Mungkin karena absorpsinya yang lebih sempurna, insiden diare akibat

amoksisilin lebih sedikit dibandingkan setelah pemberian ampisilin. Insiden

efek samping lain tampaknya sama. Meskipun waktu paruh amoksisilin serupa

dengan ampisilin, konsentrasi efektif amoksisilin pada pemberian oral yang

terdeteksi dalam plasma dua kili lebih lama dibandingkan ampisilin, dan juga

dikarenakan absorpsi yang lebih sempurna. Sekitar 20% amoksisilin terikat

oleh protein plasma, jumlahnya mirip dengan ampisilin. Sebagian besar dosis

antibiotic ini diekskresikan dalam bentuk aktif dalam urin. Probenesid dapat

menunda ekskresi obat ini.(goodman & gilman dasar farmakologi terapi vol 3

 Ed 10) 

 b.  Mengapa penggunaan amoxicillin tidak terjadi reaksi seperti keluhan di atas?

c.  Apakah infeksi tenggorokan dan amoxicillin ada keterkaitannya dengan  shock

anafilaktik ? Jelaskan!

3.  Menurut penuturan kakaknya, adiknya tersebut bila makan ikan laut atau udang

keluar bentol-bentol merah dan gatal. Kakak perempuannya mempunyai riwayat

asma. Ibunya sering berobat ke dokter karena penyakit ekzema yang dideritanya.

Page 7: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 7/19

a.  Bagaimana hubungan riwayat atopi keluarga dengan keluhan yang dialami

nn.A?

Berbagai regio kromosom terkait dengan atopi dan asma, terutama dengan

lokus pada kromosom 5,6,11,12,13 dan 16. Berbagai lokus genetic mempunyai

asosiasi dengan penyakit alergi, antara lain tiga lokus yang berhubungan

dengan asma dan dermatitis atopi yaitu 5q31-33, 11q13dan 13q12-14.

Kromosom 5q31-36 yang mengandung gen sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan

GM-CSF yang diekspresikan oleh sel Th-2 menunjukkan peran penting factor

genetic pada alergi.

Atopi adalah kecenderungan genetic untuk memproduksi IgE antibody

terpapar allergen. Suatu studi epidemiologi menyebutkan bahwa factor genetic

 berpengaruh pada keluarga atopi. Kromosom 5q telah diketahui memiliki

 peranan pada pelepasan produksi IgE. Daerah MHC kromosom 6 telah

menunjukkan konstiten keterkaitan asma-terkait fenotip dalam beberapa studi

dan menjadi lokus utama yang mempengaruhi penyakit alergi yang berperan

dalam pengenalan aeroallergen sedangkan kromosom 11 yang berperan

sebagai reseptor IgE dengan afinitas kuat pada mastosit.

 b.  Mengapa adiknya (nn.A) bila makan ikan laut atau udang keluar bentol-bentol

merah dan gatal dan bagaimana keterkaitan dengan keluhan yang dialaminya?

Kegagalan tubuh untuk dapat mentoleransi suatu makanan akan merangsang

imunoglobulin E (IgE), yang mempunyai reseptor pada sel mast, basofil dan

 juga pada sel makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit dengan

afinitas yang rendah. Ikatan IgE dan alergen makanan akan melepaskan

mediator histamin, prostaglandin dan leukotrien dan akan menimbulkan

vasodilatasi, kontraksi otot polos dan sekresi mucus yang akan menimbulkan

gejala reaksi hipersensitivitas tipe I. Sel mast yang aktif akan melepaskan juga

sitokin yang berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I yang lambat. Bila

alergen dikonsumsi berulang kali, sel mononuklear akan dirangsang untuk

memproduksi histamin releasing factor (HRF) yang sering terjadi pada

seorang yang menderita dermatitis atopi. (Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,

 Desember 2001) 

Page 8: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 8/19

c.  Bagaimana mekanisme riwayat atopi yang bermanifestasi sebagai asma dan

ekzema pada kasus ini?

4.  Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8oC; tekanan darah 60 mmHg, palpasi

; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi oksigen

60%

Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing , frekuensi denyut jantung

120x/menit, regular.

a.  Jelaskan interpretasi & mekanisme dari pemeriksaan fisik yang meliputi :

-  Keadaan umum : kesadaran sopor; tekanan darah 60 mmHg, palpasi ;

frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi

oksigen 60%

-  Keadaan spesifik : auskultasi paru terdengar wheezing , frekuensi denyut

 jantung 120x/menit, regular.

Konten Keadaan pasien Keadaan normal Interpretasi Mekanisme

Keadaan Umum Sopor Sadar abnormal anafilaksis   peleparan

 pembuluh darah &

 peningkatan permeabilitas

dinding kapiler resistensi

 pembuluh darah menurun &

 banyak cairan intravaskuler

yang keluar ke ruang

interstitial   hipotensi  

Sopor

Suhu 36,8oC 36,2oC - 37,5oC Normal -

Tekanan darah 60 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi anafilaksis   peleparan

 pembuluh darah &

 peningkatan permeabilitas

dinding kapiler resistensi

 pembuluh darah menurun &

Page 9: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 9/19

 banyak cairan intravaskuler

yang keluar ke ruang

interstitial  hipotensi

Frekuensi nafas 36x/menit 18-24x/menit Takipnea Obstruksi pada saluran nafas

Frekuensi nadi 120x/menit,

regular

60-100x/menit,

regular

Takikardia

Saturasi oksigen 60% 95-100%

auskultasi paru terdengar

wheezing  

Obstruksi Bronkus

frekuensi

denyut jantung

120x/menit,

regular.

60-100x/menit Takikardia

(mekanisme nya ada di patologi robbin dan kumar)

5.  Pemeriksaan laboratorium :

Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff count  : 0/4/7/70/18/1, LED : 10 mm/Jam

a.  Jelaskan interpretasi & mekanisme dari pemeriksaan laboratorium yang

meliputi : leukosit 11.000/mm3, diff count  : 0/4/7/70/18/1 ( shift to the left )

Konten Keadaan pasien Keadaan normal Interpretasi Mekanisme

Hemoglobin 12,5 gr% 12-16 gr% Normal -

leukosit 11.000/mm   5.000-10.000/mm Leukositosis Peningkatan jumlah sel darah

 putih ini menandakan ada

 proses infeksi di dalam

tubuh.

diff count

Basofil

Eosinofil

 Neutrofil batang

 Neutrofil segmen

Limfosit

Monosit

0

4

7

70

18

1

0-1%

1-3%

2-6%

50-70%

20-40%

2-8%

 Normal

Meningkat

Meningkat

 Normal

Menurun

Menurun

Shift to the left

LED  10 mm/Jam 0-20 mm/jam Normal -

Page 10: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 10/19

6.  Apa diagnosis banding pada kasus?

Bila ada kehilangan kesadaran dan tidak ada maneifestasi klinis pada kulit, dd nya

meliputi emboli paru, aritmia jantung, perdarahan serebrovaskuler, emboli atau

thrombosis, gangguan kejang, aspirasi benda asing, dan keracunan makanan.

7.  Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ?

8.  Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus?

Page 11: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 11/19

reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis didasarkan pada gambaran klinis yang

terjadi. Kriteria diagnosis klinis dari reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis

yaitu onset akut dari penyakit (menit-beberapa jam) yang berkaitan dengan

 paparan sebelumnya dengan melibatkan sistem kulit/mukosa dan jaringan

 bawah kulit (reaksi hipersensitivitas akut). Sedangkan bila disertai manifestasi

1 atau lebih (sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal)

disebut anafilaksis. Triptase dilepaskan oleh sel mast baik pada reaksi

anafilaksis maupun reaksi anafilaktoid dan kadarnya selalu meningkat pada

reaksi berat.

Peningkatan serum triptase di dalam serum adalah sementara, mencapai

 puncaknya rata-rata 1 jam pasca timbulnya reaksi.

Derajat klinis dari reaksi hipersensitivitas akut/anafilaksis dibedakan oleh Brown

(2004), menjadi:

1). Ringan (hanya melibatkan kulit dan jaringan di bawah kulit) seperti:

eritema generalisata, urtikaria, angioedema/edema periorbita.

2). Sedang (melibatkan sistem respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal) seperti :

sesak nafas, stridor, mengi, mual, muntah, pusing ( pre syncope), rasa tidak enak

di tenggorokan dan dada serta nyeri perut.

3). Berat (hipoksia, hipotensi, syok dan manifestasi neurologis) seperti: sianosis

(SpO2 •   90%), hipotensi (SBP < 90 mmHg pada dewasa), kolaps, penurunan

kesadaran dan inkontinensia.

Reaksi dengan derajat ringan dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas akut,

sedangkan untuk derajat sedang dan berat merupakan gambaran klinis anafilaksis

9.  Apa working diagnosis pada kasus? Pasien menderita syok anafilaksis setelah

mendapatkan obat ceftriakson

10. Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka

kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat

 penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60

menit penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk

dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta penduduk.Sementara di Indonesia, khususnya

Page 12: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 12/19

di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total

 pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada

tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.

Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan

 bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan

dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-

kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur,

anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang

tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi

11. Apa saja faktor resiko pada kasus?

Faktor risiko yang berasosiasi dengan beratnya derajat klinis antara lain umur,

 jenis kelamin, alergen (antibiotik, analgetik, makanan), sengatan serangga,

riwayat alergi dan asma, derajat hipersensitivitas/respon imun penderita

12. Bagaimana patogenesis pada kasus?

Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap

alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem

 pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan

 pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian

terikat pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya,

alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen

antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari

granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis

SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam

arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin.

Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine

(SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus

menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.

Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada

 permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1 menyebabkan

 peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme

 pembuluh darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi

Page 13: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 13/19

Page 14: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 14/19

karena intubasi orofaring atau trakeostomi mungkin perlu dilakukan untuk

mencegah asfiksia karena edema laring.

Hipotensi dapat dikoreksi langsung dengan mengganti volume plasma dnegan

larutan salin normal, satu setengah larutan salin normal atau plasma, untuk

menormalkan tekanan darah sering diperlukan beberapa liter cairan.

Obat-obat vasokonstriktor seperti epinefrin mungkin bermanfaat, tapi tanpa

 penggantian volume urin darah yang memadai, manfaat epinefrin terbatas, fungsi

obat ini adalah untuk membatasi dan membalikkan proses anafilaksis. Dosis yang

dipakai 0,3 ml 1:1000 dapat disuntikan subkutan dan jika perlu dapat diulang

 beberapa kali dnegan interval 15 menit. Pada hipotensi berat, penyerapan

epinefrin dari depot subkutan berjalan lambat. Jika terjadi syok, obat ini dapat

diencerkan menjadi 1:10.000 dan diberikan secara perlahan melalui intravena

untuk mendapatkan dosis total sebanding.

Adrenokortikosteroid sering diberikan karena pengaruhnya menguntungkan pada

keadaan radang dan permeabilitas pembuluh darah yang abnormal, tapi manfaat

yang diperoleh tidak timbul segera. Walaupun steroid dapat menyelamatkan jiwa

 pada syok yang telah berlangsung lama, obat ini sebaiknya diberikan setelah jalan

udara diamankan, penggantian volum sudah dimulai dan epinefrin sudah

diberikan. (patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson Ed.6 vol 1)

14. Bagaimana cara pencegahan pada kasus?

Page 15: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 15/19

-  Menghindari allergen yang telah dikenal bagi individu tertentu penting

sekali untuk mengurangi risiko anafilaksis..

-  Menyediakan obat-obat yang bisa dibeli bebas, atau jika memungkinkan

menyediakan jarum suntik berisi epinefrin. Orang seperti ini harus mampu

menggunakan obat dengan dosis 0,3 ml secara subkutan untuk dirinya

sendiri, dan menggunakan turniket jika ekstremitasnya terserang.

-  Imunoterapi dengan pemberian racun murni yang diencerkan, dalam dosis

yang meningkat secara bertahap, sangat efektif untuk mengurangi risiko

anafilaksis, jika dosis yang cukup diberikan dalam beberapa bulan

(patofisiologi Sylvia A.Price and Wilson Ed.6 vol 1)

15. Apa komplikasi pada kasus? Kematian adalah komplikasi yang paling

dikhawatirkan pada kasus ini

16. Bagaimana prognosis pada kasus?

17. SKDI? 3B : gawat darurat

Hipotesis : nn. 20 tahun diduga menderita shock anafilaksis disebabkan oleh tes kulit

terhadap obat ceftriakson

 LEARNING ISSUE

1.  Imunologi dasar

Page 16: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 16/19

 

2.  Reaksi hipersensitivitas

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen

yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

Page 17: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 17/19

 

II. Reaksi sensitivitas II atau sitotoksik atau sitolitik

  Terjd krn dibentuk ab jenis IgG atau IgM thd antigen yg merupakan sel pejamu

  Rx diawali o/ rx antara ab dan determinan ag yg merup bag dr membran sel tgt apakah

komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.

  Istilah sitolitik lebih tepat rx yg tjd disebabkan lisis dan bukan efek toksik.

  Ab mengaktifkan sel yg memiliki reseptor Fcy_R dan juga sel NK yg berperan sbg sel

efektor dan menimbulkan kerusakan mel ADCC.

Page 18: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 18/19

  Rx tipe II menunjukkan berbagai manifestasi klinik

Page 19: Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

8/13/2019 Skenario B BLOK 22 Tahun 2013 SELVI

http://slidepdf.com/reader/full/skenario-b-blok-22-tahun-2013-selvi 19/19

 

3.  reaksi anafilaktik

Bahan yang mampu mencetuskan reaksi anafilaktik sistemik pada manusia antara lain

adalah : protein heterolog dalam bentuk hormone (insulin, vasopressin, parathormon),

enzim (tripsin, kimotripsin, penisilinase) ekstrak tepung sari (ragweed, rumput,

 pohon), makanan (telur, makanan laut, kacang-kacangan, biji-bijian, minyak jarak,

coklat), antiserum (gama-globulin antilimfosit), protein pekerjaan (produk karet),

Hymenoptera, polisakarida dan yang paling sering adalah obat , misalnya antibiotic

(penisilin, sefalosporin, amfoterisin B, nitrofurantoin), anestesi local, vitamin, bahan

diagnostic dan bahan kimia pada pekerjaan yang dianggap berfungsi sebagai hapten

yang membentuk konjugat imunogenik dengan pejamu.