romantisisme gajah mada kajian semiotika...

39
1 ROMANTISISME GAJAH MADA: KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA YURI LOTMAN 1. LATAR BELAKANG Gajah Mada, seorang tokoh sejarah zaman Majapahit ditampilkan dengan ciri romantisisme yang kuat dalam novel karya Langit Kresna Hariadi ini. Novel yang terbit tahun 2006 ini, yang bisa kita sebut baru, ternyata (tetap juga) mengedepankan apa yang menjadi semangat pandangan para pujangga Indonesia berpuluh tahun silam. Sejak zaman Pujangga Baru muncul para sastrawan yang sadar-diri akan pandangan dunia mereka, yaitu romantisisme. Paling tidak ada dua tokoh yang mengamininya; Soewandi (1934) menyebutkan bahwa bagi para Pujangga Baru ―romantik itulah yang menjadi dasar yang dipuja mereka‖; Lalu Pane (1941) juga mengatakan bahwa yang menjadi semangat para sastrawan Indonesia pada zamannya,

Upload: dinhdien

Post on 24-Aug-2018

276 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

1

ROMANTISISME GAJAH MADA:

KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA

YURI LOTMAN

1. LATAR BELAKANG

Gajah Mada, seorang tokoh sejarah zaman Majapahit ditampilkan dengan

ciri romantisisme yang kuat dalam novel karya Langit Kresna Hariadi ini. Novel yang

terbit tahun 2006 ini, yang bisa kita sebut baru, ternyata (tetap juga) mengedepankan

apa yang menjadi semangat pandangan para pujangga Indonesia berpuluh tahun

silam.

Sejak zaman Pujangga Baru muncul para sastrawan yang sadar-diri akan

pandangan dunia mereka, yaitu romantisisme. Paling tidak ada dua tokoh yang

mengamininya; Soewandi (1934) menyebutkan bahwa bagi para Pujangga Baru

―romantik itulah yang menjadi dasar yang dipuja mereka‖; Lalu Pane (1941) juga

mengatakan bahwa yang menjadi semangat para sastrawan Indonesia pada zamannya,

Page 2: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

2

baik Pujangga Baru maupun Balai Pustaka, ―tidak ada bedanya dengan semangat

romantik.‖ Kutipan dari Soewandi dan Pane ini ditulis oleh Faruk dalam

disertasinya1.

Konsep romantisisme berasal dari Barat dan karena di lingkungan sastrawan

Indonesia sendiri tidak ditemukan perumusan yang menyeluruh dan filosofis

mengenainya; maka seringlah kita mendengar dan membaca pandangan ini

dikembalikan pada sumber asalnya, yaitu romantisisme Barat.

Menurut Furst, romantik, romantisisme, berasal dari kata romance yang pada

abad pertengahan di Eropa merupakan nama bahasa-bahasa rakyat yang baru yang

dipertentangkan dengan bahasa Latin sebagai bahasa kaum terpelajar (Faruk,

1994:53). Nama bahasa tersebut kemudian menurunkan kata-kata seperti

enromancier dan romancer yang berarti ‗menerjemahkan‘ atau menyusun buku-buku

dalam bahasa rakyat di atas. Di dalam bahasa Prancis kuno, misalnya, roman berarti

sebuah genre sastra istana yang sebagian besar mengandung cerita tentang cinta,

petualangan, tingkah yang aneh dari imajinasi. Di Inggris, yang menjadi tempat

meluapnya penyebaran kata tersebut, roman menunjuk pada genre sastra tertentu

yang berisi cerita mengenai para ksatria yang mengandung luapan perasaan yang

kuat, yang serba tidak mungkin, berlebihan, tidak realistis, yang dipertentangkan

dengan pandangan hidup yang rasional dan yang bersifat seadanya. Karena itu, kata

romantik seringkali digunakan dalam bentuk ungkapan seperti ―dongeng romantik

yang liar‖ yang berarti palsu, fiktif, imajiner. Pada zaman Pencerahan di abad XVII

1 Disertasi Faruk berjudul Novel-Novel Indonesia Tradisi Balai Pustaka 1920-1942.

Page 3: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

3

kata tersebut dinilai rendah, mengimplikasikan sifat bombastis, dangkal dan kekanak-

kanakan, tidak masuk akal, dan sebagainya. Pada abad XVIII kata itu mulai

mengandung konotasi nilai yang baik, yang halus dan indah, disangkutkan dengan

usaha menghidupkan imajinasi yang dipandang perlu, diasosiasikan dengan

pemandangan alam seperti gunung, hutan, tempat-tempat yang liar tetapi menarik

perhatian.

Aveling yang pernah berganti nama menjadi Haridas, sampai pada

kesimpulan berikut : ada banyak gerakan romantik, baik dari negeri ke negeri maupun

dalam masing-masing negeri (Faruk 1994:54-55). Ada norma-norma yang

menguasai, tidak semuanya terdapat pada satu masa. Norma-norma itu lahir dari

penolakan terhadap dunia sebagai mekanisme yang statis dan dari penerimaan akan

organisisme dinamis. Penerimaan ini meliputi konsep tentang kreatifnya imajinasi,

tentang alam sebagai keseluruhan yang hidup (tanpa melupakan bahwa pertumbuhan

berarti perubahan maupun kematian) dan tentang puisi terutama sebagai mite dan

lambang. Disebutkannya juga bahwa sifat dari The Romantic Syndrome adalah

terdapat di dalamnya kecenderungan yang kuat kepada kecairan, campur baur dan

kacau balau; kecenderungan kepada kelangsungan, dan suatu ketidaktentuan seperti

kepada hal kebetulan dan hal baru dengan kecenderungan kepada kedudukan yang

utama dari hukum. Juga terdapat di dalamnya sifat yang kerap muncul seperti

ditemukan oleh Furst : individualism, idealism, kepertamaan imajinasi kreatif,

penglihatan akan alam secara subjektif, pentingnya rasa dan penggunaan gambaran

simbolis.

Page 4: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

4

Pada tahun 1924, Lovejoy meragukan kemungkinan adanya kesatuan konsep

atau gagasan dalam romantisisme. Menurutnya, romantisisme mempunyai begitu

banyak arti sehingga menjadi tidak mempunyai apa-apa. Bagi Lovejoy, di dalam

romantisisme terkandung pluralitas ruang pemikiran. Sebagai bukti ia menunjukkan

tiga pasangan konsep yang saling bertentangan dari romantisisme itu, yakni

pertentangan antara superioritas seni terhadap alam dengan superioritas alam terhadap

seni, antara primitivitas sebagai esensi dengan transendensi-diri yang terus menerus,

dan antara kegemaran pada kesederhanaan dengan kesenangan pada diversitas dan

kompleksitas (Faruk 1994:58).

Barzun mencoba mendapatkannya dengan pendekatan kontekstual.

Menurutnya, setiap kata, termasuk tentunya romantisisme, tidak pernah mengandung

hanya satu makna. Dengan menempatkannya dalam konteks klasisisme dan

pertumbuhan individualisme, olehnya, romantisisme dipahami sebagai gerakan yang

cenderung kepada diversitarianisme, bersikap toleran terhadap keanekaragaman,

seperti yang terlihat pada kegemaran penganutnya menjelajahi hal-hal yang asing.

Dan Wellek mengatakan bahwa persatuan merupakan ciri utama dari romantisisme.

Menurutnya, romantisisme mempunyai perjuangan yang besar, yakni berusaha

mengatasi keterpisahan antara subjek dan objek, diri dengan dunia, kesadaran dengan

ketidaksadaran. Di dalam proyek besar itulah gagasan romantisisme mengenai

imajinasi, simbol, dan mite, serta alam organik dimasukan. Dari kedua pendapat di

atas, konsep Lovejoy mengenai pluralitas romantisisme menjadi semakin kuat.

Wellek menemukan apa yang disebut Lovejoy sebut sebagai kegemaran pada

Page 5: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

5

kesederhanaan, harmoni, primitivisme, sedangkan Barzun menemukan kegemaran

akan diversitas/kompleksitas, transendensi diri yang terus menerus (Faruk, 1994: 59).

Salah satu kekhasan periode Romantisisme adalah penekanannya pada alam.

Para penyair periode ini sangat mengagungkan alam dalam setiap sajak-sajaknya.

Alam beserta keindahan dan keunikannya menjadi tema yang umum dijumpai pada

sajak-sajak periode ini. Para teorikus sastra abad-abad setelahnya bahkan menyebut

bahwa puisi-puisi periode ini adalah puisi-puisi alam (nature poetry). Hal ini tentu

saja berbeda dengan karakter periode sebelumnya. Pengagungannya terhadap alam

menjadi salah satu ciri khas periode Romantik. Selain itu, konsep tentang nature juga

dipahami secara luas dan terbuka oleh para penyair romantik pada masa itu,

khususnya mereka yang tinggal di kawasan perkotaan. Jika nature bagi para penyair

romantik dari pedesaan adalah alam dalam arti lingkungan alam yang masih alami,

maka nature bagi para penyair romantik di perkotaan adalah sifat alamiah manusia

(human nature) yang menghendaki kebebasan. Oleh karenanya, besar kemungkinan

semangat awal Revolusi Prancis sangat berpengaruh bagi para penyair romantik masa

lalu.

Bicara tentang masa lalu maka kita akan bicara tentang sejarah. Sastra dan

sejarah memiliki hubungan timbal balik. Suatu karya sastra dapat menjadikan

peristiwa sejarah sebagai objeknya dan sebaliknya, bahkan karya sastra dapat menjadi

sumber penulisan sejarah (Margana, 2003:143). Novel Gajah Mada karya Langit

Kresna Hariadi dapat penulis sebut sebagai salah satu dari genre yang disebut novel

Page 6: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

6

sejarah, karena mendudukan peristiwa sejarah sebagai sumber penulisan karyanya,

dalam hal ini tokoh sejarah.

Gajah Mada (untuk selanjutnya akan disingkat GM, tetapi untuk penyebutan

nama akan tetap ditulis lengkap) merupakan novel yang ditulis oleh seorang bapak

separuh baya bernama Langit Kresna Hariadi yang sekarang tinggal di Jaten

Karanganyar bersama keluarganya. Secara singkat novel ini menceritakan kondisi

Majapahit pada saat pemberontakan para rakrian yang dipimpin oleh Ra Kuti. Sedikit

informasi tentang penulis novel GM, Langit Kresna Hariadi, dulunya beliau

merupakan seorang penyampai gagasan, mulai dari MC, penyiar radio, dan drama

radio. Pengakuannya bermula dari sekedar iseng, tulisan dramanya (melalui sebuah

radio swasta di Solo ada sekitar 40-an judul karyanya yang tak terdokumentasi)

beberapa kali menyabet gelar se-Jawa Tengah. Mantan wartawan harian umum ABRI

ini juga berkreasi di jalur cerita silat. Kekagumannya pada penulis cerita silat

legendaris dari Yogya SH Mintardja, mengilhaminya menulis Beliung dari Timur

yang dimuat bersambung di harium umum ABRI. Tak tertampung, karena Koran

milik TNI itu gulung tikar diterjang reformasi, maka Beliung dari Timur mencuri

minat harian SOLOPOS Surakarta dan mengunjungi pembaca tiap pagi melalui

harian itu dan berlanjut ke sekuel Sang Ardhanareswari. Karyanya yang lainnya:

Balada Gimpul, Kiamat Para Dukun, Libby, Libby 2, De Castaz, Melibas Sekat

Pembatas, Serong, Eksplorasi Imajinasi, Antologi Manusia Laminating, dan Alivia.

Secara singkat akan diceritakan tentang tokoh utama dalam obyek material

penelitian ini dalam pendahuluan ini. Siapa yang tak kenal Gajah Mada? Namanya

Page 7: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

7

melegenda karena berita yang sampai kepada kita bahwa prestasi besarnya yang

membentuk ‗negara nasional‘ yang lebih besar dari Republik Indonesia sekarang,

pemimpin yang dimaksud adalah Patih Mangkubumi Majapahit Gajah Mada.

Manifesto politiknya yang terkenal dengan Sumpah Palapa menggema berabad-abad,

serta memberi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya hingga sekarang.

Diperkirakan Gajah Mada lahir pada permulaan abad ke-14, dekat Sungai Brantas,

antara Gunung Kawi dan Gunung Arjuna. Orang Bali mengultuskannya,

mempercayainya sebagai putra Bali yang tidak berayah tidak beribu (Tandes,

2007:4).

Pengabdian Gajah Mada pada Negara dimulai pada masa pemerintahan

Jayanegara (1309-1328). Sejak berpangkal bekel ia sudah mengagumkan. Prestasi

gemilangnya adalah keberhasilannya dalam menyelamatkan pemerintahan dari kudeta

Ra Kuti dan teman-temannya. Atas prestasinya ini, ia kemudian dipromosikan

menjadi patih di Kahuripan. Kariernya terus menanjak seiring dengan meningkatnya

prestasi dan kompetensinya. Lalu pada suatu ketika Gajah Mada menggantikan Arya

Tadah sebagai Mapatih Majapahit.

Gajah Mada merupakan tokoh yang demikian terkenal. Banyak karya sastra

legendaris yang mengambil Gajah Mada sebagai tokoh utamanya. Urutan yang

diperkirakan secara kronologis (hanya Nâgarakrtâgama saja yang diketahui dengan

pasti siapa pengarangnya, Prapanca, dan kapan dikarangnya – abad ke-14, lainnya

hanya berupa perkiraan saja; seperti Pararaton, Kidung Sunda, Hikayat Banjar, dan

Hikayat Hang Tuah). Gambaran citra Gajah Mada dalam kelima sastra daerah itu

Page 8: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

8

menunjukkan banyak persamaan, yaitu Gajah Mada sebagai mahapatih yang sangat

peka tanggap terhadap kewibawaan raja. Namun penggambaran citra ada juga yang

bertolak belakang. Hal ini tergantung dari pandangan, kepentingan serta motivasi

pengarang dalam menuliskan karya sastranya (Sardjono, 1984: 11).

Muhammad Yamin pada tahun 1974 menulis buku yang semata

membicarakan tokoh ini. Yamin mengemukakan bahwa Gajah Mada, menurut

kepercayaan orang Bali, seperti tertulis dalam kitab Usana Jawa, ia dilahirkan di

pulau Bali Agung, dan pada suatu ketika berpindah ke Majapahit. Menurut cerita Bali

itu, ia tidak mempunyai ibu dan bapa, melainkan terpencar dari dalam buah kelapa,

sebagai penjelmaan Sang Hiang Narayana ke atas dunia (1974: 13). Jika perkiraan

kelahiran Gajah Mada itu benar, maka Gajah Mada berasal dari tanah dewata itu,

Bali, sama seperti Prabu Airlangga.

Page 9: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

9

(Terakota Gajah Mada yang diyakini sebagai versi M. Yamin)

(Gajah Mada versi Majapahit Mock-upers untuk Rekonstuksi ―Kota Majapahit))

Page 10: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

10

(Gajah Mada di Makaripura)

Dalam tulisan Yamin ada narasi yang menyebutkan bahwa di sekeliling kota

Malang-Singasari sejak dahulu banyak didapati tanda-tanda memperingati nama

Gajah Mada. Ada sangkaan bahwa Gajah Mada kelahiran sungai Berantas, dilahirkan

kira-kira tahun 1300 (1974: 14). Diceritakan bahwa Gajah Mada dibesarkan sebagai

anak desa yang bersatu dengan kemelaratan sehari-hari dengan alam yang kaya-raya.

Saat Gajah Mada menjelang menjadi pemuda, serentak dengan naiknya suatu

Page 11: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

11

kerajaan baru. Dari orang-orang yang lebih tua darinya, ia mendengar bahwa kerajaan

Singasari sudah runtuh. Kekuasaan Jayakatwang di tanah Kediri sudah runtuh, lalu

muncullah deru isu akan berdiri sebuah kerajaan yang berasal dari keringat rakyat.

Pada saat itulah Gajah Mada merasa ada panggilan untuk mengabdi pada kerajaan

baru tersebut. Jiwa dan raganya, waktu dan seluruh tenaganya diserahkan untuk

negara yang baru tersebut.

Bahasan tentang Gajah Mada menurut versi Yamin memang menarik. Di

dalamnya juga ditulis bahwa Gajah Mada memiliki nama lain, yaitu Empu Mada,

Jaya Mada atau Dwirada Mada, menurut agama namanya: Lembu Muksa, sebagai

penjelmaan Mahadewa Wisnu. Gajah Mada artinya gajah yang galak tangkas, penuh

dengan kegiatan pada ketika sedang mundam berahi, sedang nama kecilnya tidak

dikenal (1974: 14).

Ada seorang lagi yang serius menggarap tokoh ini, yakni Agus Aris

Munandar. Menurut Munandar, uraian kehidupan Gajah Mada kental dibalut mitos

(Munandar, 2010: 2) dan legitimasi (2010: 5). Layaknya kehidupan Ken Angrok.

Dikemukakan sebuah catatan yang berbeda dengan karya sebelum-sebelumnya oleh

Munandar, yaitu Babad Gajah Mada. Karya tersebut agaknya digubah dalam upaya

menjelaskan asal-usul Gajah Mada yang memang tidak diuraikan dalam sumber yang

sezaman seperti Nāgarakştâgama dan Pararaton.

Munandar meringkas Babad Gajah Mada (mengutip Slamet Muljana)

sebagai berikut:

Page 12: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

12

Adalah seorang pendeta muda yang bernama Mpu Sura Dharma

Yogi, murid dari Mpu Raga Gunting yang berjuluk juga Mpu Sura Dharma

Wiyasa. Mereka tinggal di pertapaan Lembah Tulis, sebelah selatan

Majapahit. Mpu Sura Dharma Yogi mempunyai isteri bernama Patni Nari

Ratih, istri yang diberikan oleh gurunya. Sura Dharma Yogi membuat

huma di lembah gunung sebelah selatan Lembah Tulis, sementara istrinya

tetap berada di dalam pertamanan. Hanya sesekali Patni Ratih datang

menengok suaminya di pedukuhan huma yang baru dibukanya. Dewa

Brahma jatuh cinta kepada Patni Nari Ratih, karena perempuan itu sangat

cantik. Pada suatu ketika Nari Ratih diperkosa oleh Dewa Brahma di

gubuk di ladang yang sepi. Waktu itu, suaminya sedang mengambil

mengambil air di mata air yang cukup jauh dari humanya.

Peristiwa itu diadukan kepada suaminya, lalu mereka pergi

meninggalkan wilayah tersebut mengembara hingga berbulan-bulan

lamanya. Ketika bayi dalam kandungan Patni Nari Ratih sudah waktunya

lahir, mereka sudah sampai di Desa Mada yang terletak di kaki gunung

Semeru. Lahirlah sang bayi laki-laki, dengan diiringi oleh peristiwa-

peristiwa alam sebagai tanda kebesaran lahirnya seorang calon tokoh

penting. Bayi itu diasuh oleh kepala Desa Mada, sedangkan kedua

orangtuanya bertapa di puncak Gunung Plambang memohon keselamatan

dan kejayaan bagi si bayi. Dewata mengabulkan permohonan permohonan

tersebut, dengan mengatakan kelak si bayi akan menjadi orang besar yang

dikenal di seluruh nusantara.

Waktu pun berlalu. Datanglah Mahapatih Majapahit ke Desa Mada

dan mengajak anak angkat kepala desa yang sekarang telah menjadi

pemuda dan bernama Mada ke Majapahit kemudian menikahkan Mada

dengan putrinya bernama Ken Bebed. Sang mahapatih kemudian

menyokong Mada untuk menggantikan kedudukannya sebagai Mahapatih

Amangkubumi Majapahit. Mahapatih Amangkubumi Mada lalu berhasil

mengembangkan kekuasaan Majapahit. Banyak raja di luar Pulau Jawa

mengaku tunduk kepada Raja Majapahit. (Munandar, 2010: 3)

Dalam babad di atas jelas terlihat ada mitos dan legitimasi tentang sosok

Gajah Mada, seperti cerita-cerita lain yang serupa. Ada peran kekuatan supranatural,

yaitu ada tokoh Dewa Brahma. Kisah di atas mirip dengan kelahiran Ken Angrok

yang disebut-sebut sebagai anak Dewa Brahma juga. Cerita lainnya bisa kita

bandingkan dengan Babad Dalěm dari Bali. Kitab yang memaparkan bahwa ada

bidadari yang berasal dari Śwarloka bercengkerama dengan Úrî Krěsna Wangbang

Page 13: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

13

Kapakisan, keduanya bertemu di tamansari Majapahit, jatuh cinta, menikah, lalu

setelah melahirkan keempat putra, bidadari itu pulang ke asalnya. Sepertinya uraian

tentang adanya hubungan dunia dengan supernatural hendak mengungkapkan bahwa

seorang tokoh tersebut begitu luar biasa.

(Dewa Brahma)

GM menurut pembacaan peneliti memenuhi syarat-syarat yang disebut

sebagai sebuah karya romantik; dan sebagai sebuah karya seni yang berangkat dari

peristiwa sejarah, GM ini, menurut cara berpikir Lotman merupakan sebuah karya

yang mereproduksi informasi sebelumnya; dan kemudian menjadikannya model

kehidupan, menampilkan ekspresi pengarang yang sesuai pada zaman latar ceritanya,

yang inderawi dan perseptual. Demikian mekanisme sederhana yang mengantar saya

Page 14: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

14

untuk mengerjakan penelitian sederhana ini untuk bisa menggarap novel Gajah

Mada secara khusus dengan menggunakan sudut pandang romantisisme dan

semiotika.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, sesuai dengan teori yang dipakai, maka

dengan sederhana peneliti susun ada tiga rumusan masalah yang akan dijawab dalam

tesis ini.

Pertama, novel Gajah Mada sebagai a message, a model;

Kedua, Gajah Mada sebagai produk estetika.

Ketiga, Gajah Mada dan pembacaan semiotiknya.

Ketiga rumusan ini mengambil judul yang relevan dengan kerangka berpikir

Lotman. Teori yang membingkai secara khusus penelitian ini.

3. TUJUAN PENELITIAN

Secara teoretis, penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teori semiotika

Lotman terhadap novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi. Menurut Lotman,

tujuan utama penelitian secara semiotik adalah menemukan jagat pikiran yang

dimodelkan oleh karya seni. Di samping itu, penelitian ini bertujuan memberikan satu

Page 15: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

15

pilihan dari berbagai opsi pemikiran bagi penerapan teori semiotika budaya dalam

novel Gajah Mada.

Secara praktis penelitian ini bertujuan memberikan alternatif pemahaman

novel Gajah Mada secara semiotic, memberi satu pilihan pengertian dan wawasan

pembaca mengenai karya ini agar lebih beragam. Hal ini berhubungan juga dengan

semakin maraknya novel-novel sejarah bermunculan setelah keberadaan novel yang

menjadi best seller ini. Pemahaman ini nantinya diharapkan akan merangsang dan

meningkatkan apresiasi terhadap novel-novel sejarah lainnya.

4. TINJAUAN PUSTAKA

Sejauh ini penelitian terhadap novel Gajah Mada, untuk selanjutnya

disingkat GM, karya Langit Kresna Hariadi ini paling tidak dapat kita temui di

Universitas Gadjah Mada dan Universitas Sebelas Maret. Di Universitas Gajah Mada,

Saeful Anwar menggarap Pentalogi Gajah Mada ini dengan judul Politik Kekuasaan

Gajah Mada dalam Novel-Novel Indonesia (2010) dan Enung Nurhayati yang

memakai Perang Bubat yang merupakan satu dari rangkaian pentalogi ini dalam

tesisnya yang berjudul Konflik Sosial Dalm Perang Bubat Versi Langit Kresna

Hariadi dan Aan Merdeka Permana: Kajian Sosiologi Sastra. Lalu yang di

Universitas Sebelas Maret, Atik Fauziah menggarap novel Gajah Mada serialnya

yang pertama dan kedua yakni Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan

Page 16: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

16

Angkara dengan judul skripsi Kajian Intertekstualitas Novel Gajah Mada karya

Langit Kresna Hariadi terhadap Kakawin Gajah Mada Gubahan Ida Cokorda

Ngurah (2007).

(Novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi)

Page 17: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

17

(Novel yang digarap dalam penelitian; Gajah Mada;

Novel pertama dalam pentalogi Gajah Mada)

Enung Nurhayati dalam tesisnya menggarisbawahi masalah utama

penelitiannya adalah konflik sosial dalam perang Bubat dari dua versi penulis, yaitu

Langit Kresna Hariadi dan Aan Merdeka Permana. Rumusan masalahnya, yaitu (1)

konteks sosio-kultural penciptaan novel Gajah Mada Perang Bubat dan Perang

Bubat, (2) novel Gajah Mada Perang Bubat dan Perang Bubat sebagai produk sosial

budaya, dan sebagai produk imajinasi, (3) konflik sosial dalam Perang Bubat.

Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode pengumpulan data melalui

metode penelitian kepustakaan dan metode analisis data yang merupakan penerapan

dan teori sosiologi sastra dengan dibantu sastra banding sebagai metode banding, dan

dengan memanfaatkan konsep pemaknaan untuk memaknai (Nurhayati, 2011: xvii).

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, pertama, penciptaan kedua novel ini

berdasarkan perbedaan latar sosio-kultur pengarang dan sosio-kultur masyarakat

tempat penciptaan novel telah menghasilkan novel dengan teks konflik sosial yang

berbeda dalam Perang Bubat. Kedua, hasil analisis perbandingan konflik sosial dalam

Perang Bubat antara novel Gajah Mada Perang Bubat dengan novel Perang Bubat,

ditemukan empat peristiwa konflik social yang sama sebagai pemicu terjadinya

Perang Bubat, yaitu konflik percintaan; konflik Amukti Palapadi kalangan kerajaan

majapahit; konflik pernikahan Sekar Kedaton; dan puncak konflik antara Kerajaan

Majapahit dengan Kerajaan Sunda. Adapun peristiwa konflik sosial yang berbeda

hanya ditemukan pada konflik pertanggungjawaban terjadinya Perang Bubat yang

Page 18: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

18

terjadi dalam novel Perang Bubat. Selanjutnya, dalam dinamika konflik sosial Perang

Bubat pada masing-masing versi novel, sampai pada tahap krisis mempunyai

persamaan. Perbedaan dinamika konflik terjadi pada tahap akibat konflik dan

pascakonflik. Demikian pula sumber-sumber penyebab dan strategi penyelesaian

konflik social dalam Perang Bubat yang digunakan oleh masing-masing versi terdapat

persamaan dan perbedaan. Ketiga, berdasarkan perbandingan tersebut maka

ditemukan makna konflik sosial yang berbeda dari masing-masing versi novelnya,

novel Gajah Mada Perang Bubat dan novel Perang Bubat.

Jika tinjauan pustaka dari teori, semiotika Lotman pernah sedikit dibicarakan

Faruk, H.T. dalam tesisnya yang dibukukan dengan judul Hilangnya Pesona Dunia:

Siti Nurbaya, Budaya Minang, Struktur Sosial Kolonial (1999). Faruk menyinggung

tentang penerapan medan semantik, oposisi biner, hubungan penanda dan makna

pada novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli ini. Kemudian pada disertasinya, Faruk

juga membicarakan sedikit perihal teori Lotman juga romantisisme lebih mendalam

yang dibukukan dengan judul Novel-Novel Indonesia Tradisi Balai Pustaka 1920-

1942 (2002). Faruk menyimpulkan bahwa novel-novel Indonesia tradisi Balai

Pustaka dalam periode 1920-1942 merupakan kelanjutan tradisi yang lebih besar,

yaitu tradisi romantik Barat yang masuk ke Indonesia, baik melalui lembaga-lembaga

pendidikan maupun media massa. Oleh karena itu, di dalamnya ditemukan satuan-

satuan sintaktik atau kontinum material nonsistemik yang serupa dengan yang

terdapat dalam tradisi yang lebih besar tersebut, seperti oposisi biner antara

Page 19: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

19

akhirat/surga dengan dunia, desa dengan kota, alam dengan kebudayaan/manusia,

malam dengan siang, dan sebagainya.

Contoh yang sangat jelas terhadap aplikasi semiotika Lotman adalah analisis

yang dilakukan oleh H.M.J. Maier terhadap cerpen Sunat karya Pramudya Ananta

Toer dengan judul Failure of a Hero, An Analysis of Pramudya Ananta Tur’s Story

(1982). Dalam analisis ini, Maier menekankan adanya pertentangan (oposisi biner)

yang membingkai struktur konseptual cerpen Sunat, yang direalisasikan lewat tokoh

‗aku‘. Oposisi itu berupa pertentangan antara inner yakni budaya Jawa, rumah, ibu,

dan outer yaitu Islam, dunia luar, ayah. Sunat merupakan inisiasi bagi ‗Aku‘ tidak

saja dari dunia anak-anak ke dunia dewasa, tetapi dari dunia ―Jawa‖, dari rumah yang

aman kepada dunia Islam, dunia laki-laki, dunia baru yang chaos. Keinginan ―Aku‖

untuk menjadi Jawa sejati sekaligus Islam Sejati setelah Sunat ternyata

membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang esensi hidup.

Contoh tesis yang menggunakan teori ini juga ditemukan di Universitas

Gadjah Mada yaitu karya Trisna Gumilar, dengan judul Krisis Manusia Modern

Dalam Drama Visnioviy Sad Karya AP Chekhov Kajian Semiotika Yuri Lotman.

Tesis ini dikemukakan bertujuan untuk mendeskripsikan relasi tanda-tanda

modernitas di Rusia pada abad XIX, yang dimodelkan oleh drama VS. Teori ini

menegaskan bahwa karya sastra adalah sistem pemodelan sekunder (secondary

modeling system) yang bertumpu pada model bahasa. Karya sastra, yang berada

dalam sistem semiotik suatu budaya, merupakan rangkaian ikonisitas pada domain

isi, sekaligus teks individual yang mempunyai keunikan sendiri. Relasi antara

Page 20: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

20

keduanya menghasilkan nilai-nilai dari mulai pengenalan hingga pesan asosiasi-

asosiasi ekstra-tekstual, yang meliputi hal yang paling umum hingga paling personal.

Dengan menggunakan teori semiotika kebudayaan Yuri Lotman, hasil penelitian yang

diperoleh adalah (1) modernitas adalah teks semiosphere dalam kebudayaan realism

klasik Rusia, (2) VS merupakan teks peripheral, karena tidak ikut mempertentangkan

modernitas melainkan menerimanya sebagai sebuah keharusan, (3) VS lebih berfokus

pada persoalan atau krisis manusia modern yang ditandai dengan (a) parasitisme dan

philistinisme, (b) banalitas dan individualitas, (c) materialisme dan pragmatism.

5. LANDASAN TEORI

Dalam bukunya Universe of The Mind (1990), Lotman berusaha membangun

sebuah teori yang komprehensif tentang semiotika budaya. Yang dimaksud landasan

teori dalam tulisan ini adalah kerangka sistematis teori-teori sastra yang mendukung

penelitian ini.

5.1 Secondary modelling system

Yuri Lotman (1977:9; Noth, 1990:309) memandang seni (sastra) sebagai

secondary modeling system dan dibangun di atas model bahasa (secondary modelling

system, like all semiotic system, are constructed on model of language). Bagi Lotman,

sastra merupakan bahasa tersendiri sebagaimana bahasa kimia, fisika, atau

Page 21: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

21

matematika, akan tetapi karena sastra tersebut menggunakan bahasa yang dipakai

sehari-hari pada suatu lokasi, maka ia akan menjadi model kehidupan dalam tataran

aktivitas semiotiknya. Seni pada dasarnya adalah usaha menghadirkan apa dunia

pengalaman, apa yang partikular, konkrit. Ia terikat pada yang inderawi, yang

perseptual. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila produk-produk seni tari,

seni drama, seni lukis, maupun seni patung amatlah dekat dengan objek-objek

konkret yang ada dalam dunia pengalaman. Semuanya cenderung mimetik dan

ikonik, dalam arti mempunyai kedekatan dan hubungan persamaan dengan objek-

objek dari dunia pengalaman itu (Faruk, 2000:179). Berdasarkan hal tersebut, GM

dapat dikatakan berusaha menghadirkan zaman Majapahit, melalui objek-objek yang

masih ada hingga kini; yang terikat pada apa yang ditangkap oleh inderawi penulis

novelnya dan bersifat konseptual. Hal ini didukung pula oleh pernyataan bahwa karya

sastra adalah refleksi masyarakat dan dapat menjadi cermin realitas tempat karya

tersebut dilahirkan (Hardjana, 1991:11), karena karya sastra tidak lahir dari

kekosongan budaya, ia lahir sebagai respon kondisi sosial budayanya (Teeuw,

1980:11; Pradopo, 1995:155) oleh penulis karyanya.

Menurut Lotman (1990:16), in the history of art this is especially common,

since every innovatory work of art is sui genaris a work in a language that is

unknowon to the audience and which has to be reconstructed and mastered by its

addressees, di dalam sejarah seni telah diketahui secara umum, bahwa setiap karya

seni terobosan merupakan hal yang unik dan berharga dalam bahasa yang dikenal

oleh audiensinya dan harus direkonstruksi dan direka ulang oleh (apa yang

Page 22: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

22

diistilahkan oleh Lotman sebagai) addressee-nya, penulisnya. Karena semiotik

bekerja atas tanda-tanda, upaya familiarisasi dianggap dapat membantu memahami

GM sebagai sebuah mekanisme semiotik. Tugas utama penelitian semiotik adalah to

find a series of thinking object, compare them, and to deduce the invariant feature of

intelligence (1990:2); untuk menemukan rangkaian-rangkaian pemikiran tentang

obyej, membandingkan di antaranya, dan kemudian menarik kesimpulan variasi-

variasi yang ada. Lotman tidak menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan

intelegensia, tetapi kemudian mereduksinya ke dalam fungsi-fungsi berikut:

1. the transmission of available information (that is, of text): transmisi dari

informasi yang dikehendaki);

2. the creation of new information, that is, of texts which are not simply

deducible according to set algorithms from already existing

information, but which are to some degree unpredictable : kreasi

informasi baru, yakni kreasi makna teks;

3. memory, that is, the capacity to preserve and reproduce information

(texts); memori, yaitu kapasitas untuk menyimpan dan mereproduksi

informasi.

Semiotik adalah sebuah disiplin yang menginvestigasi seluruh bentuk

komunikasi sejauh terjadi akibat tanda, dan didasarkan pada sistem tanda (kode)

(Sebeok, 1984: 14). Tanda merupakan kombinasi konsep (petanda) dan bentuk (yang

tertulis atau diucapkan) atau penanda (Saussure, 1988: 147). Karya sastra memiliki

sistem ketandaan yang menjadi seperangkat prosedur penafsiran bagi pembacanya,

Page 23: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

23

bahasa adalah medium karya sastra yang sistem (dan struktur) tandanya menjadi kode

dasar penafsiran teks sastra. Karya sastra sebagai teks yang sudah dibakukan dalam

bentuk tulisan, menyediakan ciri-ciri pembeda dengan teks-teks lainnya, yang bagi

pembaca, merupakan prosedur penafsiran sastrawi. Prosedur penafsiran tersebut

adalah seperangkat kode, konvensi, dan pengetahuan sastra yang membentuk struktur

imanen teks sastra (Teeuw, 2003: 51-52).

Bagi Lotman, sastra adalah secondary modelling system. Penggunaan frase

tersebut berarti menggunakan lebih dari sekedar bahasa natural, yang menrupakan

primary modelling system, sebagai material atau medium, melainkan menjadikan

bahasa natural (dalam penelitian ini contohnya bahasa Indonesia) sebagai modal

untuk membahasakan atau memodelkan sebuah jagat (universe). Sastra menjadikan

bahasa natural sebagai bahasa yang baru. Bahasa yang baru ini menempati posisi

secondary. Menurut Lotman (1977:14) bahasa tidak hanya merupakan sistem

komunikasi, tetapi juga sebuah sistem pemodelan (modelling system), atau lebih dari

itu, kedua fungsinya dihubungkan tanpa terpisah. Dengan menjadikan sastra sebagai

model kehidupan (Eco dalam Lotman, 1990: x), maka Lotman meletakkan semiotika

ini sebagai semiotika kebudayaan. Model adalah sebuah objek yang diterima yang

menggantikan objek yang sesungguhnya dalam proses persepsi.

Pada level secondary, otomatisasi menjadi runtuh: sistem yang seharusnya

membentuk teks menjadi kesatuan yang koheren dan signifikan tidak diketahui lagi

ketika pembaca mulai membaca. Hal tersebut, sesungguhnya sudah disinggung oleh

kaum formalis. Penyimpangan, penyalahan dan penciptaan tanda serta relasi

Page 24: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

24

antartanda dalam karya sastra menciptakan makna yang tidak otomatis lagi seperti

bahasa sehari-hari. Victor Shklovsky, dalam Art id Technic menyebutnya dengan

defamiliarisasi (Selden, 1996:5). Ada tanda-tanda yang tidak umum diketahui oleh

awam, yang membutuhkan beberapa wawasan tertentu untuk memecahkan beberapa

masalah.

5.2 A Message, A Model

Lotman dengan perspektifnya yang disebut semiotika kebudayaan

menawarkan kepada kita sebuah pemahaman sebuah karya novel sebagai sebuah

model budaya yang mendekati keutuhan. Semiotika kebudayaan memiliki tugas

menemukan sebuah rangkaian objek-objek pemikiran, membandingkan, dan

mendeduksi kandungan-kandungan invarian intelegensi di dalam karya sastra

(Gumilar, 2009: 171). Oleh karena itu, tanda-tanda yang merangkai struktur dicurigai

bukanlah hanya sebagai referensi bahasa saja, tetapi mesti juga dipandang dalam

nuansa makna yang lebih luas dan lebih kompleks.

Sebagai sebuah bahasa, sastra juga memiliki fungsi utama, yaitu alat untuk

berkomunikasi. Lotman (1977:15) menunjukkan bahwa di dalam karya sastra (art)

tersirat : (1) sebuah pesan (message), yang dipancarkan kepada pembaca; (2) sebuah

bahasa, yakni sistem abstrak, yang umum bagi pengirim dan penerima, yang

memungkinkan tindak komunikasi terjadi. Selanjutnya, Lotman (1990:63)

berpendapat a text and its readership are in a relationship of mutual activation: a text

strives to make its readers conform to itself, to force on them its own system of codes,

Page 25: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

25

and the readers respond in the same way. The text as it were contains an images of its

‘own’ text bahwa sebuah teks, dalam hal ini sastra dan pembacaannya berada dalam

aktivasi mutual, masing-masing saling menghidupkan ―switching the other on‖,

masing-masing berusaha menerjemahkan yang lain ke dalam bahasanya sendiri: teks

berusaha memasukkan sistem kode-kode yang terhubung dengan obyeknya,

obyeknya dipaksa untuk terbuka memamerkan apa saja yang bisa tergarap oleh teks

dan para pembaca merespon dengan cara yang sesuai. Gumilar menegaskan bahwa

sistem kode para interpreter ini selalu asimetris terhadap rigiditas (kekakuan) sistem

kode teks; selalu ada kelonggaran yang menghasilkan sebuah surplus of meaning

‗makna tambah‘ (dalam istilah Ricoeur). Interaksi teks pembaca sesungguhnya

mensyaratkan sebuah situasi pengertian dalam sebuah situasi ketidakpedulian;

anything could be changed (Lotman, 1990:79), segalanya bisa berubah, sehingga

kemungkinan pergeseran teks dan makna akan menyebabkn proses (saling) pengaruh

mempengaruhi antara kedua situasi lalu menumbuhkan informasi yang nyaris baru.

Dengan menyebut adanya aktivasi mutual, maka Lotman mengisyaratkan

adanya proses resepsi sebagaimana dimaksud Iser. Kajian respon estetik yang

dikemukakan Iser berpusat pada pertanyaan mendasar menyangkut proses pemaknaan

teks yang dihasilkan melalui hubungan teks dengan pembacanya. Iser (1987: x)

mempertanyakan: bagaimana dan dalam kondisi apa sehingga sebuah teks bermakna

bagi pembacanya. Pertanyaan mendasar tersebut setidaknya mengimplikasikan dua

hal penting menyangkut (1) cara atau tindakan pembacaan dan (2) interaksi antara

teks dan pembaca yang diwujudkan melalui potensi pembacaan.

Page 26: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

26

Akan tetapi berbeda dengan Iser yang lebih mengedepankan proses

pembacaan dan resepsi estetik, Lotman lebih menekankan pada resepsi pesan pada

domain isi (content). Dalam menjelaskan keadaan asimetris fungsi yang mencirikan

seluruh aspek teks dan fungsinya dalam komunikasi, Lotman mengusulkan bahwa

komunikasi secara umum berlangsung pada dua saluran. Yang pertama menyangkut

sebuah transmisi informasi linier yang memiliki ciri-ciri khusus (discrete); saluran

yang kedua (otokomunikasi) menyangkut sebuah peninjauan ulang sebuah informasi

yang global dan ikonik, yang menjadi informasi baru pada organisasi formal yang

lebih ditandai (disebut karya sastra) (Lotman 1990: 21-22; 36). Teks-teks sastra

menurut Lotman, adalah sejenis pendulum (1990:33) yang berayun di antara dua

sistem komunikasi ini.

Dari tesis tentang dua saluran informasi inilah, Lotman membuat pijakan

tentang budaya dan kultur. Budaya, sebagaimana ditulis Lotman (1990:33), dapat

diperlakukan sebagai satu pesan yang ditransmisikan oleh ‗aku‘, bisa personal, bisa

kolektif. Dari sudut pandang ini, kultur manusia merupakan contoh yang luas dari

otokomunikasi. Yang merupakan tinjauan berulang-ulang dari generasi ke generasi

yang terus berlanjut, bertahan sama atau terjadi pergeseran, merupakan hasil

komunikasi manusia-manusia pada satu masa tertentu tersebut.

5.3 Semiosphere

Budaya adalah teks yang sangat luas, dan teks dapat dimengerti sebagai

rangkaian tanda-tanda. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme semiotik paling

Page 27: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

27

sederhana, tetapi dapat mencakup keseluruhan teks tersebut (budaya), seluruh bahasa,

seluruh sistem semiotik, yang selalu berada dalam proses perubahan yang konstan

dan pada sebuah level yang mengandung kualitas-kualitas yang menyatu. Mekanisme

tersebut dinamakan semiosphere, yaitu unit semiosis yang merupakan mekanisme

fungsional yang paling kecil, bukanlah sesuatu yang terisolasi, melainkan seluruh

ruang semiosis budaya yang (selalu) dipertanyakan. Berharap untuk selalu

dipertanyakan, supaya komunikasi terus terakomodasi sesuai dengan zamannya untuk

kelanjutan kehidupan. Inilah sistem semiotik Lotman, sebuah ruang yang dinamakan

semiosphere; the unit of semiosis, the smallest functioning mechanism, is not the

separated language but the whole semiotic space of the culture in question. This is

the space we term the semiosphere. The semiosphere is the result and the condition

for the development of culture; we justify our term by analogy with the biosphere, as

Vernadsky2 defined it, namely the totality and the organic whole of living matter and

also the condition for the continuation of life (Lotman 1990: 125). Semiosphere inilah

yang merupakan hasil dan kondisi dari perkembangan-pembangunan-pertumbuhan

budaya, lalu semiosphere inilah yang kemudian menjadi arsitektur semiotika budaya

Lotman.

Sistem semiotik adalah model yang menjelaskan dunia di mana kita hidup

(jelas, dalam menjelaskan dunia, mereka juga membangun warna-warni sistem dan

model). Di antara semua sistem dan model ini, bahasa adalah pemodelan sistem

2 All life-cluster are intimately bound to each other. One cannot exist without the other. This

connection between different living films and clusters, and their invariancy, is an age-old feature of the

mechanism of the earth‘s crust, which has existed all through geological time (Lotman, 1990: 125).

Page 28: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

28

primer dan kita memahami dunia melalui model yang menawarkan bahasa. Sebut saja

mitos, aturan budaya, agama, bahasa seni dan ilmu pengetahuan, deretan ini ada

dalam sistem pemodelan sekunder. Karena itu kita harus juga mempelajari sistem

semiotik yang, karena mereka membawa kita untuk memahami dunia dengan cara

tertentu, memungkinkan kita untuk berbicara tentang hal itu.

Jika teks merupakan model dunia, serangkaian teks yang merupakan budaya

dari periode adalah sistem pemodelan sekunder. Dengan demikian perlu untuk

mencoba untuk menentukan tipologi budaya, dalam rangka baik untuk menemukan

aspek universal umum untuk semua budaya atau untuk mengidentifikasi sistem

tertentu yang mewakili 'bahasa' budaya dalam rentang waktu tertentu, misalnya

zaman kerajaan tertentu, atau jangka waktu yang ditentukan lainnya.

Ketika budaya dianalisis sebagai kode atau sistem (seperti yang juga terjadi

dengan bahasa natural), proses penggunaannya akan lebih kaya dan kurang dapat

diprediksi, sehingga perlu model semiotik yang akan menjelaskan mereka.

Merekonstruksi kode budaya tidak berarti menjelaskan semua fenomena budaya itu,

melainkan memungkinkan kita untuk memilih lalu kemudian menjelaskan mengapa

ada budaya yang telah menghasilkan fenomena-fenomena tersebut (Lotman, 1990: x).

Yang paling kecil, dalam konteks ini, berarti sebuah satuan yang

mengimplikasikan keseluruhan organisasi yang tentu saja merangkum unit-unit yang

lebih kecil yang saling berhubungan atau teks-teks lain. Dalam hal ini, prinsip-prinsip

struktural, yakni relasi, menjadi sangat penting. Oleh karena itu, Lotman berprinsip

bahwa teks (ide) dan simbol merupakan hal pokok dalam penelitian sastra modern.

Page 29: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

29

Yang dimaksud dengan kata modern di sini, adalah hal yang merujuk kepada nuansa

waktu kekinian atau mutakhir, bukan pada aliran tertentu. Dengan kata lain, teks

merupakan hal pokok dalam penelitian-penelitian karya sastra baik sastra lama, sastra

klasik, sastra kontemporer, bahkan sastra postmodern (1990: 47).

Teks dimengerti sebagai sebuah mekanisme yang mengangkat sebuah sistem

ruang-ruang semiotik yang heterogen yang di dalamnya pesan-pesan awal, lalu

kemudian disirkulasikan. Dengan kata lain, sesuai dengan medium yang diciptakan

Lotman, teks semiosphere adalah sebuah fenomena kebudayaan yang menonjol

dalam sebuah rentang waktu tertentu atau dalam sebuah kebudayaan. Eco (dalam

Lotman 1990: x) mengatakan semiotic system are models which explain the world in

which we live (point 4), all at once, reconstructioning the code of a culture does not

mean explaining all the phenomena of that culture, but rather allows us to explain

why that culture has produced those phenomena; bahwa rekonstruksi kode suatu

kebudayaan bukan berarti menerangkan semua fenomena kebudayaan tersebut, tetapi

lebih pada hal-hal yang membimbing pembaca untuk menjelaskan mengapa

kebudayaan tersebut memproduksi fenomena-fenomena tersebut. Ada hal-hal yang

beberapa kali diproduksi, yang kemudian fenomena tersebut menjadi demikian

melekat dalam sebuah kebudayaan.

Kepentingan meneliti teks yang dalam hal ini karya sastra adalah dalam

rangka mencari asumsi-asumsi pengarang yang sering disangsikan (Lotman, 1990:72-

73). Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut.

Page 30: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

30

1. That a literary text is obtained from a non-literary one by means of

‘ornamentation’; Teks sastra adalah hasil ornamentasi dari teks

nonsastra.

2. That a literary text, translated into the language of ‘expression

devices’ ‘acquires heightened expressivity without changing its

content’, and that, consequently, art is a way of speaking at length

about what could be spoken of briefly; Teks sastra diterjemahkan ke

dalam bahasa ‗sarana-sarana ekspresi‘ ‗tanpa mengubah kandungan

teks‘, dan itu, dengan konsekuensi, seni adalah sebuah jalan untuk

menceritakan dengan panjang tentang apa yang sebenarnya bisa

diceritakan dengan singkat.

3. On these grounds they make no attempt to verify their procedures with

records of actual cases of a writer’s process from intention to final

text; Pengarang seringkali tidak berusaha memverifikasi prosedur-

prosedur perekaman kasus-kasus aktual, dari proses intens menjadi

teks akhir. Kasus aktual bisa saja menjadi teks yang baru oleh

pengarang yang lain.

Secara cepat, GM merupakan teks sastra yang ada hasil ornamentasi dari

teks lain, bisa saja yang nonsastra. GM merupakan teks sastra yang diterjemahkan ke

dalam bahasa sarana-sarana ekspresi yang tanpa mengubah kandungan teks, dan itu,

dengan konsekuensi bahwa seni adalah sebuah jalan untuk menceritakan dengan

Page 31: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

31

panjang tentang apa yang sebenarnya bisa diceritakan dengan singkat. GM bisa saja

tidak memverifikasi prosedur-prosedur perekaman kasus-kasus aktual, dan memiliki

kesempatan yang besar untuk bisa berakibat menghasilkan teks yang sama sekali

baru.

Oleh karena itu, pengenalan terhadap struktur GM akan membawa pembaca

kepada logika-logika sarana ekspresi GM yang dianggap unik pada zamannya, pada

saat pembacaan di waktu tertentu, sampai pada hal yang membentuk jagat pikiran

tertentu. Sejauh pengamatan peneliti, Hariadi menggunakan informasi-informasi

sebelumnya untuk kemudian mengolahnya menjadi teks yang baru.

5.4 Produksi Estetika

Lotman berpendapat bahwa terdapat hal penting untuk diperhatikan dalam

produksi estetika, yakni the point has often been made in aesthetics that art has to do

with the replication of reality; karya seni harus berhadapan dengan replika kenyataan.

In the elementary fact of making a replica, however, the semiotic situation is hidden a

pure possibility; Meskipun demikian, replika tersebut disembunyikan dalam situasi

semiotik sebagai sebuah kemungkinan (1990:54).

Sistem semiotik suatu budaya merupakan rangkaian ikonisitas yang

merupakan suatu keberlanjutan dan merupakan proses dialog dalam masyarakat

budaya tersebut, sehingga terjadi repetisi-repetisi. Oleh karena sifatnya tersembunyi,

diperlukan sebuah struktur retorika. Struktur retorika tersebut terletak bukan pada

domain ekspresi, melainkan pada isi (Lotman, 1990:57) (Gumilar, 2009:80). Teks

Page 32: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

32

memuat tiga lapis semantik (1990:29), yaitu: (1) the primary general linguistic

semantic value (nilai semantik linguistik umum tingkat pertama); (2) the secondary

semantic value, which arises from the syntagmatic reorganization of the text and

from juxtaposition with the primary values (nilai semantik sekunder yang lahir dari

reorganisasi sintagmatik teks dan ketersebarannya dengan nilai-nilai primer); dan (3)

values that arise from the introduction into the message of extra-textual associations,

ranging from the most general to the extremely personal (nilai-nilai yang muncul dari

pengenalan hingga pesan asosiasi-asosiasi ekstra-tekstual, yang meliputi hal yang

paling umum hingga paling personal).

Lotman menyatakan bahwa seluruh kejadian mewujud hanya dalam batasan-

batasan. Sebuah narasi, dalam hal ini serentetan peristiwa-peristiwa, dibangun

sebagai sebuah rangkaian pertemuan antara batasan-batasan semiotik: antara pusat

dengan peripheral, hidup dan mati, kaya dan miskin, familiar dan asing, ortodok dan

bid‘ah, tercerahkan dan terbengkalai, dan seterusnya. Konsep oposisi biner menurut

Lotman (1977:218), bukanlah sebuah kebetulan, karena oposisi biner merupakan

bahasa komprehensif dari relasi spasial yang fundamental bagi sebuah realitas. Oleh

sebab itu, pengelompokan relasi/hubungan spasial dari pasangan-pasangan yang

saling beroposisi sangat membantu dalam proses signifikasi selanjutnya (Gumilar,

2009:138). Senada dan tumpang tindih dengan konsep oposisi biner dari Goldmann,

dan juga Levi-Strauss.

Batasan-batasan semiotik, yang disebut semiosphere bersifat asimetris; yang

ditandai dengan perbedaan yang kuat antara pusat (center) dan pinggiran (peripheral)

Page 33: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

33

(Lotman, 1990:127) dan meliputi gagasan Lotman tentang pembatasan (notion of

boundary) yang dia jelaskan sebagai ―batas-batas luar dari sebuah bentuk persona

pertama‖. Ruang ‗kita‘ (self) yang aman dan harmoni bertentangan dengan ruang

―mereka‖ (alien) yang penuh pertentangan dan kekacauan (1990:131). Pembatasan-

pembatasan ini bukan saja terjadi pada struktur teks, tetapi juga pada struktur budaya.

Jadi, menurut Lotman (1990:133), bukan sebuah kebetulan apabila ada kesamaan

antara teks dan budaya dalam melahirkan pembatasan-pembatasan yang merupakan

oposisi biner tersebut.

5.5 Struktur teks naratif

Yang penting juga adalah Lotman membagi struktur teks naratif menjadi tiga

bagian, yaitu ruang artistik, plot, dan persona. Ruang artistik terbangun dari beberapa

medan semantis yang berupa elemen-elemen yang saling berhubungan satu sama lain

dalam bentuk oposisi berpasangan, baik secara vertikal maupun horizontal . Plot

adalah serangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dalam kerangka

usaha penerobosan terhadap medan-medan semantik yang membangun struktur ruang

artistik di atas. Persona adalah representasi fungsi-fungsi abstrak, baik fungsi agen

yang menjadi penerobos medan-medan semantik, maupun perintang yang mencoba

mempertahankannya (Lotman, 1979:240-243; Faruk, 2002:27).

Konsep ruang artistik sungguh menarik. Pertimbangan Lotman tentang

ide/konsep ruang artistik ini membangun hasil yang inovatif. Menurutnya, ruang

artistik adalah ansambel dari objek-objek homogen (fenomena, kondisi-kondisi,

Page 34: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

34

fungsi-fungsi, bentuk-bentuk, variabel-variabel makna, dsb), yang menyebabkan

relasi-relasi menemukan maknanya. Relasi-relasi ini yang kemudian melahirkan

istilah relasi spasial (kontinuitas, jarak, tegangan, dsb). Dalam kerangka ini, Lotman

juga membangun sebuah gagasan semiotik personalitas yang melekat pada jagat

kultural. Dengan demikian, personalitas tidak diidentifikasi sebagai seorang manusia

secara fisik belaka, tetapi tetap saja menyangkut sebuah kelompok, atau bahkan

kekayaannya, posisi sosial, keagamaan atau moralnya, dsb. (Lotman, 1990:139).

Lotman juga menyusun tipologi dan semantisasi oposisi tinggi-rendah, yang

dapat merepresentasikan dan meliputi oposisi ‗baik‘ dan ‗buruk‘, ‗kegelapan‘

beroposisi dengan ‗terang‘, dan seterusnya. Dalam hal ini, sebuah objek

mengasumsikan atribut-atribut khusus di dalam ketersebarannya dengan objek lain

yang – yang karena kualitas pertentangan tersebut – memberi paling tidak sebuah

bukti atau karakteristik yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa dalam kaca mata

semiotika Lotman, struktur oposisi biner konsep ruang menjadi penting.

Dikelompokkanlah konsep ruang tersebut menjadi ‗dom‘ (rumah-milik kita) dan

‗antidomu‘ (antirumah-milik mereka). Dom adalah tempat yang aman, familiar,

terlindungi dan antidomu adalah tempat yang khaos, asing. Lalu plot terjadi jika ada

usaha persona atau hero yang berusaha menerobos medan semantik baik dari tesis ke

antitesis, atau sebaliknya.

Bahasa relasi spasial berefek pada makna-makna realitas yang komprehensif.

Konsep-konsep tinggi-rendah, kanan-kiri, dekat-jauh, terbuka-tertutup, terbatas-tidak

terbatas, diskontinuitas-kontinuitas adalah material-material kebudayaan, yang

Page 35: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

35

bercampur baur dengan konten nonspasial dalam pengembangan model kultural. Hal

ini menghasilkan juga makna-makna ‗bernilai (mulia)-tidak bernilai (hina)‘,

‗kebaikan-kejahatan‘, ‗diri-yang lain‘, ‗mortal-imortal‘, dst. Di sini oposisi muncul

kembali. Model-model sosial, religi, politik, dan etika yang paling umum dari dunia

materi dan spiritual mau tidak mau dapat dipandang dalam karakteristik spasial.

Berdasarkan hal tersebut, maka Lotman meredefinisikan kembali istilah-

istilah struktur seperti plot, latar, dan karakter, sebagaimana dirangkum oleh Maier

(1980:320) dan Faruk (2002:27). Istilah-istilah konvensional seperti plot, latar, dan

karakter direkonseptualisasikannya secara koheren dalam satu konsep dasar, yaitu

oposisi berpasangan. Rekonseptualisasi ini menurut Lotman (1990:2) karena karya

sastra merupakan sistem pemodelan budaya, sedangkan budaya itu sendiri merupakan

penuh dengan struktur-struktur biner.

Bagi Lotman, objek-objek semiotik harus dimengerti sebagai struktur

‗biner‘, yang berpresuposisi bukan sebuah bahasa atau teks yang terisolasi secara

artifisial, melainkan sebuah pasangan paralel dari bahasa-bahasa yang untranstable

saling mengisi dan bagaimanapun juga terhubung melalui sebuah translasi. Hal ini

merupakan dialektika antara sebuah intelegensia (atau sebuah bahasa atau teks) dan

sebuah lian yang ditandai secara semiotik dan juga kreatifitas particular, yakni

pemicu informasi baru. Lotman mengistilahkan situasi dialektis ini adalah asimetri

bipolar, yaitu dua aspek yang menyusun fenomena semiotik tertentu, bukan sesuatu

yang dapat diterjemahkan secara penuh pada bahasa lain, namun sebuah tuntutan

untuk diterjemahkan jika struktur semiotik ingin berfungsi. Oposisi dan rekonseptual

Page 36: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

36

ini yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya seperti yang tercantum dalam

tinjauan pustaka (Lotman, 1990: 2-3).

5.6 Yang penting dari Lotman menurut Eco

Dalam introduction-nya untuk buku Lotman yang berjudul Universe of The

Mind: A Semiotic Theory of Culture, Umberto Eco memberikan enam opsi penting

sebagai kerangka utama semiotika budaya ini, apa yang ia sebut some of the main

principles of his research methods, Lotman’s research methods, namun yang sesuai

dengan penelitian ini hanya tiga, yaitu:

1. Semiotic system are models which explain the world in which we

live (obviously, in explaining the world, they are also construct it,

and in this sence, even at this early stage, Lotman saw semiotics as

a cognitive science). Among all these systems, language is the

primary modeling system and we apprehend the world by means of

the model which language offers. Myth, cultural rules, religion, the

language of art and of science are secondary modeling systems. We

must therefore also study these semiotic systems which, since they

lead us to understand the world in a certain way, allow us to speak

about it.

(Sistem semiotik adalah model yang menjelaskan dunia di mana

kita hidup (jelas, dalam menjelaskan dunia, mereka juga

membangun itu, dan dalam pengertian ini, bahkan pada tahap awal,

Page 37: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

37

Lotman melihat semiotika sebagai ilmu kognitif). Di antara semua

sistem ini, bahasa adalah pemodelan sistem primer dan kita

memahami dunia melalui model yang menawarkan bahasa. Mitos,

aturan budaya, agama, bahasa seni dan ilmu pengetahuan adalah

sistem pemodelan sekunder. Karena itu kita harus juga mempelajari

sistem semiotik karena mereka membawa kita untuk memahami

dunia dengan cara tertentu, memungkinkan kita untuk berbicara

tentang hal itu).

2. If texts represent models of the world, the set of texts which is the

culture of a period is a secondary modeling system. It is thus

necessary to attempt to define a typology of cultures, in order both

to discover universal aspects common to all cultures and to identify

the specific systems which represent the ‘language’ of Medieval

culture or the ‘language’ of Renaissance culture.

(Jika teks merupakan model dunia, serangkaian teks yang

merupakan budaya dari sebuah periode adalah sistem pemodelan

sekunder. Dengan demikian perlu untuk mencoba untuk

menentukan tipologi budaya, dalam rangka baik untuk menemukan

aspek universal untuk semua budaya dan untuk mengidentifikasi

sistem tertentu yang mewakili 'bahasa' budaya Abad Pertengahan

atau 'bahasa' kebudayaan Renaissance).

Page 38: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

38

3. When a culture ia analyzed as a code or system (as also happens

with natural languages), the processes of use are richer and less

predictable that the semiotic model which explaining all the

phenomena of that culture, but rather allows us to explain why that

culture has produced those phenomena.

(Ketika budaya dianalisis sebagai kode atau sistem (seperti yang

juga terjadi dengan bahasa tertentu), penggunaan proses-prosesnya

akan lebih kaya dan lebih sulit diprediksi dan model semiotik yang

menjelaskannya. Merekonstruksi kode budaya tidak berarti

menjelaskan semua fenomena budaya itu, melainkan

memungkinkan kita untuk menjelaskan mengapa budaya yang telah

menghasilkan fenomena). (1990: x).

Beberapa catatan penting yang mendasar dari teori semiotik Lotman di atas

ini akan menjadi kerangka berpikir atau semacam alat yang bekerja seperti pendulum

dalam membedah romantisisme dalam novel GM.

6. METODE PENELITIAN

Tahap ini menjelaskan bagaimana proses data-data penelitian dikumpulkan,

yang sesuai dengan teori yang digunakan untuk membedahnya. Secara khusus,

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis struktural-semiotika

Page 39: ROMANTISISME GAJAH MADA KAJIAN SEMIOTIKA …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-306162-chapter1.pdf · Gajah Mada, seorang tokoh ... ciri romantisisme yang kuat dalam novel

39

dengan penekanan pada persepsi semiotika kebudayaan yang dikembangkan Lotman.

Tahapannya sebagai berikut :

1. pembacaan terhadap objek penelitian, yakni novel Gajah Mada

karangan Langit Kresna Hariadi; merupakan novel pertama dari

Pentalogi Gajah Mada.

2. menampilkan Gajah sebagai A Message, A Model.

3. menampilkan Gajah Mada sebagai produk estetika.

4. melakukan pengidentifikasian dan pendeskripsian Gajah Mada sebagai

secondary modeling system, sebagai semiosphere;

Penyajian hasil analisis direncanakan akan tampil seperti yang ada dalam

sistematika di bawah ini.

7. SISTEMATIKA PENYAJIAN

Tesis ini direncanakan terdiri dari lima bab.

Bab I adalah pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penyajian.

Bab II berjudul ―Gajah Mada sebagai A Message; A Model‖.

Bab III berjudul ―Gajah Mada sebagai Produk Estetika‖.

Bab IV berjudul ―Gajah Mada: Secondary Modelling System & Semiosphere.

Bab IV berisi kesimpulan dan saran.