skenario a blok 17 tahun 2015 analisis masala
DESCRIPTION
tgsTRANSCRIPT
ANALISIS MASALAH
1. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi terus menerus. Nn.Anita hanya
mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.
a. Bagaimana mekanisme kerja obat penurun panas terhadap Nn.Anita ?
Obat penurun panas biasanya dari golongan analgesik-antipiretik. Mekanisme penurun panas
nya dengan cara mengembalikan keseimbangan alat pengatur suhu tubuh yang ada di
hipotalamus, karena pada keadaan demam keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas terganggu. Obat tersebut akan menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis PG sehingga tidak terjadi peningkatan set point pada hipotalamus. Ada hipotesis
mengatakan bahwa obat tersebut bekerja pada COX-3 yang terletak pada sentral otak
2. Ibu dari Nn.Anita diketahui mengidap hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.
a. Bagaimana cara penularan penyakit hepatitis B ? (bahas jugo khususnyo mamak anak ini)
Cara penularan virus Hepatitis B
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum
atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis
B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif
kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi
mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok
etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus
hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.
Hepatitis B ditularkan kepada orang lain apabila darah atau cairan tubuh (misalnya air liur,
air mani dan lelehan vagina) yang berisi virus hepatitis B memasuki tubuh seseorang melalui:
• Kulit pecah
• Selaput lendir
• Aliran darah dengan bersama-sama menggunakan alat suntik, atau menggunakan jarum
setelah seorang yang terinfeksi, luka jarum, atau alat tercemar.
• Berhubungan kelamin dengan seorang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom.
• Hepatitis B juga dapat ditularkan kepada bayi pada saat lahir dari ibu yang terinfeksi
Tidak dapat terinfeksi virus hepatitis B melalui:
batuk
berpelukan
gigitan/sengatan serangga
penggunaan bersama kamar mandi dan fasilitas toilet
penggunaan bersama peralatan memasak dan peralatan makan
kolam renang
b. Bagaimana hubungan riwayat ibu yang terkena hepatitis B sejak 1th yg lalu dengan
keluhan Nn.Anita sekarang ?
Hubungannya adalah Nn. Anita memiliki faktor resiko yaitu ibu dengan riwayat hepatitis.
Sehingga Nn. Anita memiliki resiko lebih tinggi terkena hepatitis B
3. Analisis aspek klinis :
a. Bagaimana etiologi pada kasus ini ?
Terjadinya Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta mengandung genoma
DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus
berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat fungsi serangan ini sistem
kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka virus dapat
terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan Hepatitis B kronis
(si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh
proses ini liver mengalami peradangan (Misnadiarly, 2007).
b. Apa faktor resiko dan komplikasi pada kasus ?
Faktor resiko
Anak dengan Ibu HBsAg positif
Sering berganti pasangan seksual + riwayat PHS
Penerima transfusi darah yang terkontaminasi
Pekerja kesehatan yang sering berhubungan dengan darah
Komplikasi
Penderita Hepatitis B Kronik dapat berakhir menjadi sirosis hati atau kanker hati
(Karsinoma Hepatoceluler). Sirosis dan kanker hati sering menimbulkan komplikasi
berat berupa pendarahan saluran cerna hingga Koma Hepatik (Dalimartha, 2004)
c. Bagaimana penatalaksanaan farmakologi dan non-farmakologi pada kasus ini ?
Nonfarmakologi
Non-Farmakologi
Pasien hepatitis B harus menghindar kontak seksual sampai antigenemia hilang. menghindari
semua hepatitisatotoksin, terutama alcohol. pengaturan diet yang tepat dapat mempercepat
pemulihan fungsi hati. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein
dan mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya
hiperamonia. Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan
makanan cukup untuk mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja hati.
Syaratnya adalah sebagai berikut :3,6
1. Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein disesuaikan
dengan keadaan penderita.
2. Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi
pendeita.
3. Cukup vitamin dan mineral.
4. Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air.
5. Mudah dicerna dan tidak merangsang.
6. Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan
Kelompok Makanan Sehari-hari
Secara praktis, makanan sehari-hari dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok kuning
Makanan yang digunakan sebagai sumber energi seperti nasi, kentang, minyak, gula, dan kue.
Asupan makanan dari kelompok ini harus ditetapkan jumlahnya perhari.
2. Kelompok hijau
Kelompok makanan yang harus dimakan sesuai kebutuhan. Contohnya sayur-sayuran dan
buah-buahan. Karena mengandung serat, makanan ini bisa mencegah sembelit. Makanan ini
mengandung pula vitamin dan mineral.
3. Kelompok merah
Terdiri atas makanan banyak protein misalnya daging, telur, ikan dan lain-lain. Konsumsi
makanan kelompok ini harus berhati-hati karena bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih akan
mengakibatkan peningkatan kadar ammonia dalam darah.
Farmakologi
Pada saat konsesus ini dibuat, obat yang tersedia dan telah diterima diberbagai negara adalah
interferon a (IFN konvensional), pegylatec interferon a-2a, lamivudine, adefovir dipivoxil
dan entecavir. Thymosin a-1 juga telah diterima dibeberapa negara khususnya di Asia.
Interferon (IFN_)
Bekerja sebagai imunomodulator, antiproliferatif, dan antiviral. IFN adalah obat pertama
yang digunakan untuk terapi hepatitis B kronik. Yang beredar saat ini adalah interferon alfa
2a dan 2b, serta pegilasi alfa 2a dan 2b. IFN berikatan dengan reseptor pada membran sel
untuk menghasilkan protein yang berfungsi sebagai pertahanan sel terhadap virus hepatitis B.
IFN mengaktivasi makrofag, sel natural killer (NK), sel sitokin dan limfosit T sitotoksik serta
memodulasi pembentukan antibody yang akan meningkatkan respon imun host untuk
melawan virus hepatitis B. HBeAg serokonversi dan HBsAg loss pada pasien HBeAg positif
hepatitis B kronik mencapai 33 % dan 7.8 % setelah 16 minggu pengobatan dibandingkan 12
% dan 1.8% pada kontrol. Sedangkan HBV DNA tak terdeteksi hanya mencapai 50 % pada
pasien HBeAg positif. Relaps sering ditemukan pada pasien HBeAg negatif walaupun HBV
DNA sudah tak terdeteksi. Genotip hepatitis B dapat digunakan untuk memprediksi respon
peg-IFN alfa 2b, dimana HBeAg loss dan HBsAg loss lebih tinggi pada genotip A dan B
dibanding genotip C dan D. Terapi IFN biasanya disertai efek samping flu-like symptom,
neutropenia, trombositopenia.
Lamivudine (LDV)
Bekerja dengan memutuskan sintesis DNA virus dan menghambat reverse transcriptase. LDV
memiliki resistensi yang tinggi baik pada pasien HBeAg positif maupun HBeAg negatif.
Resistensi LDV pada mutasi YMDD M204I/V. Pada tahun ke 4, resistensi LDV mencapai
70%
Adefovir(ADV)
Bekerja dengan menghambat polymerase HBV berkompetisi langsung dengan substrat
endogen deoksiadenosin trifosfat sehingga rantai DNA virus hepatitis B terhenti. Kekuatan
supresi virus HBV DNA ADV lebih rendah dibanding LDV. ADV dapat digunakan sebagai
terapi pengganti pada LDV resisten, walaupun demikian resistensi tetap terjadi pada ADV
sebesar 30% setelah 5 tahun terapi. Neprotoksik adalah efek samping dari penggunaan ADV.
Entecavir(ETV)
Bekerja menghambat replikasi virus pada jalur priming, sintesis strain negatif, dan sintesis
positif. Tidak ada resistensi pada tahun kedua, tetapi bagaimanapun resistensi meningkat
leboih dari 35% pada penggunaan LDV resisten. Perlu diwaspadai penggunaan ETV pada
pasien yang koinfeksi dengan HIV, penelitian membuktikan terjadi mutasi pada M184V pada
virus HIV, sehingga pasien hanya dapat digunakan pada pasien yang tidak koinfeksi dengan
HIV.
Telbivudine (LdT)
Merupakan analog timidin dan spesifik terhadap hepadnavirus. LdT spesifik dan selektif
menghambat HBV second-strand DNA syntesis dan polymerase DNA. Supresi virus HBV
DNA pada LdT secara siknifikan lebih tinggi dibanding LDV(60 vs 40). Pada fase 2, LdT
dapat mereduksi hingga 6.5 log dari level HBV DNA dengan profile keamanan yang baik
Sumber : KONSENSUS PPHI PANDUAN TATA LAKSANA INFEKSI HEPATITIS B
KRONIK 26 Agustus 2006
http://pphi-online.org/alpha/wp-content/uploads/2012/10/Hepatits-B-full.pdf
d. Bagaimana prognosis penyakit pada kasus ini ?
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan
biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis
kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut
menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap
asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati (Tjokronegoro, 1999).
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari 1.675
kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien yang menderita hepatitis
karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu diantara dua ratus pasien dengan
hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999). Di seluruh dunia ada satu diantara tiga
yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia (WHO, 2005).
LEARNING ISSUE
Hepatitis
Hepatitis B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam bulan
sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.
Perjalanan hepatitis B
kronik dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh toleren terhadap VHB
sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang
berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi VHB
yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi
Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai kehilangan toleransi
imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati
yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan
sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini titer
HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan anti HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal.
Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu :
1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif
Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan ALT
kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya anti HBe. Sekitar
80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe positif, 10% gagal serokonversi
namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap berlanjut menjadi hepatitis B
kronik aktif.
2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif
Prognosis pada pengidap ini umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA yang
selalu normal. Pada penderita dengan VHB DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian
khusus oleh karena mereka berisiko menderita kanker hati.
3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas.
Kemajuan pemeriksaan yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV
DNA pada penderita dengan HBsAg negatif, namun anti HBc positif.
Etiologi VHB
Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam famili
Hepadnaviridae. Nama famili Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat
hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah
virus hepatitis Woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat
menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking dan bajing tanah (ground
squirrel).
Virus Hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat yang tidak
memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan penyimpanan selama 1
minggu atau lebih. Virus Hepatitis B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola,
terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan
nukleokapsid dibagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom
(DNA) VHB yang sebagian berantai ganda dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB,
terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu virus utuh (virion) yang
disebut juga partikel Dane dan selubung virus (HBsAg). Ukuran kapsul virus berukuran 22
nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament.
Kelompok Risiko Tinggi
Ada beberapa kelompok yang mempunyai resiko tertular infeksi VHB baik secara vertikal
maupun horizontal, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif
b. Lingkungan penderita dengan HBsAg positif terutama anggota keluarga yang selalu
berhubungan langsung
c. Tenaga medis, paramedis, dan petugas laboratorium yang selalu kontak langsung dengan
para penderita hepatitis B. Dari kelompok ini yang terbanyak ditemukan ialah petugas unit
bedah, kebidanan, gigi, petugas hemodialisa.
d. Penderita bedah, gigi, penerima transfusi darah, pasien hemodialisa.
e. Mereka yang hidup di daerah endemis VHB dengan prevalensi tinggi, misalnya di
Indonesia : Lombok, Bali, Kalimantan Barat.
http://pphi-online.org/alpha/wp-content/uploads/2012/10/Hepatits-B-full.pdf.
Fazidah aguslina siregar. 2003. Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3706/1/fkm-fazidah.pdf. diaskes pada tanggal 06 april 2015
FKUI .2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta ed. 5 : FKUI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30748/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=7813D602A0E0066C7AAEF438B57F1814?sequence=4. Diaskes pada tanggal 06
april 2015