skenario 1 endokrin

42
1. Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopik mikroskopik pankreas. 1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik pankreas. Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzime-enzime yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.

Upload: rahmadhini-elkri

Post on 21-Jan-2016

77 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 1 endokrin

1. Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopik mikroskopik pankreas.

1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik pankreas.

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzime-enzime yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.

Caput pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria dan venae mesenterica superior serta dinamakan processus uncinatus. Collum pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di pangkal venae portae hepatis tempat diparcabangkannya arteri mesenterica superior dari aorta. Corpus pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah, pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.Cauda pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum linorenale dan mengadakan hubungan dengan hillum lienale. Hubungan Ke anterior : dari kanan ke kiri : colon transversum dan perlrkatanmesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.

Page 2: skenario 1 endokrin

Ke posterior : dari kanan ke kiri: ductus choleducus, vena portae hepatis, dan vena lienalis, vena cavae inferior, aorta, pangkal arteriae mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinistra, dan hillum lienale. Ductus pancreaticusDuctus pancreaticus mulai dari cauda pancrealis dan berjalan di sepanjang kelenjar, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars decenden duodenum di sekitar pertengahannya bersama dengan ductus choleducus pada papilla duodeni major. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choleducus.Ductus pancreaticus accesorius mengalirkan getah pankreas dari bagian atas caput dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor. Ductus pancreaticus accesorius sering berhubungan dengan ductus pancreaticus.Perdarahan ArteriArteri lienalis serta arteri pancreticoduodenalis superior dan inferior.VenaVena yang sesuai dengan arteri mengalirkan darah ke sistem porta.Aliran lymfeKelenjar ini terletak di sepanjang arteri yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limf coeliaci dan mesenterici superiores.PersarafanBerasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis.

1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopik pankreas.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh

pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan

Page 3: skenario 1 endokrin

besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin.

Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini se lalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies.

Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.

Page 4: skenario 1 endokrin

Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat

Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa Otot

Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.

Penyimpanan Glikogen di dalam Otot

Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.

Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot

Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.

Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak

Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.

Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati

Page 5: skenario 1 endokrin

Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:

1. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi glukosa

2. insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.

3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen

Efek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.

Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan

Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.

1. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya

2. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya untuk penyimpanan glikogen

3. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat

4. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah.

Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.

Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hati

Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

Efek Insulin pada Metabolisme Lemak

Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak

Page 6: skenario 1 endokrin

Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:

1. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)

2. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.

3. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.

Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose

1. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.

2. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.

Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulin

1. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi insulin

Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.

2. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.

3. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosisDefisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat

Page 7: skenario 1 endokrin

juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan PertumbuhanInsulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam selDiantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.

2. Insulin meningkatkan translasi RNA messengerDengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom. Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.

3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilihHal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.

4. Insulin menghambat proses katabolisme proteinHal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot

5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesisHal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh. Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasma

Bila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

Mekanisme Sekresi Insulin

Page 8: skenario 1 endokrin

Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi insulinStimulus utama untuk meningkatkan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah : Peningkatan kadar glukosa darah setelah penyerapan makanan secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel β. Insulin yang meningkat tersebut menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat normal karena pemakaian peningkatan pemakaian dan penyimpanan zat gizi ini.Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur sekresi insulin :

Peningkatan kadar asam amino plasma,setelah memakan makanan berprotein tinggi merangsang sel-sel β untuk meningkatkan sekresi insulin. Sekresi insulin meningkatkan masuknya asam-asam amino ke dalam sel,sehingga kadar asam amino dala darah menurun sementara sintesis protein meningkat.

Hormon pencernaan utama yg di sekresikan oleh saluran pencernaaan respn terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide ( peptida inhibitor ginjal ) yang merangsang sekresi insulin pankreas. Sekresi insulin meningkat secara “feedforward” atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung mempengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau langerhans dipersarafi untuk banyak serat saraf parasimpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sehingga respon terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Sebaliknya stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat pengeluaran insulin. Penurunan insulin memungkinkan kadar glukosa darah meningkat.

Faktor lain yang dapat merangsang sekresi insulin1. Asam aminoYang paling berpengaruh arginin dan lisin. Apabila pemberian asam amino dilakukan pada tidak ada peningkata glukosa darah, hanya menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja. Apabila pemberian ini dilakukan ketika terjadi peningkatan glukosa darah maka terja hipersekresi dari insulin.Tampaknya perangsangan insulin oleh asam amino merupakan respon yang sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein intraselular. Jadi insulin sangat berguna untuk pemakaian asam amino yang berlebih dalam cara yang sama bahwa insulin penting bagi penggunaan karbohidrat. Jadi asam amino ini dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.2. Hormon gastrointestinalCampuran beberapa hormon yang pencernaan yang penting gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptida penghambat asam lambung (yang tampaknya merupakan hormon terkuat yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan) akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah banyak. Hormon ini dilepaska ketika setelah makan. Selanjutnya hormon ini akan menyebabkan antisipasi insulin dalam darah yang merupakan suatu persiapan agar glukosa dan asam amino dapat diabsorbsi. Hormon ini bekerja sama

Page 9: skenario 1 endokrin

dengan asam amino yaitu meningkatkan sensitivitas respon insulin untuk meningkatkan glukosa darah, yang hampir mengdakan kecepatan sekresi insulin bersamaan dengan naiknya glukosa darah.3. Hormon lain dan sistem saraf otonomHormon-hormon yang dapat meningkatkan sekresi insulin : glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah adalah progesteron dan estrogen .pemanjangan sekresi hormon insulindalam jumlah besar kadang dapat menyebabkan sel beta mengalami kelelahan dan dapat menyebabkan diabetes. Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis dan saraf simpatis terhadap pankreas juga meningkatkan sekresi insulin.

3.Memahami dan menjelaskan diabetes mellitus

a. DefinisiDiabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Insuffisiensi relatif atau absolut dalam respon sekretorik indulin diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbihidarat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes melitus, demikian juga dengan hiperglikemia yang terjadi.

DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan kelainan pada karbohidrat, metabolism lemak dan protein (Palaian, et al., 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan system vaskular (Cavallerano, 2009)

b. Etiologi dan faktor resikoDM dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa akibat metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak yang abnormal dan berbagai komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Semua keadaan diabetes merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan terhadap insulin yang tidak adekuat (Inzucchi, 2005), ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi DM bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita DM. Manifestasi klinis DM terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta telah rusak. Pada DM yang lebih berat, sel-sel beta telah rusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Anonim, 1999).

Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu: 1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga

FAKTOR RISIKOFaktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: Ras dan Etnik

Resiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli amerika dan Asia.

Riwayat keluarga dengan diabetesSeseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya ,

seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena diabaetes melitus.

Usia > 45 tahunResistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.

Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg

Page 10: skenario 1 endokrin

Riwayat pernah menderita DM Gestasional Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg 2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)

HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2

Kurang aktivitas fisik Hipertensi(>140/90 mmHg) Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl Diet tinggi gula rendah serat Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu.

Gaya hidupMakanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu

terjadi diabetes melitus tipe 2Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes:-

Penderita sindrom ovarium poli-kistik Keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin Sindrom metabolik Riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu Riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung,

pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009).

Faktor ResikoPenyebab resistensi insulin pada diabetes melius menurut Sujono Riyadi dalam bukunya Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin pada pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:1. Kelainan GenetikDiabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.2. UsiaUmumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.1. Gaya Hidup StresStres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan pada kerja pankreas. Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada penurunan insulin.

2. Pola Makan yang SalahKurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.3. ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh pada penurunan hormon insulin.4. Infeksi

Page 11: skenario 1 endokrin

Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas

c. EpidemiologiPenyakit DM merupakan penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeratif

(menurunnya kemampuan sel—DM, stroke)Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan.Artinya bila orang tuanya

menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Hal itu memang benar . Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya :

a. Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)b. Obesitas c. Pola makan yg salah komposisi makanan terlalu byk mengandung protein, lemak,gula,

garam dan sedikit seratd. Dyslipidemia HDL kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dLe. Stressf. Kurang olahraga malas, atau aktifitas/pekerjaan yg menguruas waktu

DM tipe 2 banyak terjadi diperkotaan dan kulit putih besar seiring banyakan restaurant makanan cepat saji sehingga penduduk dewasa ini jarang memakan makanan sehat, di Indonesia thn 2005 tercatat, prevalensi DM 2 terbesar ada pada Jakarta 8,3%- 14, 7%.

Utk DM tipe lain. Banyak menyerang iklim tropis, karena malnutrisi, infeksi virus. Sementara utk DM gestasional tercatat prevalensinya sevesar 2%-2,6%

d. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes melitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pangkreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin.2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada kecendrungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stres.3. Diabetes Melitus tipe yang lainYaitu Diabetes melitu yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin dan sindroma genetik tertentu.4. Impared Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.5. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemia.

e. Patogenesis dan Patofisiologis

Page 12: skenario 1 endokrin

Patofisiologi Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe histokompabilitas (Human LeucocytAntigen /HLA) spesifik. Tipe gen histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau langerhans. Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnornmal antara komplek reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja insulin. (Sylvia A Price:2006)Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.1. HiperglikemiaDalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). 2. HiperosmolaritasPada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria). 3. Starvasi SelulerStarvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara lain:1. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah.2. Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak.3. Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas sel. 4. Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi).(Sujono Riyadi, 2008)

Page 13: skenario 1 endokrin

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur. 

Page 14: skenario 1 endokrin

f. ManifestasiGejala khas dari diabetes melitus berupa hiperglikemia, polifagia, polidipsia, poliuria, dan

penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.Hiperglikemia, tanda utama dari diabetes melitus terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa

ke sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Hal ini terjadi karena glikogenolisis dan glukoneogenesis dapat terjadi tanpa ada hambatan dari insulin. Ketika kapasistas glukosa meningkat sampai ke ambang batas tubulus, maka glukosa akan keluar di urin menyebabkan glukosuria. Glukosa dapat meningkatkan efek osmotik, yaitu menarik H2O untuk ikut keluar, menyebabkan poliuria. Cairan yang keluar berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karna volume darah menurun mencolok. Kegagalan sirkulasi apabila tidak diperbaiki akan menyebabkan kematian karna gagalnya sirkulasi ke otak, atau menimbulkan gagal ginjal sekunder karena aliran yang tidak adekuat. Selain itu, sel - sel kehilangan air karena tubuh mengalami kehilangan air dan perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel. Sel – sel otak rentan mengalami penciutan sehingga timbul gangguan fungsi saraf. Gejala lain dari diabetes melitus adalah polidipsia, yaitu rasa haus yang berlebihan yang merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.

Selain itu, karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, menyebabkan nafsu makan meningkat dan menimbulkan polifagia. Walaupun nafsu makan meningkat, penurunan berat badan terus menerus terjadi, disebabkan kareana glukosa tdk dapat masuk ke dalam sel untuk menyimpan atau menggunakan karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, juga terjadi peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis yang menghasilkan benda keton. Karena aktivitas ini meningkat, akan terjadi peningkatan keton di dalam darah yang menyebabkan ketosis berupa nafas dan aroma tubuh yang wangi. Ketosis ini akan menyebabkan asidosis metabolik yang apabila cukup parah dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian. Tindakan kompensasi dari asidosis metabolik ini adalah terjadi peningkatan ventilasi untuk ekshalasi CO2 dari dalam tubuh.

Manifestasi Klinika. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. PolidipsiaAkibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. PoliphagiaKarena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

Page 15: skenario 1 endokrin

d. Penurunan berat badanKarena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

g. Diagnosis dan diagnosis bandingDiagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar glikosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya

atas glukosura saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa dilakukan di laboratorium klinik terpecaya. Walaupun demikian sesuai kondisi stempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.Tahap pertama dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus

o ANAMNESIS

Identitas penderitaMeliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masukrumah sakit dan diagnosa medis.

Keluhan UtamaAdanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yangmenurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

Riwayat kesehatan sekarangBerisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

Riwayat kesehatan dahuluAdanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

Riwayat kesehatan keluargaDari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapatmenyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

Riwayat psikososialMeliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluargaterhadap penyakit penderita.

o PEMERIKSAAN FISIK

Status kesehatan umumMeliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.

Kepala dan leherKaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

Sistem integumenTurgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

Page 16: skenario 1 endokrin

Sistem pernafasanAdakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

Sistem kardiovaskulerPerfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

Sistem gastrointestinalTerdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

Sistem urinaryPoliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

Sistem muskuloskeletalPenyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

Sistem neurologisTerjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

Pemeriksaan Penunjang

Bukan DM Belum pasti DM DMKadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 ≥200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa Plasma vena <110 110-125 ≥126Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

Page 17: skenario 1 endokrin

Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasikKetiga, Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa darah Terganggu (GDPT) .

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl

Cara pelaksanaan TTGO (WHO) :

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam

air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum

larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Page 18: skenario 1 endokrin

Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa dipakai sebagai patokan penyaring.

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Page 19: skenario 1 endokrin

Glukosa tes toleransi dapat menyebabkan salah diagnosis sebagai berikut:

a. Respon normal: Seseorang dikatakan memiliki respon normal ketika tingkat glukosa 2 jam kurang dari 140 mg / dl, dan semua nilai antara 0 dan 2 jam kurang dari 200 mg / dl. 

b. Gangguan toleransi glukosa: Seseorang dikatakan memiliki toleransi glukosa terganggu ketika glukosa plasma puasa kurang dari 126 mg / dl dan kadar glukosa 2 jam adalah antara 140 dan 199 mg / dl. 

c. Diabetes: Seseorang memiliki diabetes ketika dua tes diagnostik dilakukan pada hari yang berbeda menunjukkan bahwa tingkat glukosa darah tinggi. 

d. Gestational diabetes: Seorang wanita memiliki gestational diabetes ketika dia mempunyai dua dari berikut: a OGTT 100g, glukosa plasma puasa lebih dari 95 mg / dl, 1 jam glukosa tingkat lebih dari 180 mg / dl, 2 - jam glukosa tingkat lebih dari 155 mg / dl, atau 3-jam kadar glukosa lebih dari 140 mg / dl.

Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).

Page 20: skenario 1 endokrin

Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.

Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Page 21: skenario 1 endokrin

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.

Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM

Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.

Page 22: skenario 1 endokrin

a. Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.

b. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21

c. Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya

Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.

Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.

Reduksi Urine

Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat darihasil pemeriksaan

Page 23: skenario 1 endokrin

reduksi urine adalah 5 Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis

Nilai (+) sampai (++++) Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan

lainny Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 – 300 mg% Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 – 400 mg% Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg% Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

h. Komplikasi ( retinopati diabetik)1. Komplikasi yang bersifat akut

1. Koma Hiplogikemia Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetic yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.2. KetoasidosisMinimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis.3. Koma hiperosmolar nonketotik Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak diekresi lewat urin.

2. Komplikasi yang bersifat kronik 1. Makroangipati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami atherosclerosis sering terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler perifer.2. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetic. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi neuropati,nefropati, dan retinopati.Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fingsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan. Retinopati mempunyai dua tipe yaitu:1. Retinopati back graund dimulai dari mikroneuronisma di dalam pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.2. Retinopati proliferasi yang merupakan perkembangan lanjut dari retinopati back ground, terdapat pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan berakibat pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina dan perdarahan di dalam rongga vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak yang disebabkan oleh hiperglikemi yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.3. Neuropati diabetika Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.

Page 24: skenario 1 endokrin

4. Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.5. Kaki diabetik Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.i. Prognosis

Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi

j. Pencegahana. Pencegahan Primer

Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara :• Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas

fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.

• Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal.

• Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

b. Pencegahan Sekunder• Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat

dicegah.• Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama

individu/populasi.• Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.• Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu

DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga.

c. Pencegahan Tersier• Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi.• Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ.• Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.Strategi yang bisa dilakukan untuk pencegahan DM adalah :

a. Population/Community Approach (Pendekatan Komunitas) :

Mendidik masyarakat menjalankan gaya hidup sehat dengan cara:• Mengendalikan berat badan, glukosa darah, lipid, tekanan darah, asam urat.• Menghindari gaya hidup berisiko.• Kerjasama dengan semua lapisan masyarakat.

Page 25: skenario 1 endokrin

b. Individual High Risk Approach (Pendekatan Individu) :

• Umur > 40th• Obesitas• Hipertensi• Riwayat keluarga / keturunan• Dislipidemia / timbunan lemak dalam darah yang berlebihan• Riwayat melahirkan > 4 kg• Riwayat DM pada saat kehamilan

4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik

Definisi

Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.

Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini di dukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.

Page 26: skenario 1 endokrin

Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain :

Adhesif platelet yang meningkat Agregasi eritrosit yang meningkat Abnormalitas lipid serum Fibrinolisis yang tidak sempurna Abnormalitas dari sekresi growth hormon Abnormalitas serum dan viskositas darah

Klasifikasi

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan,maka retinopati diabetik dibagi menjadi:

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan retinopati diabetik dasar (background diabetic retinopathy)

2. Retinopati Diabetik ProliferatifPatofisiologi

1. Retinopati Diabetik Non proliferatif

Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan klinis hipermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya pericyte) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal

Karakteristik dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titk atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikaluas

Retinopati Diabetik preproliferatif dan edema makula

Pada keadaan ini terdapat penyumbatan mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina (cotton wool spot, infark pada lapisan serabut saraf). Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari satdium ini adalah cotton wool spot, blot haemorrage, intraretinal mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian seperti manik-manik. Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan untuk menjadi progresif (retinopati diabetik proliferatif), dan bila keempatnya maka beresiko untuk menjadi proliferatif dalam 1 thn.

Edema makula merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina0-darah bagian dalam pada endotel retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar disertai mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian temporal makula.

Page 27: skenario 1 endokrin

Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui 2 mekanisme yaitu:

Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan intraretinal yang menyebabkan iskemik makular

Penigkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular

2. Retinopati Diabetik Proliferatif

Merupakan penyulit mata yang paling parah pada DM. Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neurovaskularisasi). Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berpoliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.

Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina regmatogenesa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus viterum telah sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional atau burnt out.

Gejala Klinis

Subjektif : Kesulitan membaca Penglihatan kabur Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata Melihat lingkaran-lingkaran cahaya Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Objektif :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang iasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior

Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irregular dan berkelok-kelok Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu iregular,

kekuning-kuningan pada permukaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

Soft exudate yangs eirng disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irregular. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca.

Page 28: skenario 1 endokrin

Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dpt menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan kaca.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retiana terutama daerah makula sehingga sangat menggangu tajam penglihatan

Pemeriksaan Penunjang

Untuk edema makular pada diabetik non proliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopic menggunakan lensa +90 dioptri. Angiografi Fluoresens untuk mendeteksi mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.

Penatalaksanaan

Belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik

Ditemukan bahwa insiden retinopati diabetik tergantung pada durasi menderita DM dan pengendaliannya. Yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya retinopati adalah mengontrol gula darah.

Fokus pengobatan retinopati diabetik non proliferatif tanpa edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya.

Page 29: skenario 1 endokrin

5. Memahami dan menjelaskan Kebutuhan Kalori pada penderita DMAda beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi

menjadi : Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 % Kurus : < BBI - 10 %Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

BB Kurang < 18,5 BB Normal 18,5-22,9 BB Lebih ≥ 23,0

o Dengan risiko 23,0-24,9o Obes I 25,0-29,9o Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis KelaminKebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan- Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20%

pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan- Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan- Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

Page 30: skenario 1 endokrin

- Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan denganpenyakit penyertanya.C. Pilihan MakananPilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melaluipiramida makanan untuk penyandang diabetes