sindroma steven johnson

7
SINDROMA STEVEN JOHNSON I. PENDAHULUAN Sindroma Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lend orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kel yang di timbulkan berupa eritema, vesikel/bula, dapat di sertai purpura. (1) Insiden sindrom ini semakin meningkat karena penyebab utamanya ialah alergi lebih dari ! ", sebagian ke#il infeksi, vaksinasi, penyakit graft ver neoplasma, dan radiasi. $ada penelitian %dhi &'uanda selama tahun (1 *+!!+) Steven Johnson yang di duga alergi obat tersering adalah analgetik/antipiretik ( karbama-epin (+!") dan 'amu (1 , "). Sebagian besar 'amu di bubuhi obat. ausa amoksisilin, kotrimoksa-ol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif. (1,+, , ,) $enyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipeII (sitolitik) menurut klasifikasi 0oomb dan el. ambaran klinis atau ge'ala reaksi tersebut bergant sasaran (target cell). (1, ) $ada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa2 kelainan kulit, kelainan selap orifisium, dan kelainan mata. (1) $engobatan pada pasien SSJ dibagi atas pengobatan umum dan khusus. (1) II. DEFINISI Sindroma steven 'ohnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lend orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kel yang di timbulkan berupa eritema, vesikel/bula, dapat di sertai purpura. (1) III. EPIDEMIOLOGI Insiden SSJ dan 3ekrolisis 4pidermal 5oksik diperkirakan +* " per'uta popul tahun di 4ropa dan %S. 6mumnya terdapat pada de7asa.

Upload: uccikesilaga

Post on 06-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat koass penyakit kulit dan kelamin

TRANSCRIPT

Sindroma Steven JohnsonI. Pendahuluan Sindroma Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan kulit yang di timbulkan berupa eritema, vesikel/bula, dapat di sertai purpura. (1)Insiden sindrom ini semakin meningkat karena penyebab utamanya ialah alergi obat, lebih dari 50 %, sebagian kecil infeksi, vaksinasi, penyakit graft versus host disease, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) Sindrom Steven Johnson yang di duga alergi obat tersering adalah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu di bubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimoksazol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif. (1,2,3,4,5)Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung kepada sel sasaran (target cell). (1,4)Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan selaput lender di orifisium, dan kelainan mata. (1)Pengobatan pada pasien SSJ dibagi atas pengobatan umum dan khusus. (1)

II. DefinisiSindroma steven johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan kulit yang di timbulkan berupa eritema, vesikel/bula, dapat di sertai purpura. (1)

III. EpidemiologiInsiden SSJ dan Nekrolisis Epidermal Toksik diperkirakan 2-3% perjuta populasi setiap tahun di Eropa dan AS. Umumnya terdapat pada dewasa.Di bagian kami setiap tahun terdapat kira kira 12 pasien, umumnya juga pada dewasa. Hal tersebut berhubungan dengan kausa SSJ yang biasanya di sebabkan alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut. (1)

IV. Etiologi Penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50 %, sebagian kecil infeksi, vaksinasi, penyakit graft versus host disease, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) Sindrom Steven Johnson yang di duga alergi obat tersering adalah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu di bubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimoksazol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif. (1)

V. PATOGENESISPenyakit ini menurut kami sama dengan NET disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung kepada sel sasaran (target cell). (1,4)Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktifitas sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 meningkat, juga sitokin-sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat didermis, sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM2, dan MHC II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit. TNF di epidermis meningkat. (1)

VI. GEJALA KLINISSindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok. (1,2)Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan selaput lender di orifisium, dan kelainan mata.1. Kelainan kulitKelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga terdapat purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. (1,2)2. Kelainan selaput lender di orifisiumKelainan selaput lendir yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudo membran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal.Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esophagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas. (1,2)3. Kelainan mataKelainan mata, merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulent, perdarahan simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. (1)Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya nefritis dan onikolisis. (1)

VII. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SSJ terutama obat yang diduga sebagai penyebab, pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelaiann kulit dan kelamin mukosa serta mata, serta pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SSJ. (2)

VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUMHasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi bakterial. Kalau terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah. (1)

IX. HISTOPATOLOGIGambaran histopatologinya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa:1. Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis superfisial.2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.3. Degenerasi hidropik lapisa basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis. (1)

X. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis SSJ tidak sulit karena gambaran klinisnya khas yakni terdapat trias kelainan seperti yang telah disebutkan. Karena NET dianggap sebagai bentuk parah SSJ maka hendaknya dicari apakah terdapat epidermolisis. Umumnya pasien berbaring, jadi diperiksa punggungnya. Apabila terdapat epidermolisis maka diagnosisnya menjadi NET. Pada NET keadaannya lebih buruk daripada SSJ. (1)Sebagai diagnosis banding ialah NET. Penyakit ini sangant mirip SSJ. Pada NET terdapat epidermolisis generalisata yang tidak terdapat pada SSJ. Perbedaan lain biasanya keadaan umum NET lebih buruk. (1)

XI. PENGOBATANPengobatan pada pasien SSJ dibagi atas pengobatan umum dan khusus.1. Umum Segera menghentikan obat tersangka penyebab SSJ termasuk jamu dan obat aditif. Perawatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi. Jika keadaan umum buruk dan lesi menyeluruh harus diobat secara tepat dan pasien harus di rawat-inap. Jika keadaan umum tidak buruk dan lesi tidak menyeluruh pasien dapat berobat rawat jalan. (1,2)2. KhususPemberian kortikosteroid merupakan tindakan life saving, dapat digunakan deksametasone 4-6 x 5 mg sehari secara intravena. Setelah keadaan umum mulai membaik, tidak timbul lesi baru dan lesi lama sudah mengalami involusi dosis kortikosteroid diturunkan secara cepat dan bertahap hingga 5 mg sehari. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu digantikan dengan tablet kortikosteroid misalnya prednison dengan dosis 20 mg yang diberikan keesokan harinya. Sehari kemudian dosis diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kita 10 hari. (1,4)Pemberian antibiotik juga diperlukan mengingat pemberian kortokosteroid dosis tinggi. Pemberian antibiotik yang dipilih hendaknya bukan dari golongan atau rumusnya tidak mirip dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi. Berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Obat yang memenuhi syarat tersebut misal nya siprofloksasin 2 x 400 mg sehari intravena, klindamisin 2 x 600 mg sehari intravena, seftriaxon 1 x 2 gram sehari intravena. (1)Untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid diberikan diet rendah garam dan tinggi protein. (1)Pada kasus SSJ dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 -1000 mg sehari intravena. (1)Untuk mengatur keseimbangan elektrolit pada pasien SSJ beat diberikan juga cairan intravena misalnya dekstrose 5%, NaCl 0,9% dan Ringer Laktat dengan perbandingan 1:1:1 dalam satu tabung setiap 8 jam sekali. (1)

XII. KOMPLIKASIKomplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati sekitar 16% diantara seluruh kasus yang datang berobat di bagian kami. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi. (1)

XIII. PrognosisPrognosis cukup baik dengan pngobatan yang cepat dan tepat. Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia pronosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian.(1)

DAFTAR PUSTAKA1. Djuanda, Prof. Dr. Adhi dan anggota editor. 2007. Sindrom Steven Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (edisi kelima). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta2. Pohan, Saut Shat; Hutomo, M. Marsudi; Suyoso, Sunarso. Edisi 3 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU Dokter Soetomo: Surabaya3. Wolff, Klaus,MD,FRCP; Goldsmith, Lowell A,MD; and team. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. Mc Graw Hill Medical; New York, Chicago, San Francisco, Libanon, London,etc4. www.google.com. Journal MEDIA MEDIKA INDONESIA. Sindrome Stevens-Jhonson dan Nekrolisis Epidermal Toksis di RSUP MH Palembang Periode 2006-20085. www.google.com Dermatology Online Journal. Volume 4 number 1. Stevens-Jhonson Syndrome (SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) In Sarawak: A four Years Review. Department of Dermatology, Sarawak General Hospital, Jalan Hospital, 93586 Kuching, Sarawak.