saliva dan karies- kel 5.docx

22

Click here to load reader

Upload: mustika-lili-perdani-dkingdomz

Post on 25-Oct-2015

174 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

SALIVA DAN KARIES

MAKALAH ORAL BIOLOGI 2

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

Cindy Hulwani 04121004023

Vanny Putri Natasha 04121004025

Aisyah Humairah 04121004026

Mustika Lili Perdani 04121004027

Putri Bintang Pamungkas 04121004028

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

drg. Sulistiawati

Page 2: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

SALIVA DAN KARIES

A. Sekresi saliva terhadap karies

Saliva mempengaruhi terjadinya karies, bila jumlah saliva berkurang dan komponen-

komponen kimia saliva berubah dapat menyebabkan peningkatan karies. Sebaliknya bila saliva

cukup, maka saliva dapat melindungi gigi dari pengaruh buruk bakteri dan plak sehingga

mengurangi karies gigi.1

Sekresi saliva dikontrol oleh sistem saraf otonom yaitu, sentral saliva di medula

oblongata. Saliva disekresi melalui suatu proses aktif, yaitu sel-sel sekretori (asini) membentuk

cairan yang mengandung jumlah ion yang sama dengan plasma, cairan ini mengalir ke rongga

mulut melalui duktus, selama di dalam duktus ion-ion Na+ dan Cl- direabsorpsi sedang ion-ion

K+, Ca2+ dan HCO3- disekresi dan cairan inilah yang keluar ke rongga mulut yang dikenal dengan

saliva.2

Kecepatan sekresi stimulasi saliva normal pada orang dewasa adalah sekitar 3ml/menit.

Pada orang yang menderita gangguan fungsi kelenjar liur yang berat, kecepatan sekresi bisa

turun sampai 0,1ml/menit. Sedangkan pada keadaan berkurangnya produksi saliva yang tidak

begitu parah kecepatan sekresinya bisa berkisar antara 0,7-0,1 ml/menit. Jadi jumlah total saliva

yang sekresikan setiap hari berkisar antara 500-600 ml.

Tabel 1. Kontribusi sekresi kelenjar saliva dalam berbagai keadaan (%)

Kelenjar SalivaMalam hari

(tidur)

Tidak

dirangsang

Dirangsang

Mekanis Asam sitrun

Parotis - 21,5 58 45

Page 3: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

Submandibular 72 70 33 56

Sublingual 14 2 1,5 1,5

Kelenjar minor 14 6,5 7,5 7,5

Saliva memiliki efek self-cleansing di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas

sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut..Saliva akan membasahi gigi dan mukosa mulut

serta mengeluarkan debris-debris makanan dari rongga mulut, sehingga tidak memberi

kesempatan bagi bakteri mulut untuk berkembang biak. Namun apabila kecepatan sekresi saliva

turun maka kuantitas sekresi saliva ikut menurun juga, menyebabkan viskositas saliva tinggi

sehingga fungsi saliva dan efek self-cleansing akan menjadi kurang efektif. Situasi ini

menyebabkan buffer saliva menurun drastis, pH saliva pun menjadi rendah dan dapat memicu

timbulnya karies.

B. Komponen saliva dan perannya terhadap karies

Fakta bahwa gigi tetap berkontak dan terbasahi oleh saliva menunjukkan bahwa mereka

dapat sangat mempengaruhi proses karies gigi. Sifat kompleks saliva dan variasi pada

komposisinya adalah tantangan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat secara langsung

mempengaruhi kesehatan mulut.3

Page 4: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

Gambar 1. Berbagai macam fungsi saliva yang berhubungan dengan gigi, asupan makanan, dan

mikrobiologi mulut. Seperti yang ditunjukkan, jumlah saliva dan komposisi organik dan

anorganik keduanya memiliki fungsi yang berkesatuan. (Modified from Amerongen & Veerman,

2002, and Van Nieuw Amerongen et al, 2004)4

Komposisi saliva bervariasi pada setiap orang. Beberapa penelitian telah dilakukan pada

komposisi saliva dan ada kaitannya dengan timbulnya karies gigi.3Karies tidak terjadi di dalam

mulut yang steril atau bebas dari bakteri. Bagaimanapun, tidak ada mulut yang dapat dijadikan

steril. Kondisi dalam mulut adalah sebuah kondisi yang ideal untuk pertumbuhan barkteri-bakteri

yang memetabolisme gula menjadi asam. Rongga mulut umumnya bersuhu hangat, pada

temperatur tubuh 370 C mendorong pertumbuhan bakteri.4

Saliva mengandung komponen anorganik dan organik. Beberapa dari komponen tersebut

memiliki peran yang berhubungan terhadap karies.

I. Sebagai Buffer

Buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam

dengan basa lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki kemampuan untuk

mempertahankan pH jika ke dalam larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini

disebabkan buffer memiliki pasangan asam basa konjugasi.

Nilai pH saliva normal berkisar 6 – 7. Konsumsi karbohidrat padat maupun cair

dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan difermentasi

oleh bakteri dan akan melekat ke permukaan gigi. Dengan adanya sistem buffer pada saliva,

pH akan kembali netral setelah 20 menit terpapar karbohidrat yang berkonsistensi cair dan

40-60 menit pada karbohidrat yang berkonsistensi padat. Karies disebabkan oleh beberapa

tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat

termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut memengaruhi

mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Sebuah gigi akan mengalami

demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses

demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak

mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi.

Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap

konstan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH

Page 5: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin

meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding dengan lesi

karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva. Terdapat buffer saliva yang berperan

terhadap karies, diantaranya yaitu:

1. Buffer bikarbonat

Buffer bikarbonat yang khas terdiri atas campuran asam karbonat (H2CO3) dan

natrium bicarbonat (NaHCO3) dalam larutan yang sama. Asam karbonat sebenarnya

merupakan asam yang sangat lemah (Guyton, 2012). Bila larutan buffer yang

mengandung garam bikarbonat, ditambahkan asam yang kuat seperti asam hidroklorida

maka akan terjadi reaksi berikut ini :

HCl + NaHCO3 → H2CO3 + NaCl

Dari persamaan ini terlihat bahwa asam hidroklorida yang kuat akan diubah

menjadi asam karbonat yang sangat lemah. Oleh karena itu, penambahan HCl diatas

hanya akan sedikit merendahkan pH larutan. Sebaliknya, bila pada larutan buffer yang

mengandung asam karbonat ditambahkan basa kuat seperti natrium hidroksida maka akan

terjadi reaksi berikut ini:

NaOH + H2CO3 → NaHCO3 + H2O

Persamaan ini menunjukkan ion hidroksil yang ada dalam natrium hidroksida itu

akan berikatan dengan ion hidrogen yang berasal dari asam karbonat untuk membentuk

air dan bahan lainnya yaitu natrium bikarbonat. Hasil akhirnya adalah berubahnya basa

kuat NaOH menjadi basa lemah NaHCO3.

2. Buffer fosfat

Cara kerja sistem buffer fosfat hampir identik dengan sistem buffer bikarbonat,

namun sistem ini terdiri atas dua elemen berikut: H2PO4- dan HPO4

2-. Bila pada campuran

yang mengandung kedua bahan ini ditambahkan asam kuat, misalnya asam hidroklorida,

maka akan terjadi reaksi berikut:

HCI + Na2HPO4 → NaH2PO4 + NaCl

Hasil akhir dari reaksi ini adalah asam hidrokloridanya akan dipindahkan, dan

pada tempatnya akan ditambahkan sejumlah NaH2PO4 yang terbentuk. NaH2PO4

sebenarnya hanya merupakan asam lemah, sehingga asam kuat yang ditambahkan tadi

akan diubah menjadi asam yang sangat lemah, dan pHnya relatif akan berubah sedikit.

Page 6: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

Sebaliknya, bila pada sistem buffer ditambahkan basa yang kuat, maka akan

terjadi reaksi berikut:

NaOH + NaH2PO4 → Na2HPO4 + H2O

Pada reaksi ini natrium hidroksida akan terurai menjadi air dan Na2HPO4. Jadi,

bila pada basa Na2HPO4 yang sangat lemah itu ditambahkan basa yang sangat kuat, maka

pH hanya sedikit bergeser ke arah sisi alkali.

Lihatlah sistem buffer fosfat sebagai contoh. Sistem buffer fosfat terdiri dari ion

dihidrogen fosfat (H2PO4-) yang merupakan pemberi hidrogen (asam) dan ion hidrogen

fosfat (HPO4-) yang merupakan penerima hydrogen basa. Kedua ion tersebut berada

dalam keseimbangan dan hubungannya bias ditulis sebagai rumus berikut:

H2PO4- → H+ + HPO4 2-

3. Buffer protein

Buffer tubuh yang paling banyak adalah protein sel dan plasma. Metode sistem

buffer protein bekerja adalah sama seperti kerja sistem buffer bikarbonat. Suatu protein

terdiri dari asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida, tetapi

beberapa macam asam amino mempunyai ujung – ujung asam bebas yang berfungsi

sebagai asam basa lemah dalam berbagai sistem buffer. Bisa ditulis reaksi seperti berikut

ini :

H3N+ −CH2–COOH ↔ H3N+ −CH2–COO- ↔ H2N−CH2−COO-

4. Buffer urea

Urea dalam saliva dapat berperan sebgai buffer dan menurunkan pH yang terjadi

saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas buffer dan pH saliva erat

hubungannya dengan kecepatan sekresinya. Peningkatan kecepatan sekresi saliva

mengakibatkan naiknya kadar natrium dan bikarbonat saliva, sehingga kapasitas buffer

saliva pun meningkat. Peningkatan kapasitas buffer dapat melindungi mukosa rongga

mulut dari asam yang terdapat pada makanan saat muntah. Selain itu, penurunan pH plak

sebagai akibat ulah organisme akan dihambat. Sistem buffer saliva membantu

mempertahankan pH rongga mulut sekitar 7,0.

Diet protein akan menyebabkan kandungan urea dalam saliva tinggi, sehingga

memberi efek sifat basa dan pH ini bukan merupakan pH kritis yang dapat menyebabkan

terjadinya proses karies gigi, ataupun memperparah karies gigi yang sudah terjadi, karena

Page 7: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

yang diukur adalah pH saliva secara keseluruhan, yang merupakan produksi kelenjar

saliva mayor, minor, cairan krevikular gingiva, dan komponen-komponen plak.

5. Buffer kalsium

Konsentrasi kalsium di saliva meningkat sedikit dari tidak adanya rangsangan

sekresi ke tingkat rangsangan, tetapi sebagian besar masih dalam kisaran 1 hingga 2

mmol/L. Dalam keseluruhan jumlah kalsium (20%) dalam saliva mengikat protein seperti

staterin dan proline-rich protein. Setengah dari kalsium yang tidak mengikat protein

biasanya terionisasi dan setengahnya tidak terionisasi. Semua ketiga bentuk (ikatan

protein, terinonisasi, tidak terionisasi) membentuk konsentrasi kalsium total.

Kalsium tidak terionisasi yang tidak terikat protein lebih kurangnya terikat pada

ion anorganik seperti fosfat dan bikarbonat serta ion organik kecil. Ketika pH saliva dan

kekuatan ion meningkat pada laju alir tinggi banyak kalsium yang akan menjadi ke dalam

bentuk tak terionisasi. Hubungan ini merupakan kemungkinan peningkatan ion untuk

bertemu dan membentuk pasangan dengan banyak ion dalam larutan dan pembentukan

berbagai ion kompleks dengan kalsium pada pH yang tinggi. Kalsium yang membawa

dua muatan positif dapat terikat pada ion yang bermuatan dua negatif. Senyawa tersebut

bisa berasal dari bahan makanan sitrat, asam sitrat yang kaya seperti soft drink dan buah-

buahan. Setelah terpapar makanan, konsentrasi sitrat dalam air liur menjadi jauh lebih

tinggi daripada konsentrasi kalsium. Dengan demikian, konsentrasi kalsium terionisasi

bebas dalam air liur terkurangi menjadi nilai yang lebih rendah, yang mempengaruhi

tingkat kejenuhan yang berhubungan dengan hidroksiapatit dan lebih mempercepat

demineralisasi gigi. Dan kalsium bersama fosfat (P) dan bikarbonat (HCO3-) berperan

menjaga kestabilan pH pada sistem buffer, kalsium dan fosfat membantu mencegah

dissolution dari enamel.5

II. Sebagai antibakterial

Ada beberapa komponen saliva yang mempunyai daya antibakterial. Daya antibakterial

ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan serta menghancurkan bakteri. Adapun komponen

saliva yang mempunyai daya antibakterial antara lain:

a. Lisozim

Page 8: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

Lisozim saliva berasal dari kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Lisozim

bersifat bakterisid yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri lisis, dimana fungsi

dinding sel bakteri adalah untuk memberikan bantuan mekanis pada bagian dalam sel

dan sebagai pelindung bakteri terhadap lingkungan sekitarnya. Tanpa dinding sel, bakteri

akan retak dan terbuka oleh adanya osmotik intraseluler yang tinggi. Efek bakterisid

lisozim pada bakteri yaitu interaksi yang cepat dengan dinding sel bakteri mengakibatkan

pembocoran cairan sel sehingga sel bakteri mati karena ion-ion dan molekul-molekul

bioorganik yang diperlukan bakteri untuk hidup dikeluarkan. Efek bakteri lisozim pada

Streptococcus mutans adalah dilepaskannya nikotinamida dan DNA dari sel bakteri,

dimana kedua molekul bioorganik ini penting untuk pertumbuhan bakteri tersebut.6

b. Laktoperoksidase

Laktoperoksidase merupakan enzim dalam saliva yang berasal dari kelenjar

parotis dan submandibularis. Laktoperoksidase dalam kombinasi dengan tiosianat (SCN-)

sebagai kosubtrat dari saliva dan H2O2 dari bakteri, memberi hambatan efektif pada

metabolisme dan pertumbuhan bakteri tertentu seperti Lactobacillus, staphylococcus

aureus, Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Dalam hal ini yang berperan pokok

dalam kombinasi ini adalah kosubstrat tiosianat, dimana tiosianat dengan pengaruh

laktoperoksidase dioksidasi oleh H2O2 menjadi hipotiosianat (OSCN-).3

SCN- + H2O2 laktoperoksidase OSCN- + H2O2

Konsentrasi hipotiosianat tinggi di dalam saliva sehingga dapat menyebabkan

hambatan yang hampir sempurna terhadap produksi asam yang dirangsang glukosa dalam

plak, membuktikan bahwa hiptiosianat berpengaruh menghambat metabolisme bakteri.

Hipotiosianat dapat menembus sel bakteri dan menghambat enzim glikolitik bakteri

seperti heksokinase, aldolase, enolase dan piruvat kinase. Semua enzim glikolitik ini

mengandung unit sulfihidril pokok atau histidin yang esensial untuk aktivasi enzim-

enzim tersebut yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri.3,6

c. Laktoferin

Laktoferin terdapat dalam kelenjar saliva parotis dan submandibularis terutama disintesis

oleh sel-sel duktus interkalata. Efek bakteriostatik laktoferin disebabkan oleh

mengikatnya laktoferin dengan zat besi yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri.

Page 9: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

Bakteri-bakteri yang dihambat pertumbuhannya antara lain Candida albicans,

Escherichia coli, dan Streptococcus mutans.6

d. Imunoglobulin Saliva

Imunoglobulin yang terdapat di dalam saliva dapat melindungi rongga mulut

terhadap infeksi lokal. IgA merupakan imunoglobulin yang paling banyak dijumpai

dalam saliva yaitu dalam bentuk dimer (dua molekul). Didalam epitel mukosa

kelenjar,IgA dimer berikatan dengan secretory component (SC) membentuk sekretori IgA

(sIgA). sIgA bertindak sebagai perlindungan terhadap mukosa terutama oleh pengikatan

sederhana yang melarutkan dan mencegah antigen, pertahanan terhadap serbuan

mikrobial.

Fungsi biologis dari sIgA dalam rongga mulut antaralain:

a. Menghambat pelekatan bakteri

sIgA yang tekandung dalam saliva menghambat perlekatan Streptococcus oral

dengan mengisolasi sel epitel dari mukosa bukal sehingga bakteri-bakteri ini tidak

menetap pada rongga mulut dan dengan mengaglutinasi atau mengikat bakteri,

kemudian mempermudah pembersihan bakteri melalui sekresi.

b. Inaktivasi enzim dan toksin pada bakteri

sIgA dapat menetralisirkan toksin dengan cara memblok ikatannya pada sel

reseptor-reseptor. Kompleks ikatan tersebut akan dieliminasi dengan sistem

fagosit makrofag. sIgA juga dapat menghambat berbagai macam enzim dengan

cara memblok ikatan pada substrat atau dengan tidak menstabilkan kompleks

enzim-substrat. sIgA secara langsung menghambat glukosil transferase dari

Streptococcus mutans, menghambat sintesis polisakarida ekstraseluler dan

mengurangi akumulasi plak gigi.

c. Sinergi dengan mekanisme pertahanan lain.

sIgA juga bertindak secara sinergis dengan adanya faktor-faktor imun alami

dicairan sekresi. Contohnya aktivitas dari sistem laktoperoksidase terhadap

Streptococcus mutans bertambah dengan kehadiran sIgA yang bertanggung jawab

untuk menstabilkan enzimatik dan antibakterial dari laktoperoksidase. Lalu

sinergi antara sIgA dan musin dapat menghasilkan mukofilik lebih tinggi juga

Page 10: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

memfasillitasi pembuangan bakteri dari mukosa dengan pembaharuan lapisan

mucus secara terus menerus.

III. Untuk Remineralisasi

Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit

(HA) Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral HA seimbang dengan lingkugan lokal 

(saliva) yang banyak mengandung ion-ion Ca2+dan PO43-. Komponen yang berkaitan

dengan remineralisasi yaitu :

1. Kalsium

Enamel mengandung hidroksiapatit yang mengandung kalsium. Jika pH saliva

dalam keadaan rendah, konsentrasi ion asam menjadi jauh lebih tinggi daripada

konsentrasi kalsium. Dengan demikian,konsentrasi ion kalsium bebas yang ada dalam

saliva berkurang menjadi nilai yang rendah dan mempengaruhi tingkat kejenuhan

hidroksiapatit sehingga mempercepat demineralisasi. Oleh karena itu, demineralisasi

dapat dikurangkan dengan mengembalikan pH menjadi netral serta jumlah ion Ca2+

yang cukup .Pelarutan apatit dapat menjadi netral dengan menyangga (buffering) pH

saliva sehingga menjaga kestabilan pH, dengan kata lain ion Ca2+ pada saliva dapat

mencegah proses pelarutan hidroksiapatit. Hal ini dapat membangun kembali bagian-

bagian kristal apatit yang larut yang disebut sebagai remineralisasi.7

2. Fosfat

HA bersifat reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5 atau biasa dikenal

dengan pH kritis HA. H+ bereaksi secara khusus dengan fosfat dengan segera didekat

permukaan kristal. Proses tersebut dapat dideskripsikan sebagai konversi PO43- menjadi

HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi buffer. HPO4

2- kemudian

tidak dapat berperan kembali pada keseimbangan HA karena mengandung PO43-  lebih

daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA pun larut. Inilah yang disebut demineralisasi.

Dengandemikian, aktivitas saliva ion fosfat menjadi sangat penting, karena bagian dari

unit sel hidroksiapatit yang merupakan komponen anorganik utama dari gigi. Ketika

aktivitas produk ion fosfat meningkat, maka aktivitas ion di saliva ikut meningkat,

begitu juga sebaliknya. Jika aktivitas produk ion lebih besar dari kelarutan produk saliva

maka akan terjadi kejenuhan berlebihan dari saliva dan reminalisasi.7

Page 11: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

3. Fluor

Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yang disebabkan

adanya ion kalsium dan fosfat dalam saliva. Pada mulanya apatit enamel terdiri atas ion

karbonat dan magnesium namun mereka sangat mudah larut bahkan pada keadaan asam

yang lemah. Sehingga terjadi pergantian, yakni hidroksil dan fluor menggantikan

karbonat dan magnesium yang telah larut, menjadikan email lebih matang dengan

resistensi terhadap asam yang lebih besar. Tingkat kematangan atau resistensi asam

dapat ditingkatkan dengan kehadiran fluor.7

Pada saat pH menurun, ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva dan plak (atau

kalkulus), sampai pH kritis disosiasi HA tercapai pada 5,5. Penurunan pH lebih lanjut

menghasilkan interaksi progresif antara ion asam dengan fosfat pada HA, menghasilkan

kelarutan permukaan kristal parsial atau penuh. Flour yang tersimpan dilepaskan pada

proses ini dan bereaksi dengan Ca2+dan HPO42- membentuk FA (fluoride apatit). Jika pH

turun sampai dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk kelarutan FA, maka FA akan

larut. Jika ion asam dinetralkan dan Ca2+dan HPO42 dapat ditahan, maka remineralisasi

dapat terjadi. Proses tersebut dapat dijelaskan dengan diagram siklus pH dibawah ini.

pH 6,8 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0H+ bereaksi dengan ion PO4 dalam saliva dan plak HA dan FA terbentuk

Demineralisasi HA larut FA (fluoride apatit) terbentuk karena keha-diran Fluor

Remineralisasi FA terbentuk kembali.

FA dan HA larut ,jika H+ habis terpakai atau terjadi netralisasi dan semua ion tertahan.

8,0 6,8 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0Kalkulus dapat terbentuk Remineralisasi >Demineralisasi

Karies dapat terjadi Erosi dapat terjadi

Page 12: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

4. Staterin

Staterin merupakan sebuah phospoprotein dengan daya tarik yang kuat terhadap

kalsium. Staterin dapat meningkatkan remineralisasi enamel dengan menarik ion-ion

kalsium. Sehingga staterin berfungsi dalam menstabilkan ion kalsium di dalam saliva jika

dalam keadaan jenuh. Perbedaan dalam konsentrasi kalsium memiliki implikasi penting

untuk memungkinkan remineralisasi, dan remineralisasi tidak akan terjadi ketika derajat

saturasi (kejenuhan) saliva dengan kandungan mineral gigi yang rendah. Ketika jaringan

keras didemineralisasi, phosphoprotein staterin yang tetap mempengaruhi kemampuan

jaringan keras seperti enamel untuk remineralisasi.4

5. Proline-rich protein

Prolin-rich protein (PRP) berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ di

dalam saliva tetap konstan, yang penting artinya dalam penghambatan demineralisasi dan

peningkatan remineralisasi. Selain itu PRP juga berperan untuk mencegah terbentuknya

kalkulus. PRP terdiri dari 150-170 asam amino protein saliva. Protein ini memelihara

saliva agar tetap dalam keadaan jenuh terhadap kalsium fosfat dan terdapat juga pada

pelikel enamel. Hal ini menunjukkan bahwa PRP memiliki peranan penting dalam proses

mineralisasi pada permukaan gigi dan juga mempengaruhi perlekatan bakteri sebelum

terbentuknya plak.8

6. Musin

Musin merupakan komponen glikoprotein saliva yang berperan dalam remineralisasi.

Struktur protein pada musin memelihara keadaan jenuh dari kalsium dan memiliki

afinitas (daya tarik) terhadap kalsium yang berperan dalam proses remineralisasi yang

memberikan perlindungan terhadap jaringan keras gigi dan menunjukkan kemampuan

positif dalam kasus demineralisasi.9,10

Tabel 2. Komponen saliva dan perannannya

Peranan Organik Anorganik

Buffer - Protein: - Bikarbonat

Page 13: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

asam amino memiliki ujung-

ujung asam bebas yang berfungsi

sebagai asam basa lemah dalam

berbagai sistem buffer

- Fosfat

- kalsium

Antibakterial - Lisozim :

melepaskannya nikotinamida dan

DNA dari sel bakteri

Streptococcus mutans

- Laktoperosidase:

Menghambat metabolisme dan

pertumbuhan bakteri

Lactobacillus, Staphilococcus

aureus, Streptococcus mutans

dan Escherichia coli

- Laktoferin:

Mengikat zat besi yang penting

untuk pertumbuhan bakteri

Candida albicans, Escherichia

coli, dan Streptococcus mutans

- sIgA :

a. Menghambat pelekatan

bakteri

b. Inaktivasi enzim dan toksin

pada bakteri

c. Sinergi dengan mekanisme

pertahanan lain

Remineralisasi - Staterin :

menstabilkan ion kalsium di

dalam saliva jika dalam keadaan

jenuh yang memiliki implikasi

penting untuk memungkinkan

- Kasium

- Fosfat

- Fluor

Page 14: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

remineralisasi

- Proline-rich protein :

mempertahankan konsentrasi

Ca2+ di dalam saliva tetap

konstan, yang penting artinya

dalam penghambatan demine-

ralisasi dan peningkatan remine-

ralisasi

- Musin:

memelihara keadaan jenuh dari

kalsium dan memiliki afinitas

(daya tarik) terhadap kalsium

yang berperan dalam proses

remineralisasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesson CR, Leeson TS, Paparo AA. 2000. Buku ajar Histologi. Alih bahasa Siswojo KS.

12th ed. Jakarta: EGC.

Page 15: SALIVA DAN KARIES- kel 5.docx

2. Kidd E.2005. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Alih bahasa Narlan

Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta: EGC.

3. Rajendran R, Sivapathasundharam B. 2009. Shafer’s Texbook of Oral Pathology 6th-ed.

India : Elsevier.

4. Limeback, Hardy. 2012. Comprehensive Preventive Pentistry. UK : WILLEY-

BLACKWELL.

5. Kidd Edwina, Fejerskov Ole. 2003. Dental Caries: The Disease and its Clinical

Management ed-2nd.UK : WILLEY-BLACKWELL.

6. Pardede Ratna D. 2004. Peranan Saliva dalam Melindungi Gigi terhadap Karies. Medan:

USU Press.

7. Cury JA, Tenuna LMA. 2009. Enamel Remineralization: Controlling The Caries Disease

or Treating Early Caries Lesion?. Brazil: Braz Oral Rez.

8. Sinulingga Sri. 2002. Imunisasi Pasif dalam Upaya Pencegahan Karies Gigi. Medan :

USU Press.

9. Makinen KK. 2010. Sugar Alcohols, Caries Incidence, and Remineralization of Caries

Lesions: A Literature Review. Finland: University of Turku.

10. Chiappin S, Antenolli G, Gatti R, Palo EFD. 2007. Saliva specimen: A New Laboratory

Tool for Diagnostic and Basic Investigation. Italy: Elsevier