aspek biokimia saliva pada karies gigi

22
ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI OLEH : drg. I Gusti Agung Sri Pradnyani, M.Biomed PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

OLEH :

drg. I Gusti Agung Sri Pradnyani, M.Biomed

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan berkatNya sehingga karya tulis

ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini berjudul Aspek Biokimia Saliva Pada

Karies Gigi. Berbagai pihak telah banyak membantu penulis dalam

keberlangsungan pembuatan karya tulis ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan rekomendasi demi

kesempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, kami berharap karya tulis ini dapat

memberi manfaat kepada semua orang.

Om Santih Santih Santih Om

Denpasar, 17 November 2018

Penulis

Page 3: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i

Daftar Isi ............................................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan ............................................................................................1

1.1. Latar Belakang .................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan ..............................................................................2

1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................2

Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................3

2.1. Saliva ................................................................................................3

2.1.1. Definisi Saliva ........................................................................3

2.1.2. Fungsi Saliva ..........................................................................3

2.1.3. Volume dan pH Saliva ...........................................................5

2.1.4. Komposisi Saliva....................................................................6

2.2. Karies Gigi .......................................................................................7

2.2.1. Definisi Karies Gigi ...............................................................7

2.2.2. Gejala Karies Gigi ..................................................................9

2.2.3. Penyebab Karies Gigi .............................................................10

2.2.4. Patogenesa Karies Gigi ..........................................................12

2.2.5. Pencegahan Karies Gigi .........................................................12

2.3. Aspek Biokimia Saliva Terhadap Karies Gigi .................................15

Bab III Penutup .................................................................................................16

3.1. Kesimpulan ......................................................................................16

3.2. Saran .................................................................................................16

Daftar Pustaka..................................................................................................17

Page 4: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies merupakan penyakit gigi yang sering terjadi di masyarakat sekitar.

Karies gigi umumnya terjadi akibat demineralisasi email dan dentin. Karies pada

gigi juga dapat terjadi akibat kurangnya memperhatikan asupan makanan yang di

konsumsi dan kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Riset kesehatan

dasar (Riskesdas) pada penelitiannya tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi

karies aktif di Indonesia sebesar 46,5%. Yang dimana, angka tersebut sudah

termasuk besar untuk masalah gigi dan mulut. Karies memang kebanyakan

dialami oleh anak – anak, namun sangat memungkinkan juga terjadi kepada orang

dewasa karena tidak hanya anak-anak, orang tua maupun remaja pun juga suka

mengonsumsi makanan karbohidrat kariogenik tertinggi yaitu snack, yang dimana

kandungan ini akan terus terdiam didalam gigi dan mulut apa bila tidak

menggosok gigi setelahnya. Yang dimana, hal tersebut akan mempengaruhi

kandungan pada saliva.

Saliva merupakan kandungan terbanyak yang terdapat dalam mulut, Ph

yang terkandung pada saliva normalnya berkisar antara 6-7. Saliva akan

mengalami penurunan Ph dari 6-7 menjadi Ph 5 pada saat mengkonsumsi

makanan yang mengandung karbohidrat. Yang dimana, penurunan Ph tersebut

berdampak pada penurunan asam pada plak gigi. Hal tersebut yang

menghubungkan antara makanan yang di konsumsi, kandungan makanan yang

memperngaruhi kandungan saliva serta bagaimana sifat Ph saliva yang tidak

normal dan mengakibatkan terjadinya karies pada gigi.

Hal ini penting untuk diketahui agar kita sendiri bisa mencegah datangnya

penyakit gigi dan mulut terutama karies. Maka dari itu, Student Project ini

membahas mengenai Aspek Biokimia Saliva terhadap Karies Gigi. Agar kita bisa

Page 5: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

meminimalisir terjadinya karies di Indonesia, dengan mengetahui bagaimana cara

mencegah dan terjauh dari penyakit tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana hubungan saliva dalam aspek biokimia terhadap

terjadinya karies gigi?

1.2.2 Bagaimana peran saliva pada terjadinya karies gigi?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui hubungan saliva dalam aspek biokimia terhadap

terjadinya karies gigi.

1.3.2 Untuk mengetahui peran saliva pada terjadinya karies gigi.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Dapat mengetahui hubungan saliva dalam aspek biokimia terhadap

terjadinya karies gigi.

1.4.2 Dapat mengetahui peran saliva pada terjadinya karies gigi.

Page 6: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva

2.1.1 Definisi Saliva

Saliva adalah kelenjar eksokrin yang ada di dalam rongga mulut yang

berhubungan langsung dengan mucosa dan gigi. Saliva sangat berperan

dalam pencernaan makanan di dalam rongga mulut, mempertahankan

keutuhan gigi, dan melakukan antibacterial untuk menjaga kesehatan rongga

mulut (Tecky Indriana, 2011). Tempat untuk menghasilkannya saliva terdapat

pda tiga kelenjar saliva major dan kelenjar saliva minor. Kelejar saliva major

terdiri dari parotid (kelenjar tebesar), submadibular, sublingual (kelenjar

terkecil). Kelenjar saliva minor yang disekresi dengan spontan dan lambat

pada siang hari dan saat istirahat.

Saliva yang berdasarkan subernya terbagi menjadi dua, whola saliva dan

saliva glandular. Saliva glandular berasal dari kelenjar saliva, sedangkan

whola saliva adalah cairan dari pencampuran kelenjar saliva, mucus hidung

dan faring, sulkus gingival, sel darah, bakteri yang bersarang di rongga mulut

dari sisa makanan, dan sebagian kecil dari obat-obatan dan zat kimia yang

masih tertinggal di dalam rongga mulut.

Saliva terbagi menjadi dua juga berdasarkan stimulasinya yaitu

unstimulated saliva dan stimulated saliva. Stimulated saliva adalah saliva

yang didapatkan karena stimulus dari farmakologi, mekanin, gustatori,

olfaktori (Nila Kusuma, 2015).

2.1.2 Fungsi Saliva

Saliva tentunya memiliki peranan yang penting dalam menjaga

kesehatan rongga mulut. Berikut merupakan fungsi saliva:

Page 7: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

a. Melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara

pembersihan secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak

pada gigi.

b. Lubrikasi elemen gigi, komponen saliva yang berperan dalam

fungsi saliva untuk lubrikasi ialah mucin, glikoprotein, dan air.

c. Saliva mengandung ion-ion terutama ion bikarbonat dan ion fosfat

berperan dalam aksi buffer yang mencegah demineralisasi gigi

yang disebabkan oleh asam yang diproduksi oleh bakteri sewaktu

metabolisme glukosa.

d. Agregasi bakteri yang dapat menghambat kolonisasi

mikroorganisme. Komponen saliva yang berperan sebagai

penghambat bakteri ialah amilase, defensin, lisozim, lactoferrin,

lactoperoksida, mucin, cystatin, histatin, proline-rich glikoprotein,

sekretori IgA, sekretori leukosit, protease inhibitor, statherin, dan

thrombospondin.

e. Membantu dalam pengecapan rasa, fungsi pengecapan rasa

dilakukan dengan cara melarutkan substansi makanan sehingga

dapat dirasa oleh reseptor pengecapan yang terletak pada taste

buds. Saliva yang diproduksi oleh kelenjar saliva minor yang

berada didekat papilla circumvallata mengandung protein yang

dapat mengikat substansi rasa dan mempresentasikannya pada

reseptor pengecapan.

f. Membantu fungsi pencernaan. Saliva bertanggung jawab pada

pencernaan awal zat tepung, mendukung pembentukan bolus

makanan. Pencernaan tersebut terjadi dengan bantuan enzim

pencernaan yang terdapat pada saliva, yaitu enzim α-amilase

(ptialin). Komponen dalam saliva yang membantu dalam

pencernaan makanan selain ptialin, ialah lipase, ribonuklease,

protease, air dan mucin (Linardi, 2014).

Page 8: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

2.1.3 Volume dan pH Saliva

Pada orang normal, jumlah rerata sekresi saliva dalam satu hari sekitar

1000 sampai dengan 1500 ml. Jumlah saliva yang disekresikan dalam keadaan

tidak terstimulasi sekitar 0,32 ml/menit, sedangkan dalam keadaan terstimulasi

mencapai 3-4 ml/menit. Stimulasi kelenjar saliva dapat berupa rangsangan

olfaktorius, melihat dan memikirkan makanan, rangsangan mekanis, rangsangan

kimiawi, neuronal, dan juga rasa sakit. Rangsangan mekanis terjadi pada saat

mengunyah makanan yang keras atau permen karet. Rangsangan kimiawi terjadi

ketika kita merasakan rasa manis, asam, asin, pahit, dan pedas. Rangsangan neural

merupakan rangsangan yang melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Rasa sakit

karena radang seperti gingivitis maupun protesa yang tidak pas juga menstimulasi

saliva. Selain itu stress dan kondisi psikis juga merupakan hal-hal yang dapat

mempengaruhi sekresi saliva. Pada saat sekresi saliva meningkat, konsentrasi total

protein, sodium, kalsium, klorida, dan bikarbonat juga pH saliva ikut meningkat,

sedangkan konsentrasi inorganik fosfat, dan magnesium berkurang. Volume dan

komponen saliva sangat menentukan kesehatan mulut. Kepentingan saliva bagi

kesehatan mulut itu sendiri dapat terlihat ketika terjadi gangguan sekresi saliva

berupa penurunan atau peningkatan sekresi saliva. Pada sekresi kurang dari 0,06

ml/menit (3 ml/jam) akan timbul keluhan mulut kering (xerostomia) (Linardi,

2014).

Derajat keasaman (pH) saliva yang normal berkisar antara 6.7-7.3. Derajat

keasaman dan kapasitas penyangga saliva dapat dipengaruhi oleh irama siang dan

malam (circadian sickle), diet, dan perangsangan kecepatan sekresi. Pengaruh

irama siang dan malam menunjukkan bahwa derajat asam dan kapasitas

penyangga saliva akan tinggi ketika bangun pagi, tetapi kemudian menurun

dengan cepat. Pada saat 15 menit setelah makan derajat asam dan kapasitas

penyangga saliva akan meninggi karena adanya rangsangan mekanis, namun

setelah 30-60 menit menjadi rendah. Pada malam hari, derajat keasaman dan

kapasitas penyangga saliva akan meningkat, tetapi menjelang tengah malam akan

Page 9: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

turun kembali. Pada keadaan tidur, volume saliva akan berkurang, perbandingan

bikarbonat dan ion hidrogen menurun sampai pH 4, dan konsentrasi bikarbonat

rendah. Hal lain yang mempengaruhi pH saliva adalah kebiasaan merokok.

Merokok dalam jangka waktu yang lama tidak berpengaruh terhadap jumlah

sekresi atau volume saliva, tetapi berpengaruh terhadap penurunan pH saliva

normal dan kapasitas penyangganya. Diet kaya karbohidrat juga dapat

menurunkan kapasitas penyangga saliva karena dengan adanya karbohidrat dapat

terjadi peningkatan produksi asam oleh bakteri. Kapasitas penyangga saliva dapat

meningkat ketika banyak mengkonsumsi diet kaya protein dan sayuran. Bakteri

memanfaatkan protein sebagai sumber makanannya sehingga menghasilkan zat-

zat yang bersifat basa seperti amoniak (Linardi, 2014).

Kecepatan sekresi saliva dapat langsung mempengaruhi derajat keasaman

di dalam rongga mulut. Ketika terjadi peningkatan kecepatan sekresi saliva akan

meningkatkan pH saliva, sebaliknya menurunnya kecepatan sekresi saliva akan

menurunkan pH saliva. Keadaan tersebut akan mempengaruhi proses

demineralisasi (pH 4.3) dan remineralisasi (pH 7.0) pada gigi. Penurunan pH

secara berulang-ulang akan mengakibatkan terjadinya proses demineralisasi dan

menjadi awal terjadinya proses karies (Linardi, 2014).

2.1.4 Komposisi Saliva

Komposisi saliva yang disekresi oleh kelenjar salivarius dapat dibedakan

menjadi komponen anorganik dan komponen organik. Akan tetapi nilai

komponen sangat bervariasi tergantung dari faktor-faktor berikut antara lain:

Irama siang dan malam, sifat dan besar stimulus, keadaan psikis, diet, kadar

hormon, gerak badan dan obat yang dikonsumsi (Amerongen AVN, et all,2012).

Komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion,

antara lain: Na+, K+ , Ca2+, Mg2+, Cl- , HCO3 - , dan fosfat. Na+ dan K+

mempunyai konsentrasi tertinggi di dalam saliva. Ion Cl- merupakan komponen

penting untuk aktivitas enzim amilase. Kalsium dan fosfat dalam saliva penting

untuk remineralisasi email dan berperan pada pembentukan plak bakteri dan

Page 10: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

karang gigi. Rodanida atau thiocynate (CNS-) sebagai antibakteri dalam

kerjasama dengan sistem laktoperoksidase. Bikarbonat adalah ion bufer terpenting

di dalam ludah (Apriyono DK, 2011).

Komponen organik saliva terutama tersusun oleh protein, musin, ureum,

asam lemak, glukosa, asam amino, dan sejumlah kecil lipida. Produk-produk ini

tersusun tidak hanya dari kelenjar ludah, akan tetapi juga berasal dari sisa

makanan dan hasil pertukaran zat bakterial. Musin merupakan protein yang

mempunyai molekul tinggi yang terikat oleh rantai hidrat arang pendek, oleh

karena strukturnya yang memanjang dan sifatnya yang dapat menarik air sehingga

membuat saliva menjadi pekat (Apriyono DK, 2011).

Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva menentukan

pH dan kapasitas bufer. Dalam keadaan normal, pH saliva berkisar antara 6,8-7,2

12 bergantung pada perbandingan antara asam dan basa konjugat yang

bersangkutan (Apriyono DK, 2011).

2.2 Karies Gigi

2.2.1 Definisi Karies Gigi

Karies gigi merupakan suatu penyakit yang menyerang jaringan keras

gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum. Karies gigi menyebabkan pembusukan

di beberapa daerah akibat adanya proses melarutkan mineral permukaan gigi

yang terus berkembang kebagian dalam gigi. Hal ini terjadi karena aktivitas

jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Biasanya ditandai dengan

dimineralisasi jaringan keras yang diikut kerusakan zat organiknya, sehingga

bakteri masuk lebih jauh ke bagian dalam gigi. Dampaknya, gigi menjadi

keropos, berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat seseorang mengalami

kehilangan daya kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan

pertumbuhan kurang maksimal (Sinaga, 2013). Apabila karies gigi dibiarkan

tanpa diatasi, maka akan timbul peradangan dan nanah pada gusi, peradangan

tulang rahang, pembengkakan dan peradangan di kerongkongan sehingga

Page 11: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

menyebabkan kesulitan menelan, abses pada jaringan gusi dan otot, bahkan

menyebabkan selullitis atau infeksi kulit. Ketidaktahuan masyarakat tentang

pentingnya kesehatan gigi dan mulut yang mengakibatkan penurunan

produktivitas karena pengaruh sakit yang dirasakan. Hal ini karena menurunnya

jaringan pendukung gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi sumber infeksi yang

dapat mengakibatkan beberapa penyakit sistemik (Nurhidayat dkk., 2012).

Berdasarkan tempat terjadinya, karies dibedakan menjadi beberapa jenis, sebagai

berikut:

a. Karies Insisipen

Merupakan karies yang terjadi pada bagian terluar dan

terkeras pada gigi, yaitu enamel gigi. Ciri-cirinya adalan

timbulnya warna hitam atau coklat pada enamel dan belum

sakit.

b. Karies Superfisialis

Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam

enamel. Biasanya ditandai dengan terbentuknya rongga pada

permukaan gigi yang mencapai dentin dan gigi berwarna

hitam. Karies Superfasialis menyebabkan rasa sakit ketika

minum air dingin.

c. Karies Media

Merupakan karies yang sudah mencapai tulang gigi

atau pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa. Ciri-

cirinya ditandai dengan adanya rongga yang besar dan dalam

hingga mencapai pulpa dan rongga berwarna hitam. Biasanya

timbul rasa sakit ketika terkena rangsangan dingin, makanan

masam dan manis.

d. Karies Profunda

Merupakan karies yang terlah mencapai pulpa yang

menimbulkan preadangan pada pulpa. Karies Profunda

Page 12: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

menyebabkan gigi terasa sakit tiba-tiba, terbentuk

abses/nanah di sekitar ujung gigi, dan biasanya gigi sampai

pecah atau hilang karena mengalami pengeroposan.

Karies gigi secara historis telah dianggap komponen paling penting dari

beban penyakit mulut global (Widayati, 2014). Rendahnya pengetahuan dan

sedikitnya fasilitas kesehatan masih menjadi faktor utama penyebab terjadinya

karies gigi di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health

Organization) tercatat bahwa 60%-90% masyarakat mengalami karies gigi,

khususnya pada anak-anak. Menurut hasil penelitian, Eropa, Amerika dan Asia

termasuk Indonesia, merupakan negara dengan penderita karies terbesar. Menurut

Riskesda 2017, prevalensi terjadinya karies aktif pada penduduk Indonesia

dibandingkan tahun 2010 lalu di Indonesia adalah 43,4% (2007) meningkat

menjadi 53,2% atau sekitar 93 juta jiwa (2013).

2.2.2. Gejala Karies Gigi

Karies gigi biasanya diawali dengan sakit gigi dan gigi menjadi sensitif

setelah makan atau minum sesuatu berasa manis, asam, panas, dan dingin. Gejala

lainnya juga terlihat adanya lubang pada gigi dan biasanya mulut menjadi bau

tidak sedap. Tanda awal munculnya karies gigi yaitu adanya spot putih seperti

kapur pada permukaan gigi yang menunjukan area dimineralisasi asam, Proses

selanjutnya akan mengakibatkan perubahan warna menjadi coklat dan

terbentuknya lubang pada gigi. Spot kecoklatan ini akan tampak mengkilap jika

proses dimineralisasi telah berhenti atau jika kebersihan mulut sudah membaik.

Sebaliknya, jika spot kecoklatan masih terlihat buram menunjukan proses

dimineralisasi masih berlangsung.

Pasien akan mulai mengeluh sakit dan timbul ngilu ketika kerusakan sudah

mencapai dentin. Kerusakan pulpa yang akut akan terjadi apabila sakit gigi terjadi

secara terus-menerus, bahkan sakit berdenyut-denyit di gigi sampai kepala, dan

Page 13: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

sangat menganggu aktivitas. Jika karies sudah parah, maka akan terjadi

peradangan dan timbul nanah pada gigi.

2.2.3. Penyebab Karies Gigi

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2008) menunjukkan bahwa

hampir separuh penduduk Indonesia mengalami karies gigi. Makanan kariogenik

merupakan faktor penyebab utama terjadinya karies gigi bersamasama dengan

faktor mikroorganisme, gigi (host) dan waktu. Karbohidrat adalah bahan yang

sangat kariogenik. Gula yang terolah seperti glukosa dan terutama sekali sukrosa

sangat efektif menimbulkan karies karena akan menyebabkan turunnya pH saliva

dibawah 5.5 secara drastis dan akan memudahkan terjadinya demineralisasi. Gula

sukrosa mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan

mikroorganisme asidogenik dibanding jenis karbohidrat lain. Selain itu, defisiensi

beberapa vitamin dan mineraljuga mendorong terjadinya karies pada gigi seperti

defisiensi vitamin A, B, C, dan D, kalsium, fosfor fluor dan zinc. Faktor Penyebab

Karies Gigi Proses terjadinya karies pada gigi melibatkan beberapa faktor yang

tidak berdiri sendiri tetapi saling bekerja sama. Ada 4 faktor penting yang saling

berinteraksi dalam pernbentukan karies gigi, yaitu:

a. Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan menyebabkan karies. Streptococcus

mutcins dan Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri yang terdapat pada

plak gigi dan merupakan bakteri utama penyebab terjadinya karies. Plak

adalah suatu massa padat yang merupakan kumpulan bakteri yang tidak

terkalsifikasi, melekat erat pada permukaan gigi, tahan terhadap pelepasan

dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan lunak. Plak akan terbentuk

pada semua permukaan gigi dan tambalan, perkembangannya paling baik

pada daerah yang sulit untuk dibersihkan, seperti daerah tepi gingival, pada

permukaan proksimal, dan di dalam fisur. Bakteri yang kariogenik tersebut

Page 14: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

akan memfermentasi sukrosa menjadi asam laktat yang sangat kuat sehingga

mampu menyebabkan demineralisasi.

b. Gigi (Host)

Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi

memiliki lekuk dan fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang

berbeda pula. Gigi dengan lekukan yang dalam merupakan daerah yang sulit

dibersihkan dari sisasisa makanan yang melekat sehingga plak akan mudah

berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Karies gigi sering

terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi susu maupungigi

permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan yang

halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan di permukaan pit dan

fisur.

c. Makanan

Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat

kariogenik makanan tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam

mulut (karbohidrat) merupakan substrat yag difermentasikan oleh bakteri

untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan gluosa di metabolismekan

sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel danekstrasel

sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga

menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh

bakteri kariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa

ini dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat

dandekstran.

d. Waktu

Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan

keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai

oleh periode demineralisasi dan remineralisasi. Kecepatan karies anak-anak

lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan kerusakan gigi orang dewasa

(Brown and Dodds, 2008).

Page 15: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

2.2.4. Patogenesa Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi seperti

email, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies gigi

terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm

dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri

plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat. Yang ditandai dengan adanya

demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat

terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya

invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan

periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi.

Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang dapat menyerang seluruh

lapisan masyarakat. Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan

faktor-faktor penting seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.

Adapun yang membedakan faktor etiologi atas faktor penyebab primer yang

langsung mempengaruhi biofilm atau lapisan tipis normal pada permukaan gigi 9

yang berasal dari saliva dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi

biofilm (Purwaningsih et all, 2015).

2.2.5. Pencegahan Karies Gigi

Untuk mengurangi risiko karies gigi, diharapkan lebih memperhatikan

konsumsi makanan anak, terutama makanan jajanan yang mengandung gula.

Selain itu, membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang mengandung serat

seperti buah dan sayur juga sangat diperlukan. Perlunya kunjungan berkala 6

bulan sekali ke dokter atau puskesmas untuk memperoleh berbagai nasihat

prevent.

Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap

pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk

rnencegah terjadinya penyakit dan mempertahankan keseimbangan fisiologis.

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi karies secara dim dan

Page 16: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

intervensi untuk rnencegah berlanjutnyapenyakit. Pencegahan tersier ditujukan

untuk rnencegah meiuasnya penyakit yang akan menyebabkan hilangnya fungsi

pengunyahan dan gigi.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Modifikasidiet. Untuk mencegah terjadinya karies gigi maka perlu dilakukan

modifikasi diet melalui berbagai cara, yaitu :

a. Memperbanyak memakan makanan kariostatik seperti lemak,

proteindan fluor.

Lemak dapat meningkatkan pH saliva setelah mengkonsumsi

karbohidrat. Lemak harus dikonsumsi sebelum memakan makanan

yang manis. Proteinmeningkatkanurea saliva yang dapat menetralisir

asam. Mengkonsumsi makanan tinggi protein setelah makan

karbohidrat dapat mengembalikan pH menjadi 7 dengan cepat. Fiuor

dapat rnencegah terjadinya karies. Fluor secara alami terdapat dalam

jumlah yang kecil pada teh dan makanan laut. Fluor dari makanan, air

atau minumanmelindungi gigi dari serangan asam. Fluor mempunyai

efek antibakteri dan antiplak.

b. Mengganti gula

Gula sintetik seperti saccharine dan aspartam serta gula alkohol

banyak digunakan pada makanan untuk mengurangi karies. Gula

sintetik dan gula alkohol bersifat noncariogenic. Contoh dari gula

alkohol adalah xylitol, sorbitol dan maltitol. Xylitol merupakanbentuk

alkohol darixylose dan merupakan pengganti gula yang paling baik

karena bakteri plakt idak bisa memetabolisme xylitol dan dapat

mengurangi Streptococcus mutans pada rriuiut. Peneliti dari Universitas

Michigan meneinukan bahwa anak sekolah yang mengunyah permen

karet xylitol selama 5 menit, 3-5 kali sehari dapat mengurangi karies

dan remineralisasi lesi awalkaries. 5 Sorbitol merupakan bentuk alkohol

dari sukrosa yang dibuat dengan menambahkan hidrogen pada glukosa.

Page 17: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

Penelitian menyimpulkan bahwa mengunyah permen karet sorbitol

setelah makan dapat mengurangi terjadinya karies gigi secara

signifikan. Sorbitol secara alami terdapat pada buah buahan dan sayur-

sayuran. Maltitol merupakan bentuk alkohol dari mannose. Secara

alami terdapat pada nenas, asparagus, kentang dan wortel.

c. Mengurangi mengkonsumsi makanan yang manis dan asam.

d. Mengurangi konsurnsi snack yang mengandung karbohidrat sebelurn

tidur.

e. Mengkombinasikan makanan, seperti memakan makanan manis setelah

makanprotein dan lemak atau setelah konsurnsi keju setelah memakan

makanan yang manis.

f. Kombinasikan makanan mentah dan renyah yang dapat menstimulasi

saliva dengan makanan yang dimasak.

g. Buah-buahan yang asam dapat menstimulasi produksi saliva.

h. Membatasi meminum minuman yang manis.

2. Pemakaian fluor

Fluor berfungsi menghambat enzim pembentukan asam oleh bakteri,

menghambat kerusakan email lebih lanjut, serta membantu remineralisasi

pada lesi awal karies. Fluor dapat diberikan dalam bentuk fluoridasi air

minum, pasta gigi, obat kumur, dan tablet fluor.

3. Pit dan fissure sealant

Pit dan fissure sealant yaitu penutupan pit dan fissure yang dalam yang

beresiko terhadap karies.

4. Pengendalian plak.

Pengendalian plak dapat dilakukan dengan tindakan secara mekanis yaitu

dengan penyikatan gigi dan penggunaan alat-alat bantu lain seperti benang

gigi, tusuk gigi dan sikat interdental serta tindakan secara kimiawi yaitu

dengan menggunakan antibiotik dan senyawa-senyawa anti bakteri lain selain

antibiotik.

Page 18: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

Tahap pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pengobatan

dan perawatan gigi dan mulut serta penambalan pada gigi berlubang.

Tahap pencegahan tersier dilakukan dengan cara perawatan pulpa

(akar gigi) atau melakukan pencabutan gigi.

2.3 Aspek Biokimia Saliva Terhadap Karies Gigi

Karies gigi merupakan masalah utama di Indonesia, dimana hampir

90% dari jumlah penduduk bermasalah dengan kesehatan gigi dan

mulutnya. Karies gigi merupakan proses multifaktor yang terjadi melalui

interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri di dalam rongga

mulut, serta makanan yang mudah difermentasikan. Diantara faktor

tersebut saliva menjadi salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar

terhadap keparahan karies gigi. Saliva mempengaruhi proses terjadinya

karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi

lingkungan dalam rongga mulut. Derajat keasaman (pH) saliva merupakan

salah satu faktor penting yang berperan dalam karies gigi, kelainan

periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut. Kadar derajat keasaman

(pH) saliva yang normal di dalam mulut berada di angka 7 dan bila nilai

pH saliva jatuh < 5,5 berarti keadaannya sudah sangat kritis. Nilai pH

saliva berbanding terbalik, dimana makin rendah nilai pH makin banyak

asam dalam larutan, sebaliknya makin meningkatnya nilai pH berarti

bertambahnya basa dalam larutan. Pada pH 7, tidak ada keasaman atau

kebasaan larutan, dan ini disebut netral. Pertumbuhan bakteri terjadi pada

pH saliva yang optimum berkisar (6,5- 7,5) dan bila rongga mulut pH

salivanya rendah (4,5- 5,5) akan memudahkan pertumbuhan kuman

asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Derajat

keasaman (pH) saliva merupakan bagian yang penting dalam

meningkatkan integritas gigi karena dapat meningkatkan terjadinya

remineralisasi, dimana penurunan pH saliva dapat menyebabkan

Page 19: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

demineralisasi gigi. Adanya proses remineralisasi yang akan menurunkan

kemungkinan terjadinya karies. Remineralisasi adalah suatu proses dimana

permukaan gigi akan memperoleh mineral kembali (Tomasz, 2013).

Page 20: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karies gigi merupakan proses multifaktor utama yang terjadi melalui

interaksi antara gigi dan saliva serta bakteri di dalam rongga mulut sehingga

makanan mudah difermentasikan. Faktor tersebut menjelaskan bahwa saliva

merupakan salah satu yang mempunyai pengaruh besar terhadap keparahan

karies gigi. Dikarenakan, karies gigi bisa terjadi akibat perubahan Ph dalam

saliva.

3.2 Saran

Untuk menjaga pH dalam saliva, kami menyarankan untuk tidak

mengkonsumsi makanan yang manis dan asam terlalu berlebihan. Gosoklah

gigi setelah makan dan sebelum tidur, karena seperti yang telah dijelaskan

diatas bahwa fluor yang terkandung dalam pasta gigi dapat menghambat

pembentukan enzim pembentuk asam oleh bakteri. serta melakukan

pemeriksaan gigi selama 6 bulan sekali ke dokter gigi.

Page 21: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

DAFTAR PUSTAKA

Amerongen AVN, Michels LFE, Roukema PA, Veerman ECL. Ludah dan

kelenjar ludah arti bagi kesehatan gigi. Abyono R, editor. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press; 2012

Apriyono DK, Fatimatuzzahro N. Pengaruh kumur-kumur dengan larutan

triclosan 3% terhadap pH saliva. CDK187. 2011

BrownJP and Dodds MWJ. Prevention Strategies for dental Caries. In: Cappelli

DP and Mobley CC. Preventionand Clinical Oral Health Care. Missuori :

Mosby Elsevier; 2008.

Juniarti, D., 2015. HUBUNGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN

GIGI DENGAN STATUS KARIES. pp. 1-84.

Linardi, A. N., 2014. PERBEDAAN PH SALIVA ANTARA PENGGUNA

PASTA GIGI YANG MENGANDUNG BAKING SODA DAN

PENGGUNA PASTA GIGI YANG MENGANDUNG FLUOR. pp. 1-41.

Litbangkes Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2008.Jakarta:DepkesRI;2008.

Nurhidayat dkk., 2012. Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart

Dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut.

http://journal.unnes.ac.id/sju/index. php/ujph/article/viewFile/179/187.

Pudyasari, R, Susanto, H, Hestiningsih, R & Udiyono, A 2017, ‘GAMBARAN

PRAKTIK ANAK DALAM PENCEGAHAN KARIES GIGI DENGAN

KEJADIAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) PADA ANAK

PRASEKOLAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARHARJO,

SEMARANG UTARA, KOTA SEMARANG’, JURNAL KESEHATAN

MASYARAKAT (e-Journal), vol. 5, no. 4.

Ramayanti, S & Purnakarya, I 2013, ‘PERAN MAKANAN TERHADAP

KEJADIAN KARIES GIGI’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 7, no. 2.

Riskesda. 2017. 93 Juta Lebih Penduduk Indonesia Menderita Karies Aktif.

Diakses dari http://www.kompasiana.com tanggal 12 November 2017.

Page 22: ASPEK BIOKIMIA SALIVA PADA KARIES GIGI

Sinaga A. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan perilaku Ibu dalam

Mencegah Karies Gigi Anak Usia 1–5 Tahun di Puskesmas Babakan Sari

Bandung. Jurnal Darma Agung. XXI: 1–10.

Solikin, 2013. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA

TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN KEJADIAN

KARIES GIGI PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK 01 PERTIWI

KARANGBANGUN KARANGANYAR. NASKAH PUBLIKASI.

Tomasz M, Karpinski, Anna K, Szkanadkiewics, “ Mikrobiology of Dental Caries

“. J. Biol. Earth Sci. 2013;(1): M21-M24

WHO. 2016. Kasus Karies pada Anak Balita. (diakses dari

http://health.kompas.com 15 Oktober 2017

Widayanti, N., 2014. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARIES

GIGI PADA ANAK USIA 4–6 TAHUN. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2

May, 2(2), pp. 196-205.

Ami Angela, 2008. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi.

Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.).

Indry Worotitjan , Christy N. Mintjelungan , Paulina Gunawan, 2013.

PENGALAMAN KARIES GIGI SERTA POLA MAKAN DAN MINUM

PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA KIAWA KECAMATAN

KAWANGKOAN UTARA. Jurnal e-GiGi (eG), Volume I, pp. hlm. 59-68.