skenario 3 blok endokrin 2

60
SKENARIO 3 BLOK ENDOKRIN MENSTRUASI TIDAK TERATUR Oleh : Kelompok A 14 Ketua : Arlin Chyntia 1102010036 Sekretaris : Amelia Alresna 1102010017 Amanda Aziza H 1102010016 Bebby Shelby 1102010045 Deniswari Rahayu 1102010065 Dinda Putri 1102010081 Elsya Aprilia 1102010088 Irfan Kurniawan 1102010132 Julia 1102010137 Laras Wiyardhani 1102010148 Fakultas Kedokteran

Upload: widyanisa-dwianasti

Post on 28-Dec-2015

373 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

blok endokrin

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 3 Blok Endokrin 2

SKENARIO 3 BLOK ENDOKRIN

MENSTRUASI TIDAK TERATUR

Oleh :Kelompok A 14

Ketua : Arlin Chyntia 1102010036Sekretaris : Amelia Alresna 1102010017

Amanda Aziza H 1102010016Bebby Shelby 1102010045Deniswari Rahayu 1102010065Dinda Putri 1102010081Elsya Aprilia 1102010088Irfan Kurniawan 1102010132Julia 1102010137Laras Wiyardhani 1102010148

Fakultas Kedokteran

Universitas YarsiJakarta

2012

Page 2: Skenario 3 Blok Endokrin 2

SKENARIO 2

Seorang wanita, 20 tahun, mahasiswi universitas yarsi, datang ke poliklinik RS dengan

keluan haid tidak teratur yaitu sejak 6 bulan yang lalu. Setiap haid 2 – 3 minggu. Dua hari ini,

banyak sekali (5 kali ganti pembalut sehari). Pasien mendapatkan haid yang pertama sejak

usia 12 tahun, teratur tiap bulan.

Pemeriksaan fisik sisapatkan ;

Keadaan umum : tampak pucat

Kesadaran : komposmentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Jantung dan paru : dalam batas normal

Pemeriksaan luar ginekologi ;

Abdomen :

Inspeksi : perut tampak mendatar

Palpasi : lemas, fundus uteri tidak teraba di atas simfisis

Auskultasi : bising usus normal

Vulva/vagina : fluksus (+)

Pemeriksaan penunjang ;

USG Ginekologi : uterus bentuk normal dan ukuran normal, ovarium kanan dan

kiri normal. Tidak tampak massa pada adneksa kanan dan kiri.

Lab darah rutin : Hb 10g/dL , Trombosit 300.000/uL , lain-lain normal.

Berdasarkan pemeriksaan di atas, Dojter menduga kelainan haid di sebabkan oleh gangguan

kesetimbangan hormonal.

Pasien juga bingung apakah keluhan ini karena haid atau istihadhah sehingga ragu dalam

melaksanakan hukum islam.

KATA-KATA SULIT

Page 3: Skenario 3 Blok Endokrin 2

1. Fluksus

Pengaliran; khusunya suatu aliran cairan yang abnormal atau berlebihan ke suatu

bagian

2. Adneksa

Umbai-umbai atau bagian tambahan ; a. Uteri, umbai uterus

3. Istihadhah

Darah yang keluar keluar tidak pada hari haid dan nifas; dalam keadaan sakit

(darah penyakit).

PERTANYAAN

Page 4: Skenario 3 Blok Endokrin 2

1. Mengapa haid menjadi tidak teratur?

2. Mengapa haidnya lama sekali dan banyak ?

3. Mengapa pada saat palpasi fundus uteri tidak teraba diatas simfisis ?

4. Pada range umur berapakah sering terjadi gangguan hormonal ?

5. Apa hubungannya pemeriksaan darah rutin dengan gangguan hormonal ?

6. Apa yang membedakan haid dengan istihadhah ?

7. Kapan dikatakan istihadhah ?

8. Range waktu normal haid berlangsung ?

JAWABAN

1. Karena terdapat disfungsi sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium , adrenal, atau

tiroid.

2. Karena terjadi kelebihan esterogen relatif terhadap progesteron, sehingga terjadi

proses proliferasi tanpa proses sekretorik yang normal, yang berakibat endometrium

mengalami perubahan kistik ringan dan stroma yang relatif sedikit menyebabkan

endometrium kurang ditopang sehingga endometrium mengalami kolaps parsial,

disertai ruptur arteri spiral dan pendarahan.

3. Karena normalnya apabila ovum tidak mengalami pembuahan (hamil) maka tidak

akan terjadi pembesaran uterus, sehingga yang teraba saat palpasi adalah simfisis

pubis.

4. Saat perimenarchal (3-5 tahun setelah menarche) dan perimenopausal (40 – 52 tahun)

5. Untuk menegakkan diagnosis dan untuk melihat komplikasi anemia.

6. Haid adalah darah yang keluar dalam keadaan sehat, sedangkan istihadhah adalah

darah yang keluar tidak pada hari haid dan nifas atau dalam keadaan sakit (darah

penyakit).

7. Saat darah yang keluar tidak pada siklus haid dan nifas atau dalam keadaan sakit

(darah penyakit).

8. 3 – 8 hari

HIPOTESIS SEMENTARA

Page 5: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Pada kasus ini pasien mengalami gangguan hormonal dimana terjadi disfungsi pada salah

satu sumbu hipothalamus - hipofisis – ovarium, yang mengakibatkan terjadinya kelebihan

esterogen relatif terhadap progesteron. Hal ini mengakibatkan proses proliferasi terjadi tanpa

dilanjutkan oleh proses sekretorik yang normal, sehingga endometrium mengalami perubahan

kistik ringan dan stroma yang relatif sedikit, yang menyebabkan endometrium kurang

ditopang sehingga endometrium mengalami kolaps parsial, disertai ruptur arteri spiral dan

pendarahan.

SASARAN BELAJAR

Page 6: Skenario 3 Blok Endokrin 2

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Reproduksi Wanita

LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Organ Reproduksi Wanita

LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Organ Reproduksi Wanita

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita

LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Sistem Hormon

LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Menstruasi

LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hormon-Hormon Gonadotropik & Ovarium

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Menstruasi / Abnormal Uterine Bleeding

LI 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Gangguan Menstruasi

LI 3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Menstruasi

LO.4 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Uterus Disfungsional / Disfungsional Uterine Bleeding

LI 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.6 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Perdarahan Uterus

Disfungsional

LI 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Perdarahan Uterus

Disfungsional

LI 4.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Uterus Disfungsional

LI 4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Perdarahan Uterus Disfungsional

LO.5 Memahami dan Menjelaskan Batasan-Batasan Beribadah Dalam Keadaan Suci dan Tidak suci

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Page 7: Skenario 3 Blok Endokrin 2

LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Organ Reproduksi Wanita

Organ Genitalia Interna

1. Vagina

Vagina (dari bahasa Latin yang makna literalnya “pelindung” atau “selongsong”) adalah

saluran berbentuk tabung yang menghubungkan uterus ke bagian luar tubuh. Vagina

merupakan organ reproduksi wanita yang sangat rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan

batas antara uretra dengan anus sangat dekat. pH vagina normal yaitu 3-3,5.

Vagina terbentuk dari suatu jaringan musculo-membranosa yang menghubungkan

vulva dengan uterus. Letaknya yaitu diantara rectum dan vesica urinaria. Panjang dinding

depan vagina lebih pendek daripada dinding belakangnya. Dinding depan vagina kira-kira

sepanjang 9 cm sedangkan dinding belakangnya sepanjang 11 cm. Ruggae dapat ditemukan

di sepanjang dinding vagina terutama bagian bawah. Namun, setelah seorang wanita

melahirkan, ruggae-ruggae ini akan menghilang sehingga permukaan dinding vagina menjadi

licin.

Ada bagian dari uterus yang masuk ke dalam vagina, yaitu cervix uterus (portio).

Portio ini membagi vagina menjadi 4 bagian (fornix): fornix anterior, fornix posterior, fornix

lateral sinistra, fornix lateral dextra. Vagina merupakan saluran yang berfungsi sebagai

saluran menstruasi, coitus dan sebagai jalan lahir.

2. Uterus

Page 8: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Karena uterus dan vagina merupakan satu kesatuan, maka letaknya pun sama. Sama

halnya seperti vagina, uterus juga terletak diantara vesica urinaria dan rectum. Terdapat

ruangan-ruangan yang membatasi uterus dengan organ di depan dan di belakangnya yaitu:

a. Spatium rectouterina (Cavum Douglasii), yaitu suatu ruangan yang memisahkan

uterus dengan rectum. Bila terjadi perdarahan ekstraperitonial, darah akan benyak

tertampung di ruangan ini.

b. Spatium Vesicouterina, yaitu suatu ruangan yang membatasi uterus dengan vesica

urinaria.

Permukaan uterus bagian posterior hampir seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan untuk

bagian posterior, hanya pada bagian atas saja. Uterus terdiri dari dua bagian yaitu:

Cervix uteri: terbagi menjadi pars vaginalis (masuk ke dalam vagina) dan pars

supravaginalis

Corpus Uteri: Terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan paling luar serosa yang melekat

dengan ligamentum latum (perimetrium), lapisan muscular polos yang berada di

tengah (myometrium), dan lapisan paling dalam (endometrium). Ada bagian

menyempit yang membatasi corpus dengan cervix yaitu Isthmus.

Posisi uterus normalnya mendatar dengan flexi kearah anterior dan fundus uterus terletak di

atas vesica urinaria

Page 9: Skenario 3 Blok Endokrin 2

3. Tuba Uterina (Salphinx)

Tuba uterine merupakan sepasang saluran muscular yang menghubungkan ovarium ke

uterus. Panjangnya sekitar 10 cm dan membuka ke ostium abdominale.Tuba uterine dibagi

menjadi 3 bagian yaitu:

a. Isthmus: Bagian tuba uterine yang terdekat dengan uterus dan merupakan bagian

yang menyempit

b. Ampulla: Bagian tuba uterina yang terletak ditengah, diantara bagian isthmus dan

infundibulum. Bagian ini merupakan bagian yang mulai melebar.

c. Infundibulum: Bangunan yang berbentuk seperti corong dan merupakan bagian

yang terdekat dengan ovarium. Infundibulum akan berlanjut menjadi fimbriae.

Permulaan tuba uterine ini terdapat di dalam uterus yang disebut dengan tuba uterine

pars uterus.

4. Ovarium

Ovarium merupakan organ penghasil sel telur pada wanita yang terletak di pelvis minor

dengan jumlah sepasang. Berbentuk bulat agak memanjang dan sedikit pipih seperti buah

almond. Terdiri dari dua lapisan yaitu korteks dan medulla dan difiksasi oleh mesoovarium

pada ligamentum latum.

Page 10: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Perdarahan

Perdarahan alat reproduksi wanita berasal dari A. iliaca interna cabang dari A. iliaca

communis. A. iliaca interna ini kemudian akan bercabang menjadi A. hipogastrica dan

selanjutnya akan bercabang ke organ-organ:

a. Uterus: A. hipogastrica akan bercabang ke uterus menjadi A. uterina. A. uterine ini

kemudian akan berjalan kearah ovarium (A. uterine rr. Ovaiana) dan memperdarahi

ovarium dan akan memperdarahi tuba (A. uterina rr. Tuba)

b. Vagina: A. hipogastrica juga akan berjalan kea rah vagina dan memperdarahi vagina

sebagai (A. vaginalis)

LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Organ Reproduksi Wanita

Ovarium

Ovarium dilapisi oleh satu lapis sel kuboid rendah atau gepeng yaitu epitel germinal,

yang bersambungan dengan mesotelium peritoneum viscerale. Dibawah epitel germinal

adalah jaringan ikat padat yang disebut tunia albuginea.

Ovarium memiliki korteks ditepi, dan medula ditengah, tempat ditemukannya banyak

pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Daerah korteks mengandung banyak folikel

telur yang masing-masing terdiri dari sebuah oosit yang diselaputi oleh sel-sel folikel. Sel-sel

Page 11: Skenario 3 Blok Endokrin 2

folikel adalah oosit beserta sel granulose yang mengelilinginya. Selain folikel, korteks

mengandung fibrosit dengan serat olagen dal retikular. Medula adalah jaringan ikat padat

tidak teratur yang bersambungan dengan lugamentum mesovarium yang menggantungkan

ovarium. Pembuluh darah besar di medula membentuk pembuluh darah yang lebih kecil yang

menyebar diseluruh korteks ovarium.

Macam-macam folikel yaitu :

a. Folikel primordial : terdiri atas oosit primer yang berinti agak ke tepiyang

dialapisi sel folikel berbentuk pipih.

b. Folikel primer : terdiri oosit primer yang dilapisi sel folikel (sel granulose)

berbentuk kubus dan terjadi pembentukan zona pelusida yaitu suatu lapisan

glikoprotein yang terdapat diantara oosit dan sel-sel granulose.

c. Folikel sekunder : terdiri oosit primer yang dilapisi sel granulose berbentuk kubus

berlapis banyak atau disebut staratum granulose.

d. Folikel tersier : terdiri dari oosit primer, volume stratum granulosanya bertambah

besar. Terdapat beberap celah antrum diantara sel-sel granulose. Dan jaringan ikat

stroma di luar stratum granulose membentuk  theca intern (mengandung banyak

pembuluh darah) dan theca extern (banyak mengandungserat kolagen).

e. Folikel Graff : disebut juga folikel matang. Pada folikel ini, oosit sudah siap

diovulasikan dari ovarium. Oosit sekunder dilapisi oleh beberapa lapissel

granulose berada dalam suatu jorokan ke dalam stratum disebut cumulus ooforu.

Page 12: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Sel-sel granulose yang mengelilingi oosit disebut korona radiate. Antrum berisi

liquor follicul yang mengandung hormone esterogen.

Tuba Fallopii

Berdasar struktur histologi terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.

o Lapisan mukosa : tersusun atas epitel selapis silindri dan terdapat 2 jenis sel :

Epitheliocytus ciliatus / epitel bersilia : berfungsi menciptakan arus ke arah

uterus yang menuntun oosit kedalam infundibulumtuba uterina.

Epitheluocytus tubarius angutus / epitel tidak bersilia : berfungsi sebagai sel

sekretori dengan menghasilkan bahan nutritif yang penting bagi ovum.

o Lapisan otot : berupa otot polos sirkular dalam, berfungsi untuk kontrasi peristaltik

yang menuntun ovum dan membuat fimbrae berdekatan dengan ovum untuk

menangkap ovum.

o Lapisan serosa

Page 13: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Uterus

Uterus manusia adalah organ berbentuk buah pir dengan dinding berotot tebal. Badan

atau korpus membentuk bagian uterus. Bagian atas uterus yang membulat dan terletak diatas

pintu masuk tuba uterina disebut fundus. Bagian bawah uterus yang lebih sempit dan terletak

dibawah korpus adalah serviks. Serviks menonjol dan bermuara ke dalam vagina.

Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan :

1. Perimetrium : bagian luar yang dilapisi oleh serosa atau adventitia

2. Miometrium : terdapat 3 lapisan otot yang batas-batasnya kurang jelas. Tiga lapisan

otot tersebut adalah ;

Lapisan Sub vascular : serat-serat otot tersusun memanjang

Lapisan Vaskular : lapisan otot tengah tebal, serat tersusun melingkar dan serong

dengan banyak pembuluh darah.

Lapisan Supravaskular : lapisan otot luar memanjang tipis.

3. Endometrium : dilapisi oleh epitel selapis silindris yang turun kedalam lamina propia

untuk membentuk banyak kelenjar uterus. Umunya endometrium dibagi menjadi dua

lapisan fungsional, Stratum functionale di luminal, dan stratum basale di basal.

Pada wanita yang tidak hamil , stratum functionale superfisial dengan kelenjar uterus

dan pembuluh darah terlepas atau terkelupas selama menstruasi, meninggalkan

stratum basale yang utuh dengan sisa-sisa kelenjar uterus basal – sebagai sumber

untuk regenerasi stratum functionale yang baru.

Arteri uterina di lugamentum latum membentuk arteri arkuata. Arteri ini menembus

dan berjalan melingkari miometrium uterus. Pembuluh darah aruata membentuk arteri

rectae (lurus) dan spiralis yang mendarahi endometrium.

Page 14: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Perubahan siklik uterus

1) Fase Proliferatif

Pada fase proliferatif daur haid dan dibawah pengaruh estrogen ovarium,

stratum functionale semakin tebal dan kelenjar uterus memanjang dan berjalan lurus

di permuaan. Arteri spiralis memanjang dan berkelok-kelok

2) Fase Sekretori

Fase sekretori daur haid dimulai setelah folkel matur. Perubahan di

endometrium disebaban oleh pengaruh estrogen dan progesteron yang disekresi oleh

korpus luteum fungsional. Akibatnya, stratum functionale dan stratum basale

endomentrii menjadi lebih tebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan edema

laina propia, epitel kelenjar uterus mengalami hipertrofi akibat adanya akumulasi

sekretorik. Kelenjar uterus juga semakin berelok-kelok, dan lumennya melebar oleh

bahan sekretorik yang aya arbohidrat. Arteri spiralis terus berjalan ke bagian atas

endometrium dan tampak jelas karena dindingnya tebal.

Selama fase sekretori, stratum functionale endomentrii ditandai oleh

perubahan epitel permukaan silindris, kelenjar uterus, dan lamina propia. Stratum

basale menunjukan perubahan minimal.

Page 15: Skenario 3 Blok Endokrin 2

3) Fase Menstruasi

Selama fase menstruasi, endometrium di stratum functionale mengalami

degenerasi dan terlepas. Endometrium yang terlepas mengandung kepingan-kepingan

stroma yang hancur, bekuan darah, dan kelenjar uterus beserta produknya. Stratu,

basal endomentrii tetap tidak terpengaruh selama fase ini. Bagian distal arteri spiralis

mengalami nekrosis, sedangkan bagian arteri yang lebih dalam tetap utuh.

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita

LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Sistem Hormon

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin (GnRH),

yang sebelumnya juga disebut Hormon pelepas- hormon lutein.

2. Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan Hormon lutein

(LH),keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari

hipotalamus.

3. Hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium

sebagai respons terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior

LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Menstruasi

Siklus haid dapat ditinjau dari uterus maupun ovarium. Siklus uterus berupa

pertumbuhan dan pengelupasan bagian dalam uterus - endometrium. Pada akhir fase

menstruasi endometrium mulai tumbuh kembali dan memasuki fase proliferasi. Pasca

ovulasi, pertumbuhan endometrium berhenti sesaat dan kelenjar endometrium menjadi lebih

aktif – fase sekresi.

Page 16: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Lama siklus haid rata-rata adalah 28 hari dan terdiri dari :

1. Fase folikuler

2. Ovulasi

3. Fase luteal (pasca ovulasi)

Bila siklus menjadi panjang, fase folikuler yang akan menjadi panjang dan fase luteal akan

tetap konstan berlangsung selama 14 hari.Agar siklus haid berlangsung secara normal

diperlukan :

1. Poros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang baik

2. Didalam ovarium terdapat folikel yang responsif

3. Fungsi uterus berlangsung secara normal

Endokrologi Siklus Menstruasi

Pengendalian maturasi folikel dan proses ovulasi dilakukan oleh poros hipotalamus-

hipofisis-ovarium. Hipotalamus mengendalikan siklus haid, namun organ ini sendiri dapat

pula dipengaruhi oleh pusat otak yang lebih tinggi, sehingga faktor kecemasan ataupun

gangguan kejiwaan lain dapat mengganggu pola haid yang normal.

Hipotalamus mempengaruhi hipofisis melalui pengeluaran GnRH-Gonadotropin

Releasing Hormon. GnRH melalui sistem sirkulasi portal menuju hipofisis anterior dan

menyebabkan gonadotrof hipofisis melakukan sintesa dan pelepasan FSH-foliclle stimulating

hormone dan LH-Luteinizing hormone. FSH akan menyebabkan proses maturasi folikel

selama fase folikuler dan LH berperan dalam proses ovulasi serta produksi progesteron oleh

corpus luteum. Aktivitas siklis dalam ovarium berlangsung melalui mekanisme umpan balik

diantara ovarium – hipotalamus dan hipofisis.

Page 17: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Siklus Ovarium

Fase folikuler (hari ke 1 – 10)

Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan hormon ini akan merangsang

pertumbuhan 10 – 20 folikel namun hanya 1 folikel yang ‘dominan’ yang menjadi matang

dan sisanya akan mengalami atresia. Kadar FSH dan LH yang relatif tinggi dipicu oleh

penurunan kadar estrogen dan progesteron pada akhir fase sebelumnya.

Selama dan segera setelah haid, kadar estrogen relatif rendah namun dengan pertumbuhan

folikel kadarnya akan segera meningkat.

Hari Ke 10 - 14

Dengan bertambahnya ukuran folikel, terjadi akumulasi cairan diantara sel granulosa

dan menyebabkan terbentuknya anthrum, sehingga folikel primer berubah bentuk menjadi

Page 18: Skenario 3 Blok Endokrin 2

folikel d’graaf, disini oosit menempati posisi excenteric dan dikelilingi oleh 2 – 3 lapisan sel

granulosa dan disebut sebagai cumulus oophorus Dengan semakin matangnya folikel, kadar

estrogen menjadi semakin bertambah (terutama dari jenis estradiol) dan mencapai puncaknya

18 jam sebelum ovulasi. Dengan semakin meningkatnya kadar estrogen, produksi FSH dan

LH menurun ( umpan balik negatif ) untuk mencegah hiperstimulasi ovarium dan maturasi

folikel lainnya.

Ovulasi Hari Ke 14

Ovulasi terjadi dengan pembesaran folikel yang cepat dan diikuti protrusi permukaan

kortek ovarium dan pecahnya folikel menyebabkan keluarnya oosit dan cumulus oophorus

yang melekat dengannya.

Pada sejumlah wanita Kadang-kadang proses ovulasi ini menimbulkan rasa sakit

sekitar fossa iliaka yang dikenal dengan nama ‘mittelschmerz’. Peningkatan kadar estradiol

pada akhir mid-cycle diperkirakan akibat LH surge dan penurunan kadar FSH akan

menyebabkan –

peristiwa umpan balik positif. Sesaat sebelum ovulasi terjadi penurunan kadar estradiol

secara tiba-tiba dan peningkatan produksi progesteron.

Fase Luteal Hari 15 – 28

Sisa folikel yang telah ruptur berada didalam ovarium. Sel granulosa mengalami

luteinisasi dan membentuk corpus luteum. Corpus luteum merupakan sumber utama dari

hormon steroid seksual, estrogen dan progesteron yang dikeluarkan oleh ovarium pada fase

pasca ovulasi (fase luteal)

Page 19: Skenario 3 Blok Endokrin 2

terbentuknya corpus luteum akan menyebabkan sekresi progesteron terus meningkat dan

terjadi pula kenaikan kadar estradiol berikutnya.

Page 20: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Selama fase luteal, kadar gonadotropin tetap rendah sampai terjadi regresi corpus

luteum pada hari ke 26 – 28. Bila terjadi konsepsi dan implantasi, corpus luteum tidak akan

mengalami regresi oleh karena keberadaanya dipertahankan oleh gonadotropin yang

diproduksi oleh trofoblas. Namun, bila tidak terjadi konsepsi dan implantasi, corpus luteum

akan mengalami regresi dan siklus haid akan mulai berlangsung kembali. Akibat penurunan

kadar hormon steroid, terjadi peningkatan kadar gonadotropin dan siklus haid akan

berlangsung kembali.

Siklus Endometrium

Endometrium memberikan respon secara khas terhadap progestin, androgen dan estrogen.

Inilah sebabnya mengapa endometrium dapat mengalami proses haid dan memungkinkan

terjadinya proses implantasi hasil konsepsi saat terjadi proses kehamilan

Secara fungsional, endometrium dibagi menjadi 2 zona :

1. Bagian luar ( stratum fungsionalis ) yang mengalami perubahan morfologik dan

fungsional secara siklis

2. Bagian dalam ( stratum basalis ) yang secara relatif tidak mengalami perubahan dan

berperan penting dalam proses penggantian sel endometrium yang terkelupas saat haid.

Arteri basalis berada dalam stratum basalis dan arteri spiralis khususnya terbentuk dalam

stratum fungsionalis.

Perubahan siklis endometrium secara histofisiologi dibagia menjadi 3 stadium : fase

menstruasi, fase proliferasi (estrogenik) dan fase sekresi (progestasional)

Page 21: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Fase Proliferasi

Selama fase folikuler, endometrium terpapar dengan sekresi estrogen. Pada akhir haid,

regenerasi endometrium berlangsung dengan cepat.

Pada stadium ini – Fase Proliferasi , pola kelenjar endometrium adalah regular dan tubuler,

sejajar satu sama lain dan mengandung sedikit cairan sekresi.

Fase Sekresi

Pasca ovulasi, produksi progesteron memicu terjadi perubahan sekresi pada kelenjar

endometrium. Terlihat adanya vakuola yang berisi cairan sekresi pada epitel kelenjar.

Kelenjar endometrium menjadi semakin berliku-liku.

Fase Menstruasi

Secara normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada saat-saat akhir corpus luteum,

terjadi penurunan produksi estrogen dan progesteron. Penurunan ini diikuti dengan kontraksi

spasmodik dari arteri spiralis sehingga terjadi ischemik dan nekrosis lapisan superfisial

endometrium sehingga terjadi perdarahan. Vasospasme nampaknya merupakan akibat adanya

produksi prostaglandin lokal. Prostaglandin juga menyebabkan kontraksi uterus saat haid.

Darah haid tidak mengalami pembekuan oleh karena adanya aktivitas fibrinolitik dalam

pembuluh darah endometrium yang mencapai puncaknya saat menstruasi.

Lendir Servik

Pada wanita terdapat hubungan langsung antara traktus genitalis bagian bawah dengan

cavum peritoneal. Hubungan langsung ini memungkinkan spermatosoa mencapai ovum,

meskipun ferttilisasi umumnya terjadi di dalam tuba falopii. Hubungan langsung ini pula

yang memudahkan wanita mengalami infeksi genitalia interna. Namun keberadaan lendir

servik dapat mencegah hal itu terjadi.

a. Pada fase folikuler dini, konsistensi lendir servik kental dan impermeable ( seperti

putih telur )

b. Pada fase folikuler lanjut, meningkatnya kadar estrogen menyebabkan lendir yang

menjadi lebih encer dan relatif semipermeabel dan relatif mudah ditembus oleh

spermatozoa. Perubahan lendiri servik yang menjadi lebih encer ini disebut sebagai

‘spinnbarkheit’

c. Pasca ovulasi, progesteron yang dihasilkan corpus luteum menetralisir efek estrogen

sehingga lendir servik menjadi kental kembali dan impermeabel.

Page 22: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Perubahan Siklis Lain

Meskipun maksud dari perubahan hormon ovarium secara siklis adalah ditujukan

pada traktus genitalia, namun hormon-hormon tersebut juga dapat mempengaruhi sejumalh

organ tubuh lain.

1. Suhu badan basal

Terjadi kenaikan suhu badan basal kira-kira 10 F – 0.50 C pada saat ovulasi dan

kenaikan suhu tersebut dipertahankan sampai menstruasi. Ini disebabkanb oleh efek

termogenik progesteron. Bila terjadi konsepsi, kenaikan suhu badan basal ini tetap

bertahan sampai selama kehamilan.

2. Perubahan pada payudara

Kelenjar mamma sangat sensitif terhadap estrogen dan progesteron. Pembengkakan

payudara seringkali merupakan tanda pubertas sebagai respon atas kenaikan estrogen

ovarium. Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergistik terhadap payudara dan

selama siklus haid, pembengkakan payu dara terjadi pada fase luteal dimana kadar

progesteron sedang tinggi.

3. Perubahan psikologi

Beberapa wanita mengalami perubahan ‘mood’ terkait dengan siklus haid. Terjadi

instabilitas emosional pada fase luteal. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan

progesteron. Tidak dapat dipastikan apakah perubahan mood tersebut disebabkan oleh

siklus haid atau merupakan sindroma premenstrual.

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Menstruasi / Abnormal Uterine Bleeding

LI 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Gangguan Menstruasi

Pendarahan uterus abnormal atau gangguan mestruasi dapat diartikan dengan berbagai cara,

terminologi yang spesifik telah biasa digunakan untuk mengkarakterisasi pola pendarahan

tertentu. Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah ,

selang waktu (Interval) maupun lamanya.

LI 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Gangguan Menstruasi

Etiologi Gangguan Mestruasi dapat berupa

1. Penyakit Uterus

Polip, Endometritis, Leiomyoma, Adenomyosis

2. Medikasi

Page 23: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Psycotropic drugs, Pil Kontrasepsi Kombinasi, Dilatin , Tamoxifem, Progestin

3. Gangguan Koagulasi

Von Willebrand’s disease, Trombositopeni, Leukimia, ITP

4. Penyakit Sistemik

Obesitas, Liver failure

5. Endokrin

Anovulasi, Hyperprolactinemia, Disfungsi thyroid, Disfungsi Andrenal,

Esterogen -producing tumor

6. Komplikasi Kehamilan

Kehamilan Ektopik

7. Patologi Serviks

Infeksi , Kanker, Polip, Hemangioma

8. Komplikasi puerperal

Endomyometritis

LI 3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Menstruasi

Terjadinya mentruasi atau haid merupakan perpaduan antara kesehatan alat genitalia

dan rangsangan hormonal yang kompleks yang berasal dari mata rantai aksis hipotalamus-

hipofisis-ovarium. Oleh karena itu, gangguan haid dapat terjadi karena kedua faktor tersebut.

Page 24: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Hipermenorea (menoragia)

Jadwal siklus haid tetap , tetapi kelainan terletak pada jumlah pendarahan lebih banyak dan

dapat disertai gumpalan darah dan lamanya pendarahan lebih dari 8 hari. Terjadinya

hipermenorea berkaitan dengan kelainan pada rahim, yaitu mioma uteri, polipendomentrium,

dan gangguan perlepasan endomentrium.

Hipomenorea

Siklus menstruasi (haid) tetap tetapi lama pendarahan memendek kurang dari 3 hari.

Hipomenorea dapat disebabkan kesuburan endomentrium kurang karena keadaan gizi

penderita rendah, penyakit menahun, dan gangguan hormonal.

Polimenorea

Terdapat siklus menstruasi yang memendek dari biasanya yaitu kurang dari 21 hari,

sedangkan jumlah pendarahan relatif tetap. Polimenorea merupakan gangguan hormonal dengan

umur korpus luteum memendek, sehingga siklus menstruasi pun lebih pendek.

Page 25: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Oligomenorea

Siklus memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama.

Oligomenorea disebabkan oleh gangguan hormonal. Bila oligomenorea berkelanjutan selama

3 bulan berturut-turut disebut amenorea.

Amenorea

Amenroea adalah keadaan tidak datangnya haid selama 3 bulanbeturut-turut. Terdapat 2

bentuk amenorea, yaitu:

1. Amenorea primer: Bila tidak datang bulan sejak bayi sampai mencapai umur 18

tahun atau lebih.

2. Amenorea sekunder: Pernah mendapat haid tapi berhenti berturut-turut selama 3

bulan

Penyebab amenorea cukup yang banyak berkaitan dengan:

1. Keadaan fisiologis

a. Sebelum menarche

b. Hamil dan laktasi amenorea

c. Menopause

2. Gangguan pada aksis hipotamus – hipofisis - ovarium

3. Kelainan kongenital

4. Ganggun sistem hormonal

Metroragia

Metrorargia merupakan pendarahan yang terjadi di luar haid dengan penyebab kelainan

hormonal atau kelainan organ genitalia. Penyebab dari metroragi adalah

Perdarahan bukan haid

Perdarahan bukan haid digolongan sebagai perdarahan yang tidak ada hubunganya dengan

haid dan dapat disebabkan oleh kelainan organik maupun hormonal. Bentuk perdarahan

bukan haid dapat berupa kontak berdarah, spotting diluar haid, perdarahan disfungsional.

Penyebab organik pendarahan bukan haid :

1. Vagina : varises pecah, metastase-korio karsinoma, keganasan vagina.

2. Serviks : karsinoma portio,perlukaan serviks, polipserviks

Page 26: Skenario 3 Blok Endokrin 2

3. Rahim : polip endomentrium, karsinoma korpusuteri, submukosa mioma uteri

4. Tuba falopii : karsinoma tuba, hamil ektopik tuba.

5. Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium

Penyebab Pendarahan disfungsional adalah pendarahan tanpa di jumpai kelainan organik alat

genetalia, tapi gangguan matarantai hormon aksis hipotalamus-hipofisis dan ovarium.

Pendarahandisfungsional mempunyai 2 bentuk, yaitu perdarahan disfungsional dengan

ovulasi (ovutatior disfunctional bleeding) dan perdarahan disfugsional tanpa ovulasi

(anovutatior disfunctional bleeding)

Ketegangan pra-haid

Keluhan pre-menstruasi terjadi sekitar beberapa hari sebelum bahkan sampai saat menstruasi

berlangsung. Gejala ini di jumpai pada wanita umur 30-45 tahun. Penyebab yang jelas tidak

diketahui tetapi terdapat dugaan bahwa ketidak seimbangan hormon esterogen dan

progesteron. Dikemukakan bahwa dominasi “estrogen” merupakan penyebab dengan

defisiensi fase luteal dan kekurangan produksi progesterone. Akibat dominasi esterogen

terjadi retensi air dan garam, dan edema pada beberapa tempat. Gejala kliniknya dalam

bentuk:

Gangguan emosionl - mudah tersinggung

Sukar tidur, gelisah, sakit kepala

Perut kembung, mual, sampai muntah

Payudara terasa tegang dan sakit

Pada kasus yang lebih berat sering merasa tertekan

Mastodinia

Rasa tegang dan nyeri pada payudara menjelang haid disebut matodinia atau mastalgia.

Mastalgia di sebabkan dominasi hormone esterogen, sehingga terjadi retensi air dan garam

disertai hiperemia di daerah payudara. Segera setelah menstruasi, mastalgia akan hilang

dengan sendirinya.

Pendarahan ovulasi (mittelschmer)

Dengan kesibukannya wanita jarang merasakan terjadi rasa nyeri ketika ovulasi (pelepasan

ovum) yang dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari pada pertengahan siklus

menstruasi di sebut mittelschmer. Mittelschmer penting di perhatikan agar dapat menasehati

Page 27: Skenario 3 Blok Endokrin 2

mereka yang infertilitas agar mempergunakannya untuk kehamilan. Kadang-kadang

mittelschmer di ikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis

seperti hamil ektopik yang pecah.

LO.4 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Uterus Disfungsional / Disfungsional Uterine Bleeding

LI 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) merupakan perdarahan dari uterus yang tidak

ada hubungannya dengan sebab organik, kelainan sistemik (seperti kelainan faktor

pembekuan darah) maupun kehamilan. PUD adalah perdarahan pada endometrium dari rahim

yang tidak didalam siklus haid dan semata akibat dari gangguan fungsi endokrin pada salah

satu bagian dari sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium.

Perdarahan uterus disfungsional (dysfunctional uterine bleeding/DUB) merupakan

diagnosis yang dibuat setelah diagnosis lainnya disingkirkan (diagnosis eksklusi).

Pemeriksaan abdomen dan pelvis serta kuretase uterus yang adekuat, histeroskopi atau

setidaknya biopsi endometrium sangat penting untuk menyingkirkan penyakit organik pada

uterus. Perdarahan uterus disfungsional paling sering terjadi pada awal dan akhir masa

menstruasi, tetapi dapat terjadi pada usia manapun. Manifestasi klinis dapat berupa

perdarahan akut dan banyak, perdarahan ireguler, menoragia dan perdarahan akibat

penggunaan kontrasepsi.

Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional dibedakan dalam bentuk

akut dan kronis. Sedangkan secara kausal perdarahan uterus disfungsional mempunyai dasar

ovulatorik (10%) dan anovulatorik (70%).

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan

anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi pula pada siklus

anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik

ditemukan umur korpus luteum yang memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada

perdarahan uterus disfungsional anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif

maka kadar progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan

LI 4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Perdarahan Uterus Disfungsional

Perdarahan uterus disfungsional biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi ovarium

primer atau sekunder yang disebabkan adanya kelainan pada salah satu tempat pada sistem

Page 28: Skenario 3 Blok Endokrin 2

sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium dan jarang akibat dari gangguan fungsi korteks

ginjal dan kelenjar tiroid. Perdarahan uterus disfungsional umumnya merupakan keadaan

anovulator tetapi dapat juga terjadi pada keadaan ovulatoir bila ada defek pada fase folikular

atau fase luteal.

Penyebab Perdarahan Uterus Abnormal Berdasaran Kelompok Usia

Kelompok Usia Penyebab

Prapubertas Pubertas prekoks (kelainan hipotalamus, hipofisis,

atau ovarium)

Remaja Siklus Anovulatorik

Usia subur Penyulit Kehamilan (abortus, penyakit trofoblastik,

kehamilan ektopik)

Perimenopause Siklus anovulatorik, pelepasan irregular endometrium,

lesi organik

Pascamenopause Lesi organik, atrofi endometrium

Buku Ajar Patologi, Robins.2004

LI 4.3 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Perdarahan Uterus Disfungsional

o Anovulatorik

Kegagalan Ovulasi. Siklus anovulatorik sangat sering terjadi di kedua ujung usia

subur; pada setiap disfungsi sumbu hipotalamus-hipofiisis-ovumn adrenal, atau tiroid;

pada lesi ovarium fungsional yang menghasilkan esterogen berlebihan; pada

malnutrisi, obesitas, atau peyakit berat; pada stress fisik atau emosi berat. Pada

banyak kasus penyebab kegagalan ovulasi tidak diketahui, tetapi apapun sebabnya,

hal ini menyebabkan kelebihan estrogen relatif terhadap progesteron. Oleh karena itu,

endometrium mengalami fase proliferatif yang tidak diikuti oleh fase sekretorik yang

normal. Kelenjar endometrium mungkin mengalami perubahan kistik ringan atau di

tempat lain mungkin tampak kacau dengan stroma yang relatif sedikit, yang

memerlukan progesteron untuk mempertahankannya. Endometrium yang kurang

ditopang ini mengalami kolaps secara parsial, disertai ruptur arteri spiral dan

perdarahan.

o Ovulatorik

Fase luteal tidak adekuat. Korpus luteum mungkin gagal mengalami pematangan

secara normal atau mengalami rgresi secara prematur sehingga terjadi kekurangan

relatif progesteron. Endometrium dibawah kondisi ini mengalami perlambatan

terbentuknya pase sekretorik.

Page 29: Skenario 3 Blok Endokrin 2

LI 4.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Perdarahan Uterus Disfungsional

Keluhan dan Gejala Masalah

Nyeri Pelvik Abortus, Kehamilan ektopik

Mual, Peningkatan frekuensi berkemih Hamil

Peningkatan berat badan, fatigue, gangguan

toleransi terhadap dingin

Hipotiroid

Penurunan berat badan, banyak keringat,

palpitasi

Hipertiroid

Riwayat konsumsi antikoagulan

Gangguan pembekuan darah

Koagulopati

Riwayat hepatitis, ikterik Penyakit hati

Hirsustisme, acne, akantosis nigricans, obesitas Sindron Ovarium Polikistik

Pendarahan pasca coitus Displasia serviks, polip, endoserviks

Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang

pandang

Tumor hipofisis

LI 4.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Perdarahan

Uterus Disfungsional

Anamnesis

Pada pasien yang mengalami perdarahan uterus disfungsional, anamnesis perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.

Riwayat detail menstruasi :

Jumlah hari mestruasi

Page 30: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Jumlah pembalut yang digunakan per hari

Dampak terhadap kehidupan sehari-hari

Riwayat pendarahan pada gusi, mudah memar, dan perdarahan yang panjang akibat

luka ringan

Gejala penambahan berat badan, konstipasi, rambut rontok, kelelahan

Galaktorea

Riwayat seksual dan penggunaan kontrasepsi

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik ,

selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk :

o Menilai

− Indeks Massa Tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)

− Tanda-tanda Hiperandrogen

− Pembesaran kelenjar thyroid atau manofestasi hiper atau hypothyroid

− Galaktorea

− Gangguan Lapang Pandang (karena adenoma hypofisis)

− Faktor resiko keganasan (obesitas, hipertensi, DM, dll)

o Menyingkirkan

− Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas

− Servisitis, endometritis

− Polip dan mioma uteri

− Keganasan serviks dan uterus

− Hiperplasia endometrium

− Gangguan pembekuan darah

Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap smear, dan

harus disingkirkan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium, atau keganasan.

Primer Sekunder Tersier

Laboratorium -Hb

-Tes kehamilan

-urin

-Darah lengkap

hemostatis (BT-CT,

lainnya sesuai

fasilitas)

-Prolaktin

-Tiroid (TSH, FT4)

-Hemostasis (PT,

aPTT,dll)

USG -USG -USG

Page 31: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Pemeriksaan

Penunjang

transabdominal

-USG transvaginal

SIS

Transabdominal

-USG transvaginal

-SIS

-Doppler

Penilaian

Endometrium

-Mikrokuret

-D&K

-Mikrokuret/ D&K

-Histeroskopi

-Endometrial

sampling

Penilaian serviks

bila ada patologi

-IVA -Pap smear -Pap smear

-Kolposkopi

Langkah diagnostik PUD

Page 32: Skenario 3 Blok Endokrin 2

LI 4.6 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional

Terapi

Tujuan terapi

o mengontrol perdarahan

o mencegah perdarahan berulang

o mencegah komplikasi

o mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh

o menjaga kesuburan.

Page 33: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Tatalaksana awal dari perdarahan akut adalah pemulihan kondisi hemodinamik dari

ibu. Pemberian estrogen dosis tinggi adalah tatalaksana yang sering dilakukan. Regimen

estrogen tersebut efektif di dalam menghentikan episode perdarahan. Bagaimanapun juga

penyebab perdarahan harus dicari dan dihentikan. Apabila pasien memiliki kontraindikasi

untuk terapi estrogen, maka penggunaan progesteron dianjurkan.

Untuk perdarahan disfungsional yang berlangsung dalam jangka waktu lama, terapi

yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan pilihan

kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien yang

menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan

kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi. Terapi operasi dapat disarankan

untuk kasus yang resisten terhadap terapi obat-obatan. Secara singkat langkah-langkah

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Perbaikan Keadaan Umum

Pada perdarahan yang banyak sering ditemukan keadaan umum yang buruk. Pada

perdarahan uterus disfungsional akut, anemia (Hb <8 g/dL) yang terjadi harus segera

diatasi dengan transfusi darah. Pada perdarahan uterus disfungsional kronis keadaan

anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan besi, sedangkan anemia

berat membutuhkan transfusi darah

2. Penghentian Pendarahan

Hormon Steroid Seks

o Estrogen

Dipakai pada perdarahan uterus disfungsional untuk menghentikan perdarahan

karena memiliki berbagai khasiat yaitu healing effect, pembentukan mukopolisakarida

pada dinding pembuluh darah, vasokonstriksi (karena merangsang prostaglandin),

meningkatkan pembentukan thrombin dan fibrin. Dosis pemberian estrogen pada

perdarahan uterus disfungsional adalah 25 mg IV setiap 4-6 jam untuk 24 jam diikuti

dengan oral terapi yaitu 1 tablet perhari selama 5-7 hari (untuk semua produk estrogen

dengan kandungan ≤ 35 mg ethynil estradiol).

o Progestin

Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan

perdarahan. Beberapa sedian tersebut antara lain noretisteron, MPA, megestrol asetat,

dihidrogesteron dan linestrenol. Noretisteron dapat menghentikan perdarahan setelah

24-48 jam dengan dosis 20-30 mg/hari, medroksiprogesteron asetat dengan dosis 10-

Page 34: Skenario 3 Blok Endokrin 2

20 mg/hari selama 10 hari, megestrol asetat dengan didrogesteron dengan dosis 10-20

mg/hari selama 10 hari, serta linestrenol dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari.

o Androgen                                                                                  

Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tak cocok dengan estrogen dan

progesteron. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol (danazol) dan

metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17-α-etinil-testosteron). Dosis

yang diberikan adalah 200 mg/hari selama 12 minggu. Perlu diingat bahwa

pemakaian jangka panjang sediaan androgen akan berakibat maskulinisasi.

Penghambat sintesis prostaglandin.

Pada peristiwa perdarahan, prostaglandin penting peranannya pada vaskularisasi

endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgF2α meningkat secara bermakna. Dengan dasar itu,

penghambat sintesis prostaglandin atau obat anti inflamasi non steroid telah dipakai untuk

pengobatan perdarahan uterus disfungsional, terutama perdarahan uterus disfungsional

anovulatorik. Untuk itu asam mefenamat dan naproksen seringkali dipakai dosis 3 x 500

mg/hari selama 3-5 hari atau ethamsylate 500 mg 4 kali sehari terbukti mampu mengurangi

perdarahan.

Antifibrinolitik

Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara lokal pada perdarahan uterus

disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas fibrinolitik yang diakibatkan oleh kerja

enzimatik. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk mengatasi

penumpukan fibrin. Unsur utama pada system fibrinolitik itu adalah plasminogen, yang bila

diaktifkan akan mengeluarkan protease plasmin. Enzim tersebut akan menghambat aktivasi

palsminogen menjadi plasmin, sehingga proses fibrinolisis akhirnya akan terhambat pula.

Sediaan yang ada untuk keperluan ini adalah asam amino kaproat (dosis yang diberikan

adalah 4 x 1-1,5 gr/hari selama 4-7 hari)

Operatif

Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan histerektomi.

Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada

perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus

disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau

perimenopause. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya frekuensi keganasan pada usia

tersebut. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan karena menghilangkan daerah nekrotik

Page 35: Skenario 3 Blok Endokrin 2

pada endometrium. Ternyata dengan cara tersebut perdarahan akut berhasil dihentikan pada

40-60% kasus. Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan uterus disfungsional

masih diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ sasaran tanpa

menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya cukup tinggi (30-40%)

sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan

kuretase sebagai pilihan utama untuk menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus

disfungsional, kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan.

Pada ablasi endometrium dengan laser ketiga lapisan endometrium diablasikan dengan

cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen, sehingga

penderita akan mengalami henti haid yang permanen pula. Cara ini dipilih untuk penderita

yang punya kontraindikasi pembedahan dan tampak cukup efektif sebagai pilihan lain dari

histerektomi, tetapi bukan sebagai pengganti histerektomi

Tindakan histerektomi pada penderita perdarahan uterus disfungsional harus

memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini merupakan

pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause, histerektomi

harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain itu

histerektomi juga dilakukan untuk perdarahan uterus disfungsional dengan gambaran

histologis endometrium hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun

dilatasi dan kuretase. Histerektomi mempunyai tingkat mortalitas 6/ 10.000 operasi. Satu

penelitian menemukan bahwa histerektomi berhubungan dengan tingkat morbiditas dan

membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama dibanding ablasi endometrium. Beberapa

studi sebelumnya menemukan bahwa fungsi seksual meningkat setelah histerektomi dimana

terdapat peningkatan aktifitas seksual. Histerektomi merupakan metode popular untuk

mengatasi perdarahan uterus disfungsional, terutama di negara-negara industri

3. Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi

Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus

anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk

pemicuan ovulasi.

o Siklus ovulatorik

Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik secara klinis tampil sebagai polimenorea,

oligomenorea, menoragia dan perdarahan pertengahan siklus, perdarahan bercak prahaid atau

pasca haid. Perdarahan pertengahan siklus diatasi dengan estrogen konjugasi 0,625-1,25

mg/hari atau etinilestradiol 50 mikrogram/ hari dari hari ke 10 hingga hari ke 15. Perdarahan

Page 36: Skenario 3 Blok Endokrin 2

bercak prahaid diobati dengan progesteron (medroksi progestron asetat atau didrogestron)

dengan dosis 10 mg/hari dari hari ke 17 hingga hari ke 26. Beberapa penulis menggunakan

progesteron dan estrogen pada polimenorea dan menoragia dengan dosis yang sesuai dengan

kontrasepsi oral, mulai hari ke 5 hingga hari ke 25 siklus haid.8

o Siklus anovulatorik

Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik mempunyai dasar kelainan kekurangan

progesteron. Oleh karena itu pengobatan untuk mengembalikan fungsi hormon reproduksi

dilakukan dengan pemberian progesteron, seperti medroksi progesterone asetat dengan dosis

10-20 mg/hari mulai hari ke 16-25 siklus haid. Dapat pula digunakan didrogesteron dengan

dosis 10-20 mg/hari dari hari 16-25 siklus haid, linestrenol dengan dosis 5-15 mg/hari selama

10 hari mulai hari hari ke 16-25 siklus haid. Pengobatan hormonal ini diberikan untuk 3

siklus haid. Jika gagal setelah pemberian 3 siklus dan ovulasi tetap tak terjadi, dilakukan

pemicuan ovulasi. Pada penderita yang tidak menginginkan anak keadaan ini diatur dengan

penambahan estrogen dosis 0,625-1,25 mg/hari atau kontrasepsi oral selama 10 hari, dari hari

ke 5 sampai hari ke 25.8

Penanganan terapi berdasarkan usia

PUD pada Usia Perimenarche

Pada usia perimenarche (rata-rata 11 tahun ) hingga memasuki usia reproduksi , berlangsung

sampai 3- 5 tahun setelah menarche dan ditandai dengan siklus yang tidak teratur baik lama

maupun jumlah darahnya.

Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi

nonsteroid (NSAID), atau asam traneksamat. Pemberian tablet estrogen – progesteron

kombinasi, atau tablet progesterone saja maupun analog GnRH (agonis atau

antagonis) hanya bila tidak ada perbaikan.

Pada keadaan akut, dimana Hb sampai <8 gr%, maka pasien harus :

o Dirawat dan diberikan transfusi darah.

o Untuk mengurangi perdarahan diberikan sediaan :

Estrogen- progesterone kombinasi, misalnya 17β estradiol 2x2 mg, atau

Estrogen equin konjugasi 2x1.25 mg, atau

Estropipete 1x 1,25 mg dikombinasikan dengan noretisteron asetat 2x5

mg ;atau

Medroksiprogesteron asetat (MPA) 2x10 mg, atau juga dapat diberikan

normegestrol asetat 2x5 mg dan cukup diberikan selama 3 hari

Page 37: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Bila perdarahan akut telah berkurang atau selesai , lakukan pengaturan siklus, dengan

pemberian tablet progesterone pada hari 16-25 selama 3 bulan. MPA atau didrogesterone

(10mg/ hari) sedangnkan noretisterone 5mg/ hari.

PUD pada Usia Reproduksi

Pada usia ini dapat terjadi siklus yang berovulasi (65%) dan terdapat siklus yang tidak

berovulasi. Pada keadaan akut penanganan sama seperti PUD pada usia perimenarche .

Pada PUD dengan siklus yang berovulasi umumnya lebih ringan dan jarang hingga

akut. PUD yang terjadi paling sering berupa perdarahan bercak (spotting) pada

pertengahan siklus. Pengobatan dapat diberikan berupa :

o 17-β estradiol 1x2 mg, atau estrogen equin konjugasi 1x1,25 mg, atau

estropipete 1x1,25 mg, dari hari ke 10-15 siklus haid

o Pada perdarahan bercak prahaid dapat diberikan MPA 1x10 mg, atau

didrogesteron 1x10 mg, atau Noretisteron asetat 1x5 mg; atau juga

Normegestrol asetat 1x5 mg yang diberikan mulai hari 16-25 siklus.

o Pada perdarahban bercak pascahaid dapat diberikan 17-β estradiol 1x 2mg,

atau estrogen equin konjugasi 1x 1,25 mg, atau estropipete 1x 1,25 mg yang

diberikan mulai hari 2- 8 siklus haid.

PUD pada usia perimenopause

Perimenopause atau usia antara masa pramenopause dan pascamenopause, yaitu

sekitar menopause (usia 40-50 tahun). PUD ini hampir 95% terjadi siklus yang tidak

berovulasi (folikel persisten). Sehingga setiap perdarahan atau gangguan haid yang terjadi

pada usia perimenopause harus dipikirkan adanaya keganasan pada endometrium.

Pada keadaan tidak akut pasien dipersiapkan untuk dilakukan tindakan D & C

(Dilatasi dan kuretase). Perubahan pada endometrium juga dapat dilihat dengan USG. Bila

ditemukan ketebalan endometrium lebih dari 5 mm berarti telah terjadi hiperplasia

endometrium.

Jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menggambarkan suatu hiperplasia kistikm

atau hiperplasia adenomatosa, maka pertama kali dapat dicoba pemberian progesteron seperti

MPA dengan dosis 3x10 mg / hari selama 6 bulan, atau dapat juga diberikan depo

medroksiprogesterone asetat (DPMA)

Bila ketebalan endometrium kurang dari 6 mm dapat langsung diberikan kombinasi

estrogen- progesteron, seperti estrogen equin konyugasi 1x0,3 mg , atau 17-β estradiol 1x2

Page 38: Skenario 3 Blok Endokrin 2

mg + MPA 1x10 mg yang dibekian secara berkelanjutan selama 6 bulan. Bila tidak ada

perbaikan, maka perlu dilakukan tindakan D&C . dan pengobatan selanjutnya bergantung

pada hasil patologi anatomi yang diperoleh. Namun pasien dengan faktor risiko kanker

endometrium seperti kegemukan, DM, dan hipertensi sebaiknya tetap dilakukak D&C ,

meskipun ketebalan endometrium <5 mm.

Berdasarkan banyaknya perdarahan

Jika Perdarahan Uterus Disfungsional telah ditegakkan dan perdarahannya tidak banyak serta

tidak terdapat diskrasia perdarahan, dapat dilakukan observasi tanpa melakukan intervensi

terlebih dahulu.

Apabila pasien mengalami perdarahan sedang , pasien dapat diberikan :

o Kontrasepsi Oral Estrogen dosis tinggi selama 3 minggu atau

o Regimen 3-4 pil kontrasepsi oral dosis rendah per hari selama 1 minggu

kemudian diikuti dengan penurunan ke dosis lazim sampai 3 minggu.

Apabila pasien mengalami perdarahan berat :

o Pasien perlu dirawat di rumah sakit, tirah baring.

o Diberikan suntikan estradiol valerate (10mg) dan hydroxyprogesterone

caproate (500 mg) intramuskular ; atau

o Conjugated estrogens (25 mg) intravena atau intramuskular.

o Berikan preparat besi untuk mencegah anemia

Untuk mencegah kekambuhan perlu diberikan kontrasepsi oral siklik selama 2-3

bulan atau dapat dilakukan induksi mentruasi setiap 2-3 bulan dengan 10 mg

hydroxyprogesterone acetate oral, 1-2 kali per hari selama 10 hari .

Jika pemberian terapi hormon gagal mengontrol perdarahan uterus, perlu dilakukan

evaluasi dan pemeriksaan biopsi endometrium, histeroskopi, atau dilatasi dan kuretase untuk

diagnosis lebih lanjut dan terapi.

LI 4.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Uterus Disfungsional

Perdarahan uterus disfungsional yang lama dan berat dapat menyebabkan anemia

defisiensi besi pada 30% individu. Ketidakseimbangan hormonal yang berkelanjutan yang

mungkin menghambat ovulasi dapat menyebabkan infertilitas. Pada 1-2% individu dengan

ketidakseimbangan estrogen dan progesteron yang kronik, akan meningkatkan resiko

terjadinya kanker endometrium

Page 39: Skenario 3 Blok Endokrin 2

LI 4.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Perdarahan Uterus Disfungsional

Pada dasarnya keseimbangan hormonal akan dicapai dengan pengobatan yang tepat.

Meskipun terapi medikal digunakan pertama kali, lebih dari setengah wanita dengan

menoragia akan melakukan histerektomi dalam waktu 5 tahun di ginekologist. Beberapa

pasien yang menggunakan kontrasepsi transvaginal sebagai manajemen perdarahan uterus

disfungsional dapat mengalami 89-95%  perbaikan. Jika kehamilan diinginkan, infertilitas

dapat diatasi dengan obat fertilitas. Sebaliknya, bila kehamilan tidak diinginkan dan

penatalaksanaan konserfatif tidak efektif, ablasi endometrial dapat mengurangi perdarahan

uterus yang berlebihan sampai 88%. Ablasi endometrial efektif untuk jangka pendek, dan 48

bulan setelah ablasi ,29% individu memerlukan prosedur lain.

LO.5 Memahami dan Menjelaskan Batasan-Batasan Beribadah Dalam Keadaan Suci dan Tidak suci

DARAH WANITA

Haid : Keluar dalam keadaan sehat,

Nifas: Keluar setelah melahirkan

Istihadlah : Keluar tidak pada hari haid dan nifas; dalam keadaan sakit (darah

penyakit).

Akibat Hukum Datangnya Haid

o Seorang wanita dianggap telah balig, menjadi mukallaf, dianggap telah cukup cakap

bertindak hukum.

o Pertanda wanita tersebut tidak hamil,

o Dijadikan sebagai batas penghitungan masa iddah bagi wanita subur.

o Menjadikannya wajib mandi saat haidnya berhenti.

o Haram melakukan hubungan badan pada masa tersebut. Ulama berbeda pendapat

tentang saksi (kaffarat) yang melanggarnya (wajib dan tidak wajib).

Datang atau Berhentinya Haid Saat Waktu Shalat atau Puasa

Jika haid datang pada waktu shalat dan dia belum shalat, dia berhutang shalat.

Page 40: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Jika berhenti haid, maka harus segera mandi dan shalat, jika tidak, maka termasuk

mengabaikan shalat.

DALAM KEADAAN HAID DAN NIFAS DIPERBOLEHKAN

1. Berdzikir, berdo’a, dll.

2. Membaca Al-Qur’an dan memegang mushaf Al Qur’an (Khilafiah).

3. Bermesraan dengan suami, sepanjang tidak coitus.

4. Melakukan berbagai aktivitas yang baik, selain yang terlarang atas wanita yang dalam

keadaan haid /nifas

ISTIHADHAH

Darah yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya dari

urat.” (An-Nawawi).

Darah segar yang di luar kebiasaan seorang wanita disebabkan urat yang terputus (Al-

Qurthubi).

Darah yang terus menerus keluar dari seorang wanita dan tidak terputus selamanya

atau terputus sehari dua hari dalam sebulan (Al-Utsaimin)

Tidak wajib, hanya mesti wudhu (Jumhur ulama).

Mandi setiap shalat = sunnah (Empat Imam Mazhab)

Perbedaan antara Darah Istihadlah dengan Darah Haid

Warna

o Haid umumnya hitam, sedangkan Istihadlah umumnya merah segar.

Kelunakan dan Kerasnya

o Haid sifatnya keras dan Istihadlah lunak.

Kekentalan

o Haid kental sedangkan Istihadlah sebaliknya.

Aroma

o Haid beraroma tidak sedap atau busuk.

Batasan Shalat bagi penderita Istihadhah

Dalam Batasan Umum:

Page 41: Skenario 3 Blok Endokrin 2

Salat wajib dikerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syarak, namun

dalam keadaan khusus, seperti tidak adanya kemampuan karena sakit dan lainnya, misalnya,

tidak mampu ditunaikan dengan berdiri, boleh dilakukan dengan berdiri sambil bersandar,

dan seterusnya sesuai dengan kadar kemampuannya.

Penggunaan Obat utk Mencegah Haid

o Niat, untuk kesempurnaan ibadah haji = mubah.

o Niat, puasa Ramadhan sebulan penuh = makruh, tetapi bagi wanita yang sulit

mengqadhanya pada hari lain = mubah.

o Selain dua alasan di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan

yang menjurus pada pelanggaran hukum agama = Haram.

FATWA MUI TENTANG PENGGUNAAN PIL PENUNDA HAID

Penggunaan pil anti haid untuk kesempurnaan ibadah haji hukumnya mubah.

Pengunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan

sebulan penuh, hukumnya makruh, tetapi bagi wanita yang sukar mengqadha

puasanya pada hari lain, hukumnya mubah.

Penggunaan pil anti haid selain dua hal di atas, hukumnya tergantung pada niatnya.

Bila untuk perbuatan yang menjurus pada pelanggaran hukum agama, hukumnya

haram

Page 42: Skenario 3 Blok Endokrin 2

DAFTAR PUSTAKA

Eroschenko, V.P. 2008. Atlas Histologi Difiore. Ed. 11. EGC: Jakarta

Guyton, A.C. 1976. Textbook of Medical Physiology. WB Saunders Company: Philadelphia.

London

Hopkins, Michael P, dkk. 2006. Abnormal Uterine Bleeding. In Glass’ Office Gynecology.

6th edition. Lippincott Williams & Wilkins Company

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC: Jakarta

Sofwan, Achmad. 2012. Sistem Reproduksi. Jakarta: Bagian Anatomi Universitas YARSI

Jakarta.

Novak ER, Jones GS, Jones HW. Abnormal Uterine Bleeding. In: Novak’s Texbook of

Gynecology 14th edition. Baltimore: The Williams & Wilkins Company; 2007.

Price and Willson. 2005. Patofisiologi. 6th . Jakarta: EGC.

Zuhroni. 2010.  Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

Bagian Agama Universitas YARSI Jakarta.

John M Goldenring (2007-02-01). "All About Menstruation". WebMD.

http://www.webmd.com/a-to-z-guides/all-about-menstruation. Retrieved on 2009-10-05

Speroff, MD and Marc A Fritz, MD: (2004) Clinical Gynecologic Endocrinology and

Fertility, 7th ed. Baltimore, Williams & Wilkins, 2004