sejarah radiologi

6
SEJARAH RADIOLOGI Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen. Wilhelm Conrad Roentgen  Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru itu. Foto Tangan Istri Roentgen Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan

Upload: ovilia-mutiara-santika

Post on 19-Jul-2015

283 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 1/6

SEJARAH RADIOLOGI

Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman,pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen

dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari krostal

barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari

bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus

melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian

ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang

menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad

Roentgen.

Wilhelm Conrad Roentgen 

Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena

ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang

sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi

hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan

mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan

sinar baru itu.

Foto Tangan Istri Roentgen 

Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua sifat

sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampaidiketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 2/6

Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi oleh

lapangan magnetic dan mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan listrik 

yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini

menghitamkan kertas potret. Selain foto tangan istrinya, terdapat juga foto-foto pertama yang

berhasil dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di dalam kotak kayu, diantaranya

sebuah pistol dan kompas.Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di Perancis,

pda tahun 1895 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat hampir sama.

Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu

 juga. Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur thorium pada awal

tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang sama pasangan suami istri tersebut menemukan

unsur ketiga yang dinamakan polonium sebagai penghormatan kepada negara asal mereka,

Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka menemukan unsur radium yang memancarkan

radiasi kira-kira 2 juta kali lebih banyak dari uranium.

Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya mengumumkan segala

yang diketahuinya tentang sinar X tanpa mencari keuntungan sedikitpun, maupun Marie dan

Piere Curie yang juga melakukan hal yang sama, menerima hadiah Nobel. Roentgenmenerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan Piere Curie pada tahun 1904. Pada tahun

1911, Marie sekali lagi menerima hadiah Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini

merupakan kejadian satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel dua kali. Setelah

itu, anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene Curie juga mendapat hadiah Nobel

dibidang penelitian kimia bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931.

Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan baru, tidak semua

orang menyambutnya dengan tanggapan yang baik. Ada saja yang tidak senang, malahan

menunjukkan reaksi negative secara berlebihan. Suatu surat kabar malamdi London bahkan

mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan orang dapat melihat tulang-tulang

orang lain seakan-akan ditelanjangi sebagai suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu,

Koran tersebut menyerukan kepada semua Negara yyang beradab agar membakar semua

karya Roentgen dan menghukum mati penemunya.

Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana dan rok yang tahan

sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika Serikat, diadakan suatu ketentuan hokum yang

melarang pemakaian sinar-X pada kacamata opera. Untunglah suara-suara negatif ini segera

hanyut dalam limpahan pujian pada penemu sinar ini, yang kemudian ternyata benar-benar

merupakan suatu revolusi dalam ilmu kedokteran.

Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat fisika dan kimia

sinar yang diketahuinya, namun yang belum diketahui adalah sifat biologiknya. Sidat ini baru

diketahui beberapa tahun kemudian sewaktu terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna

akibat penyinaran Roentgen. Mulai saat itu, banyak sarjana yang menaruh harapan bahwasinar ini juga dapat digunakan untuk pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai

terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup manusia. Tetapi

lama kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan kedua abad ke-20, ternyata banyak pionir

pemakai sinar Roentgen yang menjadi korban sinar ini.

Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa kerusakan pada sel-

sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya sekedar perubahan warna sampai penghitam kulit,

bahkan sampai merontokkan rambut. Dosis sinar yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan

lecet kulit sampai nekrosis, bahkan bila penyinaran masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat

menjelma menjadi tumor kulit ganas atau kanker kulit.

Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui bahwa puluhan ahli

radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini. Nama-nama korban itu tercantum dalam buku

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 3/6

yang diterbitkan pada waktu kongres Internasional Radiologi tahun 1959 di Munich:  Das

 Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen aller Nationen.

Salah seorang korban sinar Roentgen ini ialah dr.Max Hermann Knoch, seorang

Belanda kelahiran Paramaribo yang bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah

dokter tentara di Jakarta yang pertama kali menggunakan alat Roentgen maka ia bekerja

tanpa menggunakan proteksi terhadap radiasi, seperti yang baru diadakan pada tahun limapuluhan. Misalnya pada waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota

tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun 1904, dr.Knoch telah

menderita kelainan-kelainan yang cukup berat, seperti luka yang tak kunjung sembuh pada

kedua belah tangannya. Pada tahun 1905 beliau dikirim kembali ke Eropa untuk mengobati

penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali lagi ke Indonesia dan bekerja sebagai ahli

radiologi di RS.Tentara, Surabaya, sampai tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke

Jakarta, dan bekerja di rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya

hamper seluruh lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh penyakit yang tak sembuh yaitu

nekrosis, bahkan belakangan ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau sampai di

amputasi salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Pada

tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah menderita metastasis luas di paru-parunya.Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan

yang dapat berlanjut sampai berupa kanker kulit bahka leukemia, maka mulailah diambil

tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan tersebut. Pada kongres Internasional Radiologi

di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International Committee on Radiation Protection,

yang menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan

selama seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka tidak perlu khawatir akan

bahaya sinar Roentgen.

Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar Roentgen tersebut adalah:

menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan alat-alat proteksi bila harus berdekatan

dengan sinar seperti sarung tangan, rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan

mengadakan pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan pemeriksaan darah,

khususnya jumlah sel darah putih (leukosit).

Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut laporan, alat Roentgen

sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan

Lombok. Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini, sinar Roentgen terutama digunakan di

Rumah sakit Militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya. Ahli

radiologi Belanda yang bekerja pada Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun

sebelum perang dunia ke II adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai

melakukan radioterapi disamping radiodiagnostik.

Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini adalah

R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliaumula-mula bekerja di Semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan Jepang dipindahkan

ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang.

Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah seorang bayi di

pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias Johannes, yang dikemudian hari

berkecimpung di bidang radiologi.

Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota Palembang, dr. Johannes

 jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap perlu dirawat untuk waktu yang cukup lama di

rumah sakit CBZ Jakarta. Penyakit yang diderita ialah nyeri pada lutut kanan yang akhirnya

menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat di CBZ Jakarta, beliau sering diperiksa dengan

sinar Roentgen dan inilah saat permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes

mendapat brevet ahli radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939. Beliau dikukuhkansebagai guru besar pertama dalam bidang radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1946.

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 4/6

Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari perkembangan-

perkembangan ilmu radiologi selama beberapa bulan di Eropa. Beliau berangkat dengan

kapal Oranje dari Tanjung Priok. Pada saat keberangkatan, beberapa anggota staf bagian

radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri Handoyo dan Aris Hutahuruk alm. turut

mengantar beliau. Prof. Johannes meninggal dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada

bulan September 1952. selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga menderitaHerpes Zoster pada matanya, suatu penyakit yang sangat berbahaya.

Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh radiologi kaliber dunia,

maka pada kongres radiologi internasional tahun 1959 di Munich, delegasi Indonesia di

bawah pimpinan Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan foto beliau di antara  Martyrs of 

 Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan khusus kongres tersebut. Tahun 1968 beliau

dianugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan

pada tahun 1978 jenazah almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan Kalibata.

Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para ahli radiologi,

melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung dalam radiologi termasuk 

radiographer. Beliau juga adalah Bapak Radiologi dalam bidang pendidikan dan

keorganisasian. Beliaulah yang mengambil prakarsa untuk mendirikan Sekolah AsistenRoentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai mendirikan organisasi yang mendahului

Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI) yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952.

Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP yaitu G.A.Siwabessy,

Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan Sekolah Asisten Roentgen karena dirasakan

sangat perlunya tenaga asisten Roentgen yang berpendidikan baik.

Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya menerima murid lulusan

SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata Roentgen (APRO) yang menerima siswa lulusan

SMA.

Dengan semakin banyaknya jumlah asisten Roentgen yang berpengalaman, bahkan

beberapa diantaranya mendapat pendidikan tambahan di luar negeri, maka pelajaran-

pelajaran di APRO sebagian besar sudah dapat diberikan oleh para asisten Roentgen dan

hanya Direktur sajalah yang berpangkat ahli radiologi karena merupakan syarat bagi suatu

akademi. Para ahli radiologi sangat berkepentingan dalam perkembangan dan peningkatan

mutu para asisten Roentgen, yang sekarang nama resminya menjadi penata Roentgen.

SEJARAH RADIOLOGI

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 5/6

Penggunaan perangkat radiologi untuk kepentingan dunia kedokteran telah berjalan sejak tahun

1898, oleh tentara Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Pada awal abad XX pemeriksaan

radiologi dipusatkan di rumah sakit militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan

Surabaya.

Orang Indonesia yang mengaplikasikan pemeriksaan radiologi pada saat itu adalah dr. R.M.

Notokworo, lulusan fakultas kedokteran di Universitas Leiden, Belanda (1912). Beliau aktif bekerja di

Semarang dan Surabaya.

Di fakultas kedokteran & rumah sakit CBZ (Centraale Burgerlijk Ziekenhuis, sekarang RS Dr. Cipto

Mangunkusumo) di Jakarta, pemeriksaan radiologik dilakukan dibawah pimpinan seorang spesialis

radiologi asal Belanda, Prof. B.J. Van der Plaats. Orang Indonesia pertama yang memperoleh brevet

roentgenoloog adalah dr. Wilhelmus Zacharias Johannes, asisten Prof. Van der Plaats waktu itu

(1939). Dr. Johannes adalah orang yang berjasa dalam mengembangkan radiologi Indonesia.

Disamping keterlibatannya dalam bidang pendidikan kedokteran (termasuk sebagai guru besarradiologi yang pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1946), beliau juga yang

merintis berdirinya Sekolah Asisten Roentgen (sekarang bernama Akademi Penata Roentgen) dan

 juga perhimpunan dokter spesialis radiologi yang disebut Ikatan Ahli Radiologi Indonesia pada tahun

1952 (sekarang bernama Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia).

Dokter-dokter lain yang berjasa dalam pengembangan radiologi, terutama pada masa perang

kemerdekaan, adalah dr. Suhirman, dr. Sjahriar Rasad dan dr. Sutjipto. Sesudah masa perang berlalu,

muncul juga nama-nama seperti dr. G.A. Siwabessy, dr. Liem Tok Djien dan dr. Abdul Gafar yang aktif 

berkecimpung dalam bidang radiologi, baik pelayanan medis maupun pendidikan dokter.

Hingga saat ini telah berdiri 6 sentra pendidikan spesialis radiologi, yaitu di Jakarta, Bandung,

Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Solo, Malang, dan Makassar. Jumlah dokter spesialis radiologi

Indonesia saat ini mencapai lebih dari 700 orang yang melayani lebih dari 220 juta penduduk

Indonesia, jumlah yang sangat kurang terutama bila mempertimbangkan perkembangan ilmu dan

teknologi yang sangat pesat belakangan ini.* 

5/16/2018 SEJARAH RADIOLOGI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-radiologi 6/6

Di Indonesia, Perkembangan Radiologi Juga Ketinggalan

Kamis, 06 Jul 2000 17:24:37 

Pdpersi, Jakarta - Tak berbeda dengan bidang lain, perkembangan radiologi di Indonesia ternyata

 juga ketinggalan dibanding perkembangan radiologi di luar negeri. Pasalnya, penanganan radiologi

berkait erat dengan peralatan canggih yang memerlukan modal dan biaya perawatan tinggi. Tak

heran, Indonesia memang selalu terlilit masalah biaya.

?Tetapi, kualitas SDM atau radiolog yang bertugas di pusat-pusat pendidikan radiologi, tentu saja

selalu mengikuti perkembangan radiologi internasional. Mereka selalu berdiskusi tentang

perkembangan mutakhir dari radiologi. Hanya saja, perkembangan yang terbaru tidak bisa

diterapkan karena keterbatasan alat,? ungkap Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi

Indonesia (PDSRI) Prof Dr HM Djakaria, SpRad, Kamis (6/7), di Jakarta.

Karena itu, untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan dari perkembangan radiologi, PDSRIakan menyelenggarakan Kongres Nasional Radiologi IX di Bogor, 13-15 Juli mendatang. Dalam Konas

tersebut, kata Djakaria, akan ditampilkan berbagai kemajuan dan penggunaan iptek modern tanpa

meninggalkan berbagai jenis teknis yang praktis dan sederhana, dengan berasaskan tepat guna.

Topik yang akan ditampilkan meliputi bidang Radiodiagnostik termasuk Pediatrik dan Radiologi

Intervensional, Radioterapi serta Kedokteran Nuklir.