s2-2014-337671-chapter1.pdf

10
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Patient Safety yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat meraih pencapaian standar dari patient safety yang dibutuhkan di setiap sisi pelayanan kesehatan guna untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem patient safety secara komprehensif termasuk didalamnya budaya safety dan organisasi pendukung proses safety (Aspden et al, 2004). Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen didesain untuk melaksanakan tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Mendesain produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan customer, 2. Memproduksi produk dan jasa tersebut dengan cost effective, 3. Memasarkan produk dan jasa tersebut secara efektif kepada customer. Tiga kegiatan utama tersebut untuk menjamin pencapaian tujuan organisasi, yaitu: 1. Menghasilkan customer yang puas, 2. Menghasilkan financial returns yang memadai. Dalam menjalankan kegiatan utama yaitu “Memproduksi produk dan jasa dengan cost effective”, organisasi memerlukan proses yang produktif dengan cost effective dan untuk menjalankan hal tersebut diperlukan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi akan menjadikan proses mengkonsumsi sumber daya hanya untuk aktivitas penambah nilai bagi customer, sehingga kegiatan produksi produk dan jasa dapat dilaksanakan dengan cost effective (Mulyadi, 2007). Efisiensi biaya dapat diinterpretasikan sebagai pengeluaran suatu lembaga yang dilakukan dengan hemat dan berwujud kegiatan untuk mencapai tujuan. Kualitas pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan pengeluaran yang wajar dan hemat. Penghitungan biaya per unit harus diakui sebagai suatu aksi penting dalam pembentukan budaya “efisiensi”. Namun demikian, karakter penghitungan biaya harus diakui masih bersifat

Upload: chacaimut

Post on 23-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: S2-2014-337671-chapter1.pdf

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Patient Safety yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan

yang berkualitas dapat meraih pencapaian standar dari patient safety yang

dibutuhkan di setiap sisi pelayanan kesehatan guna untuk meningkatkan

dan mengembangkan sistem patient safety secara komprehensif termasuk

didalamnya budaya safety dan organisasi pendukung proses safety

(Aspden et al, 2004).

Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen didesain untuk

melaksanakan tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Mendesain produk dan jasa

yang sesuai dengan kebutuhan customer, 2. Memproduksi produk dan jasa

tersebut dengan cost effective, 3. Memasarkan produk dan jasa tersebut

secara efektif kepada customer. Tiga kegiatan utama tersebut untuk

menjamin pencapaian tujuan organisasi, yaitu: 1. Menghasilkan customer

yang puas, 2. Menghasilkan financial returns yang memadai. Dalam

menjalankan kegiatan utama yaitu “Memproduksi produk dan jasa dengan

cost effective”, organisasi memerlukan proses yang produktif dengan cost

effective dan untuk menjalankan hal tersebut diperlukan modal manusia,

modal informasi, dan modal organisasi akan menjadikan proses

mengkonsumsi sumber daya hanya untuk aktivitas penambah nilai bagi

customer, sehingga kegiatan produksi produk dan jasa dapat dilaksanakan

dengan cost effective (Mulyadi, 2007).

Efisiensi biaya dapat diinterpretasikan sebagai pengeluaran suatu

lembaga yang dilakukan dengan hemat dan berwujud kegiatan untuk

mencapai tujuan. Kualitas pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan

pengeluaran yang wajar dan hemat. Penghitungan biaya per unit harus

diakui sebagai suatu aksi penting dalam pembentukan budaya “efisiensi”.

Namun demikian, karakter penghitungan biaya harus diakui masih bersifat

Page 2: S2-2014-337671-chapter1.pdf

2

kasuistik atau accidental artinya, studi khusus tentang penghitungan biaya

dilakukan dalam waktu tertentu dan tempat tertentu (Bastian, 2008).

Efisiensi biaya menjadi sangatlah penting terutama dalam menyongsong

penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) yang akan diselenggarakan mulai 1 Januari 2014.

Pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu

dan kendali biaya dengan menerapkan prinsip ‘managed care’, agar terjadi

pembiayaan yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi

medis (Mukti, 2012).

Dalam melakukan efisiensi biaya diperlukan kegiatan analisis dan

pengendalian biaya. Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan

sebuah proses yang mudah dan diperlukan tiga syarat mutlak sebelum

dilakukan analisis biaya, yaitu: (1) Struktur organisasi rumah sakit yang

baik; (2) Sistem akuntansi yang tepat; dan (3) adanya informasi statistik

yang cukup baik. Ketiga syarat ini saling terkait (Trisnantoro, 2009).

Analisis biaya diharapkan menghasilkan dampak yang berarti dan

dibutuhkan manajemen, sehingga rumah sakit harus mempunyai struktur

organisasi yang jelas dan diorganisir berdasarkan prinsip bahwa pusat

biaya dan pusat pendapatan dapat diidentifikasi dengan jelas. Prasyarat

kedua yang mutlak harus ada dalam analisis biaya adalah sistem akuntansi

yang baik. Akuntansi rumah sakit harus dapat menyatakan sumber biaya

yang dipakai oleh suatu unit. Pengeluaran dan pendapatan harus dapat

dihubungkan dengan unit-unit yang terdapat pada struktur rumah sakit.

Pembangunan sistem akuntansi keuangan rumah sakit di Indonesia masih

sangat sulit karena keterbatasan jumlah akuntan yang ahli dan sistem

akuntansi keuangan yang belum terbangun dengan baik. Syarat ketiga

yang harus dimiliki rumah sakit, yaitu informasi akuntansi keuangan

mudah digunakan dalam melakukan analisis biaya apabila didukung oleh

catatan (statistik) rumah sakit. Dalam analisis biaya ini mutlak diperlukan

informasi, misalnya: berapa jumlah porsi makanan yang dihasilkan oleh

dapur tiap harinya, dan lain-lain (Trisnantoro, 2009).

Page 3: S2-2014-337671-chapter1.pdf

3

Informasi biaya terutama unit cost merupakan informasi vital bagi

semua organisasi baik yang berorientasi pada laba maupun yang bersifat

non profit khususnya bagi rumah sakit. Informasi unit cost tidak hanya

diperlukan untuk penentuan tarif, tetapi informasi tentang unit cost justru

lebih diperlukan untuk berbagai kepentingan manajerial lainnya. Informasi

biaya terutama unit cost dibutuhkan untuk memberikan informasi baik

kepada pihak eksternal maupun pihak internal atau manajemen rumah

sakit. Pihak internal atau manajemen rumah sakit membutuhkan informasi

tentang unit cost untuk berbagai kepentingan manajerial, contohnya untuk

keperluan analisis efisiensi biaya, untuk perencanaan dan penganggaran,

evaluasi kinerja aktivitas, pengambilan keputusan baik taktis maupun

strategik dan sebagai alat bernegosiasi dengan pihak eksternal, termasuk

pemerintah (Ambarriani, 2012).

Pelayanan gizi rumah sakit adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan

gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien rumah sakit baik pasien rawat

inap maupun rawat jalan. Pasien rumah sakit tersebut memerlukan gizi

untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun

mengoreksi kelainan metabolisme dalam rangka upaya preventif, kuratif,

promotif dan rehabilitatif (Bastian (2008 cit. Depkes RI, 2003)). Konsep

pelayanan gizi rumah sakit merupakan pelayanan gizi yang berdasarkan

keadaan individu maupun keadaan klinis, status gizi dan status

metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien di rumah sakit dapat berpengaruh

pada kesembuhan penyakitnya (Bastian, 2008). Salah satu lingkup

pelayanan gizi rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan di rumah

sakit yang memiliki tujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas

sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dapat diterima serta pelayanan yang

layak dan memadai bagi konsumen agar dapat tercapainya status gizi yang

optimal (Kemenkes, 2013).

Konsep kualitas pelayanan gizi rumah sakit yaitu hasil pelayanan gizi

yang mendekati hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan

standar dan prosedur yang berlaku (Kemenkes, 2013). Sedangkan menurut

Page 4: S2-2014-337671-chapter1.pdf

4

Kim et al (2010) mengatakan bahwa kualitas penyelenggaraan makanan di

rumah sakit dapat diartikan sebagai penyelenggaraan makanan untuk

memenuhi kebutuhan gizi pasien baik pasien rawat inap maupun pasien

rawat jalan di suatu rumah sakit (Kim et al, 2010).

Pada umumnya penyelenggaraan makanan di instalasi gizi rumah

sakit dikelola oleh rumah sakit sendiri namun seiring berkembangnya

jaman semakin banyak pula organisasi terutama organisasi pelayanan

kesehatan yang memesan jasa outsourcing dengan pertimbangan agar

rumah sakit dapat memfokuskan pelayanan pada kompetensi intinya yaitu

mengobati, merawat dan berusaha menyembuhkan pasien, memberikan

pendidikan, pelatihan serta penelitian medis (Sharma dan Sharma, 2009).

Hal ini diperkuat dengan hasil survey mengenai penggunaan jasa

outsourcing rumah sakit di Texas oleh Waller Lansden Dortch dan Davis

yang berprofesi sebagai pengacara yang dikutip oleh Healthcare Finance

News menemukan bahwa 78% rumah sakit di Texas yang menjadi

responden dalam survey menggunakan jasa outsourcing pada beberapa

pelayanan kepada pasien. Survey ini juga menemukan bahwa rumah sakit

besar yang memiliki lebih dari 200 tempat tidur lebih menyukai

menggunakan jasa outsourcing yaitu sebanyak 86% jika dibandingkan

dengan rumah sakit kecil yang memiliki kurang dari 50 tempat tidur. Pada

survey yang melibatkan 266 rumah sakit di Texas ini, para pelaksana

rumah sakit yang 83% mengatakan bahwa perkiraan mereka terhadap level

penggunaan outsourcing di rumah sakit akan meningkat atau pun tetap

pada level ini pada masa yang akan datang (Bazzoli, 2007).

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari

suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia

jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tidak lagi

dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan

jasa outsourcing. Tujuan diadakannya outsourcing adalah efisiensi guna

menghasilkan suatu produk yang berkualitas dengan memperkecil resiko

(Wijayanti, 2012). Sistem outsourcing dapat mengontrol biaya ketika

Page 5: S2-2014-337671-chapter1.pdf

5

sistem tersebut dapat mengatur dan meningkatkan makanan dan kualitas

pelayanan (Sharma dan Sharma, 2009).

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah

sakit milik swasta, dengan tipe/kelas B. Rumah sakit ini tahun 2013

memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 205 tempat tidur. Jumlah pasien

rawat inap pada tahun 2013 yaitu 13.169 pasien. Jumlah Pasien Rawat

Jalan pada tahun 2013 yaitu 82.350 pasien. Sumber daya manusia di

instalasi gizi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yaitu 42

orang yang terdiri dari 37 orang pegawai yang bekerja di RS PKU

Muhammadiyah unit I dan 5 orang pegawai yang bekerja di PKU

Muhammadiyah unit II.

Menurut pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sejak

pertama kali berdiri penyelenggaraan makanan di instalasi gizinya dikelola

oleh rumah sakit sendiri (swakelola). Dari tahun ke tahun jumlah pasien

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta semakin banyak. Instalasi

gizi terutama bagian penyelenggaraan makanan membutuhkan sumber

daya manusia yang banyak dan peralatan serta perlengkapan yang banyak

pula sehingga membutuhkan biaya yang besar dan biayanya sangat susah

dikendalikan. Instalasi gizi terutama bagian penyelenggaraan makanan

dengan sumber daya yang banyak tersebut, untuk memasak makanan bagi

pasien dan pegawai rumah sakit merupakan kegiatan yang kurang efektif

dan efisien (dari segi biaya), karena sering sekali makanan yang dimasak

berlebihan jumlahnya dan menghabiskan biaya yang besar.

Semakin lama rumah sakit berkembang menjadi lebih besar, jumlah

pasien yang berobat juga semakin bertambah banyak sehingga instalasi

gizi khususnya bagian penyelenggaraan makanan merasa kewalahan dalam

melayani makanan untuk pasien, dokter, direksi maupun para karyawan.

Pada tahun 1995 sampai tahun 2009, pihak manajemen Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan instalasi gizi terutama bagian

penyelenggaraan makanan untuk menggunakan jasa outsourcing sebagian

Page 6: S2-2014-337671-chapter1.pdf

6

(semi outsourcing) untuk makanan bagi pegawai atau karyawan rumah

sakit.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah menggunakan salah satu katering

yang ada di Yogyakarta karena banyak ketidakcocokan dalam harga

maupun variasi makanannya sehingga Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta berganti-ganti katering. Pada tahun 2009 sampai tahun 2011,

pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

memutuskan untuk menghentikan pengelolaan semi outsourcing tersebut

dan kembali pada penyelenggaraan makanan yang dikelola Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta sendiri.

Pada tahun 2010 Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

membuka cabang baru yaitu Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II

Yogyakarta yang berada di jalan Wates Km 5,5 Gamping (semua

kebutuhan gizi pasien, dokter dan pegawai masih disuplai oleh Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah I Yogyakarta). Setiap tahun pasien meningkat

dan pelayanan gizi pun juga meningkat, beban kerja semakin meningkat

tetapi tidak seimbang dengan jumlah pegawai gizinya yang tetap, serta

membutuhkan biaya yang besar. Pada tahun 2011 sampai akhir bulan

Oktober tahun 2013 pihak manajemen rumah sakit memutuskan instalasi

gizi bagian penyelenggaraan makanan untuk menggunakan jasa

outsourcing sebagian (semi outsourcing) untuk makanan bagi dokter dan

direksi beserta pengurus.

Katering yang dipilih oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta adalah katering Aerofood (Garuda Indonesia Group) hingga

pada akhir bulan Oktober tahun 2013. Aerofood service beroperasi dengan

standar kualitas bersertifikasi internasional ISO 9001 dan ISO-22000 yang

ketat serta sertifikasi halal. Aerofood ACS juga telah melakukan ekspansi

dengan mendirikan industrial catering. Peluang pasar seperti perusahaan-

perusahaan minyak dan gas bumi serta rumah sakit telah berkembang

pesat dalam tiga tahun terakhir (Anonim, 2010). Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan untuk melakukan semi

Page 7: S2-2014-337671-chapter1.pdf

7

outsourcing dengan Aerofood dengan pertimbangan agar instalasi gizi

bagian penyelenggaraan makanan tetap fokus menyediakan makanan bagi

pasien-pasiennya.

Pada akhir bulan Oktober tahun 2013 pihak manajemen Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan untuk menghentikan semi

outsourcing dengan Aerofood dikarenakan harganya yang mahal dan

kurangnya variasi pada makanannya. Pada akhir bulan Oktober tahun 2013

hingga saat ini pihak manajemen rumah sakit memutuskan untuk membeli

makanan dari beberapa pemasok luar yaitu beberapa rumah makan yang

ditunjuk oleh rumah sakit untuk para dokter dan direksi. Penyelenggaraan

makanan untuk pasien mulai dari awal berdirinya Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta hingga saat ini hanya dikelola oleh rumah

sakit sendiri (swakelola).

Pada saat ini pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta mempertimbangkan menggunakan jasa outsourcing untuk

makanan bagi pasien VIP, dokter dan direksi beserta pengurus di masa

yang akan datang. Meskipun demikian tetap harus mempertimbangkan

biaya dan kualitas yang baik dan terjamin. Berdasarkan keadaan yang

dialami oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta di atas

sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kualitas

yang dapat digunakan untuk membantu pihak manajemen Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam pengambilan keputusan

penyelenggaraan makanan mana yang dipilih antara penyelenggaraan

makanan di instalasi gizi yang dikelola sendiri (swakelola) dengan

penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola oleh jasa

outsourcing.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti tersebut di atas,

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Manakah metode

Page 8: S2-2014-337671-chapter1.pdf

8

penyelenggaraan makanan di instalasi gizi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta yang sebaiknya dipilih antara dikelola sendiri

(swakelola) dengan jasa outsourcing.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membantu pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta dalam pengambilan keputusan pemilihan penyelenggaraan

makanan di instalasi gizi antara penyelenggaraan makanan di instalasi gizi

yang dikelola sendiri (swakelola) dengan jasa outsourcing.

2. Tujuan Khusus

Membandingkan antara penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang

dikelola sendiri (swakelola) dengan penyelenggaraan makanan di instalasi

gizi yang dikelola oleh jasa outsourcing.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengelola rumah sakit

dalam melakukan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan

makanan di instalasi gizi dengan pendekatan analisis biaya dan kualitas.

2. Bagi institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat menambah referensi ilmiah tentang penggunaan

analisis biaya dan kualitas sebagai dasar pengambilan keputusan pada

institusi rumah sakit.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

penggunaan analisis biaya dan kualitas untuk pengambilan keputusan

dalam penyelenggaraan makanan di instalasi gizi rumah sakit.

Page 9: S2-2014-337671-chapter1.pdf

9

E. Keaslian Penelitian

Beberapa referensi yang terkait dengan penelitian tentang Analisis Biaya untuk

Pengambilan Keputusan Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang pernah dilakukan peneliti terdahulu antara

lain:

1. Fransina (2012), meneliti Analisis Biaya Makan yang Hilang pada

Penyelenggaraan Makanan Sistem Outsourcing di RSUD Yowari

Jayapura-Papua.

Kesimpulan penelitian ini adalah persentase biaya yang hilang 16,7% dari

total anggaran yang digunakan sebesar Rp1.422.759.683,- (Satu Milyar

Empat Ratus Dua Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Sembilan Ribu

Enam Ratus Delapan Puluh Tiga Rupiah) maka kehilangan biaya Rp

237.600.867,- (Dua Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Enam Ratus Ribu

Delapan Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah) selama tahun 2011.

Menandakan kebijakan menggunakan pihak ketiga oleh pihak rumah sakit

harus ditinjau kembali.

Perbedaan dengan penelitian ini yaitu variabel pada penelitian ini biaya

makan yang hilang, sisa makanan dan mutu makanan, metode pada

penelitian ini yaitu jenis penelitian observasional dengan rancangan

penelitian studi cross sectional, lokasi penelitian ini di RSUD Yowari

Jayapura-Papua, subyek penelitian pada penelitian ini, yaitu pasien rawat

inap di RSUD Yowari Jayapura-Papua dan cara analisis data

menggunakan uji analisis chi-square Kesamaan penelitian yaitu

menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh jasa outsourcing.

2. Sharma dan Sharma (2009) meneliti Comparative Analysis of Outsourced

Hospital Dietary Services Vis-A-Vis In-House Dietary services for Cost

Containment and Quality: A Case Study in A Super Specialty Tertiary

Hospital.

Kesimpulan penelitian ini adalah harga makanan per hari yang dikelola

oleh instalasi gizi rumah sakit di Chandigarh jauh lebih mahal jika

Page 10: S2-2014-337671-chapter1.pdf

10

dibandingkan harga makanan per hari yang dikelola oleh outsourcing.

Pelayanan yang dikelola oleh jasa outsourcing jauh lebih baik jika

dibandingkan dengan pelayanan instalasi gizi yang dikelola rumah sakit

sendiri. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu lokasi penelitian ini di

Rumah Sakit Nehru Chandigarh, India, subyek penelitian pada penelitian

ini, yaitu pasien rawat inap di Rumah Sakit Nehru Chandigarh, India dan

cara analisis data pada penelitian ini tidak menggunakan wawancara

mendalam melainkan menggunakan pengambilan data sekunder dan

kuesioner kualitas makanan. Kesamaan penelitian yaitu variabel

penelitian, yaitu biaya instalasi gizi di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan oleh jasa outsourcing, metode penelitian menggunakan studi

kasus, dan cara analisis data pada penelitian ini menggunakan

pengambilan data sekunder.

3. Dhamayanthi (2002) meneliti Hubungan Kualitas Layanan Gizi, Tingkat

Kepuasan dan Lama Masa Rawat Pasien di Rumah Sakit Jantung Harapan

Kita Jakarta.

Kesimpulan penelitian ini adalah kepuasan pasien terhadap layanan gizi

berhubungan dengan cita rasa makanan, cara penyajian makanan, dan

sikap petugas penyaji makanan, namun tidak ada hubungan dengan

kegiatan konsultasi dokter. Perbedaan dengan penelitian ini, variabel pada

penelitian, yaitu lama rawat inap, asupan makanan, kepuasan pasien, cita

rasa makanan, cara penyajian makanan, sikap petugas gizi, konsultasi gizi

dan sikap dokter; metode pada penelitian ini, yaitu jenis penelitian

observasional dengan rancangan penelitian studi cross sectional, lokasi

penelitian ini di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, subyek

penelitian pada penelitian ini, yaitu pasien rawat inap di instalasi rawat

inap di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dan cara analisis data

menggunakan uji statistik kai kuadrat dan uji statistik analisis regresi

ganda. Kesamaan penelitian, yaitu menganalisis kualitas makanan pada

instalasi gizi.