bab i pendahuluan a. latar...

21
44 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya arkeologi adalah semua bukti fisik atau sisa budaya yang ditinggalkan oleh manusia masa lampau pada bentang alam tertentu yang berguna untuk menggambarkan, menjelaskan, serta memahami tingkah laku dan interaksi mereka sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perubahan sistem budaya dan alamnya (Scovil, Gordon dan Anderson, 1977). Perkembangan pembangunan yang semakin cepat menyebabkan sumberdaya arkeologi semakin terancam baik rusak, hilang atau bahkan hancur oleh pembangunan. Latar belakang tersebut memunculkan paradigma baru dalam arkeologi yaitu Cultural Resource Management (CRM). Makna Cultural Resource Management adalah bagaimana mengelola situs atau kawasan sumberdaya arkeologi untuk mengakomodir beberapa kepentingan (Tanudirjo, 1998), sehingga tercapai upaya pelestarian sumberdaya arkeologi. Secara garis besar Cultural Resource Management menekankan pada lima aspek. Pertama, sumberdaya arkeologi tidak dapat diperbaharui, terbatas, tidak bisa diganti dan kontekstual. Kedua, tidak semua sumberdaya arkeologi dapat diselamatkan dari ancaman kerusakan ataupun musnah baik karena proses alam maupun faktor yang disebabkan oleh manusia. Ketiga, adanya berbagai kepentingan di luar kepentingan arkeologi, yaitu masyarakat luas atau publik, PERAN ARKEOLOGI PUBLIK DALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDUR SEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN) Wiwt Kasiyati, S.S Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: ngohanh

Post on 01-Aug-2019

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya arkeologi adalah semua bukti fisik atau sisa budaya yang

ditinggalkan oleh manusia masa lampau pada bentang alam tertentu yang berguna

untuk menggambarkan, menjelaskan, serta memahami tingkah laku dan interaksi

mereka sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perubahan sistem

budaya dan alamnya (Scovil, Gordon dan Anderson, 1977). Perkembangan

pembangunan yang semakin cepat menyebabkan sumberdaya arkeologi semakin

terancam baik rusak, hilang atau bahkan hancur oleh pembangunan. Latar

belakang tersebut memunculkan paradigma baru dalam arkeologi yaitu Cultural

Resource Management (CRM). Makna Cultural Resource Management adalah

bagaimana mengelola situs atau kawasan sumberdaya arkeologi untuk

mengakomodir beberapa kepentingan (Tanudirjo, 1998), sehingga tercapai upaya

pelestarian sumberdaya arkeologi.

Secara garis besar Cultural Resource Management menekankan pada lima

aspek. Pertama, sumberdaya arkeologi tidak dapat diperbaharui, terbatas, tidak

bisa diganti dan kontekstual. Kedua, tidak semua sumberdaya arkeologi dapat

diselamatkan dari ancaman kerusakan ataupun musnah baik karena proses alam

maupun faktor yang disebabkan oleh manusia. Ketiga, adanya berbagai

kepentingan di luar kepentingan arkeologi, yaitu masyarakat luas atau publik,

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Asus
Typewriter
Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

45

misalnya ekonomi, pariwisata, masyarakat, dan generasi mendatang. Keempat,

pembangunan atau pengembangan yang berkelanjutan. Kelima, aspek hukum dan

politis yang berarti kegiatan pengelolaan warisan budaya sesungguhnya

merupakan proses politik dan harus didasarkan pada ketentuan hukum. Oleh

karena aspek-aspek tersebut, sumberdaya arkeologi perlu dikelola secara bijak

agar berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal

untuk kepentingan masyarakat luas (Tanudirjo dkk, 1994; Hardjasoemantri,

1997).

Indonesia adalah Negara yang kaya sumberdaya budaya. Salah satu

sumberdaya budaya yang dikenal luas oleh masyarakat adalah Candi Borobudur.

Sejak tahun 1991 Candi Borobudur telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai

Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) dengan nomor C-592, sehingga

mempunyai nilai sangat tinggi dan perlu dijaga kelestariannya serta

keberadaannya agar tetap bermakna bagi generasi masa kini dan mendatang.

Candi Borobudur sebagai salah satu karya besar nenek moyang bangsa Indonesia

dan sudah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Dunia tentunya memerlukan

pemeliharaan, perawatan, dan upaya pelestarian secara khusus sesuai dengan

standar pemeliharaan sebagai tinggalan Warisan Dunia guna pertanggungjawaban

kepada UNESCO.

Pelestarian Candi Borobudur tentu tidak hanya dilakukan pada candinya

saja sebagai sumberdaya arkeologi, tetapi juga pada kawasan Borobudur yang

merupakan lingkungan Candi Borobudur pada masa lalu. Dalam konsep

pelestarian masa kini ada pandangan bahwa keberadaan bangunan candi tidak

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

46

terlepas dari kawasan di sekitarnya. Upaya pelestarian kawasan Borobudur

sebenarnya telah dilakukan sekitar tahun 1979 ketika pemerintah Republik

Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Jepang menyusun Program Taman

Arkeologi Nasional di kawasan Borobudur dan Prambanan. Dalam masterplan

yang disusun oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) kawasan

Borobudur dibagi dalam 5 zona, pengelolaan zona tersebut dilaksanakan oleh

instansi berlainan.

Zona 1 merupakan zona inti (sanctuary zone) berfungsi untuk

perlindungan monumen dan lingkungannya dengan luas area sekitar 0.078 km².

Zona 2 merupakan zona penyangga (buffer zone) yang mengelilingi Zona 1

berfungsi untuk perlindungan lingkungan sejarah dengan luas area sekitar 0.87

km². Zona 3 merupakan zona pengembangan (development zone) berfungsi

sebagai kawasan pemukiman terbatas, daerah pertanian, dan jalur hijau dengan

luas area sekitar 10,1 km². Zona 4 merupakan zona perlindungan kawasan

bersejarah (historical scenery preservation zone) berfungsi untuk penanggulangan

kerusakan terhadap peninggalan-peninggalan purbakala yang masih terpendam

dalam tanah dengan luas area sekitar 26 km². Demikian juga Zona 5 merupakan

zona perlindungan kawasan bersejarah dengan luas area sekitar 78,5 km².

Kawasan Borobudur yang dibagi menjadi 5 Zona oleh JICA (Japan

International Cooperation Agency) pada tahun 1979 dimaksudkan untuk

pelestarian dan perlindungan cagar budaya Candi Borobudur, Candi Mendut,

Candi Pawon, candi-candi maupun situs-situs lainnya. Pembagian zonasi tersebut

dapat dilihat pada peta di bawah ini.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

47

Manajemen Kawasan Borobudur Oleh JICA (1979)

Terkait dengan pengelolaan kawasan Candi Borobudur, pada tahun 1992

dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1992 tanggal 2 Januari 1992

yang mengatur pengelolaan zona-zona di Candi Borobudur. Zona 1 menjadi

kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini diwakili oleh Balai Konservasi

Peninggalan Borobudur. Zona 2 menjadi kewenangan PT. Taman Wisata Candi

Peta 1. Peta Zonasi Kawasan Borobudur oleh JICA 1979

Sumber : Amiluhur Soeroso dan Daud Aris Tanudirjo, Paparan

Menuju Borobudur Terpadu, 2010.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

48

Borobudur dan Prambanan (PT. TWCBP). Zona 3, 4, dan 5 menjadi kewenangan

Pemerintah Kabupaten Magelang.

Namun dalam perjalanan waktu, implementasi kebijakan terhadap

pengelolaan Zona 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak konsisten dengan rencana induk yang

telah dibuat dalam masterplan JICA 1979. Selain itu, beberapa faktor lain juga

menyebabkan kurang efektifnya pengelolaan kawasan Borobudur antara lain

adalah kurangnya koordinasi antar lembaga pengelola Candi Borobudur dan

kawasannya. Terjadinya tekanan pembangunan di kawasan Borobudur, dan

semakin menajamnya konflik kepentingan dari berbagai pemangku kepentingan

(stakeholders) juga menjadi sebab pengelolaan yang kurang baik.

Kurangnya koordinasi antar lembaga pengelola mengakibatkan masing-

masing pengelola memutuskan kebijakan tanpa memperhatikan kewenangan

pengelola zona lainnya. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan pendapat

yang berdampak merugikan pihak pengelola di zona lain dan masyarakat yang

berada di wilayah zona tersebut. Sebagai akibat lebih lanjut, kepercayaan

masyarakat menurun terhadap pengelola kawasan Borobudur khususnya di Zona

2, 3, 4, dan 5. Menurunnya kepercayaan masyarakat seiring dengan menurunnya

tingkat kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan penilaian tingkat

kesejahteraannya, masyarakat Borobudur termasuk dalam kriteria miskin di

Kabupaten Magelang (Badan Pusat Stastistik, 2009). Kondisi ini sangat ironis,

karena di Borobudur terdapat Candi Borobudur yang dalam 1 tahun

pengunjungnya mencapai kurang lebih 2 juta orang, namun masyarakat

Borobudur tidak dapat menikmati keuntungan dengan meningkatnya kunjungan

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

49

wisatawan ke Candi Borobudur. Dengan demikian, jelas bahwa pengelolaan

kawasan Borobudur mengabaikan peran masyarakat sebagai “tuan” di tanah yang

ditinggalinya, sehingga masyarakat kurang memperoleh kesejahteraan.

Secara logika dengan naiknya pengunjung Candi Borobudur tentunya

masyarakat di sekitar Borobudur akan merasakan kesejahteraan yang lebih

dibanding dengan kondisi sebelumnya. Namun kenyataannya tidak demikian

karena hasil pengelolaan Zona 2 oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur (PT.

TWCB) disampaikan langsung ke Kementerian Keuangan sehingga masyarakat

tidak banyak diuntungkan. Semestinya masyarakat memperoleh sebagian

keuntungan yang diperoleh PT. TWCB sebagai pemerataan pendapatan sehingga

mereka dapat memperoleh kesejahteraan.

Permasalahan lain juga muncul dalam pengelolaan Zona 3, 4, dan 5 akibat

kurangnya koordinasi antara pengelola ketiga zona tersebut dengan pihak

pengelola Zona 1 dalam melaksanakan kebijakan pelestarian Kawasan Borobudur.

Banyak lahan hijau yang seharusnya dilestarikan justru diijinkan dijual kepada

investor dalam rangka pengembangan aspek pariwisata Borobudur. Pada lahan-

lahan tersebut banyak didirikan bangunan untuk kepentingan bisnis yang

mengabaikan masterplan JICA yang menyatakan bahwa Zona 3, 4, dan 5

diperuntukkan bagi permukiman terbatas, pertanian, jalur hijau, dan zona

pendukung pelestarian cagar budaya Candi Borobudur.

Berbagai masalah pengelolaan yang terjadi di kawasan Borobudur

mendapat perhatian UNESCO, sehingga dilaksanakan Reactive Monitoring pada

bulan April 2003 dan bulan Februari 2006. Sebagai hasilnya, dalam sidangnya

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

50

tahun 2007 World Heritage Committee di New Zealand, dalam rangka

meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan Borobudur, UNESCO meminta agar

pemerintah Indonesia meninjau kembali Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1992. Pemerintah Indonesia menindaklanjuti rekomendasi WHC

UNESCO dengan merevisi zonasi melalui penyusunan kembali kebijakan tata

ruang kawasan Borobudur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lampiran

X, Nomor 29), kawasan Borobudur ditetapkan menjadi Kawasan Strategis

Nasional (KSN). Sebagai tindak lanjut penetapan tersebut, pemerintah pusat telah

menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Borobudur dan Sekitarnya.

Dalam rancangan tersebut, Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur

selanjutnya disebut Kawasan Borobudur, adalah Kawasan Strategis Nasional yang

penataan ruangnya diatur oleh pemerintah pusat. Keberadaannya tentu saja

mempunyai pengaruh sangat penting terhadap budaya masyarakat, khususnya

yang berada dalam radius 5 (lima) kilometer dari pusat Candi Borobudur dan

koridor Palbapang yang berada di luar radius 5 (lima) kilometer dari pusat Candi

Borobudur. Kawasan Strategis Nasional itu sendiri dibagi atas Subkawasan

Pelestarian 1 dan Subkawasan Pelestarian 2. Wilayah Kawasan Strategis Nasional

(KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur, Candi

Mendut, dan Candi Pawon beserta situs-situs lainnya atau yang diduga situs yang

berada di sekitarnya. Jika selama ini, pengelolaan situs-situs utama itu dilakukan

oleh beberapa pengelola secara sendiri-sendiri, maka dalam rancangan ini

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

51

semuanya harus dikelola secara terpadu sebagai bagian dari Kawasan Strategis

Nasional (KSN) Borobudur. Penelitian lapangan untuk mendukung rancangan

tersebut telah dilakukan sejak tahun 2007 – 2008, dan pada tahun 2010 Rancangan

Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Borobudur dan Sekitarnya telah selesai dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan

Umum (Napitupulu, 2010).

Kebijakan pemerintah pusat tentang Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Borobudur yang dituangkan dalam Rancangan Peraturan Presiden Republik

Indonesia tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya

sekarang berada di Sekretariat Kabinet sedang dalam proses untuk ditandatangani

Presiden Republik Indonesia. Dalam lampiran rancangan tersebut telah disiapkan

indikasi program utama lima tahunan berikut dengan sumber pendanaan, instansi

pelaksana, dan waktu pelaksanaannya dari tahun 2013 – 2027. Program utama

tersebut yaitu perwujudan struktur ruang, perwujudan sistem jaringan prasarana,

perwujudan pola ruang (pelestarian situs Borobudur, Mendut, Pawon),

penyusunan rencana induk pengembangan kawasan Borobudur, dan penyusunan

rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi kawasan Borobudur.

Selain itu melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 Tentang

Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010,

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menjalankan Program Prioritas Nasional

Tahun 2010 Nomor 11 dengan melaksanakan Program Penetapan dan

Pembentukan Pengelolaan Terpadu Cagar Budaya Kawasan Warisan Dunia Candi

Borobudur. Pada tahun 2010 telah disepakati bersama antara Kementerian

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

52

Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam

Negeri, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Magelang tentang Pengelolaan Terpadu

Kawasan Borobudur (Soeroso dkk, 2010). Namun demikian, bagaimana bentuk

lembaganya hingga kini belum ditetapkan secara pasti.

Dalam wawasan pengelolaan sumberdaya budaya (Cultural Resource

Management) setiap upaya pelestarian sumberdaya arkeologi perlu melibatkan

masyarakat. Kebijakan pengelolaan semestinya dikembangkan bersama

masyarakat dan hasilnya dimasyarakatkan secara luas (Kusumohartono, 1993).

Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar situs atau sumberdaya arkeologi

tentu memiliki potensi sosial, budaya, politik, maupun ekonomis sehingga apabila

potensi itu dikelola dengan baik akan muncul hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan antara situs dan masyarakat sekitar. Di satu sisi, jika masyarakat

dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya

arkeologi, masyarakat akan diuntungkan melalui upaya-upaya pemanfaatan situs

atau sumberdaya arkeologi itu. Di sisi lain, dengan tumbuhnya pemberdayaan

masyarakat dalam bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dapat diharapkan

di antara mereka akan muncul rasa memiliki sumberdaya arkeologi sehingga

mereka ikut peduli terhadap kelestarian sumberdaya budaya tersebut. Ini

merupakan upaya perlindungan dan pelestarian sumberdaya budaya yang paling

efektif dan efisien (Prasodjo, 2003).

Konsep tersebut merupakan bagian dari hasil perkembangan pemikiran

dalam bidang arkeologi yang lebih dikenal sebagai Arkeologi Publik. Pengertian

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

53

Arkeologi Publik ini seringkali dipahami dengan cara yang berbeda. Arkeologi

Publik dapat dipahami sebagai pelaksanaan kegiatan arkeologi yang harus

mendatangkan keuntungan bagi publik. Arkeologi Publik juga dapat ditafsirkan

sebagai bidang arkeologi yang banyak membahas tentang upaya-upaya

mempresentasikan hasil penelitian arkeologi kepada masyarakat. Selain itu,

Arkeologi Publik juga dapat dipandang sebagai bidang ilmu arkeologi yang

khusus menyoroti interaksi arkeologi dengan publik atau masyarakat luas. Apabila

aspek-aspek Arkeologi Publik sebagaimana dijelaskan di atas diimplementasikan

kepada masyarakat maka keberdayaan masyarakat di sekitar situs menjadi pondasi

yang kukuh bagi upaya perlindungan dan pelestarian tinggalan arkeologi di

kawasan tersebut (Prasodjo, 2003).

Konsep Arkeologi Publik tentu dapat diimplementasikan di kawasan

Borobudur. Dalam konteks itu, perlu upaya pembangunan masyarakat sekitar

Borobudur sehingga mereka dapat mendukung pelestarian kawasan Borobudur

antara lain dengan menata kembali kawasan Borobudur secara terpadu dan

menyeluruh. Mengacu konsep tersebut seharusnya masyarakat sekitar Borobudur

harus ikut aktif memberikan kontribusi dan berinteraksi dalam melestarikan

kawasan Borobudur yang telah ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional

(KSN). Hingga saat ini kondisi seperti itu belum terwujud karena masyarakat

yang berada di dalam wilayah Kawasan Strategis Nasional belum semuanya

memperoleh informasi yang jelas tentang konsep Kawasan Strategis Nasional

(KSN) yang akan diberlakukan di wilayahnya.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

54

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, permasalahan

yang akan menjadi fokus penelitian karya tulis ini dapat dirumuskan sebagai

berikut.

1. Apakah masyarakat sekitar Borobudur telah ikut berperan serta dalam

pelestarian Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) Candi

Borobudur, sesuai dengan makna Arkeologi Publik bahwa masyarakat

mempunyai peran sebagai pelindung dan pelestari situs?

2. Apakah masyarakat sekitar Borobudur telah memahami tentang upaya

pemerintah untuk melestarikan Candi Borobudur dan kawasannya dengan

menetapkan kawasan Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)?

3. Bagaimana kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mempresentasikan

kepada publik tentang kawasan Borobudur menjadi Kawasan Strategis

Nasional (KSN) dan pembangunan masyarakat Borobudur demi terwujudnya

upaya perlindungan dan pelestarian kawasan Borobudur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

55

1. Mengetahui peran serta masyarakat sekitar Borobudur dalam pelestarian

Candi Borobudur mengingat masyarakat mempunyai peran sebagai pelindung

dan pelestari situs.

2. Mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap penetapan

kawasan Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).

3. Mengetahui kebijakan presentasi publik tentang upaya mewujudkan kawasan

Borobudur menjadi Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan pembangunan

masyarakat Borobudur demi upaya perlindungan dan pelestarian kawasan

Borobudur.

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman kepada

masyarakat mengenai Kawasan Strategis Nasional (KSN) untuk meningkatkan

kelestarian kawasan Borobudur dengan melibatkan masyarakat melalui peran

serta mereka. Pemahaman dan peran serta masyarakat maupun stakeholders lain

untuk bersama-sama mengelola sumberdaya arkeologi kawasan Borobudur secara

terpadu merupakan tujuan utama untuk pengelolaan kawasan Borobudur.

Diharapkan dengan adanya peran serta masyarakat, pengelolaan kawasan ini akan

menjadi lebih baik dari yang sudah berjalan sehingga diharapkan kelestarian

kawasan Borobudur tetap terjaga untuk generasi mendatang.

D. Kerangka Pikir

Ilmu pengetahuan selalu berkembang sehingga terjadi perubahan

pemikiran. Hal itu juga terjadi dalam bidang arkeologi khususnya pada dasawarsa

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

56

1970-an yang ditandai dengan muncul istilah Arkeologi Publik (Public

Archaeology). Istilah Arkeologi Publik pertama kali dicetuskan oleh McGimsey

pada tahun 1972. Pada awalnya istilah Arkeologi Publik dipahami sebagai cabang

ilmu arkeologi modern yang fokus pada peningkatan kesadaran publik dan

edukasi mengenai arkeologi (McGimsey, 1977). Tujuannya adalah pelestarian

situs-situs prasejarah dan sejarah yang rawan dan sedang mengalami proses

penghancuran dalam tingkatan yang mengkhawatirkan dikarenakan proses alami

dan pembangunan. Maksud dari program tersebut adalah untuk memberikan

pemahaman kepada publik bahwa publik harus peduli dan sadar untuk

penyelamatan situs atau tinggalan arkeologi.

Dalam perkembangan selanjutnya istilah Arkeologi Publik (Public

Archaeology) digunakan untuk merujuk pada pengelolaan warisan budaya

(Cultural Resource Management) dan Arkeologi Konservasi (Conservation

Archaeology). Namun demikian, sekarang ini Arkeologi Publik lebih banyak

digunakan untuk menggambarkan pendidikan masyarakat atau program yang

melibatkan masyarakat luas dalam kegiatan penelitian arkeologi (Green, 2008).

Dengan demikian secara umum Arkeologi Publik dapat diartikan sebagai sebuah

pendekatan arkeologi yang mengkaji keterkaitan antara arkeologi dengan publik

secara timbal balik (Matsuda dan Okamura, 2011). Interaksi antara arkeologi

dengan publik dapat berwujud keterlibatan masyarakat baik secara aktif maupun

pasif (Hatoff, 1992). Keterlibatan secara aktif dapat diartikan bentuk partisipasi

masyarakat dalam kegiatan arkeologi misalnya penelitian dan kegiatan konservasi,

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

57

sedangkan keterlibatan pasif dalam bentuk kunjungan masyarakat ke situs

arkeologi dan menghadiri sosialisasi arkeologi.

Dalam kaitannya perkembangan hubungan arkeologi dengan masyarakat,

Chambers (2004) memahami pengertian Arkeologi Publik sebagai upaya untuk

mendidik dan melibatkan masyarakat dalam kerja arkeologi. Chambers

berpendapat bahwa masa perkembangan arkeologi akhir-akhir ini sebagai tahap

masyarakat dalam arkeologi terapan (public stage of applied archaeology).

Maksudnya tahapan perkembangan arkeologi ketika masyarakat berperan amat

penting dalam menentukan hakekat kerja arkeologi dalam berbagai konteks

pengambilan keputusan terkait sumberdaya warisan budaya. Masyarakat adalah

pemegang hak atas pemanfaatan sumberdaya arkeologi. Masyarakat yang akan

memberi arti dan memberi nilai suatu sumberdaya arkeologi (Cleere, 1989).

Pengertian yang terakhir ini lebih menekankan pada pengaruh masyarakat

terhadap arkeologi daripada pengaruh arkeologi terhadap masyarakat (Chambers,

2004).

Seiring dengan perkembangan waktu pengertian Arkeologi Publik dibagi

menjadi tiga. Pertama, tinggalan arkeologis adalah milik masyarakat sehingga

semestinya masyarakat mendapat informasi yang lengkap tentang hasil penelitian

tinggalan arkeologis tersebut. Akhirnya berdasarkan konsep dimaksud muncul

pertanyaan apakah penelitian yang dilakukan arkeologi sudah tersampaikan

informasinya kepada masyarakat atau sebaliknya masyarakat belum memahami

atau bahkan sama sekali tidak tahu penelitian arkeologi yang terjadi di

wilayahnya. Kedua, publik seharusnya lebih banyak berperan serta dalam

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

58

pekerjaan arkeologi sehingga lebih banyak melibatkan publik dalam kegiatan-

kegiatannya, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi. Berdasarkan

konsep tersebut masyarakat harus berperan serta dalam pekerjaan atau penelitian

arkeologi. Ketiga, masyarakat mempunyai peran menentukan pekerjaan arkeologi.

Maksudnya dalam pekerjaan arkeologi, arkeologi berkewajiban untuk koordinasi

dan sinkronisasi kepada masyarakat apa yang dikehendaki masyarakat, sehingga

arkeologi akan membantu untuk mendapatkan apa yang dikehendaki masyarakat.

Berdasarkan ketiga pengertian Arkeologi Publik di atas, maka Arkeologi

Publik yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Arkeologi Publik pertama

untuk menjawab pemahaman masyarakat tentang penetapan kawasan Borobudur

sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan Arkeologi Publik kedua untuk

menjawab peran serta masyarakat dalam pelestarian Candi Borobudur serta

keterlibatan masyarakat dalam rangka menyusun kebijakan pemerintah mengenai

Kawasan Strategis Nasional (KSN) Borobudur. Sehubungan dengan hal tersebut

maka bahasan penelitian ini fokus untuk mengetahui peran Arkeologi Publik

dalam pelestarian kawasan Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)

apakah sudah diinformasikan dengan baik kepada masyarakat dan apakah

masyarakat pada awalnya diajak untuk ikut berpartisipasi dalam merencanakan

dan menyusun konsep Kawasan Strategis Nasional (KSN) Borobudur. Semestinya

masyarakat Borobudur sebagai pelindung dan pelestari situs mempunyai peran

yang sangat penting dan merupakan komponen yang sangat berharga dalam

melindungi, mempromosikan, dan menginterpretasikan sumberdaya arkeologi

yang ada di wilayahnya (Haryono, 2009).

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

59

Kebijakan terakhir pemerintah dalam pengelolaan Kawasan Borobudur

adalah mengupayakan pengelolaan secara terpadu. Salah satu strategi yang

dilakukan sesuai Undang-Undang Tata Ruang menetapkan kawasan Borobudur

menjadi Kawasan Strategis Nasional (KSN). Kawasan Strategis Nasional (KSN)

adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai

pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan

dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk

wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Penetapan Kawasan

Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan dan keamanan,

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Penetapan

Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan sosial budaya merupakan

tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,

merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,

merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,

merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, memberikan

perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, dan memiliki potensi kerawanan

terhadap konflik sosial skala nasional (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

Penataan kawasan cagar budaya Candi Borobudur menjamin perlindungan

dan kelestarian lingkungan fisik dan nilai-nilai keagungan candi, mempertahankan

keseimbangan ekosistem untuk menunjang kelestarian candi dan kawasan,

mewujudkan keterpaduan pengembangan kawasan Borobudur secara lintas sektor,

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

60

lintas wilayah, dan lintas kepentingan, memanfaatkan potensi sumber daya candi

dan kawasan untuk kegiatan pelestarian, pendidikan, pariwisata, sejarah,

kepurbakalaan, budaya, religi maupun pengembangan wilayah, menjadikan

kawasan Borobudur menjadi pusat pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi,

serta pemberdayaan kawasan Borobudur menjadikan kawasan tersebut sebagai

pelindung kelestarian Candi Borobudur.

Kawasan Borobudur tidak hanya memiliki warisan budaya saja (benda

cagar budaya/situs), tetapi beberapa komponen seperti landscape yang meliputi

pemukiman, pegunungan dan sebagainya. Kawasan Borobudur dengan luas

kurang lebih 1.344 ha masuk dalam tataran skala mikro yang terdiri atas 3 (tiga)

desa paling dekat dengan Borobudur, Pawon, dan Mendut, yaitu Desa Borobudur,

Desa Wanurejo, Kelurahan Mendut dan koridor Palbapang yang menjadi bagian

Desa Ngrajek, Desa Pabelan, Desa Paremono, Desa Rambeanak, dan Desa

Bojong. Perluasan kawasan Borobudur menjadi Kawasan Strategis Nasional

(KSN) mempunyai maksud sebagai upaya perlindungan dan pelestarian situs

Borobudur, Mendut, dan Pawon. Konsep tersebut merupakan strategi untuk

melindungi dan menata kembali pengelolaan Candi Borobudur secara menyeluruh

dan terpadu dan memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat.

Di bawah ini peta Kawasan Strategis Nasional (KSN) Borobudur yang

menginformasikan letak desa-desa yang berada di wilayah Kawasan Strategis

Nasional (KSN) Borobudur. Di desa-desa tersebut terdapat tinggalan arkeologi,

situs, atau yang diduga situs baik yang berlatar belakang agama Hindu maupun

Budha yang harus dilindungi keberadaannya.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

61

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang

bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial secara sistematik, faktual,

dan akurat untuk menjawab pertanyaan mengenai peristiwa yang terjadi di

masyarakat (Singarimbun, 2011). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Arkeologi Publik dan pendekatan yang berorientasi pada komunitas atau

masyarakat (community oriented) melalui pendekatan partisipatori dan

pemberdayaan masyarakat. Pendekatan Arkeologi Publik dilakukan untuk

Peta 2. Peta Kawasan Strategis Nasional Borobudur

Sumber : Balai Konservasi Borobudur, 2012.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

62

mengetahui pandangan masyarakat dalam hal pengelolaan kawasan Borobudur

karena masyarakat mempunyai peran sebagai pelindung dan pelestari situs.

Masyarakat adalah salah satu unsur utama dalam upaya pelestarian kawasan

Borobudur. Pendekatan peran masyarakat dilakukan melalui pendekatan yang

lebih bersifat community oriented, sebuah pendekatan yang lebih peduli terhadap

keberadaan masyarakat lokal, bahkan masyarakat lokal dijadikan salah satu pusat

pertimbangan utama dalam segala kegiatan dan pengambilan keputusan dalam

bidang arkeologi.

Data penelitian berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh

melalui observasi lapangan ke wilayah Kawasan Strategis Nasional. Selain itu,

data yang berhubungan dengan persepsi dan peran serta masyarakat diperoleh

melalui wawancara atau interview serta penyebaran kuesioner kepada masyarakat

di wilayah Kawasan Strategis Nasional (KSN). Masyarakat yang dipilih sebagai

sasaran kuestioner (selanjutnya disebut responden) yaitu masyarakat di Desa

Borobudur, Desa Wanurejo, Desa Ngrajek, Desa Pabelan, Desa Paremono, Desa

Rambeanak, Desa Bojong, dan Kelurahan Mendut. Penentuan pemilihan

responden yang akan menjadi sasaran penelitian menggunakan stratified random

sampling untuk masyarakat awam dengan teknik penyebaran kuesioner,

sedangkan untuk wawancara atau interview memilih perangkat desa atau tokoh

masyarakat (selanjutnya disebut narasumber) dengan alasan peneliti

mengharapkan informasi dari orang yang paham akan Kawasan Strategis Nasional

(KSN) Borobudur. Responden yang akan dimintai pendapatnya sebanyak 160

(seratus enam puluh) orang, masing-masing desa sebanyak 20 (dua puluh) orang.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

63

Data sekunder diperoleh dengan memanfaatkan data FGD (Focus Group

Disccussion) yaitu pengambilan data secara berkelompok melalui diskusi dengan

responden dalam suatu ruang yang dilaksanakan oleh tim kajian Pengelolaan

Terpadu Cagar Budaya (Kawasan Warisan Dunia Candi Borobudur) serta sumber

pustaka berupa buku ilmiah yang berkaitan dengan penelitian arkeologi publik,

buku ilmiah tentang tata ruang, buku yang berkaitan dengan penelitian

masyarakat, konvensi internasional, perundangan tentang tata ruang, dokumen

kebijakan, artikel, peta, foto, dan gambar.

Adapun tahapan penelitian terdiri dari pengumpulan data, pengolahan

data, analisis data, dan sintesis akan diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap pengumpulan data

Untuk mempermudah dan mempercepat proses pelaksanaan pengumpulan

data, sebagian data dapat dipenuhi dengan menggunakan hasil observasi

lapangan berupa inventarisasi dan deskripsi perubahan tataguna lahan yang

terjadi di kawasan Borobudur Zona 2, 3, 4, dan 5. Di kawasan tersebut masih

banyak tinggalan arkeologi yang masih berkaitan dengan lingkungan kawasan

Borobudur.

Untuk memperoleh data pendapat masyarakat menggunakan cara yaitu :

a. Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data untuk

memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara

langsung oleh pewawancara kepada narasumber. Jenis wawancara yang

dipilih adalah wawancara terstruktur yang dilakukan berdasarkan pada

suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan sebagai pedoman

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65573/potongan/S2-2013-274705-chapter1.pdf · (KSN) Borobudur mencakup tiga situs utama yaitu Candi Borobudur,

64

(interview guide). Dalam hal ini, tidak tertutup kemungkinan pertanyaan

akan berkembang mengikuti alur jawaban narasumber.

b. Membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka, semi terbuka, dan

tertutup. Pertanyaan terbuka adalah kuesioner yang memberikan

kesempatan kepada responden untuk menjawab pertanyaan dengan

jawaban bebas menggunakan kata-kata responden sendiri. Pertanyaan semi

terbuka adalah kuesioner yang disajikan dalam bentuk jawaban sudah

ditentukan sebelumnya oleh peneliti, namun responden masih diberi

kesempatan untuk memberikan jawaban yang lain. Pertanyaan tertutup

adalah adalah kuesioner yang disajikan dalam bentuk pertanyaan yang

jawabannya telah disediakan, sehingga responden tinggal memilih jawaban

yang telah tersedia.

2. Tahap pengolahan data

Data yang terkumpul dari data primer meliputi observasi lapangan, wawancara,

dan kuesioner serta data sekunder dari data FGD (Focus Group Disccussion)

dan studi pustaka diolah secara kualitatif untuk diperolehnya suatu informasi.

3. Analisis data

Data yang telah diolah secara kualitatif dianalisis untuk diperoleh interpretasi.

4. Sintesis

Tahap sintesis dilakukan sebagai penggabungan berbagai jenis data yang

dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai jawaban

terhadap masalah penelitian. Berdasarkan sintesis tersebut diharapkan

diperoleh suatu kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

PERAN ARKEOLOGI PUBLIKDALAM PELESTARIAN KAWASAN BOROBUDURSEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)Wiwt Kasiyati, S.SUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/