skenario 1 endokrin
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan penelitian epidemiologi di Indonesia, kekerapan diabetes di
Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Dalam suatu penelitian antara tahun 2001
dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi 14,7%, Demikian juga di Makassar
prevalensi diabetes di tahun 2005 mencapai 12,5% (Gustaviani, Reno. 2006).
Diabetes disebabkan oleh gaya hidup masyarakat yang serba praktis, dan jauh
dari gaya hidup sehat. Prevalensi ini menigkat pada usia diatas 40 tahun. Meskipun
begiu ada juga diabets yangdisebakan karena faktor genetik, sehingga telah didrita
saat penderita masih bayi.
Pada kasus ini, kita menemukan Nyoya Prita, wanita berusia 45 tahun, berat
badan 45 kg, tinggi badan 156 cm mengeluh berupa sering kencing (poliuria),
kesemutan pada kedua kaki (polineuropati) dan mata kabur. Riwayat penyakit
keluarga: Anak laki – lakinya yang berusia 11 tahun menderita diabetes melitus dan
sekarang memakai insulin. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Hasil CT
scan abdomen disimpulkan terjadi kalsifikasi pada kelenjar pankreas. Pemeriksaan
lab: gula darah puasa 256 mg/dl, creatinine 2,0 mg/dl. Urin rutin: protein positif (++
+), reduksi (+++).
Berdasarkan uraian di atas, penulis berusaha memaparkan dan menetapkan
diagnosis pasien pada skenario 1 melalui studi pustaka dan diskusi dan diharapkan
mempu menjelaskan mekanisme dan menghubungkannya dengan materi blok
endokrin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana diagnosis utama pasien tersebut berdasarkan symptom,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang?
1
2. Bagaimana etiologi, patogenesis dan patofisiologis, dan prognosis dari
penyakit pasien (diabetes melitus)?
3. Bagaimana mekanisme normal kerja pankreas dan bagaimana mekanisme
akibat dari penyakit ini?
4. Apa perbedaan DM tipe 1 (IDDM), DM tipe 2 (NIDDM) dan diabetes
insipidus?serta apa saja komplikasi yang ditimbulkan?
C. Tujuan
1. Mengetahui diagnosis utama pasien tersebut berdasarkan symptom,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
2. Mengetahui etiologi, patogenesis dan patofisiologis dari penyakit pasien
(diabetes melitus)
3. Mengetahui mekanisme normal kerja pankreas dan bagaimana mekanisme
akibat dari diabetes melitus.
4. Mengetahui perbedaan DM tipe 1 (IDDM), DM tipe 2 (NIDDM) dan diabetes
insipidus serta apa saja komplikasi yang ditimbulkan
D. Manfaat
1. Mengetahui mekanisme kerja hormon-ormon edokrin dan site target dar
masing-masing homon.
2. Mampu menegakan dianosis penyakit endokrin berdasarkan gejala klinis,
hasil pemeriksaan dan mengetahui etiologi, patogenesis dan patofisiologi
penyakit ndokrin..
3. Mengembangkan analisa mengenai komplikasi apa saja yang dapat timbul
dari penyakit endokin, serta mampu memberikan langkah terapi yang tepat
sesuai dengan indikasi penyakit.
2
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. FISIOLOGIS HORMON INSULIN PANKREAS
Fungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan hormon
insulin, glukagon, dan somatostatin. Hormon-hormon ini masing-masing diproduksi
oleh sel-sel khusus yang berbeda di pankreas, yang disebut pulau Langerhans.
Sekresi Insulin
Insulin dilepaskan pada suatu tingkat/kadar basal oleh sel-sel beta pulau
Langerhans. Rangsangan utama untuk pelepasan insulin di atas kadar basal adalah
peningkatan glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah
80-90 mg/100ml darah. Apabila glukosa darah meningkat melebihi 100 mg/100 ml
darah, maka sekresi insulin dari pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke
tingkat basal dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormon utama pada stadium absorptif
pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di antara waktu makan, kadar insulin
rendah.
Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin yang terdapat
di sebagian besar sel tubuh. Setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua
untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa (yang di perantarai pembawa)
ke dalam sel. Setelah berada di dalam sel, glukosa dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi melalui siklus Krebs, atau dapat disimpan di dalam sel sebagai
glikogen. Peningkatan glukosa plasma menyebabkan peningkatan insulin, yang
akhirnya mengakibatkan kadar glukosa plasma menurun. Insulin adalah hormon
anabolik (pembangun) utama pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin
meningkatkan transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan
protein, serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan glikogen. Insulin
juga menghambat glukoneogenesis ( pembentukan glukosa baru) oleh hati.
Fungsi hormon insulin dalam metabolisme sari-sari makanan adalah sebagai
berikut:
3
1. Menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan
penyimpanan karbohidrat
Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian
besar sel (kecuali otak, hati dan otot yang aktif bekerja).
Insulin merangsang glikogenesis (glukosa → glikogen di hati
dan otot).
Insulin menghambat glikogenolisis (glikogen → glukosa)
sehingga mening-katkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan
pengeluaran glukosa oleh hati.
Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis (asam amino → glukosa).
2. Menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong
pembentukan simpanan trigliserida
Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel
jaringan adiposa sebagai prekusor pembentukan asam lemak dan gliserol
untuk membentuk trigliserida.
Insulin mengaktifkan enzim yang mengkatalisasi pembentukan
asam lemak dari turunan glukosa.
Insulin meningkatkan masuknya asam-asam lemak dari darah
ke dalam jaringan sel jaringan adiposa.
Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak).
3. Menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis
protein
Insulin mendorong transportasi aktif asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain sehingga menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel.
4
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam
protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
Insulin menghambat penguraian protein.
(Sherwood, 2001)
B. DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya.(Gustaviani,2006).
Klasifikasi
1. Diabetes melitus tipe 1, yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin
(IDDM), disebabkan kurangnya sekresi insulin(Guyton dan Hall,2007) karena
detruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut(Gustaviani,2006), dan dapat dibagi dalam dua subtipe yaitu: autoimun
dan idiopatik (Price dan Wilson, 2006).
2. Diabetes melitus tipe 2, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung
insulin(NIDDM), disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target
terhadap efek metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini
seringkali disebut sebagai resistensi insulin(Guyton dan Hall, 2007)
3. Diabetes gestasional, terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
4. Diabetes tipe lain, yaitu: cacat genetik fungsi sel beta:MODY, cacat genetik
kerja insulin,endokrinopati(sindrom Cushing,akromegali), penyakit eksokrin
pankreas, obat atau diinduksi secara kimia, dan infeksi (Price dan Wilson,
2006).
Patofisiologi dan Patologi
5
Defisiensi insulin relatif maupun absolut menyebabkan penyerapan glukosa
ke dalam sel terhambat serta metabolisme terganggu, selanjutnya akan menimbulkan
hiperglikemia, lalu menimbulkan diabetes melitus. Dalam keadaan normal, kira-kira
50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi
karbondioksida dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah
menjadi lemak Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme
protein dan lemak. Bila hiperglikemia hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel karena glukosa bersifat diuretik osmotik,
diuretis disertai hilangnya elektrolit sehingga menyebabkan dehidrasi dan hilangnya
elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati, karena adanya dehidrasi maka
badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia).
Gejala
a. Poliuria : pengeluaran urin dengan kadar dan frekuensi yang melebihi normal.
(Dorland, 2002).
Prosesnya : kadar gula darah tinggi → ginjal tidak dapat mereabsorbsi dengan
baik → konsentrasi glukosa ginjal meningkat → terjadi diuresis osmotik → cairan
tubuh masuk ke ginjal → urin encer, banyak dan mengandung glukosa. (Guyton &
Hall, 1997)
b. Polidipsia : banyak minum.
Prosesnya : kadar gula darah tinggi tapi tidak dapat masuk ke sel → tekanan
osmotik ekstrasel meningkat → cairan sel keluar, ditambah dengan pengenceran oleh
ginjal untuk mengeluarkan urin → dehidrasi. (Guyton & Hall, 1997)
c. Polifagia : banyak makan.
Prosesnya : defisiensi insulin → metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
terganggu, bahkan gagal → jaringan tidak dapat menghasilkan energi → tubuh
kekurangan kalori → timbul rasa lapar. (Guyton & Hall, 1997)
Diagnosis
6
Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan
khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, /pemeriksaan glukosa darah sewaktu>=
200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa>=126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM
(Gustaviani,2006)
Diagnosis Uji kadar glukosa (plasma, oral, intravena) :
a. peningkatan kadar glukosa puasa di atas 140 mg/dl.
b. Pemeriksaan urine : glukosuria.
c. Adanya pernapasan aseton.
d. HbA1C : mengetahui kadar glukosa dalam jangka waktu tertentu. (Francis &
Baxter, 2000)
Komplikasi
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis diabetik (DKA)
Jika kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan badan keton. Peningkatan
produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipertensi dan
syok. Akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal. DKA ditangani perbaikan kekacauan metabolik akibat
kekurangan insulin, pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, pengobatan
keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis, pengobatan dengan insulin
7
masa singkat melalui infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang
sering dan infus glukosa dalam air.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nondiabetik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada diabetes
tipe 2. Hiperglikemia muncul tanpa ketosis dan menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pengobatannya adalah rehidrasi,
penggantian elektrolit, dan insulin regular.
c. Hipoglikemia
Pasien diabetes dependen insulin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya
lebih banyak daripada yang dibutuhkannya. Gejalanya disebabkan oleh
pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga
akibat kekurangan glukosa dalam otak. Serangan hipoglikemia berbahaya bila
sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen atau kematian. Penatalaksanaannya adalah perlu
segera diberikan karbohidrat baik oral maupun intravena, kadang diberi
glukagon, suatu hormon glikogenolisis secara intramuskular.
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a. Mikroangiopati (pembuluh darah kecil)
Retinopati diabetik
Manifestasi dininya adalah mikroaneurisma dari arteriola retina. Akibatnya,
pendarahan, neovaskularisasi, dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan
kebutaan. Pengobatan paling berhasil adalah fotokoagulasi keseluruhan retina.
Nefropati diabetik
Manifestasi dininya adalah proteinuria dan hipertensi. Pengobatannya adalah
transplantasi ginjal.
Neuropati diabetik
Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol
(glukosa→sorbitol→fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat
8
penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan
katarak dan kebutaan.pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati.
Perubahan kimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik
sel-sel Schwan dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi akan
berkurang yang disertai hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan
atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf perifer (mono/polineuropati), saraf
kranial atau otonom.
b. Makroangiopati (pembuluh darah sedang dan besar)
Aterosklerosis
Aterosklerosis disebabkan oleh insufisiensi insulin. Gangguan ini berupa
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular , hiperlipoproteinemia, dan
kelainan pembekuan darah. Jika penyumbatan ini mengenai arteri perifer
dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio
serebral dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke.
Gangguan kehamilan
Perempuan yang menderita diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus
spontan, kematian janin intrauterin, ukuran janin besar, dan bayi prematur
dengan insiden sindrom distres pernapasan yang tinggi, serta malformasi
janin. Dapat dicegah dengan pengontrolan gula darah selama kehamilan dan
kelahiran dibuat lebih dini. (Price dan Wilson, 2006).
Penatalaksanaan
1. Perencanaan Diet
Rencana diet untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi
tiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan,
apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat tubuh (Price
dan Wilson, 2006).
9
2. Latihan Fisik dan Pengaturan Aktivitas Fisik
Latihan fisik kelihatannya mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel
dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin
menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Namun,
pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan
peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia
(Price dan Wilson, 2006).
3. Agen-agen Hiperglikemik Oral
a. Golongan Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal
dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit berlebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua
karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk
orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon).
Glikuidon juga diberikan pada pasien diabetes melitus dengan gangguan fungsi ginjal
atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk
pasien gemuk (IMT > 30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat badan lebih
(IMT 27-30), dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonylurea.
c. Inhibitor α glukosidase
10
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase di
dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
d. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah
resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
4. Terapi Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk diabetes melitus tipe 1 dan
beberapa jenis diabetes melitus tipe 2, tetapi memang banyak pasien diabetes melitus
yang enggan disuntik., kecuali dalam keadaan terpaksa. Karenanya, terapi edukasi
pasien diabetes mellitus sangat penting, agar pasien sadar akan perlunya terapi insulin
meski diberikan secara suntikan. Suntikan insulin dpaat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain intravena, intramuskuler, dan umumnya pada penggunaan jangka
panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK). Cara pemberian ini berbeda dengan
keadaan sekresi insulin secara fisiologik, antara lain setelah asupan makanan
kinetiknya tidak menunjukkan peningkatan dan penurunan sekresi insulin yang cepat;
pada pemberian subkutan insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya
langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormon ini pada hepar
menjadi kurang. Meski demikian kalau cara pemberian ini dilakukan dengan cermat,
tujuan terapi akan tercapai (Suherman, 2007).
C. DIABETES INSIPIDUS
Diabetes insipidus disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH baik total
maupun parsial oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis
11
anterior. Berkurangnya ADH dapat berasal dari tumor atau cedera kepala. Diabetes
insipidus mungkin juga disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal berespon terhadap
kadar ADH dalam darah, akibat berkurangnya reseptor atau second messenger.
Gambaran klinis dari diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsi. Perangkat
diagnostiknya yaitu pemeriksaan darah dengan menghitung kadar ADH, peningkatan
osmolalitas plasma dan adanya hipernatremia dapat membantu menekan
diagnosa(bukusaaku patofis).
BAB III
PEMBAHASAN
12
Berdasarkan skenario di atas, Ny. Prita yang mengalami poliuria mengaku
kedua kakinya terasa kesemutan atau polineuropathy. Polineuropathy ini disebabkan
oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan
insulin. Sorbitol dan fruktosa akan tertimbun diikuti oleh penurunan kadar
mionositol. Perubahan kimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan
metabolik sel-sel Schwan dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi
akan berkurang yang disertai dengan hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan otot,
dan atrofi.
Selain menyebabkan polineuropathy, gangguan dalam jalur poliol dapat
menyebabkan mata kabur seperti yang dialami Ny. Prita. Terdapat penimbunan
sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan
pada jaringan saraf. Hal ini menyebakan reseptor cahaya pada mata terhalang dan
tidak dapat bekerja dengan baik sehingga terjadi retinopathy.
Anak Ny. Prita yang berusia 11 tahun menderita penyakit diabetes mellitus.
Sesuai dengan namanya, Juvenil Diabetes, maka anak Ny. Prita ini menderita
Diabetes Mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini
dapat dilihat juga dari pemakaian insulin oleh anak Ny. Prita yang mengindikasikan
bahwa ada gangguan pada produksi insulinnya yang merupakan indikasi IDDM.
Poliuria yang dialami Ny. Prita dapat disebabkan oleh Diabetes Mellitus
maupun Diabetes Insipidus. Dari hasil pemeriksaan urin, dapat diketahui bahwa
kandungan glukosa pada urin Ny. Prita tinggi, hal ini tidak terjadi pada Diabetes
Insipidus karena poliuria pada Diabetes Insipidus cenderung disebabkan oleh
kurangnya reabsorpsi air dan biasanya tidak mengandung zat-zat lain selain yang
dikandung urin. Jadi, lebih mungkin bahwa Ny. Prita menderita Diabetes Mellitus.
Pertimbangan ini juga dilihat dari pemeriksaan gula darah puasa yang menunjukkan
256 mg/dl, padahal normalnya hanya sekitar 90-100 mg/dl
Dari hasil CT scan abdomen didapatkan kalsifikasi pada kelenjar pankreas.
Artinya ada pengapuran yang menyebabkan terganggunya produksi insulin pada sel
beta pulau Langerhans yang terdapat pada pankreas. Ini berarti Ny. Prita juga
13
mungkin mengalami diabetes mellitus tipe 1 karena terjadi penurunan produksi
insulin. Hanya saja, dari pemberian obat antidiabetik oral serta berbagai macam
penatalaksanaan yang harus dilakukan Ny. Prita, maka dengan jelas dapat dikatakan
bahwa beliau menderita DM tipe 2. Kerusakan pankreas dapat terjadi setelah
kerusakan organ target atau terjadi resistensi insulin pada organ target. Hal ini bisa
disebabkan karena kurangnya reseptor pada organ target. Karena sel beta dipaksa
untuk menyekresikan insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada reseptor
sehingga terjadi resistensi insulin.
Pemeriksaan cretinine dapat digunakan untuk mengetahui laju filtrasi
glomerulus. Hasil pemeriksaan menunjukkan angka lebih tinggi dari normal (normal
= 1,3 mg/dl) dan protein positif pada urin menunjukkan bahwa terdapat kerusakan
pada ginjal, khususnya glomerulus. Protein yang seharusnya tertahan di glomerulus
pada proses filtrasi malah ikut keluar bersama urin.
Untuk penatalaksanaan, obat antidiabetik oral yang tepat untuk Ny. Prita
adalah Gliquidone karena hampir seluruhnya dieksresi melalui empedu kemudian
dikeluarkan ke usus, sehingga aman bila diberikan pada DM dengan kelainan faal hati
dan atau ginjal yang agak berat.
Diet DM 1700 kalori untuk menjaga kadar glukosa dalam tubuh didapatkan
dari perhitungan rumus Brocca yaitu:.
BB ideal = (TB - 100) – 10% = (156-100) – 5,6 = 50,4 kg
Status gizi: (BB aktual : BB ideal) x 100% = (45:50,4) x 100% = 89,28% status
gizi kurang.
Kebutuhan kalori basal = 50,4 x 25 kalori = 1260 kalori
Kegiatan sedang ditambah 20% = 20% x 1260 kalori = 252 kalori
Berat badan kurang ditambah 20% = 20% x 1260 kalori = 252 kalori
Kebutuhan kalori total = 1260 + 252 + 252= 1764 kalori ~ 1700 kalori.
Latihan jasmani juga dibutuhkan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus.
Latihan jasmani akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi oleh
lama, berat latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar
14
glukosa darah, kadar benda keton, dan imbangan cairan tubuh. Pada latihan jasmani
akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler
terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif.
BAB IV
PENUTUP
15
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien mengalami
diabetes mellitus tipe2.
2. Penatalaksanaan non-farmakologis lebih diutamakan, seperti pola hidup sehat,
latihan jasmani yang proporsional, dll.
3. Diabetes Mellitus tipe 2 ditandai dengan menurunnya sensitivitas jaringan
terhadap insulin atau kurangnya produksi insulin yang disebabkan oleh
kerusakan pada sel beta pulau Langerhans pada pancreas.
4. Pada umumnya, diabetes mellitus ditandai dengan polifagi,polidipsi,dan
poliuria.
5. Poliuria pada kasus diabetes mellitus ini merupakan dehidrasi sel akibat
tingginya kadar gula darah pada penderita yang menyebabkan reabsorpsi
cairan pada ginjal menurun, mengakibatkan banyak terbuangnya cairan.
6. Hiperglikemia yang terjadi (ditandai dengan gula darah puasa di atas 110
mg/dl) di kasus ini menyebabkan berbagai macam komplikasi diabetes
mellitus seperti nefropati diabetic, retinopati,dan neuropati diabetic.
B. Saran
1. Pengendalian kadar gula darah dan mengatasi faktor risiko diabetes mutlak
diperlukan oleh penderita agar tidak menimbulkan komplikasi.
2. Penderita hendaknya memiliki kesadaran untuk menjalankan pola hidup sehat.
3. Penggunaan obat anti diabetic hendaknya disesuaikan dengan keadaan
penderita.
4. Pengelolaan terhadap komplikasi diabetes mellitus meliputi pengendalian
kadar glukosa darah, tekanan darah, lipid, dll.
DAFTAR PUSTAKA
16
Gustaviani, Reno. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Aru WS, Bambang S.,dkk.(eds). Buku Ajar IPD Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 1857-1859.
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 (Vol 2). Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.Jakarta : EGC
Suherman, Suharti K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
17