s2-2013-322558-chapter1

7
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) dan rimpang temulawak (Curcumaxanthorriza Roxb.)merupakan jenis tanaman dari suku zingiberaceae yang banyak digunakan dalam industri obat alami.Manfaat penggunaan rimpang temulawak telah banyak dilaporkan. Dalam pengobatantradisionalrimpang temulawak dilaporkan bergunauntuk pengobatanhepatitis, diabetes, rematik, antikanker, hipertensi dangangguan jantung(Surashetal., 2010).Ekstrakrimpang temulawakjugadiketahui memiliki aktivitas hepatoprotektifyang signifikanterhadapkerusakan hatiyang diinduksiβ-D-galactosamine (Songet al., 1996).Adapun rimpang kunyitberkhasiat sebagai penghilang gatal, antispasmodik, obat gingivitis, obat radang selaput mata, obat sesak nafas, obat sakit perut, astringen, dan analgetik (Sastroamidjojo, 1988). Berbagai senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit, seperti minyak atsiri (aromatik tumeron, α dan β -tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol), kurkumin, oleoresin, kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Raharjo dan Rostina, 2005) ditengarai berperan terhadap terjadinya aktifitas farmakologis yang ada. Begitupun halnya pada rimpang temulawak, kandungan senyawa minyak atsiri (felandren, kamfer, borneol, sineal dan xantorizol),senyawa turunan kurkuminoid (kurkumin dan demetoksi

Upload: fanyshaa-veshaapuetri

Post on 01-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

KULIAH

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) dan rimpang temulawak

    (Curcumaxanthorriza Roxb.)merupakan jenis tanaman dari suku zingiberaceae

    yang banyak digunakan dalam industri obat alami.Manfaat penggunaan rimpang

    temulawak telah banyak dilaporkan. Dalam pengobatantradisionalrimpang

    temulawak dilaporkan bergunauntuk pengobatanhepatitis, diabetes, rematik,

    antikanker, hipertensi dangangguan jantung(Surashetal., 2010).Ekstrakrimpang

    temulawakjugadiketahui memiliki aktivitas hepatoprotektifyang

    signifikanterhadapkerusakan hatiyang diinduksi-D-galactosamine (Songet al.,

    1996).Adapun rimpang kunyitberkhasiat sebagai penghilang gatal, antispasmodik,

    obat gingivitis, obat radang selaput mata, obat sesak nafas, obat sakit perut,

    astringen, dan analgetik (Sastroamidjojo, 1988).

    Berbagai senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit, seperti minyak

    atsiri (aromatik tumeron, dan -tumeron, tumerol, -atlanton, -kariofilen,

    linalol, 1,8 sineol), kurkumin, oleoresin, kurkumin, demetoksikurkumin, dan

    bisdemetoksikurkumin (Raharjo dan Rostina, 2005) ditengarai berperan terhadap

    terjadinya aktifitas farmakologis yang ada. Begitupun halnya pada rimpang

    temulawak, kandungan senyawa minyak atsiri (felandren, kamfer, borneol, sineal

    dan xantorizol),senyawa turunan kurkuminoid (kurkumin dan demetoksi

  • 2

    kurkumin),serta berbagai senyawa kompleks penyusun lainyangterkandung dalam

    rimpang temulawak berperan terhadap aktivitas farmakologis yang ditimbulkan.

    Adanya program saintifikasi jamu yang dicanangkan pemerintah Indonesia,

    memacu pihak industri untuk melakukan peningkatan mutu dan penjaminan

    kualitas produk herbal yang dibuatnya. Rimpang kunyit dan temulawak

    merupakan jenis rimpang yang sangat banyak dipakai sebagai bahan baku

    pembuatan jamu Indonesia. Walaupun sudah ada yang membudidayakan dan

    mulai melakukan upaya standardisasi pengolahan, namun sebagian besar dari

    pasokan tanaman ini untuk industri belum dioptimasi pada saat distribusi pasca

    panennya. Kebutuhan standardisasi penting dilakukan terhadap ekstrak

    yangdiproduksi sehingga sediaan yang dikonsumsi oleh penderita dapat terjamin

    keseragaman kandungan aktif, keamanan dan khasiatnya(Pramono dan Ajiastuti,

    2004). Adapun kebutuhan optimasi bentuk sediaan dibutuhkan untuk mengurangi

    kerugian akibat kehilangan (loss) atau kerusakan (degradasi) senyawa karena

    kesalahan penanganan.Mutu produk dari senyawa bahan alam tak bisa terlepas

    dari proses standardisasi. Standardisasi perlu dilakukan mulai sejak bahan baku,

    pengolahan pasca panen, bentuk penyimpanan simplisia, ekstraksi, hingga teknik

    analisis untuk tujuan kontrol kualitas.

    Guna memahami kompleksitas sistem biologi seperti yang terdapat dalam

    tumbuhan diperlukan peralatan analisis yang canggih dalam rangka penentuan

    parameter morfologi dan profil fitokimianya. Sering kali fitoanalisis dilakukan

    dengan mengkombinasikan beberapa tipe metode analisis yang berbeda. Metode

    analisis spektroskopi inframerah, ultraviolet, kromatografi gas, matrix assisted

  • 3

    laser desorption/ionization (MALDI) dan spektrometri massa (MS) terutama

    digunakan untuk mengkarakterisasikan sampel botani kompleks dan dalam bentuk

    cair (Pallua et al., 2011). Pengembangan metode analisis yang lengkap mencakup

    sejumlah langkah yang melibatkan penyimpanan sampel, preparasi sampel,

    pemisahan dan isolasi analit, identifikasi dan terakhir kuantifikasi (Stecher et al.,

    2003).

    Terkait dengan preparasi sampel, Sembiringdkk. (2006) menyatakan bahwa

    kehalusan bahan (40 dan 60 mesh) berpengaruh terhadap hasil rendemen, kadar

    minyak atsiri,kadar kurkumin dan kadar xanthorizolekstrak temulawak. Adapun

    lama ekstraksi (4, 6, atau 8 jam) berpengaruh terhadap rendemen yang diperoleh.

    Namun demikian, hingga saat ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk

    mengetahui pengaruh bentuk penyimpanansimplisia (serbuk, potongan kecil, atau

    irisan utuh) terhadap kadar senyawa yang terkandung didalamnya. Hal ini penting

    dilakukan, bukan hanya untuk menjaga keseragaman mutu produk melainkan juga

    untuk mengantisipasi kerugian akibat terjadinya degradasi senyawa.

    1. Rumusan Masalah

    Dengan mempertimbangkan keberadaan berbagai senyawa yang terkandung

    dalam rimpang kunyit dan rimpang temulawak, maka timbul beberapa

    permasalahan:

  • 4

    a. Bagaimanakah profil fitokimia senyawa penanda pada rimpang

    kunyitdibandingkan dengan profil fitokimia senyawa penanda pada rimpang

    temulawak?

    b. Metode analisis manakah diantara TLC, spektoskopi FTIR dan GC-MS yang

    cocok digunakan untuk karakterisasi profil fitokimia rimpang kunyit

    dantemulawak?

    c. Apakah bentuk sediaan irisan utuh (totus), potongan kecil (concisus) atau

    serbuk (pulver)yang sebaiknya dipilih untuk penyimpanan rimpang kunyit dan

    temulawak?

    2. Keaslian Penelitian

    Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena tidak hanya membandingkan

    pengaruh bentuk simplisia saat penyimpanan terhadap kandungan senyawa

    didalamnya, namun juga mengkarakterisasi profil fitokimia senyawa yang ada

    serta membandingkan beberapa metode analisisnya. Uehara et al. (1992)

    menyebutkan bahwa rimpang temulawak mengandung setidaknya sembilan

    seskuiterpenoid (-kurkumen, ar-turmerone, xantorizol, germakron, -kurkumen,

    -seskuipelandren, curzerenon, -turmeron, dan -turmeron) serta tiga

    kurkuminoid (kurkumin, mono-demetoksi kurkumin, dan bis-demetoksi

    kurkumin). Namun demikian, Wagner dan Bladt (1996) menyatakan bahwa dalam

    temulawak hanya terdapat dua jenis kurkuminoid yaitu kurkumin dan demetoksi

    kurkumin.Bisdemetoksi kurkumin ditemukan pada rimpang kunyit (Curcuma

    longa), akan tetapi tidak ditemukan pada rimpang temulawak.

  • 5

    Sukrasno dkk. (2012) melaporkan bahwa rimpang temulawak utuh segar yang

    disimpan pada suhu kamar akan secara kontinyu mengalami penurunan kadar.

    Penyimpanan tersebut tidak akan mengubah banyaknya jenis dan identitas

    komponen minyak, akan tetapi memacu terjadinya penggabungan komposisi. Hal

    ini dibuktikan dari terjadinya peningkatan senyawa germakron, xantorizol dan -

    curcumene sedangkan pada senyawa dipi--cedren justru menurun kadarnya

    selama penyimpanan. Ketika diiris, dikeringkan dibawah sinar matahari,

    dikeringkan dalam udara panas, digiling dan disimpan, sebagian besar minyak

    atisri masih dipertahankan dalam simplisia. Namun kandungan minyak atsiri

    rimpang temulawak akan terus berkurang dan hilang > 57% pada minggu ke 12.

    Di sisi lain Yuniarti (2003) melaporkan penyimpanan rimpang utuh temulawak

    dalam besek terbuka dan besek tertutup,serta serbuk rimpang kering dalam

    kantung plastik, kantung terigu dan dalam besek selama 16 minggu tidak

    menyebabkan perbedaan kandungan relatif kurkuminoid pada analisis dengan

    metode HPLC.

    Lechtenberg etal. (2004) juga pernah melakukan penelitian tentang cara

    ekstraksi dan stabilitas serbuk rimpang temulawak komersial (yang diambil dari

    berbagai sumber) selama penyimpanan dan prosedur kuantifikasinya. Penelitian

    tentang pengaruh perendaman suatu bahan juga pernah dilakukan Basalmah

    (2006). Adapun Harborne (1996) melakukan penelitian mengenai pengaruh

    berbagai faktor (lama ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukandan jumlah

    pelarut yang dipakai)terhadap ekstrak yang diperoleh. Namun demikian,

  • 6

    penelitian tentang pengaruh bentuk simplisia saat penyimpanan terhadap profil

    kandungan fitokimianya belum pernah dilakukan.

    3. Urgensi Penelitian

    Pengembangan obat herbal di Indonesia sedang giat digalakkan. Berbagai

    produk fitofarmaka dan obat herbal terstandar mulai diproduksi. Tujuannya adalah

    untuk meningkatkan kualitas produk herbal yang dihasilkan.Walaupun sudah ada

    yang membudidayakan dan mulai melakukan upaya standardisasi pengolahan,

    namun sebagian besar dari pasokan tanaman kunyit dan temulawak untuk industri

    belum dioptimasi pada saat distribusi pasca panennya. Padahal kebutuhan

    optimasi bentuk sediaan penting dilakukan untuk meminimalisasi kerugian akibat

    kehilangan (loss) atau kerusakan (degradasi) senyawa karena salah penanganan.

    Sejalan dengan upaya untuk mengembangkan produk herbal terstandar,

    sebuah perusahaan herbal di Jerman (Bionorica GmbH) menerapkan suatu metode

    bernama phytoneering.Phytoneering(brandmethod perusahaan) merupakan

    terminologi yang digunakan oleh perusahaan Bionorica dalam pembuatan obat

    herbal berkualitas tinggi berbasis penggunaan empiris, yang dikembangkan

    dengan teknologi mutahir, standardisasi yang ketat dan metode analisis yang

    tepat. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari pengembangan produk herbal

    berbasis phytoneering.Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan dengan

    melibatkan Institut fur Chemie und Radiochemie (Universitas Innsbruck) dan

    pusat riset perusahaan Bionorica.Hasil dari penelitian ini diharapkan juga dapat

  • 7

    diterapkan di Indonesia, guna mensukseskan program saintifikasi jamu oleh

    pemerintah.

    B. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui profil fitokimia rimpang temulawak dan rimpang kunyit.

    2. Untuk mengetahui metode analisis yang cocok digunakan dalam karakterisasi

    profil fitokimia rimpang kunyit dan temulawak

    3. Untuk menentukan bentuk optimal rimpang temulawak dan rimpang kunyit

    saat penyimpanan, berdasarkan data HPTLC, spektoskopi FTIRdan GC-MS.