bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan
berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan
suasana tertib, damai, dan aman yang merupakan jaminan akan kelangsungan
hidup masyarakat. Manusia dapat membedakan perbuatan mana yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, dalam hal ini manusia menetapkan peraturan yang
mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan
bermasyarakat, terdapat hubungan-hubungan antar individu atau perorangan
yang memiliki akibat hukum tertentu yang mana disebut Hubungan Hukum.
Hubungan hukum diatur sedemikian rupa sehingga tiap-tiap hubungan
hukum mempunyai dua segi yaitu hak dan kewajiban, hubungan demikian
disebut juga hukum.5
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana
kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum
mempunyai kedudukan Paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah
perlindungan kepentingan manusia.6 Hukum mengatur segala hubungan antar
5 L.J. van Apeldoorn, 2001, Pengantar Ilmu hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 41.
6 Sudikno Metokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm 21.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat
maupun individu dengan pemerintah.7
Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas
hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek
hukum dalam masyarakat.8
Tuntutan terhadap perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat
salah satunya tercermin dalam lalu lintas hukum pembuktian, yaitu perlunya
akta otentik dapat dilihat dari sejarah perkembangan notaris di Indonesia.
Sejarah perkembangan notaris diawali pada zaman Romawi. "Perkataan
Notaris berasal dari perkataan Notaris, ialah nama yang ada pada zaman
Romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan
menulis".9
Berdasarkan hal tersebut, pada awalnya masuk ke Indonesia hanya
diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata,
namun dalam perkembangannya masyarakat Indonesia secara umum dapat
membuat suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan notaris. Hal ini
7 Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, hlm. 43. 8 Supriadi, 2008, Etika dan tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 29. 9 R.Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu penjelasan), Grafindo,
Jakarta, hlm. 13.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
menjadikan Lembaga Notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-
tengah masyarakat.
Pesatnya lalu lintas hukum dan tuntutan masyarakat akan pentingnya
kekuatan pembuktian suatu akta, sehingga menuntut peranan Notaris sebagai
pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum dalam
memberikan jasanya kepada masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-
akta yang di buatnya untuk selalu dapat memberikan kepastian hukum.
Dengan demikian diharapkan bahwa keberadaan akta otentik notaris akan
memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti
terkuat dan terpenuh.
Sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) sebagaimana dalam
Pasal 1 Undang-undang Jabatan Notaris, maka wewenang utama notaris
adalah untuk membuat akta otentik, sehingga dengan demikian akta yang
dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat otentik.
Seperti yang dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata yaitu memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Akta itu harus dibuat “oleh” atau “dihadapan” seorang pejabat umum;
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.10
Berdasarkan persyaratan diatas dapat dikatakan bahwa akta-akta
lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan akta dibawah tangan,
10
G.H.S. Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 48.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
sedangkan pejabat umum yang dimaksud adalah notaris. Akta otentik yang
dibuat oleh notaris dapat dibedakan atas :
1. Akta yang dibuat “oleh” notaris atau yang dinamakan “ akta relaas” atau
“akta pejabat” (ambtelijke akten);
2. Akta yang dibuat “dihadapan” notaris atau yang dinamakan “akta partij”
(partij akten).
Uraian diatas menjelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan notaris
adalah dalam bidang hukum Perdata dalam rangka menciptakan kepastian
hukum melalui alat bukti akta otentik. Berdasarkan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, alat pembuktian meliputi, bukti tertulis, saksi, persangkaan,
pengakuan dan sumpah, sedangkan bukti tertulis dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu berupa akta otentik dan akta dibawah tangan.
Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat
menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena
pada proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, di dalamnya terdapat
proses pembuktian, yang menekankan pada alat - alat bukti yang sah
berdasarkan pasal 184 KUHAP, antara lain :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan
dikategorikan sebagai alat bukti surat.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa “Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan
Undang-Undang lainnya”. Eksistensi notaris sebagai Pejabat Umum
didasarkan atas Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan rambu-
rambu bagi "gerak langkah" seorang notaris.
Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para
pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yaitu : untuk sah nya persetujuan diperlukan 4 syarat:
a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Obyek / hal yang tertentu,
d. Suatu sebab yang halal.
Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum
dan pelayanan yang profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan
yang mengandung banyak resiko tersebut diperlukan pengetahuan hukum
yang cukup dan ketelitian serta tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam
praktek sehari-hari notaris diwajibkan untuk senantiasa menjunjung tinggi
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
hukum dan asas negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan
dan mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan
negara.
Dalam Kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan pada tuntutan
pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak mudah untuk dipenuhi. Keadaan ini
yang membuat sebagian orang berpikir singkat untuk dapat segera memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan pintas, tidak terkecuali dengan
profesi notaris.
Kadar spiritual seseorang diukur, tidak hanya dengan kekerapan
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa saja. Seseorang harus dapat
menjalani hidup dengan konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia
sesuai keyakinan agama yang dianjurkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Demikian juga dalam menjalankan profesi notaris, telah diatur dalam Kode
Etik sebagai parameter kasat mata, detail dan jelas tentang larangan boleh dan
tidak terhadap perilaku dan perbuatan notaris. Kode Etik dipahami sebagai
norma dan peraturan mengenai etika, baik yang tertulis maupun tidak tertulis
dari suatu profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi, yang fungsinya
sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota organisasi profesi tersebut.
Kode etik hanya sebagai pagar pengingat mana yang boleh dan tidak
boleh yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan dan para pihak
yang berkepentingan. Organisasi profesi notaris yaitu INI (Ikatan Notaris
Indonesia) telah membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode
Etik INI bagi para notaries hanya sampai pada tataran sanksi moral dan
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
administratif. Sedangkan jika seorang notaris tersebut bertindak atau
berprilaku menyimpang dari suatu aturan hukum pidana dalam masyarakat
maka notaris tersebut akan di jerat dengan undang-undang hukum pidana
beserta sanksi pidananya.
Suatu Perkara pidana yang melibatkan profesi jabatan notaris, sehingga
notaris harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap pembuatan akta
otentik yang mengandung unsur perbuatan pidana, mengharuskan notaris
hadir dalam pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian,
penuntutan di Kejaksaan sampai dengan proses persidangan di Pengadilan.
Perlunya pemanggilan dan kehadiran notaris dalam pemeriksaan
perkara pidana dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Sebagai ahli, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat
akta otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai
keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab notaris
serta hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di
Kepolisian, Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara atau penasehat
hukum maupun pihak pencari keadilan.
2. Sebagai Saksi, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya
dalam pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum
yang membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang
dilihat, didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik
tersebut, yang ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
sebagai saksi ini apabila kuat dugaan notaris terlibat, maka dapat
ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
3. Sebagai tersangka, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya
dalam pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti
awal sehingga patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan notaris
sebagai pembuat akta otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-
sama, yang ditemukan oleh penyidik, sehingga notaris harus
mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dalam persidangan.
Beberapa kasus yang dapat melibatkan Notaris, antara lain :
1. Kasus dimana Notaris tersangkut pidana karena akta yang dibuatnya
terdapat keterangan palsu dari para pihak (Pasal 242 KUHP).
2. Kasus dimana Notaris melakukan penggelapan uang Pajak (Pasal 372 dan
374 KUHP).
3. Kasus membuat surat palsu atau memlsukan surat (Pasal 263 KUHP).
4. Kasus melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP).
5. Kasus mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266
KUHP).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menggali lebih
jauh mengenai permasalahan tersebut dan menuangkannya dalam bentuk
tesis dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA
NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN PIDANA”
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka pokok
permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam
perkara pidana di wilayah Bantul Yogyakarta atas akta yang dibuatnya?
2. Bagaimana akibat hukum terhadap Notaris atas akta yang dibuatnya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui serta menganalisis faktor yang menyebabkan Notaris
diperlukan kehadirannya dalam perkara pidana di wilayah Bantul
Yogyakarta atas akta yang dibuatnya.
2. Untuk mengetahui serta menganalisis akibat hukum terhadap Notaris atas
akta yang dibuatnya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif dalam
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan hukum di Indonesia baik secara
ilmiah maupun secara praktis. Antara lain manfaat tersebut antara lain :
1. Secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
hukum khususnya pengetahuan mengenai akibat hukum terhadap Notaris
atas akta yang dibuatnya tersebut mengandung unsur perbuatan pidana.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum, bagi
para praktisi hukum khususnya notaris agar akta otentik yang dibuat dapat
lebih dipertanggung jawabkan secara hukum dan mempunyai nilai
pembuktian yang sempurna, sehingga tercapai tujuan terhadap akta yang
dibuatnya dimana akta otentik tersebut memberikan keadilan dan kepastian
hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak, para profesional lainnya
serta mahasiswa Magister Kenotariatan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang penulis lakukan selama ini,
sebenarnya penelitian tentang perbuatan pidana oleh notaris telah relatif
banyak diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum khususnya yang
mengambil jurusan Hukum Perdata dan Kenotariatan, tetapi tidak demikian
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan dan tanggung jawab notaris dan
terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, serta
penyelesaiannya di pengadilan. namun apabila dikemudian hari terdapat
penelitian yang sama atau yang hampir sama baik subjek maupun objeknya,
maka diharapkan penelitian dan tulisan ini dapat menambah dan
mendukung penelitian yang telah ada.
1. Pada Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, terdapat
tesis dengan Judul Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan pajak
BPHTB Dari Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg. No.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
181/Pid.B/2009/PN.Btl), yang diteliti oleh Dwi Apriliyani Wiyana,
dengan rumusan masalah yaitu:11
a. Bagaimana Tanggung Jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB
dari klien Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg. No.
181/Pid.B/2009/PN.Btl) ?
b. Bagaimana pembinaan yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional
terhadap PPATyang melakukan penggelapan Pajak BPHTB?
2. Pada Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, terdapat
tesis dengan Judul Pelaksanaan Pemeriksaan Notaris Yang Di Duga
Melakukan Perbuatan Pidana Terkait Dengan Akta Yang Dibuatnya Di
Kota Bukittinggi, yang diteliti oleh Lindawaty, dengan rumusan masalah
yaitu:12
a. Bagimanakah pelaksanaan pemeriksaan notaris yang diduga
melakukan perbuatan pidana terkait dengan akta yang diterbitkan?
b.Bagaimanakah Pertanggungjawaban hukum notaris yang terbukti
secara sah dan meyakinkan terlibat dalam perkara pidana?
Berdasarkan perumusan judul dan permasalahan yang diuraikan di
atas, maka terlihat persamaan dan perbedaan dengan penelitian Penulis.
Persamaannya penelitian pertama dengan penelitian Penulis adalah
meneliti tentang Pertanggungjawaban PPAT terhadap akta otentik yang
11
Dwi Apriliyani Wiyana, Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB Dari Klien, 2009, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 12
Lindarwaty, Pelaksanaan Pemerikasaan Notaris Yang Diduga Melakukan Perbuatan Pidana Terkait Dengan Akta Yang Dibuatnya Di Kota Bukittinggi, 2008, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
dibuatnya terkait masalah pidana, Perbedaan antara penelitian pertama
dengan penelitian Penulis adalah pada penelitian yang pertama yang
diteliti adalah Tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari
klien, sedangkan dalam penelitian penulis lebih menekankan pada Akta-
akta apa saja yang mengandung unsur pidana yang menyebabkan Notaris
diperlukan kehadirannya dalam perkara pidana yang mana dibuat bukan
hanya oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi Notaris.
Persamaan penelitian kedua dengan penelitian penulis adalah
meneliti pertanggung jawaban notaris dalam indikasi atau dugaan
perbuatan pidana. Perbedaan penelitian kedua dengan penelitian Penulis
adalah pada penelitian kedua yang diteliti adalah lebih menekankan
kepada pelaksanaan pemeriksaan notaris yang diduga melakukan
perbuatan pidana sedangkan penulis lebih menekankan kepada akibat
hukum terhadap Notaris atas akta-akta yang dibuatnya, dan juga dalam
penelitian kedua lokasi penelitian yaitu kota Bukittinggi, sedangkan pada
penelitian Penulis lokasi penelitiannya di Bantul.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan. Berdasarkan
kesimpulan tersebut, maka penelitian ini dapat untuk dipertanggung
jawabkan keasliannya.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATANPIDANAKurniawan PrayitnoUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/