aneka bahan terkait ksn laut lepas

50
Aneka Bahan Terkait Kawasan Strategis Nasional Laut Lepas

Upload: fitri-indra-wardhono

Post on 12-Jun-2015

439 views

Category:

Entertainment & Humor


8 download

DESCRIPTION

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabadabad lamanya. Sementara itu, kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional sejak awal Pelita I. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir lndonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Dengan status sebagai negara kepulauan, memberikan pemahaman bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Hal itu cukup beralasan mengingat definisi maritimkurang lebih mencakup suatu substansi kehidupan yang dekat atau dalam atau berhubungan atau berbatasan dengan wilayah perairan yang dapat dilayari, termasuk di dalamnya infrastruktur, manusia, angkutan, kehidupan, perdagangan, hiburan dan kapal-kapalnya. Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik maupun sosial ekonomi. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Poernomosidhi, 2007:3).

TRANSCRIPT

Page 1: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

Aneka Bahan Terkait Kawasan Strategis Nasional

Laut Lepas

Page 2: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-2

Daftar Isi

Artikel 1 Strategi Pertahanan Kepulauan, Diplomasi Kelautan dan Matra Laut Indonesia ........................................................................................ 1-3

Artikel 2 Maritime Awareness: Fondasi Geopolitik Negara Kepulauan ................ 2-19

Artikel 3 Keamanan Nasional, Keamanan Maritim dan Maritime Domain Awareness ............................................................................................ 3-27

Artikel 4 Ekonomi Pertahanan Nasional (Generik Studi Ekonomi Pertahanan) .......................................................................................... 4-35

Artikel 5 Mencari Format Strategi Pertahanan Negara Kepulauan Republik Indonesia .............................................................................................. 5-45

Page 3: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-3

Artikel 1 Strategi Pertahanan Kepulauan, Diplomasi Kelautan dan

Matra Laut Indonesia

http://belanegari.blogspot.com/2012/02/strategi-pertahanan-kepulauan-diplomasi.html

Kusnanto Anggoro1

Abstrak

Kekuatan pertahanan Indonesia jauh dari memadai, baik untuk menopang fungsi pertempuran, penegakan hukum, maupu diplomasi. Titik berat pada merebaknya ancaman non-konvensional, karakter pembangunan kekuatan militer maupun hubungan internasional di Asia Pasifik mengharuskan penguatan regim maritim Asia Tenggara. Keterbatsan sumberdaya nasional yang dialokasikan untuk pertahanan maupun keharusan untuk menafsirkan kekuatan maritim lebih dari sekedar kekuatan laut meniscayakan strategi pertahanan untuk disusun sebagai strategi pertahanan negara kepulauan. Strategi pertahanan kepulauan tersebut harus berada dalam bingkai dipomasi kelautan. Berinduk pada doktrin keamanan nasional yang bersifat maritim, strategi pertahanan kepulauan harus bertumpu pada strategi militer yang mengutamakan integrasi antar matra. Dengan induk yang sama, diplomasi kelautan perlu diarahkan untuk membangun konsorsium kekuatan-kekuatan laut nasional dari negara-negara Asia Tenggara. Kekuatan laut nasional yang harus dikembangkan dalam konteks itu adalah kemampuan interoperabilitas dan konstabulari.TNI AL hanya merupakan salah satu saja dari pilar strategi pertahanan kepulauan; dan dalam keseluruhan konteks tersebut prioritas pembangunan kekuatan matra laut Indonesia harus diutamakan pada manuver daripada kekuatan yang menebar daya gempur.

Keywords: kedaulatan pasca-Wesphalian, karakter ancaman maritim Asia Tenggara, kekuatan tempur dan diplomasi Indonesia.

1 Peneliti pada Institute for Defence and Security Studies (IODAS), Analis Utama pada Centre for Risk Studies, dan pengajar Pengkajian Strategi dan Keamanan, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia; alumni Universitas Glasgow (Scotland), Universitas Indonesia (Jakarta) dan Institut Teknologi Bandung (Bandung); email: [email protected] [email protected]

Page 4: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-4

Pengantar

Kegunaan senjata untuk melindungi sejengkal tanah, singgasana, dan/atau martabat telah dikenal sejak purba. Keperkasaan dan kecerdasan tutur kata merupakan bagian dari upaya itu pula. Dalam dunia modern, persenjataan dan diplomasi merupakan instrumen-instrumen nasional yang tidak mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Tawar menawar di sebuah perundingan memerlukan kecanggihan olah tutur dan sekaligus juga dukungan kekuatan. Frederick Agung jauh-jauh hari mengingatkan pertautan itu ketika mengatakan bahwa “diplomasi tanpa ditopang kekuatan senjata bagaikan simfoni tanpa alat musik; dan meski penggunaan alat musik tanpa simfoni kerap hanya menimbulkan hiruk-pikuk, menyingkirkan seluruh alat-alat musik itu dari panggung hampir dipastikan menghasilkan kediaman yang lumpuh”.[1] Globalisasi -- dalam pengertian umum dan mencakup sekurang-kurangnya interdependensi antar aktor dalam hubungan internasional, kemajuan teknologi infornasi dan persenjataan, maupun universalisasi nilai-nilai global -- mengubah karakter kedaulatan negara tetapi tidak seluruhnya menghapus interaksi antara medan laga dan diplomasi. Tulisan ini akan membahas beberapa persoalan, terutama yang terkait dengan kedaulatan post-Wesphalian, karakter ancaman landas maritim di Asia Tenggara, pola pergeseran kekuatan militer Asia Pasifik, dan kemampuan militer dan diplomasi pertahanan Indonesia.

Tanahair, Kedaulatan, dan Pertahanan Negara

Konsep Westphalian tentang wilayah nasional (national territory) terkait dengan sejarah demografi dan geografi perang.[2] Gunung dan alam yang dulu menjadi sekat, nyaris tak lagi bernilai ketika wilayah nasional dihadapkan pada berbagai persenjataan modern. Rudal-rudal jelajah dari tempat yang amat jauh tidak terlalu sulit melumpuhkan pusat kekuatan (center of gravity) tanpa harus melewati tapal batas nasional. Penggunaan peperangan informasi (information warfare) di bidang kemiliteran bahkan memungkinkan perang sebagai penggunaan kekuatan militer untuk mencapai tujuan nasional dapat dimenangkan sebelum peperangan itu dimulai. Kemajuan teknologi mengatasi sebagian problema yang dulu dikenal sebagai tirani jarak (tyranny of distance). Dari segi kajian pertahanan teknologi adalah perangkat pokok yang menyebabkan terjadinya gejala yang disebut sebagai deteritorialisasi peperangan (deteritorrialization of warfare).

Disisi lain, ketentuan- ketentuan baru di bidang hubungan internasional memberi beberapa kewenangan baru kepada negara-negara dengan konstruksi geografis tertentu. UNCLOS (United Nations Convention of Law of the Sea) memberi hak baru kepada negara-negara kepulauan. Kawasan Ekonomi Ekslusif (Economic Exclusive Zone), bentangan yang memperluas perimeter suatu negara sampai sejauh 200 mil, membuka peluang bagi negara-negara kepulauan itu untuk bisa mengelola sumberdaya laut yang tidak berada dalam wilayah nasionalnya. Kesempatan untuk

Page 5: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-5

mengelola sumberdaya dan melindungi alur laut itu kerapkali justru memperkuat teritorialisasi kedaulatan wilayah non-nasional (reterritorialization of sovereignty).

Dua gejala itu, deteritorialisasi peperangan dan reteritorialisasi kedaulatan, semakin diperkuat oleh merebaknya masalah transnasional. Penyelundupan, perdagangan narkotik dan obat bius, terorisme, pencurian sumberdaya meluluhkan garis batas antara kedaulatan wilayah negara dan kedaulatan wibawa negara. Tebaran ancaman yang bersifat non-konvensional sulit dihadapi dengan kalkulasi pertahanan tradisional, yang sebagian besar mengandalkan pada konsep penangkalan (deterrence). Bersamaan dengan itu, mereka merupakan pelaku bukan-negara (non-state actors) sehingga seulit dijangkau oleh hukum-hukum internasional yang selama ratusan tahun menjadi pilar penting dalam hubungan antar negara. Meski tidak secara langsung megancam kedaulatan wilayah, mereka menebar rongrongan serius terhadap wibawa pemertintahan.

Takada yang lebih rumit dari bagaimana menempatkan semua itu dalam konteks pertahanan negara kepulauan. Bagi negara seperti Indonesia dan Filipina, geostrategi klasik tidak lagi relevan karena perang masa depan merupakan sesuatu integrated accident.[3] Alih-alih mengikuti diktum Clausewitzian tentang “perang sebagai kelanjutan politik dengan cara-cara lain”,[4] hubungan antar negara cenderung membaliknya, “perang bisa jadi merupakan pilihan pertama”. Istilah-istilah ofensif, antisipatorik, preempatif maupun berbagai kecenderungan “mengambil inisiatif lebih dulu” semakin banyak memasuki literatur tentang pertahanan modern. Dilema keamanan menjadi semakin rapuh terhadap perlombaan senjata asimetrik.

Sejak awal peradaban, perubahan watak perang dan sifat kedaulatan selalu menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang bagaimana menjawab berbagai persoalan itu. Di manapun juga, deteritorialisasi dan reteritorialisasi yang terkait dengan dimensi kelautan mengawali pemikiran ulang tentang pertahanan negara. Dua hal perlu memperoleh perhatian khusus.

1. Pertama adalah bahwa kekuatan laut (angkatan laut) hanya merupakan sebagian saja dari kemampuan yang harus dimiliki oleh sebuah negara dengan wilayah maritim. Kedaulatan Indonesia atas wilayah maritim juga perlu disangga oleh elemen selain TNI AL, misalnya penjaga pantai dan laut (coast and sea guard), polisi laut, dan tentu saja diplomat yang kompeten di bidang kelautan. Pemerintah daerah, khususnya di daerah perbatasan, memiliki peran tertentu, misalnya dalam pemberdayaan wilayah perbatasan.

2. Kedua, manuverabilitas jauh lebih penting dibanding dengan kekuatan besar yang terpaku di sebuah tempat saja. Michael Evans bahkan membayangkan akhir dari strategi peperangan laut, karena daya tangkal tak lagi bisa disangga sepenuhnya dengan kekuatan-kekuatan besar.[5] Penguatan pada unsur-

Page 6: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-6

unsur kekuatan seperti kapal induk dan kapal selam mungkin justru menimbulkan dilema tersendiri karena lebih dilihat pihak lain sebagai niatan untuk berperang daripada sekedar mempertahankan kedaulatan. Pandangan Evans tentu saja hanya relevans dalam situasi tertentu, khususnya ketika ancaman maritim yang paling menonjol adalah ancaman non-konvensnional dan ketika hubungan antar negara belum sepenuhnya mampu mengikis kesalingcurigaan.

Untuk Indonesia, tak diragukan bahwa doktrin pertahanan negara maritim perlu diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strategi pertahanan kepulauan, bina-bangsa tanah-air, sampai dengan diplomasi kelautan. Unsur-nsur kemampuan nasional perlu dituangkan dalam rancangan strategis untuk pertahanan kepulauan maupun diplomasi kelautan. Pada tataran politik, ranah kebijakan pertahanan nasional harus bersifat komprehensif, baik dalam pengertian harus meliputi penggunaan sumber daya pertahanan maupun non-pertahanan maupun merangkum strategi militer maupun nir-militer. Pada tataran strategis, pertahanan negara harus bersifat integratif sehingga membuka ruang bagi penggunaan secara proporsional instrumen-instrumen militer dan non-militer, termasuk diplomasi. Pada tataran operasional, penyelenggaraan fungsi pertahanan negara harus memperhatikan sinergi antar instansi-instansi yang bertugas untuk mengawal pertahanan nasional.

Ancaman dan Rejim Keamanan Maritim

Asia Tenggara merupakan wilayah yang pada esensinya bersifat maritim. Kecuali Laos, semua negara di Asia Tenggara memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap wilayah perairan, termasuk kawasan ekonomi eksklusif. Filipina, Brunei Darussalam dan Indonesia adalah negara-negara yang memiliki rasio wilayah maritim/darat lebih besar dibanding rata-rata negara anggota ASEAN -- berturut-turut dengan rasio sebesar 3.24, 2.5 dan 1.6. Selain memiliki garis pantai yang paling panjang, Indonesia juga memiliki hak untuk mengelola sekitar separuh dari kawasan ekonomi eksklusif keseluruhan anggota ASEAN. Terdapat kepentingan bersama untuk menjadikan maritim sebagai identitas Asia Tenggara.

Masih menjadi tandatanya besar apakah identitas itu dapat dibangun, dan kemudian bermuara pada kerjasama. Identitas maritim tidak mungkin dibangun hanya berdasarkan pada karakteristik geografi fisik seperti diidentifikasi oleh Alfred Thayer Mahan.[6] Seperti disarankanoleh Eric Grove, identitas itu juga harus ditopang oleh kekuatan ekonomi, teknologi, dan budaya politik maritim. Grove bahkan menganggap unsur-unsur tersebut sebagai unsur utama (first order), yang jauh lebih penting dibanding unsur-unsur fisik yang semula diidentifikasi oleh Mahan, yang disebutnya sebagai unsur kedua (second order). Grove juga menambahkan pentingnya ketergantungan pada perdagangan dan sumberdaya maritim sebagai sokoguru penting dari identitas itu.[7] Pada tataran nasional sekalipun, bangunan

Page 7: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-7

identitas itu belum tampak di Indonesia; apalagi pada tataran regional Asia Tenggara, yang sepanjang sejarahnya justru menunjukkan perlunya kekuatan hegemonik.

Karena itu, dalam waktu yang dapat diperkirakan ke depan, karakter geografi maritim yang sekaligus mengandung deteritorialisasi dan reteritorialisasi kedaulatan justru lebih mengedepankan beberapa potensi konflik.

1. Pertama adalah sengketa perbatasan, baik yang terjadi karena sengketa perbatasan darat maupun karena tumpang tindih yurisdiksi maritim.[8] Pertikaian tentang Ambalat, sebagian diantaranya disebabkan oleh perpanjangan konflik atas wilayah lain, terutama karena Malaysia menarik garis delimitasi dari Sipadan-Ligitan. Di masa mendatang, tidak tertutup kemungkinan persoalan yang sama akan terjadi.[9] Beberapa negara Asia Tenggara menyimpan sejumlah masalah serupa itu. Teluk Tonkin, Laut Cina Selatan, dan belahan selatan Laut Arafuru dapat berkembang menjadi kawasan konflik yang melibatkan beberapa negara.[10]

2. Kedua adalah merebaknya nasionalisme sumberdaya (resource nationalism). Temuan dan atau kebutuhan baru atas mineral, energi, dan pangan bisa menjadi sumbu yang menyulut nasionalisme sumberdaya. Asia Tenggara masih memiliki berbagai wilayah yang bisa menjadi ajang pertikaian di kelak kemudian hari. Potensi sumberdaya di daerah-daerah yang dipersengketakan sangat besar. Pada tahun 1975, 20 persen produk hidrokarbon diperoleh dari kawasan maritim -- proporsi yang kemudian meningkat menjadi sekitar 50 persen pada dasawarsa 1980an.[11] Ketidakamanan energi, krisis pangan, dan penemuan sumberdaya baru adalah sebagian dari beberapa persoalan yang dapat memicu nasionalisme sumberdaya. Kecil kemungkinan jika konsumsi itu dapat dicukupi hanya dari cadangan-cadangan energi yang ada sekarang; dan bisa jadi sebagian besar potensi energi akan berada di laut-laut lepas, termasuk di wilayah-wilayah yang masih menjadi sengketa.

3. Ketiga adalah ancaman-ancaman non-konvensional yang secara langsung menebar maut pada wibawa negara, meskipun jarang terjadi mereka merupakan ancaman terhadap wilayah negara. Termasuk dalam kategori ini adalah pencurian ikan, mineral, penyelundupan (senjata, manusia, narkotik dan obat bius), perompakan dan perampokan, dan terorisme maritim.[12] Terorisme maritim mungkin saja belum merupakan ancaman riel. Kecemasan Catheterine Raymond mungkin saja berlebihan.[13] Namun sulit disangkal bahwa perairan Asia Tenggara amat rawan. Semakin banyaknya pelayaran kapal-kapal dagang di wilayah ini dapat menggundang organisasi teroris melakukan perampokan, baik untuk penggalangan dana maupun sekedar menebarkan iklim ketidakpastian.

Page 8: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-8

4. Keempat adalah perusakan lingkungan. Selat Malaka dilewati oleh 72 persen tanker yang melintas dari Samudera Hindia ke Pasifik. Selat Lombok dan Makassar dilewati 28 persen pelintas. Ketentuan yang membatasi kedalaman dan lebar tertentu dari selat atau perairan untuk dapat dilalui kapal tanker akan menggeser "tingkat kesibukan" Selat Malaka ke perairan lain, misalnya Selat Lombok dan Makassar serta Laut Sulawesi. Secara keseluruhan, setiap saat terdapat sekitar 51 tanker-tanker raksasa perairan Asia Tenggara. Semakin padatnya pelayaran dengan sendirinya akan meningkatkan risiko terjadinya pencemaran lingkungan. Setiap tahunnya, diperkirakan terjadi 24.5 ton limbahan dari tanker berkapasitas 1000 ton di dalam kawasan kurang dari 50 mil; dan 5.6 limbahan untuk tanker dengan kapasitas 3338 ton di luar kawasan 50 mil.

5. Tentu selain itu, kelima, masih ada beberapa potensi ancaman yang lain, misalnya yang muncul sebagai konsekuensi kegalauan negara-negara luar kawasan atas stabilitas dan keamanan wilayah maritim Asia Tenggara. Kepentingan nasional utama bagi negara-negara luar kawasan itu -- terutama Cina, Jepang, dan Amerika Serikat -- adalah kepastian akses dan/atau ketersediaan sumberdaya. Bagi mereka, alur laut di perairan Asia Tenggara nyaris tak bisa digantikan. Perubahan rute ke Selat Lombok atau Sunda saja harus membawa beban finansial tambahan bagi negara-negra Asia Timur. Unilateralisme global Amerika, mungkin juga memaksakan kehadiran kekuatan maritim di wilayah Asia Tenggara, termasuk tetapi tidak terbatas pada dalih untuk menggunakan alur laut kepulauan. Gagasan tentang Proliferation Security Initiatives hanya merupakan salah satu bentuk saja dari unilateralisme itu.

Bagaimana dan seberapa besar potensi ancaman itu menjadi titik kerawanan selalu menjadi perdebatan akademik. Potensi-potensi ancaman itu tak ubahnya bara dalam sekam. Penyelesaian Sipadan-Ligitan bisa menimbulkan trauma tertentu bagi Indonesia terhdap Malaysia, sebagaimana penyelesaian Batu Puteh dapat menyemaikan ketidaknyamanan Malaysia terhadap Singapura. Krisis energi di negara-negara industri Asia Timur dapat mengawali asertivisme politik luar negeri; dan, bersama dengan pertikaian di antara mereka sendiri, misalnya Jepang dengan Cina atau Korea Selatan maupun Cina dengan Taiwan, bisa dipastikan meningkatkan sensitivitas negara-negara itu atas keamanan akses atas wilayah maritim Asia Tenggara.

Dalam jangka panjang mungkin bisa dibayangkan terbentuknya sebuah rejim keamanan maritim di Asia Tenggara, tentu ketika identitas maritim negara-negara Asia Tenggara itu sendiri tidak lagi mengedepankan reteritorialisasi kedaulatan tetapi deteritorialisasi peperangan. Namun dalam jangka pendek, yang lebih mungkin terjadi adalah modernisasi sistem persenjataan. Seperti dicatat oleh Robert Kiel, negara-negara Asia Tenggara semakin banyak mengalokasikan anggaran

Page 9: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-9

pertahanannya untuk memperkuat kekuatan laut mereka.[14] Sekalipun tidak menunjukkan perlombaan senjata, pembangunan kekuatan maritim beberapa negara di kawasan ini bisa dilihat sebagai isyarat keinginan mereka untuk, suatu saat, menegaskan tuntutan kedaulatan, baik atas nama kedaulatan wilayah maupun kedaulatan wibawa negara.

Pergeseran Kekuatan Maritim Asia Pasifik

Asia Pasifik ditandai oleh dua gejala yang kontradiktoris. Di satu sisi, muncul berbagai bentuk kerjasama pertahanan dan keamanan, mulai dari yang sekedar untuk membangun saling percaya dalam kehidupan antar negara (confidence building measures) seperti yang tergalang dalam ARF (ASEAN Regional Forum), latihan-latihan militer bersama (join exercises) sampai dengan kerjasama di bidang keanekaragaman hayati dan sustainabilitas laut serta beragam peningkatan kapasitas penyelenggaraan tatakelola maritim dalam ASEAN. Beberapa negara ASEAN juga menjadi bagian dari jejaring kerjasama pertahanan bilateral, trilateral ataupun multilateral dengan negara-negara ekstra-kawasan seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Inggris.

Di sisi lain, kekuatan laut beberapa negara meningkat dengan pesat. China dan Jepang telah memperkuat jajaran kekuatan laut mereka dengan senjata-senjata modern sejak awal 1990an. Kecenderungan serupa juga tidak sulit dilihat di Asia Tenggara. Pada awal dasawarsa ini saja Brunei Darussalam telah memiliki kapal-kapal perang dilengkapi dengan rudak-rudal canggih buatan Perancis. Singapura memperkenalkan satuan-satuan F16 dan pengintai E2C di jajaran kekuatan laut mereka. Sejak lama Singapura membangun kekuatan laut dengan menggelar corvette, kapal perang, kapal patroli, dan rudal jelajah super canggih Lanscort (Swedia). Malaysia setali tiga uang, jajaran kekuatan laut mereka dilengkapi dengan kapal pemburu Lierci (Italia), corvette dan frigate yang dipersenjatai dengan rudal-rudal jelajah. Kapal pengangkut, yang ditopang dengan pesawat patroli jarak jauh serta pasawat tempur F16 menjadi tulang punggung kekuatan laut Thailand.

Masih menjadi tandanya apakah kemampuan itu akan mengarah pada kekuatan untuk gelar kekuatan militer (power projection capability). Mereka yang dihantui oleh skanerio terburuk (worst case scenario) dan lebih banyak berkaca pada pengalaman sejarah masa lalu, melihat gejala itu sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Pelahan namun pasti, modernisasi persenjataan Cina dan Jepang akan bermuara pada militerisme, ekspansi kepentingan, dan penetrasi terhadap kedaulatan wilayah maritim Asia Tenggara.[15] Namun bagi mereka yang optimis, dan pada umumnya melihat struktur dan prioritas modernisasi persenjataan baru yang digelar, tidak terlalu cemas. Menurut mereka, peningkatan kemampuan itu hanya cukup untuk menangkal penetrasi militer ke wilayah nasionalnya (sea denial capability).[16]

Page 10: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-10

Sulit memastikan fenomena mana yang sebenarnya terjadi. Kekuatan laut kerap dianggap bersifat ambigu, bisa menunaikan peran ganda dan sekaligus menebar persepsi sebagai senjata yang ofensif maupun defensif. Grove beranggapan bahwa kekuatan laut cenderung membangun stabilitas, sekurang-kurangnya tidak mendorong suatu pihak untuk melakukan serangan preemtif. Lawan potensial pada umumnya menggelar kekuatan laut jauh dari sasaran-sasarfan sipil, dan mempunyai daya jangkau rendahh terhadap pusat gravitas militer dii daratan.[17] Namun peningkatan kemampuan laut tidak mungkin hanya dilihat dari sudut modernisasi matra laut saja. Suatu negara bisa juga meningkatkan kemampuannya tanpa harus secara langsung menggelar senjata-senjata baru di jajaran Angkatan Laut mereka. Pesawat-pesawat tempur generasi ketiga (misalnya MiG-29 dan MiG 31, Sukhoi SU 27, F-16 dan F/A 18) memiliki kemampuan untuk menembakkan rudal jelajah ke kapal-kapal perang. Sekalipun merupakan bagian dari kekuatan matra udara, senjata-senjata seperti itu memainkan peran penting dalam konflik di lautan.

Lebih sulit lagi menebak apakah negara yang mempunyai kemampuan militer juga akan menjadi sebuah negara yang ekspansionis. Tak mudah untuk menyusun perkiraan yang obyektif. Mengandalkan skenario optimisme bisa amat berbahaya bagi masa depan. Sebaliknya, acuan hanya pada skenario terburuk, bisa mengarah pada alokasi sumberdaya yang tidak proporsional. Modernisasi sistem persenjataan kerapkali hanya menjadi simbol penguasaan teknologi, tidak akan serta merta digunakan di medan pertempuran. Betapapun canggihnya, senjata tidak bisa dinilai melulu hanya karena kemampuannya tetapi juga pada misinya. Modernisasi sistem persenjataan beberapa negara Asia Tenggara seperti disebut di atas masih berada pada ambang yang lebih sesuai dianggap sebagai bagian dari misi penegakan kedaulatan maritim daripada sebagai kemampuan untuk proyeksi kekuatan yang mengemban misi pertempuran.

Tak diragukan bahwa secara absolut, Cina memiliki kekuatan tempur jauh melebihi negara-negara ASEAN. Dengan kekuatan minimal saja, Cina cukup untuk menebarkan kecemasan, khususnya ketika berhadapan dengan Filipina ataupun Vietnam, misalnya dalam sengketa tentang Spratleys. Namun sampai sepuluh tahun ke depan Cina tidak akan memiliki jangkauan militer melebihi perimeter Laut Cina Selatan. Selain tetap terbelenggu pada stabilitas di sepanjang Selat Taiwan, dalam beberapa tahun belakangan ini Cina menghadapi kesulitan luar biasa untuk mengembangkan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.[18] Teknologi maritim Cina masih tergantung pada sumber teknologi luar. Dilihat dari doktrin pertahanan matra laut mereka yang dikembangkan, Cina tetap akan membatasi pada rudal-rudal jelajah berhulu ledak konvensoinal maupun nuklir terbatas untuk menggapai littoral dominant, bukan proyeksi kekuatan.

Sebaliknya, Jepang merupakan satu-satunya negara di Asia Timur yang dalam sejarahnya menunjukkan kemampuannya untuk berkembang secara mandiri

Page 11: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-11

sebagai kekuatan maritim. Angkatan Laut Jepang sudah menjadi kekuatan yang tangguh, meski terbatas pada penguasaan yang bersifat diskrit dan temporer. Namun Jepang belum seluruhnya mampu melepas dari belenggu payung Amerika. Fungsi kekuatan pertahanan Jepang dalam beberapa tahun ke depan agaknya akan lebih dipusatkan pada misi-misi humaniter dan/atau constabulary di wilayah maritim Asia Tenggara, tidak pada kemampuan gelar kakuatan mandiri. Tanpa perubahan domestik yang dramatik, tampaknya Jepang hanya akan tetap mengandalkan pada pengembangan kemampuan logistik, patroli jarak jauh, dan dukungan rudak-rudal jelajah pada pilar kekuatan udara mereka dalam sepuluh tahun mendatang.

Selain Cina dan Jepang, tak ada satupun kekuatan maritim Asia Timur yang memiliki kemampuan untuk proyeksi kekuatan jauh melebihi wilayah nasionalnya. Rusia hingga kini belum berhasil memulihkan kembali kepentingannya di Asia Pasifik, sebagaimana dirumuskan oleh, misalnya pidato Mikhail Gorbachev di Kransoyarks duapuluh tahun silam. Korea Selatan tetap dilandasi dengan struktur dan persepsi kontinental, sebagian diantaranya karena preokupasi dengan Korea Utara. Taiwan tetap mengekang diri pada kekuatan untuk mempertahankan diri dari serangan Cina melalui pesisir barat pulau Formosa. Kecil kemungkinan bagi mereka untuk mengembangkan kekuatan laut melebihi dari wilayah dan kedaulatan nasionalnya.

Kemampuan penguasaan itu memang amat meningkat amat pesat dengan masuknya senjata canggih dengan jangkauan, presisi, dan daya gempur yang lebih mematikan.[19] Namun bagi Laksamana Eberle, yang lebih penting dalam ajang peperangan bukanlah kekuatan yang mematikan itu. Tumpuan dari keberhasilan sebuah operasi tempur di wilayah maritim lebih mengandalkan pada operasi-operasi gabungan.[20] Eberle memastikan bahwa Kekuatan maritim memang secara inheren merupakan gabungan. Mereka terdiri dari kekuatan trimatra terintegrasi (darat, udara, laut), dan dengan dukungan sumberdaya komersial maupun nasional lainnya, berusaha menanamkan pengaruhnya atas daratan, lautan maupun wilayah udara.

Kekuatan Pertahanan Indonesia

Indonesia pernah dikenal sebagai negara dengan kekuatan laut terbesar di Asia Tenggara, yaitu pada masa-masa menjelang konfrontasi dengan Malaysia pada awal 1960an. Kini kekuatan itu sirna. Kecelakaan pesawat terbang dan kapal patroli kerapkali menghiasi halaman depan media massa. Dalam beberapa latihan bersama, prajurit-prajurit TNI AL menggunakan cell phone dan teropong binocular, bukan sarana-sarana komunikasi yang secara militer dapat diandalkan di lautan. Tidak terhitung cerita-cerita dibalik layar, bahwa prajurit hanya berlatih menembak dengan peluru kosong; pesawat tempur mengudara tanpa dilengkapi dengan sistem persenjataan; kapal-kapal patroli laut kalah adu cepat dengan para penyelundup;

Page 12: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-12

patroli dihentikan karena kapal tidak cukup memiliki bahan bakar dan sebagainya. Lazim didengar bahwa salahh satu dari 2 kapal selam Indonesia bisa menyelam tetapi belum tentu bisa kembali ke permukaan. Armada perang Indonesia jauh lebih kecil dibanding armada Pangeran Sabrang Lor yang menyerang Portugis di Malaka 5 abad silam.[21]

Oleh sebab itu, pembangunan kekuatan laut menjadi kebutuhan mendesak. Di atas kertas, sulit untuk membayangkan wilayah seluas nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miyangas di utara sampai Rote di bagian selatan hanya diperkuat dengan, antara lain 143 KRI dan 66 pesawat udara yang dilengkapi dengan rudal-rudal berusia lebih dari 40 tahun. Namun pada saat yang sama tidak mudah untuk menemukan jalan keluar dari berbagai persoalan struktural yang inheren dalam kebijakan pertahanan Indonesia, mulai dari persoalan besaran dan alokasi anggaran[22] sampai dengan belenggu perspektif kontinental yang masih amat kuat bersemayam di kalangan para perencana pertahanan.

Perencanaan pembangunan pertahanan Indonesia dalam dua puluh tahun ke depan, seperti dirancang oleh Departemen Pertahanan, sesungguhnya telah menunjukkan perubahan.[23] Formula pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia, yang dirumuskan dengan formula normalisasi untuk TNI AD dan modernisasi untuk TNI AU dan TNI AL, terbukti berhasil sebagian. Kajian yang melacak perubahan postur pertahanan Indonesia menunjukkan beberapa fenomena yang menarik untuk disimak. Di tengah stagnasi doktrin pertahanan,[24] kekuatan laut pada tahun 2008 meningkat 56% dari kekuatan mereka lima tahun sebelumnya, jauh jauh lebih besar dibanding peningkatan kemampuan udara (1.08) maupun kekuatan darat (0.98).[25] Peningkatan itu terutama terjadi pada jajaran corvettes, kapal patroli, amfibi, logistik dan dukungan serta helikopter.

Soal lain apakah peningkatan itu sudah menjadikan Indonesia sebagai negara yang layak mengaku diri sebagai negara maritim ataupun negara kepulauan. Perhitungan Syawfi mengandalkan pada indikator kuantitatif, khususnya kelengkapan alutsista yang ada,[26] bukan pada kekuatan minimal ataupun kekuatan yang seharusnya terpasang pada kekuatan TNI AL. Dengan dukungan hanya 66 pesawat udara, kekuatan laut Indonesia hanya kurang lebih separuh saja dari 137 yang diperlukan. Pada tingkat kesiapan 60% untuk KRI dan 52% untuk pesawat udara, kekuatan laut Indonesia tidak lebih dari 15-20% saja dari kekuatan yang ideal. Memperhitungkan kesiapan TNI AD dan TNI AU,[27] yang harus dipandang sebagai bagian penting sistem pertahanan kepulauan, kekuatan Indonesia mungkin bahkan tidak lebih dari 5% saja dari yang seharusnya dimiliki sebuah negara dengan latar geografi kepulauan.

Tak heran jika Indonesia bukan hanya tidak sanggup menjaga kedaulatan wilayah nasional dan kedaulatan wibawa negara tetapi juga tidak juga mempunyai posisi tawar menawar diplomatik dalam berbagai sengketa perbatasan dan silang selisih

Page 13: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-13

mengenai kawasan ekonomi eksklusif. Lebih dari itu, Indonesia dirugikan tak kurang dari US 20 milyar/tahun dari berbagai bentuk tindak kriminal terorganisasi, mulai dari penambangan, penyelundupan, penangkapan ikan dan berbagai bentuk kejahatan terorganisasi lainnya.

Menjadi pertanyaan besar apakah program pembangunan postur pertahanan dapat mengatasi penyakit itu sehingga Indonesia bisa mencapai kebutuhan minimal (minimum essential forces) pada tahun 2019 dan penangkalan standar (standard deterrence) sepuluh tahun berikutnya. Terdapat sekurang-kurangnya tiga hal yang menyebabkan sulit membangun optimisme.

1. Pertama adalah bahwa asumsi ekonomi yang melandasi rencana itu, yaitu pertumbuhan ekonomi dapat dijaga pada minimal 6% dan laju inflasi pada 5.8%, merupakan sesuatu yang tidak mudah dipastikan. Dalam praktek, tidak ada korelasi antara pengingkatan anggaran pertahanan dengan pertumbuhan ekonomi. Bahkan tidak ada hubungan antara peningkatan APBN dengan peningkatan anggaran pertahanan, sebagaimana terjadi pada tahun 2008.[28]

2. Kedua, proyek pembangunan kekuatan pertahanan menghadapi masalah struktural yang luar biasa kaku, khususnya yang terkait dengan belenggu doktrin kontinental. Sebagai negara dengan wilayah maritim yang luas, pertahanan Indonesia disangga terutama dengan personil angkatan darat. Ketidaksadaran geostrategis terasa betul ketika dalam kurun waktu 2003-2008, personil TNI AD meningkat dari 230 ribu menjadi 233 ribu, selagi kekuatan personil angkatan laut tetap pada 45 ribu, dan angkatan udara justru menyusut dari 28 menjadi 24 ribu saja.

3. Ketiga, kelemahan yang lebih fundamental adalah tidak adanya doktrin (keamanan) nasional yang disusun berdasarkan kenyataan geografi (maritim) dan strategi yang dirancang untuk menjadi pilar utama kekuatan tempur negara kepulauan. Menurut Doktrin Pertahanan dan Strategi Pertahanan Indonesia (2008), Indonesia mengandalkan pada “defensif aktif” yang mengutamakan kekuatan diplomasi, pendekatan nir-militer, dan kemampuan pertahanan yang non-ofensif sampai 2029. Belum ada rancangan strategis untuk perang pantai, pertahanan di kawasan laut teritorial, atau di zona ekonomi eksklusif. Pada tataran strategis, tak ada padanan bagi kawasan pengaruh sejauh 1000 mil laut seperti dirumuskan oleh Jepang ataupun rumusan taktik “udang beracun” seperti dirumuskan Singapura. Tanpa dokrin operasi gabungan (join doctrine), kekuatan militer trimatra tidak lebih dari sekedar kekuatan terkoordinasi, bukan terintegrasi.

4. Lebih dari itu, wacana mengenai budaya politik maritim amat jarang. Kekuatan laut (sea power) agaknya dianggap identik dengan kekuatan TNI AL. Padahal, berbeda dengan istilah yang digunakan pada matra lain, yaitu kekuatan darat

Page 14: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-14

(land power) atau kekuatan udara (air power) yang pada umumnya terkait dengan konotasi militer, kekuatan laut lebih dari sekedar TNI AL. Karena tidak pernah dapat dilepaskan dari dimensi geo-ekonomi, kekuatan laut secara luas meliputi sekurang-kurangnya: kendali dan kontrol atas perdagangan dan komersial internasional, penggunaan dan pengendalian sumberdaya maritim, kerjasama angkatan laut pada masa-masa genting; dan penggunaan kekuatan ekonomi maritim sebagai instrumen diplomasi, penangkalan maupun politik pada masa-masa damai.[29]

Oleh karena itu, pengapalan, operasi pelabuan, sumberdaya bawah laut, perikanan dan berbagai bentuk komunikasi dan perdagangan melalui medium air harus dianggap sebagai unsur penting dari kekuatan maritim. Dengan demikian, TNI AL merupakan hanya salah satu unsur saja dari kekuatan itu. Selain TNI AL diperlukan juga coast and sea-guard sebagai satuan untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan keamanan dan ketertiban di perairan teritorial. Dalam penegakan kedaulatan di laut teritorial, TNI AL bisa menjadi “core force”, bukan “base force” seperti dimengerti oleh, misalnya Jenderal Collin Powell. Tumpuan memperjuangkan kepentingan maritim hanya dengan kekuatan laut saja tidak akan berhasil. Sriwijaya adalah kekuatan yang amat rapuh, hanya menjadi penjaga gerbang perairan Asia Tenggara pada waktu itu. Tanpa topangan ekonomi agraris, kendali Sriwijaya terhadap perairan Asia Tenggara terkikis setelah Banten dan Tulang Bawang (Lampung) terlepas dari genggaman.[30]

Diplomasi Pertahanan

Diplomasi merupakan salah satu unsur yang memperoleh perhatian cukup signifikan dalam kebijakan umum penyelenggaraan pertahanan negara.[31] Dalam Strategi Pertahanan Indonesia, istilah diplomasi muncul sama seringnya dengan istilah penangkalan (25 kali) – hanya sedikit terpaut dengan istilah perang (31 kali) yang lazimnya lebih mendominasi dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh otoritas pertahanan negara.[32] Konon, diplomasi pertahanan juga dirumuskan sebagai upaya untuk, antara lain, membangun saling percaya antar bangsa dan meningkatkan kemampuan pertahanan melalui pengadaan alutsista yang strategis, transfer teknologi dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI.[33] Salah satu wujud pertahanan defensif aktif adalah dengan mengedepankan diplomasi sebagai garis terluar pertahanan negara.”

Di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik tersedia ruang diplomasi yang amat besar. Sejak tahun 2005 ARF telah memberi rekomendasi mengenai berbagai bentuk kerjasama maritim, khsusnya untuk menanggulangi perompakan dan berbagai bentuk keamanan maritim secara komprehensif : kerjasama multilateral, solusi operasional, keamanan navigasi dan pelabuhan, serta kerjasama dibidang teknologi.[34] Namun ARF selama ini cenderung memusatkan perhatiannya pada diplomasi preventif dan confidence bulding measures. ASEAN sendiri mencoba

Page 15: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-15

untuk tidak ingin terjerumus pada penyelesaian konflik wilayah. Sekalipun hingga tingkat tertentu forum-forum diplomasi itu bisa menjadi instrumen untuk meredam konflik, belum tentu mampu menghentikan konflik bersenjata.

Tak diragukan bahwa komitmen Indonesia sangat besar untuk mengutamakan diplomasi sebagai instrumen kepentingan nasional. Persoalan lain apakah tujuan tersebut telah diperjuangkan secara efektif. Menggunakan jalur diplomasi untuk tujuan pertahanan negara bisa memiliki beberapa tujuan strategis, misalnya untuk menciptakan lingkungan strategis yang aman dan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Indonesia. Namun esensi dari diplomasi adalah tawar menawar (bargaining) bukan dengan tindakan sepihak untuk merusak diri (self-destruction). Kalaupun tidak ditopang oleh sumberdaya fisik, misalnya kekuatan militer, diplomasi dapat bersandar pada sumberdaya lain, misalnya manuver, prakarsa, dan determinasi untuk mewujudkan prakarsa itu.

Khususnya yang terkait dengan diplomasi pertahanan (defence diplomacy), tercatat delapan puluh delapan kegiatan dalam lima tahun belakangan ini (2003-2008). Menurut Syawfi, sebagian dari kegiatan itu ditujukan untuk membina rasa saling percaya dalam kehidupan bernegara (confidence building measures). Hanya sebagian kecil yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan atau industri pertatahanan.[35] Kegiatan diplomasi pertahanan Indonesia menitikberatkan kepada tujuan untuk peningkatan stabilitas regional melalui bina-saling percaya itu, measures, bukan dengan meningkatkan kemampuan dan kemandirian pertahanan.[36]

Dari seluruh kegiatan tersebut, 13 diantaranya (14.77%) merupakan kegiatan yang terkait dengan matra laut, jauh lebih kecil dibanding kerjasama yang bersifat lebih umum dan tidak secara langsung terkait dengan penguatan matra. Meskipun demikian, kerjasama terkait dengan matra laut tampaknya lebih substansial dibanding dengan kerjasama yang melibatkan matra lain. Kesepakatan pembelian senjata atau kerjasama di bidang industri pertahanan merupakan 46.15% dari seluruh kegiatan yang terkait dengan diplomasi pertahanan yang ditujukan untuk memperkuat kemampuan matra laut Indonesia. Peningkatan kemampuan operasional melalui latihan bersama sampai dengan penyusunan prosedur standar operasi merupakan 38.46% dari keseluruhan itu.

Menjadi persoalan lain apakah substansi itu kemudian dapat ditafsirkan sebagai esensi diplomasi pertahanan untuk meningkatkan kemampuan nasional. Melihat tingkat elaborasi Buku Putih Pertahanan Indonesia, dan membandingkannya dengan buku-buku putih Singapura, Thailand, dan Vietnam tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa Indonesia membuka terlalu banyak dari yang seharusnya. Paparan seperti itu mungkin saja berhasil membangun citra Indonesia sebagai negara yang cinta damai, namun pada saat yang sama juga mengetengahkan berbagai problema internal. Ulasan terlalu banyak tentang konsep nirmiliter bisa

Page 16: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-16

memberi kesan konservatifisme pertahanan Indonesia untuk tetap lebih menghiraukan masalah-masalah internal daripada masalah lingkungan eksternal. Dilihat dari luar, Indonesia bukan hanya tidak memiliki kekuatan tempur tetapi juga tidak memiliki kemauan untuk menjadi kekuatan militer – sesuatu yang menyangkal esensi dari teori penangkalan.

Indonesia bukan hanya memiliki kekuatan pertahanan yang terbatas tetapi juga efektifitas diplomasi pertahanan yang terbatas. Derajat kemampuan matra laut dan diplomasi pertahanan di bidang kekuatan laut tidak lebih dari 5% saja. Diplomasi dan pembangunan kekuatan militer bisa dipastikan menjadi elemen penting untuk itu. Namun baik diplomasi kelautan maupun strategi negara kepulauan masih jauh dari kemampuan untuk menyangga Indonesia sebagai sebuah negara maritim. Diplomasi pertahanan Indonesia tidak cukup memberi perhatian pada dimensi kelautan. Strategi pertahanan Indonesia masih dibebani oleh tradisi kontinental, beragam kendala finansial, maupun kemiskinan ide-ide untuk mengembangkan pemikiran strategis bagi sebuah negara kepulauan.

Rekomendasi

Sejak awal kawasan maritim tidak pernah dapat dipisahkan dari globalisasi. Kemajuan teknologi informasi dan persenjataan maupun munculnya ketentuan dan norma baru dalam hubungan internasional mempertegas konstraksi geografi, namun geostrategi maritim, karena karakternya yang ambivalen, tetap menempatkan perairan maritim sebagai, meminjam istilah Tangredi, “wahana utama dan simbol globalisasi” (prime medium and symbol of globalisation). Hubungan kekuatan antar negara (power relations) kawasan, karakter ancaman aktual (actual threats) yang dihadapi kawasan maritim, serta kemampuan nasional suatu negara tetap menjadi elemen-elemen pokok dalam merancang strategi pertahanan nasional. Dalam konteks itu, kemampuan diplomasi dan kemampuan pertahanan harus dibangun dalam konstruksi yang saling memperkuat satu dengan yang lain, baik pada tataran nasional maupun regional.

Pada tataran regional menjadi tanda tanya apakah rejim maritim Asia Tenggara khususnya akan berkembang menjadi semakin kooperatif.[37] Bagi Robert Keohane, kedamaian wilayah hanya dapat dibangun kalau ada satu kekuatan hegemonik. Konsepsi stabilitas hegemonik (hegemonic stability) seperti dibayangkan Keohane memerlukan bukan hanya kekuatan militer tetapi juga kekuatan ekonomi yang menopang kerjasama pertahanan. Tanpa kekuatan sentral, seperti Sriwijaya ataupun Majapahit di masa lalu, ketertiban Asia Tenggara menjadi sesuatu yang ilusif. Ketimpangan antara kekuatan tempur dengan keterbatasan ruang laga, seperti Singapura, atau, sebaliknya antara keterbatasan kekuatan pertahanan dengan jangkauan yang harus berada dalam naungan perlindungannya, seperti dialami Indonesia dan Malaysia, mengharuskan kecrdasan untuk memilih strategi-strategi alternatif.

Page 17: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-17

Namun konsep regional hegemon tidak harus menampilkan dirinya sebagai sebuah kekuatan nasional tetapi kekuatan regim regional, misalnya ASEAN sebagai sebuah kekuatan kolektif. “Konsorsium kekuatan-kekuatan laut nasional negara-negara yang berpandangan sama”, seperti dibayangkan oleh Mahan,[38] bisa jadi merupakan jawaban dari persoalan itu. Karakter potensi konflik di Asia Tenggara menjadikan pilihan itu lebih feasibel dibanding dengan pilihan lain, misalnya membangun kekuatan laut nasional yang autarkik. Strategi sea-denial cukup untuk menjaga perimbangan kekuatan dengan negara-negara luar kawasan, sekurang-kurangnya sampai duapuluh tahun ke depan. Berbagai bentuk burden sharing dengan negara-negara luar kawasan merupakan strategi pelibatan (engagement strategy) yang dapat dilakukan khususnya di bidang yang terkait dengan ancaman non-konvensional maupun non-tradisional.

Sementara ini “konsorsium” itu baru terbatas pada upaya bilateral atau triletaral. Konsorsium keamanan maritim yang ditawarkan oleh ARF dan ASEAN masih terbatas pada konsorsium untuk membangun saling percaya dan hanya dalam kondisi yang amat khusus, terutama terkait dengan terorisme dan perompakan, menjangkau kerjasama operasional. Oleh sebab itu, kerjasama pertahanan maritim Asia Tenggara perlu mengarah pada kemampuan pertahanan maritim yang secara tradisional menjadi tanggungjawab “negara dominan” dalam geostrategi klasik. Pada masa genting, negara-negara Asia Tenggara secara kolektif memiliki tanggungjawab, dan oleh karenanya membangun rejim kawasan yang berfungsi untuk melindungi dan memfasilitasi kapal dagang maupun logistik militer di lautan, melindungi sumberdaya di darat maupun lepas pantai, dan saling membantu dalam transportasi pasukan.

Selebihnya, pada masa-masa damai, rejim pertahanan maritim kawasan perlu memberi ruang untuk meningkatkan kemampuan satu dengan yang lain. Dalam hal ini, yng harus menjadi tumpuan bagi kerjasama ASEAN adalah pengembangan latihan gabungan (join exercises) dalam misi-misi inter-operable (interoperable mission) serta peran konstabuler (constabulary roles) dan tugas-tugas kemanusiaan (humanitarian). Kalaupun karena alasan-alasan politik, hal itu tidak dapat dilakukan, sekurang-kurangnya dapat dimulai dengan military (navy)-to-military (navy) cooperation.

Untuk memenuhi tujuan tersebut diatas sekurang-kurangnya dua hal perlu diperhatikan.

1. Pertama adalah keharusan untuk membangun konsensus bersama bahwa pertahanan perairan Indonesia harus dibangun sebagai pertahanan negara kepulauan, bukan pertahanan negara maritim. Salah satu konsekuensi dari pengakuan diplomasi sebagai garis terdepan pertahanan Indonesia, meniscayakan adanya sinergi dankerjasama, tetapi sekaligus juga pembagian kerja (division of labour) antar departemen. Departemen Pertahanan harus

Page 18: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

1-18

meutamakan pada upaya peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia. Confidence building measures hanya merupakan sebagian kecil saja dari tugas Departemen Pertahanan. Sebaliknya tugas itu menjadi bagian dari fungsi Departemen Luar Negeri yang bukan hanya tetap harus melaksanakan berbagai komitmen sesuai dengan politik luar negeri Indonesia tetapi juga harus memberi ruang pada peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia.

2. Kedua adalah keharusan untuk menyusun strategi pertahanan (kepulauan) yang lebih rinci. Hingga kini rumusan strategi pertahanan Indonesia dirumuskan dengan foirmula sederhana, misalnya “keharusan untuk membangun kekuatan militer terintegrasi” dan “operasi gabungan tri-matra”. Strategi pertahanan kepulauan memerlukan kontekstualisasi ancaman dengan tindakan strategis. Karena itu, penyusun strategi matra harus memastikan tentang opsi strategis dalam konteks geografi tertentu. Untuk melindungi chocke points, misalnya, perlu dipastikan apakan Indonesia akan menganut strategi penolakan akses (access denial) atau strategi penangkalan (deterrence strategy).

Jika kedua agenda itu dapat dilaksanakan dalam, mislanya, sepuluh tahun kedepan. Tidak mustahil Indonesia mampu menegaskan dirinya sebagai sebuah negara kepulauan yang bukan hanya dapat menjaga kedaulatan wibawa maupun kedaulatan wilayah maritimnya. Kekuatan matra laut yang harus dikembangkan dalam konteks itu adalah kemampuan interoperabilitas dan konstabulari, bukan kapal-kapal perang besar yang dipersiapkan untuk perang.

Page 19: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-19

Artikel 2 Maritime Awareness: Fondasi Geopolitik Negara Kepulauan

http://www.fkpmaritim.org/?p=1551

Robert Mangindaan2

Pendahuluan

Mungkin saja, ada pihak yang menganggap bahwa kaitan atau katakanlah — benang merah, antara maritime awareness dengan geopolitik, jaraknya terlalu jauh (very remote) dan arasnya juga tidak sederajat dengan strategi, begitu juga dalam hal proyeksi kekuatan laut. Bila demikian halnya, apa perlunya diperbincangkan?

Pandangan seperti itu memang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini, yang selalu mendengungkan balada nenek moyangku orang pelaut. Maritime awareness, dianggap sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit, bahkan mungkin lebih lama dari era tersebut.

Apakah benar demikian? Memang ada benarnya, bahwa dulunya nenek moyangku orang pelaut, tetapi cicit buyutnya sekarang ini tidak lagi berpaling kelaut (sea oriented). Bangsa Indonesia direkayasa untuk berpaling ke darat (continental oriented), dan prosesnya sudah berlangsung tiga setengah abad. Tepatnya, sejak era pemerintah kolonial Belanda yang mengembangkan politik devide et impera[1]. Pada era tersebut, cukup banyak dari kalangan pribumi “kelas” bangsawan, mendapatkan pangkat (tituler) cukup tinggi, dan juga di satuan militer banyak yang mencapai tingkat perwira menengah. Tetapi di laut, urusannya berbeda, paling tinggi pangkat dan jabatan yang bisa diraih adalah kelasi pelaut, juru mudi, teknisi dan bagian perbekalan (Henky Supit, 2005).

Sebetulnya, budaya melaut dan bertempur sudah lama dimiliki oleh bangsa Indonesia, yang membangun kekuatan laut untuk digunakan sebagai instrumen politik. Salah satu catatan sejarah yang tidak bisa dilupakan adalah figur Retna Kencana yang kemudian dikenal sebagai Ratu Kalinyamat, .berkuasa selama 30 tahun dan berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya. Ratu Kalinyamat memiliki armada laut yang sangat tangguh dan pernah dua sampai tiga kali menyerang Portugis di Malaka[2]. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara

2 Forum Kajian Pertahanan dan Maritim, Alamat: Jl.dr. Sutomo No. 10 Jakarta Pusat, Telp/Fax. (021) 34835435, Email: [email protected]

Page 20: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-20

Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.[3]

Kemudian pada tahun 1573, Sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk kembali menyerang Portugis di Malaka. Menanggapi permintaan tersebut, Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Sekalipun armada Jepara tersebut menderita kekalahan tetapi pihak Portugis melukiskannya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani” (Diego de Couto, 1778-1788).[4]

Catatan kedua yang tidak kalah menonjol adalah legenda Keumalahayati, orang Aceh, laksamana perempuan yang pertama di dunia yang kemudian dikenal sebagai Laksamana Malahayati (1585-1604, Kompasiana). Pangkat diperoleh bukan karena kedekatan dengan Sultan, tetapi berbekal kecakapan dan keberanian memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda. Pada tanggal 11 September 1599 dalam pertempuran di geladak kapal, Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman pemimpin Belanda, dan mendapatkan gelar Laksamana untuk keberaniannya.[5]

Belanda telah belajar dari berbagai pertempuran di Nusantara, terutama di Aceh, yang kemudian merancang perusakan secara sistematik budaya melaut bangsa Indonesia. Tidak berlebihan untuk mengemukakan bahwa sejak menguatnya VOC di Nusantara ini, nyaris tidak ada kekuatan laut ‘pribumi’ yang mampu mengancam kekuatan laut pemerintah kolonial. Benar, bahwa ada beberapa catatan tentang perlawanan di laut yang terjadi misalnya di era Daendels dengan Kesultanan Banten, era Raffles dengan Kesultanan Palembang, kemudian di era Rochussen dengan Kesultanan Banjarmasin, dan Pattimura di Maluku.[6]

Penggalan catatan-catatan tersebut mengungkapkan bahwa ada kekuatan setempat yang sempat dibangun oleh beberapa kesultanan di Nusantara ini, tetapi mereka tidak dapat menandingi satu kesatuan kekuatan laut yang dibangun oleh pemerintah kolonial. Mereka mampu mengembangkan dan menggunakan kekuatan laut sebagai instrumen politik untuk menguasai Nusantara ini. Pada tahun 1888 Pemerintah kolonial mendirikan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM)[7] yang dirancang untuk berbagai keperluan, yaitu; (i) menghubungkan antar pulau, sebagai satu kesatuan wilayah, (ii) memelihara wibawa pemerintah pusat yang mampu memantau situasi di berbagai penjuru Nusantara, (iii) sarana pengangkut hasil bumi dari daerah ke pusat.

Pemerintah kolonial sangat sadar bahwa ada pembangunan kekuatan laut di Nusantara ini, dan berkembang merata di berbagai daerah, tetapi tidak dalam satu

Page 21: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-21

bingkai kepentingan. Artinya — ada kepentingan (interest) untuk membangun kekuatan laut (power), dan sudah terbukti digunakan sebagai instrumen politik, tetapi tidak ter-konsolidasi dalam satu bingkai kepentingan ‘nasional’. Kesadaran tersebut terbentuk secara alamiah oleh karena kehidupan mereka dekat dengan laut, dan mampu memanfaatkan potensi ekonomi dari laut, kemudian mengembangkan politik keamanan untuk melindungi kepentingan perniagaannya.

Ada dua kata kunci yaitu kepentingan (interest) dan kekuatan (power), yang perlu dibangun bagi bangsa yang hidupnya dekat dengan laut. Terlebih pula bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang ‘memiliki’ laut seluas 5,8 juta km2, sudah lumrah apabila bertekad menjadi negara maritim yang jaya. Modal awalnya adalah kesadaran maritim (maritime awareness) yang sekarang ini sudah surut dari kehidupan bangsa Indonesia. Kesadaran tersebut tidak akan turun gratis dari langit, tetapi perlu adanya pembinaan yang terprogram, berlanjut dan hasilnya (outcome) dapat diukur.

Bangsa Jepang merayakan Marine day (Umi no hi) pada hari senin ketiga setiap bulan Juli, memperingati perjalanan bersejarah kaisar Meiji (1852–1912)[8] yang ditandai sebagai langkah awal pembangunan kekuatan maritim Jepang, berorientasi outward looking. Pada jajaran akar rumput, pemerintah Jepang berusaha menanamkan arti pentingnya laut, bahwa ada kepentingan yang akan dicapai dan disetarakan sebagai kepentingan utama (vital interest). Acaranya fokus pada isu lingkungan laut, pembersihan pantai, dan ada acara khusus lainnya yang terkait dengan tujuan pembinaan kesadaran maritim. Mereka sudah lama akrab dengan laut, terlalu sering digempur tsunami, dan memperkenalkan budaya makan ikan mentah, tetapi acara memperingati Umi no hi dilaksanakan secara sederhana, tetapi amat mendasar yaitu pembersihan pantai. Esensinya — hargai dan hormati laut yang memberikan kehidupan kepada bangsa Jepang.

Indonesia dan Kesadaran Maritim

Bangsa Indonesia juga sangat paham, bahwa pembinaan kesadaran maritim merupakan prasyarat yang penting di dalam membangun Indonesia. Sejarah mencatat berbagai prestasi dari Presiden RI yang pertama sampai yang keenam, di dalam membangun budaya maritim. Mulai dengan penetapan hari Nusantara, mengumandangkan deklarasi, adakan berbagai kegiatan seperti pelayaran Kebangsaan Lintas Nusantara Remaja Pecinta Bahari Lomba Olahraga Perairan Bahari, lomba karya tulis ilmiah tentang kebaharian, Sail Wakatobi, Seminar Nasional, pameran Blue Revolution, lomba bakar ikan terpanjang, sampai pada pameran Industri Pertahanan. Berbicara secara terbuka, ada kesan yang sangat kuat bahwa berbagai program, deklarasi, atau acara yang disiapkan untuk Hari Nusantara, dapat digolongkan sebagai acara perayaan yang bersifat temporer, tidak berlanjut dan sunyi senyap selepas acara. Tidak ada agenda yang berlanjut, tidak ada program pembinaan membangun kesadaran maritim, malahan sebaliknya

Page 22: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-22

dikembangkan berbagai program kelautan yang mengarahkan kembali ke darat, misalnya budi daya ikan lele.

Konon kabarnya, dahulu kala perairan Nusantara terdapat tiga golongan penduduk yaitu orang laut (sea gipsy), raja laut (sea lord) dan rompak laut (sea pirates)[9], tetapi kini situasinya sudah jauh berbeda. Pemerintah berusaha untuk mendaratkan orang laut dengan membuat pemukiman di darat, artinya mereka di’tarik’ keluar dari budaya nomadic yang bertualang dari pulau kepulau lainnya yang tidak berpenghuni. Barangkali, perlu kajian yang lebih konkrit untuk mengatakan bahwa sea gipsy hanya terdapat di Indonesia(?) dan pada era pemerintah kolonial, kehidupan tersebut tidak dihapus karena dilihat sebagai ‘kepenjangan lengan’ untuk memantau pulau-pulau yang tidak berpenghuni.

Mengenai Raja Laut, memang sudah tidak ada lagi tetapi wujudnya sekarang ini adalah propinsi-propinsi laut yang mengembangkan kepentingan daerah masing-masing (interest), dan nantinya akan ada perbedaan antara propinsi ‘kedaratan’ dan propinsi ‘kelautan’. Di dalam RPJMN 2014—2014, sepertinya menegaskan konsep tersebut dalam bentuk Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Besar. Apabila dikaji dengan sejarah masa lalu, apakah konsep tersebut tidak serupa dengan politik era pemerintah kolonial? Mudah-mudahan tidak demikian, tetapi perlu kajian yang kritis dan jernih.

Bicara tentang bajak laut, sikap Indonesia sudah tegas dan bersifat final, yaitu “berantas”! Sikap politik tersebut juga berorientasi ke luar, katakanlah — sampai ke Somalia. Ke dalam, Indonesia sudah menentukan sikapnya yaitu memberantas tuntas bajak laut domestik, suatu keharusan yang wajib dilaksanakan. Akan tetapi, bila dicermati dengan jernih kultur bajak laut domestik, sebetulnya mereka itu adalah bagian dari kehidupan masyarakat tertentu dan umurnya lebih tua dari usia republik ini. Artinya — ada warisan budaya untuk bertarung di laut, yang tujuannya adalah mendapatkan kesejahteraan dan kejayaan di laut. Bagi masyarakat tersebut, tindak bajak laut bukanlah penjahat dan haram hasilnya, tetapi perbuatan mereka dianggap pahlawan (heroic) yang mensejahterakan masyarakat setempat.

Apabila kita menengok sebentar ke masa lalu bangsa Spanyol, Portugis, Belanda dan Inggris, sepertinya bangsa dan pemerintah di sana tidak suci dari masalah bajak laut. Ada yang kemudian diberi gelar bangsawan, dan cukup banyak turun-temurun mereka menjadi orang-orang terhormat dan kaya-raya di sana. Nampaknya kultur tersebut di’manupulasi’ untuk tujuan yang lebih stratejik, dan dikelola secara cerdas dan konsekuen. Mungkin saja ada pihak yang merasa kurang nyaman dengan frasa ends, justified means, tetapi keempat bangsa tersebut di atas tidak ragu untuk menggunakan bajak laut sebagai instrumen politik. Sebagian dari catatan sejarah khususnya pada era awalnya VOC, mengungkapkan dengan sangat jelas bahwa politik tersebut digunakan di Nusantara ini oleh Belanda. Ada catatan sejarah yang kurang diketahui oleh banyak orang yaitu dulunya ada bajak laut

Page 23: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-23

Papua yang sangat ditakuti, dan mereka dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.[10]

Pada berbagai seminar, termasuk yang diselenggarakan oleh TNI-AL, menempatkan maritime awareness sebagai landasan untuk membangun politik pertahanan, pembangunan ekonomi maritim, dan seterusnya. Pernah pula ada seminar yang mengemukakan secara tegas maritime domain awareness (MDA), tanpa menyadari apa konsep dasar yang terkandung dalam frasa tersebut. Bukan rahasia lagi bahwa negara maritim besar, misalnya AS, mengedepankan MDA dan gemanya dipantulkan secara sempurna oleh banyak pihak, termasuk Indonesia tanpa memahami apa kandungan kepentingannya.

Pihak International Maritime Organization (IMO) memberikan batasannya…the effective understanding of anything associated with the maritime domain that could impact the security, safety, economy or environment.[11] Dari pihak AS, Presiden Bush (2002) menegaskan .. the heart of the Maritime Domain Awareness program is accurate information, intelligence, surveillance, and reconnaissance of all vessels, cargo, and people extending well beyond our traditional maritime boundaries. Ada penambahan kata dari batasan IMO yang menjurus pada kepentingan nasional AS, yang kemudian membentuk Office of Global Maritime Situational Awareness (OGMSA) dan mengedepankan peran intelijen yang memungkinkan satuan operasional menanggapi ancaman maritim skala global.[12]

Kegiatan utama instansi tersebut adalah memantau situasi keamanan maritim dan kadar kesadaran maritim di negara-negara yang berada pada alur pelayaran internasional. Lihat peta di bawah ini.

Office Of Global Maritime Situational Awareness March 2009

Dari India, Philippines, Jepang, dan banyak pihak yang mengembangkan MDA sesuai dengan kepentingan nasional mereka, kemudian dibakukan dalam bentuk doktrin, dan disosialisasikan kepada masyarakat dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Sejujurnya, Indonesia belum punya MDA apalagi doktrinnya. Penulis menggunakan term maritime awareness yang diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran maritim. Batasan tersebut belum tentu benar, dan tentunya perlu penyesuaian dengan preferensi publik yang ada. Indonesia sudah lama mengenal Wawasan Nusantara yang melihat territorial dan yurisdiksi nasional sebagai satu bagian yang utuh. Artinya — sudah menyentuh kesadaran geografik (geographical awareness), tetapi nuansa kesadaran maritim sepertinya kurang kuat ditonjolkan. Terlepas dari benar atau keliru, yang penting adalah Indonesia harus punya pemahaman yang baku tentang maritime awareness, dan dihormati oleh bangsa Indonesia.

Page 24: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-24

Strategi Keamanan Maritim Nasional

Aneh tetapi nyata, Indonesia yang diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tetapi tidak memiliki strategi maritim nasional. Perbedaan antara tidak punya dan tidak ingin (baca: butuh), sangatlah tipis. Bisa saja ada pihak yang menunjuk pada strategi pertahanan laut, tetapi argumentasi tersebut tidak akan kuat apabila dipertanyakannya siapa pemangku kepentingan maritim, apakah hanya satu pihak atau ada banyak pihak yang terkait dengan kemaritiman nasional? Membangun strategi maritim (ends-ways-means) memerlukan masukan yang aktual dan akurat, dan itulah pekerjaan intelijen maritim. Perangkat itupun belum ada.

Aneh tapi nyata, bahwa di laut Nusantara ini, ada 13 instansi yang punya wewenang dan beroperasi di laut, tetapi tanpa strategi maritim nasional (dan intelijen maritim). Lebih aneh lagi, Indonesia sudah menjalin kerjasama maritim dengan beberapa pihak, tanpa road map yang menggariskan kepentingan stratejik yang ingin dicapai. Salah satu contoh yang sangat menonjol adalah kerjasama dengan AS, telah menggunakan pemahaman bersama mengenai MDA (versi AS), untuk menyikap masalah keamanan maritim regional. Mereka menyodok dengan freedom of navigation, muncul dalam satu bingkai kepentingan yang namanya connectivity. Arahnya adalah keamanan pelayaran dan keselamatan pelayaran di sea lane of communication (SLOC) yang ‘harus’ berstandar internasional, dan Indonesia ikut mengaminkan tanpa selidik apa beda antara SLOC dan archipelagic sea lane (ALKI).

Hal ini bisa terjadi oleh karena ada indikator yang sangat jelas, yaitu geographical awareness yang mendasari maritime awareness, amat-sangat-kurang berkembang dikalangan masyarakat bangsa Indonesia, apakah itu di birokrat, atau di jajaran pendidikan, apalagi di kalangan komunitas Senayan. Indikatornya yang sangat jelas terdapat pada RPJMN 2010-2014[13];

Indonesia memiliki modal yang sangat besar, baik sumber daya alam, letak geografis yang strategis, struktur demografis penduduknya yang ideal, sumber daya kultural yang beragam dan kuat, dan manusia-manusia yang memiliki potensi dan kreativitas yang tidak terbatas. Krisis dan tantangan telah diubah menjadi peluang dan kesempatan. Di bidang energi, Indonesia memiliki berbagai sumber energi mulai dari minyak bumi, gas, batubara dan sumber energi yang terbarukan yang melimpah seperti geotermal dan air. Di samping itu, tersedia lahan yang luas dan subur yang bisa ditanami oleh berbagai komoditas pangan dan pertanian. Penduduk Indonesia memiliki potensi tinggi di berbagai bidang, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan budaya, olahraga, serta kreativitas.

Mindset yang melatarbelakangi perumusan dokumen tersebut sangat jelas tidak melirik ke laut yang luasnya 70 persen katimbang darat yang hanya 30 persen. Tidak sulit untuk mengatakan bahwa arsiteknya tidak melihat potensi resources,

Page 25: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-25

services, manufactures yang bisa dikelola dari ekonomi maritim. Benar bahwa dalam dokumen tersebut mencantumkan berbagai program kelautan, tetapi realisasinya dalam bentuk pendanaan dan regulasi, nyaris semuanya tidak jalan. Ada pakar yang tegas mengatakan, bahwa kontribusi dari ekonomi maritim untuk APBN terlalu kecil dan sangat tidak proporsional (Kresnayana Yahya, 2012). Kepincangan Program Nasional tersebut sudah berjalan lebih dari dua tahun, dan tidak ada pihak, utamanya dari wakil rakyat di Senayan yang mengkritisi Peraturan Presiden tersebut. Apabila atensi di sektor ekonomi seperti itu, maka tidak perlu heran apabila di sektor politik dan pertahanan (baca: keamanan maritim) juga mengalami hal yang sama. Salah satu indikatornya adalah kebijakan trade off antara kehilangan di laut (loss) yang diperkirakan sebesar 25 milyar USD (Henky Lumentah, 2009), dengan besarnya dana yang disiapkan untuk pembelian kapal yang akan menutup loss tersebut.

Barangkali, bangsa di Nusantara ini belum punya pemahaman yang baku mengenai arti laut bagi bangsa dan negara. Memang benar, bahwa ada rangkaian pembinaan untuk membangun kembali kejayaan maritim, misalnya—acara bakar ikan, deklarasi, sampai Sail Morotai dan sebagainya, tetapi bicara terbuka, acara-acara seperti itu berlatar belakang kepentingan sektoral, malahan perorangan, yang mengatas-namakan kepentingan nasional. Sebetulnya, Indonesia membutuhkan landasan, prinsip penuntun, misalnya yang paling mendasar adalah ocean policy, yang bisa dirancang sekarang ini untuk menjadi masukan penting dalam penyusunan RPJMN 2014-2019.

Ada ramalan dari berbagai pihak bahwa Indonesia akan menjadi negara besar yang kesekian, nomor sekian di muka bumi ini. Informasi seperti itu, tentunya sangat membesarkan hati, menyenangkan, tetapi hanyut memabukkan. Mengapa tidak? Semua orang sangat paham bahwa untuk menjadi negara besar perlu memiliki dua atribut penting yaitu power and influence. Muncul beberapa pertanyaan; (i) apa instrumen nasional yang akan mendongkrak power and influence dalam waktu lima-sepuluh tahun? (ii) Bagaimana wujud postur kekuatan yang diinginkan untuk melindungi ekonomi maritim? (iii) apa dan bagaimana geopolitik yang akan ditopang oleh postur tersebut?

Banyak pihak kurang menyadari bahwa Indonesia tidak punya strategi keamanan maritim, dan selama ini ‘menumpang’ program ASEAN. Padahal forum tersebut didikte oleh AS melalui mekanisme (baca: muslihat) yang sangat cerdas, dan konsisten. Mereka punya agen regional dan Jepang juga memanfaatkan pos tersebut untuk menata keamanan regional Asia Tenggara. Tidak percaya? Silahkan pelajari riwayat penataan keamanan maritim regional dalam rangkaian pertemuan Asean Regional Forum sejak tahun 1993, dan produk yang dihasilkan dalam rangkaian pertemuan ASEAN Maritime Forum sejak tahun 2010.

Page 26: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

2-26

RPJMN sudah menggariskan Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 yaitu INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR. Menarik untuk meninjau pengertian mandiri, yaitu sebagai bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju, dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Sangat jelas bahwa ends yang ingin dicapai adalah kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa yang telah maju, sedangkan means — adalah kemampuan dan kekuatan sendiri. Mungkin sekali, dari sinilah keluar pertimbangan bahwa Indonesia perlu membangun minimum essential force (MEF), yang diharapkan dapat menopang geopolitik Indonesia untuk menjadi negara besar, paling tidak di kawasan ini. Tetapi perlu dipahami dengan baik, bahwa postur akan selalu beroperasi dalam bingkai strategi yang jelas. Sebaliknya, tidak lazim apabila ada postur tetapi tidak ada strategi.

Penutup

Membicarakan postur nasional, sudah sewajarnya meninjau tiga hal yang terkait erat, yaitu; (i) perkembangan lingkungan stratejik, yang akan mempelajari beberapa elemen penting, seperti balance of power, counter balancing interest, dan risk assessment, (ii) penentuan strategi raya yang akan diterapkan dalam kurun waktu tertentu, dan (iii) penetapan postur yang terdiri dari tiga elemen yaitu struktur kekuatan (force structure), kemampuan (capability), dan pagelarannya (deployment). Sadar atau tidak, senang atau tidak, tingkat keberhasilannya akan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang menangani semua perkara tersebut. Lebih spesifik lagi, mereka itu adalah anak bangsa yang hidup di Nusantara, suatu komunitas yang akrab dengan laut, akrab dengan kehidupan di laut, dan bila bicara tentang strategi maritim sudah lumrah bila gudangnya ada di Nusantara ini.

Modal dasarnya adalah kesadaran maritim. Membangun kesadaran maritim (maritime awareness) bukan perkara yang sulit, tetapi ada kemauan (commitment) yang kuat, kemudian diprogram dan dikembangkan secara konsisten. Rujukannya sudah ada, misalnya dari IMO yang intinya yaitu….’the effective understanding of anything associated with the maritime domain that could impact the security, safety, economy, or environment’. Begitu pula dengan pihak-pihak lainnya, mereka sudah punya pemahaman nasional yang baku dan dijadikan dasar pada geopolitik untuk membangun kerjasama keamanan maritim.

Impian untuk menjadi negara besar di dunia, bukannya mustahil tetapi perlu ditopang dengan kesadaran geografik dan diikuti oleh kesadaran maritim. Cerdas memanfaatkan potensi geografik, khususnya dari sektor maritim, untuk memperkuat pembangunan power and influence, yang akan mengawal geopolitik Indonesia menuju lima besar dunia. Semoga!!! (B.o8/xii/12)

Page 27: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-27

Artikel 3 Keamanan Nasional, Keamanan Maritim dan Maritime Domain

Awareness

http://www.fkpmaritim.org/?p=979

Oleh: Budiman Djoko Said

1. Pendahuluan

Dengan status sebagai negara kepulauan, memberikan pemahaman bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Hal itu cukup beralasan mengingat definisi maritim[i] kurang lebih mencakup suatu substansi kehidupan yang dekat atau dalam atau berhubungan atau berbatasan dengan wilayah perairan yang dapat dilayari, termasuk di dalamnya infrastruktur, manusia, angkutan, kehidupan, perdagangan, hiburan dan kapal-kapalnya.

Substansi itu sangat luas serta mengikat kumpulan komoditas yang sangat mahal, menjadikan definisi maritim perlu dipayungi dan dibina dalam kegiatan untuk mengamankannya. Oleh karena itu dibutuhkan Strategi Keamanan Maritim yang akan berhasil apabila diikuti pemahaman yang kuat tentang maritime domain awareness (MDA). Produk MDA adalah tampilan informasi setiap entitas yang bergerak mendekati perbatasan suatu negara.

Sementara itu, keamanan nasional adalah suatu produk kegiatan yang dinamakan strategi keamanan nasional. Strategi keamanan nasional sangat penting dalam konsep suatu negara, mengingat terjamin tidaknya tujuan kepentingan nasional akan sangat tergantung kepada strategi ini. Kepentingan nasional[ii] dan tujuannya menjadi ciri-ciri suatu visi negara bangsa. Nuchterlein membagi-bagi kategori kepentingan nasional dalam empat yakni vital, penting (important), humanitarian dan kepentingan lainnya untuk memudahkan terciptanya keputusan nasional.

Pantaslah Huntington selalu menyebutkan bahwa arsitektur pengambilan keputusan nasional selalu diawali dengan membangun kepentingan nasional terlebih dahulu. Kemudian diikuti dengan substansi strategi keamanan nasional dan selanjutnya dengan struktur strategi-strategi nasional dibawahnya yang paralel mendukung strategi keamanan nasional. Substansi itu merupakan tugas setiap kepala negara untuk membangunnya disetiap awal pemerintahan.

Perlu dicatat, bahwa setiap negara bangsa memiliki dasar, yaitu kepentingan mendasar yang menggarisbawahi perilaku bangsa. Kepentingan mendasar ini dikenal sebagai kepentingan nasional.[iii] Meskipun masing-masing negara bisa saja berbeda substansi kepentingan nasionalnya, umumnya tidak akan berbeda

Page 28: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-28

jauh satu sama lain.Biasanya dibagi dalam tiga kepentingan (core interest), pertama vital, kedua penting dan ketiga humanitarian serta lain-lainnya dan tiga kategori kepentingan umum.

Kategori tersebut adalah pertama, melindungi segenap rakyatnya di mana saja. Kedua,mempertahankan kedaulatannya, baik nilai bangsa dan institusinya. Ketiga, mempromosikan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik.[iv] Nuchterlein memperjelas konsep ini dalam format matrik baris (elemen kategori kepentingan umum) dan kolom (elemen kepentingan utama).

2. Mengadopsi Kepentingan Nasional di, dan atau Melalui Laut

Mencari keterkaitan antara kepentingan nasional di,dan atau melalui laut dengan keamanan maritim dapat dilakukan dengan mempertanyakan apakah kepentingan nasional di, dan atau melalui laut identik atau menjadi subordinasi atau sub-himpunan keamanan maritim atau sebaliknya. Jawabannya akan tergantung “kebijakan” pemerintah yang terstruktur dan serius dalam arsitektur visi ataupun strategi nasionalnya. Suatu negara akan maju kalau memiliki pendapatan setinggi mungkin untuk dibelanjakan, artinya carilah pendapatan sebanyak-banyaknya dan mengurangi pengeluaran atau pemborosan semaksimal mungkin.

Dengan kata lain, isu ekonomi menjadi prioritas utama. Berasumsi bahwa Indonesia akan membangun bangsa dan negara melalui perekonomiannya, dengan mengikuti Keynesian Model, hampir semua variabel pendapatan negara akan dilakukan melalui kegiatan maritim. Ambil contoh devisa yang didapat melalui ekspor-impor. Nilai perdagangan hampir dipastikan akan terbanyak dilakukan melalui laut, eksplorasi hasil laut, pertambangan dasar laut dan lain sebagainya.

Di wilayah Indonesia, tidak seorang pun akan menolak bahwa hampir sebagian besar pendapatan negara akan dapat disumbangkan dari laut dan laut secara definisi adalah bagian dari maritim. Konsumsi serta kandungan protein yang tinggi dari laut seandainya dimanfaatkan sebesar-besarnya, akan meningkatkan kecerdasan bangsa ini. Terbukti tingkat kecerdasan yang tinggi yang ditopang oleh protein hewani hasil laut akan mampu mencerdaskan,seperti halnya bangsa Jepang dan Korea. Tingkat kecerdasan bukan saja mampu menopang meningkatkan pendapatan dari tingkat kecakapan dan ketrampilan, tetapi dampaknya bangsa ini akan mampu menggeliat dan lepas dari siklus kemiskinan bangsa, hanya dengan memprioritaskan hidupnya dari laut Nusantara.

Bangsa ini dapat hidup layak hanya dengan mengeksplorasi hidup dari komoditas laut dan infrastruktur di sekitar, berdekatan dan berhubungan dengan wilayah laut. Namun celakanya hampir dipastikan juga bahwa upaya mengamankan laut terhadap kejahatan di, dan atau melalui laut menjadi isu, merupakan tantangan yang signifikan serta menjadi faktor determinan terhadap kegiatan mengamankan laut (atau maritim?).

Page 29: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-29

Kata maritim akan semakin tepat dengan begitu luas serta strategiknya substansi yang harus diamankan. Akibatnya tingkat keamanan nasional yang dapat dicapai dan keamanan ekonomi menjadi bagian substansial penting yang harus dijadikan prioritas, yakni dengan cara pengamanan maritim. Sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa isu kepentingan nasional di, dan atau melalui laut akan semakin menonjol dengan produk pengamanan maritim. Dorff bahkan mengatakan bahwa produk pengamanan maritim bagi Amerika Serikat dikatagorikan sebagai elemen kepentingan nasional yang sangat vital.[v]

Produk pengamanan maritim akan didapat dengan upaya yang disebut Strategi National untuk Keamanan Maritim (National Strategy for Maritime Security). Strategi nasional untuk Keamanan Maritim yang jelas, konkrit dan kokoh (clear, concrete, robust) akan terdukung dengan konsep MDA. Sepantasnya strategi nasional untuk keamanan maritim merupakan subset kepentingan nasional. Apabila ditetapkan bahwa kepentingan nasional (antara lain) adalah di, dan atau melalui laut, maka strategi nasional untuk keamanan maritim atau tepatnya sekaligus produknya berupa pengamanan maritim ditetapkan berada dalam kategori kepentingan vital.

“Because the Maritime domain—-the world’s oceans, seas, bays, estuaries, islands, coastal areas, littorals, and the airspace above them—–support 90 % of the world’s trade. It carries the lifeblood of a global system that links every country on earth”. “A Cooperative Strategy For 21st Century Sea-Power”, Department Of The Navy, Washington, October 2007

3. Maritime Domain Awareness[vi]

Genesis MDA mulai menggeliat di era Presiden Abdurachman Wahid, meski nampak mati suri sekarang ini. Sejarah kebesaran bangsa dengan ikon atau pahlawan maritim waktu itu ditonjolkan. Entah kenapa bangsa ini nampaknya masih enggan untuk mewujudkannya. Alhasil upaya ini pun tidak membuahkan hasil dalam bentuk nyata Strategi Nasional untuk Keamanan Maritim.

Padahal bahasan di atas telah nyata menunjukkan betapa MDA akan memberikan sumbangan terbesar bagi sebagian besar elemen kepentingan nasional. Perlindungan terhadap domain maritim sangatlah penting bagi perekonomian bangsa. Adanya perilaku antar pelaku ekonomi individual nasional semakin kooperatif dan memiliki kepentingan yang sama tentang kesadaran domain maritim, hampir dipastikan berintegrasi menghadapi globalisasi. Kalau negara-negara besar mengunakan konsep MDA difokuskan kepada serangan teroris,[vii] bagi pemerintahIndonesia, MDA dimanfaatkan untuk menghadapi semua ancaman asimetris yang melalui wilayah maritim, misalnya pembalakan kayu, penyelundupan, kapal ikan asing, narkoba dan kejahatan terhadap wanita, anak-anak, senjata ringan dan sebagainya.

Page 30: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-30

Pemerintah seharusnya memandang ini sebagai faktor kritis untuk mengoordinasikannya. Apabila diperlukan, segera dibentuk aliansi kolektif yang bersama-sama bergiat dalam pengamanan domain maritim. Upaya serius pemerintah ditindaklanjuti dengan cara melibatkan sebanyak mungkin negara-negara pantai, seperti yang dilakukan denganMalaysiadan Singapura, sama halnya dengan keseriusan menghadapi ancaman asimetris melalui domain maritim.

Singkatnya MDA memiliki tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor, dan melacak kapal-kapal sewaktu mendekati perairan perbatasan maritim.[viii] Kerjasama internasional seperti ini akan memerlukan tingkat ketekunan dan pemberdayaan berbagai upaya, seperti inisiatif. Inisiatif baru misalnya dengan semakin memperbanyak kerjasama dengan negara lain, berbagi informasi intelijen, terpadunya sistem informasi registrasi kapal-kapal, transparansi identifikasi kargo, ABK multinasional, identifikasi kepemilikan kapal, sistem keamanan pelabuhan dan lain-lain.

Inisiatif ini termasuk juga upaya diplomasi untuk memadukan persepsi tentang kesadaran domain maritim. Kelemahan-kelemahan di atas masih dimanfaatkan oleh ancaman asimetris. Kelemahan regulasi dan penegakan hukum, aturan dan lain sebagainya akan mengaburkan transparansi itu atau mempersulit upaya transparansi.[ix]

Page 31: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-31

Model di atas menggambarkan kepentingan strategi nasional untuk keamanan maritim lebih bersifat “kebijakan” yang akan mendukung terlaksananya kegiatan operasional di bawahnya (periksa blok di samping kanan dan kiri), serta menunjang MDA, utamanya bagi integrasi intelijen maritim global dan respon terhadap ancaman operasional maritim (blok bawah).[x]

Page 32: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-32

Model ini menggambarkan konsep operasi MDA yang mengaitkan antara partisipan (aktor pengguna, perhatikan interaksi bolak-balik), sumber daya alutsista dan sensor (searah) serta ditunjang dengan perilaku organisasi dan fasilitasnya.[xi]

Page 33: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-33

Model selanjutnya mengambarkan suatu proses atau langkah-langkah yang dilakukan KDM mulai dari laut lepas, sampai dengan pelabuhan.[xii]

Gambaran KDM yang sudah mengglobal[xiii]

4. Kesimpulan

Sebelum mencapai MDA, arsitektur paradigma nasional seperti substansi kepentingan nasional, strategi keamanan nasional serta strategi nasional di bawahnya, menjadi tanggung jawab setiap kepala negara untuk dibangun di awal pemerintahan. Determinan ini mungkin yang diharapkan oleh para komentator (a.l Abdurachman Wahid, ”Kompas”, 31 Desember 2007, hal.4), elit politik, ekonomi, maupun strategi nasional dengan jargon seperti pemerintah belum punya visi, strategi nasional di tiap bidang dan lain sebagainya. Mau dibawa kemana bangsa ini, akibatnya banjir, bencana alam, kemiskinan, perdagangan, korupsi terjadi di mana-mana. Kepala negara harus menetapkan keinginan apa yang harus dicapai (desired end-state) dan himpunan tujuan setiap strategi nasional yang dibangunnya, termasuk strategi semua instrumen kekuatan nasionalnya.

Gambar-gambar di atas digunakan sebagai model untuk menunjukkan betapa seriusnya MDA bagi kepentingan dunia. Bandingkan dengan niat mantan Presiden Abdurahman Wahid tentang maritim yang sampai saat ini bernasib masih sebatas

Page 34: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

3-34

wacana. Tidaklah terlambat bagi pemerintah asal menyadari pentingnya konsep MDA, apalagi dikaitkan dengan kepentingan nasional di, dan atau lewat laut, tepatnya maritim.Adabaiknya bila terminologi (yang sudah bertahun-tahun) dengan kalimat “kepentingan nasional di, dan atau lewat laut”, diganti dengan “di, dan atau lewat maritim”.

Insiatif beliau sudah tepat, namun tidak dilanjuti dengan upaya yang serius. Sudah waktunya pemerintah berorkestrasi dengan mengumandangkan kepentingan nasional berikut kategorinya secara terstruktur (dalam bentuk matriks), agar bangsa ini menyadari (bahwa ada) kalimat yang visioner dan dapat dijadikan patokan untuk masa depan.

Page 35: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-35

Artikel 4 Ekonomi Pertahanan Nasional

(Generik Studi Ekonomi Pertahanan)

http://www.fkpmaritim.org/?p=1852

Oleh: Budiman Djoko Said

Latar Belakang

Ekonomi sangat berkepentingan dengan alokasi sumber daya − seperti memilih doktrin-doktrin dan teknik-teknik yang ada guna menghasilkan “pukul­an” tempur terbaik. Mengekonomiskan sama artinya bergiat menambah sumber daya yang satunya dan mengurangi sumber daya lainnya, contoh kombi­nasi gun versus butter dalam kurva PPC (production possibility curve). Ekonomik atau ekonomis sama saja artinya membuat cara yang pa ling efisien bagi suatu kegiatan yang ditetapkan. Problema menggabungkan (alternatif) sejumlah sumber daya terbatas seperti ru­dal, anak buah, pangkalan, transportasi dan fasilitas pemeliharaan suatu kekuatan udara strategik yang diharapkan dapat menghasilkan efek “getar” (deter­rence) harga sebesar e3 terhadap lawan “A” meru­pakan problema ekonomik yang sebanding dengan menggabungkan sejumlah sumber daya yang terbatas seperti bijih besi, alat angkut, tungku rebus dan pasar yang akan menghasilkan sejumlah “produk” dalam ton untuk menghasilkan “keuntungan” sebesar k6.

Ekonomi dan efisiensi adalah dua cara melihat ter­hadap ciri yang sama dari suatu operasi. Bila produ­sen atau komandan satuan memiliki anggaran yang sudah ditetapkan maka usahanya adalah bagaimana memaksimumkan produksi atau memaksimum­kan pencapaian obyektif militernya. Sebaliknya bila produksi atau obyektif militer sudah ditetapkan maka problemanya adalah “mengekonomiskan” peng­gunaan sumber daya − dua kasus yang sebenarnya relatif sama.1 Ilmu Ekonomi lazimnya berkepentingan mengatasi kelangkaan sumber daya, analog ekonomi pertahanan berusaha mengoptimalkan sumber daya yang ada (fi nansial dan fisikal) versus kelangkaannya demi kepentingan strategi keamanan nasional. Prob­lema paling kompleks adalah mengalokasikannya, bukan membagi-bagi.

Mencermati besarnya sumber daya, memaksa pen­gambilan keputusan memilih banyak alternatif me­lalui cara yang lebih transparan, efektif dan efisien.2 Memilih alternatif berorientasi pada pilihan yang ekonomik agar nilai yang diterima sebanding dengan nilai kepuasan yang didapat − analisis ekonomik.3 Analisis problema Ekonomi pertahanan menggunak­an kerangka konseptual yang sistematik menginvesti­gasi pilihan alternatif problema ekonomi pertahanan. Contoh Ekonomi pertahanan (makro) a.l.: Memilih kapabilitas kekuatan militer cadangan dengan kon­sekuensi biaya yang murah, kapasitas industri per­tahanan yang mendukung

Page 36: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-36

pertumbuhan ekonomi nasional atau “kebijakan” pengurangan kekuatan mi-liter, atau transformasi unit militer dengan kelebihan kapabilitas, daya rusak (decisive), profesional, mobil dan struktur kecil (light units/small numbers), dengan konsekuensi total biaya yang lebih murah.

Alokasi sumber daya pertahanan yang sangat besar menyulitkan solusinya mengingat alternatif-alternatif solusi yang tercipta biasanya merupakan himpunan obyektif (multiple – objectives criterion) yang tidak jelas, serta faktor ketidakpastian meliput hampir semua problema ekonomi pertahanan nasional.4 Makalah ini menggagas konsep generik yang berpotensi sebagai studi ekonomi pertahanan dan menghindari teknik yang lebih dalam seperti analisis sistem yang lebih mempostulasikan pencapaian obyektif yang ditetap­kan dengan menginvestigasi lebih dalam “biaya” dan “efektivitas” setiap alternatif yang diajukan − konsep efektivitas dan biaya sebagai konsep yang memerlu­kan pemahaman mendalam bagaimana membangun model efektivitas dan membangun model biaya.

Pembagian Studi dan Penyumbang Gagasan

Ilmu Ekonomi pertahanan terus berkembang seb­agai refleksi problema alokasi sumber daya dan tentu saja masing-masing negara memiliki perspektif mas­ing-masing menghadapi tantang an isu Ekonomi per­tahanan. Umumnya penyebaran studi ekonomi per­tahanan, makro dan mikro bisa didekati dari penggal waktu terjadi konflik besar, misal di era perang dunia II, lebih banyak mengait produksi besar-besaran alut dan sistem persenjataan dan logistiknya (termasuk angkutan). Era perang dingin berperan sebagai eko­nomi yang membantu Kemhan, perlucutan senjata, konversi dan perdamaian. Paska perang dingin sep­ertinya menggarap ekonomi antara perang dan da­mai, sedangkan Ekonomi kontemporer lebih bermi­nat menggarap yang berkaitan dengan peperangan konvensional, ethnik dan konflik termasuk revo lusi, peperangan saudara dan peperangan panjang (the long war).5 Pionir-pionir penyumbang bidang studi yang kebanyakan didominasi oleh AS, adalah :6 1. Model perlombaan persenjataan (Richardson, 1960, dan Intriligator dan Brito,

1989 dan Schelling, 1966). 2. Theori Ekonomi Alliansi (Olson dan Zechauser , 1966, dan Sandler ,1988). 3. Permintaan (Demand) pembelajaan (Expenditure) militer (R Smith, 1980). 4. Pertahanan, Pertumbuhan dan Perkembangan (Benoit, 1973). 5. Ekonomi personil militer, khususnya militer suk­arelawan (Hansen dan

Weisbrod, 1967, dan Oi di­tahun yang sama) − Ekonomik cadangan ternyata jauh lebih murah.7 Meski ekonom Ing gris lebih dahulu menampilkan isu hangat ini dibandingkan rekannya dari AS, dari sisi frekuensi debat publik, lebih banyak dilakukan ekonom AS.

6. Pengadaan dan kontrak (Peck dan Schere, 1962).

Page 37: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-37

Semenjak berakhirnya perang dingin dan selama paska perang dingin, tercipta beberapa perkemban­gan menarik dalam ekonomi pertahanan − refleksi akhir perang dingin, dan globalisasi ditambah anca­man keamanan baru dalam format terorisme dan kriminal transnasional (Sandler dan Hartley, 2007).

Perkembangan tersebut adalah : 1. Studi Ekonomi perlucutan senjata dan pampasan perang (Hartley, et-all, 1993) 2. Perdagangan senjata (Levine, Sean dan Smith, 2000). 3. Terorisme (Sandler, 1992). 4. Studi Ekonomi konflik (Hartley dan Sandler, 2003) 5. Ekonomi pemeliharaan perdamaian (Solomon dan Berkok, 2006).

Studi ekonomi kontemporer yang berikut ini masih terus dikembangkan a.l: perlombaan senjata, aliansi Militer (al: Nato), permintaan dan pasokan komoditi militer, hubungan antara pertumbuhan & pertahanan dan perkembangan, personil militer (sukarelawan, wajib, cadangan versus total personil), pengadaan peralatan militer, basis industri pertahanan, alternatif potensi pertahanan, ekspor persenjataan, insentif per­lucutan dan perdamaian.

Problema Ekonomi Pertahanan

Perkembangan Ekonomi yang cukup kritik mengi­kat Dephan AS era Presiden Lyndon B. Jhonson dan Menhan Robert Mc Namarra de ngan problema Eko­nomi Pertahanan yang me reka sebut “unfi nished busi­ness-nya” dengan kata-katanya yang dikenal yakni “How much is enough” − berapa sih cukupnya (kebutu­han militer riil yang diperlukan)? Belum adanya teta­pan (kriteria) untuk menentukan pilihan menyulitkan para komptroller (analis efektivitas dan biaya/staf semacam Srena, pen) untuk membantu Menhan me­mutuskan. Isu debat internal ini bisa disebut juga seb­agai isu HSM (hubungan sipil-militer) mengingat be-tapa seriusnya Menhan AS (sipil) saat berdikusi (dan berdebat) untuk mencoba menemukan pola alokasi anggaran pertahanan bersama mitranya para Kom­andan lapangan (militer). Relatif kejadian yang sama terjadi dinegeri kita saat berbicara tentang kesiapan TNI beralasan anggaran yang dinilai tidak memadai − dan anggaran disalahkan karena Ekonomi nasional yang belum dapat memenuhi harapan.

Benarkah ini isu murni kebutuhan militer? Ada benarnya kata Enthoven yang mengatakan bahwa Presiden dan DPR lah yang pantas berkomentar. Di lingkungan beliau-beliau ini sudah bukan lagi men­jadi isu murni kebutuhan militer tetapi sudah men­jadi isu alternatif strategi pertahanan nasional yang penuh risiko (ketidakpastian, pen) berikut kalkulus konsekuensi anggarannya per setiap alternatif strate­ginya.8 Isu alternatif strategi pertahanan nasional(strategik) yang mengait petinggi-petinggi puncak merupakan problema ekonomi pertahanan (mak­ro). Problema Ekonomi Dephan di tingkat strategik menurun ke tingkat strategi militer nasional yang berbentuk (misalnya) alternatif pemilihan kekuat an (forces), sistem

Page 38: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-38

senjata, platform dan rumitnya selalu terbentur masalah perbedaan faktor waktu (life cycle/ usia ekonomi), biaya, platform, lead-time, dll, isu yang paling tradi sional adalah budaya yang sepertin­ya lebih suka menampilkan total komponen anggaran sebagai atribut problema yang sebenarnya.

Konsep Ekonomi umum biasanya diawali dari liputan makro tentang sektor penerimaan negara, alokasi dan distribusinya, menurun ke liputan mikro yang bicara tentang sistem pasar dan perilakunya, kebutuhan dan pasokan (demand dan supply) dst. Analogi problema Ekonomi pertahanan mulai dari tingkat makro tentang distribusi dan alokasi dari Dephan merujuk strategi pertahanan nasional yang bicara tentang pemilihan alternatif sumber daya seb­agai means (ekonomik), ways (caranya) dan ends (sa­saran fisikalnya). Berikut liputan mikro yang meru­juk strategi militer nasional dan lebih operasional dengan means, ways, dan ends-nya versus problema pemilihan alternatif seperti pemilihan kekuatan mi-liter gabungan, pembagian wilayah operasional, de­ploi Gugus tugas, kolaborasi dan kooperasi operasi gabungan sipil-militer dalam operasi selain perang. Merujuk kembali kasus “unfi nished business”; bagi Menhan AS sepertinya lebih mengharapkan budaya penalaran yang bisa menjawab apa sebenarnya yang diperlukan dan dibutuhkan − bukannya berapa total biaya yang dibutuhkan? Berangkat dari harapan ini ditahun 1961, hadir perangkat yang berorientasi ke­pada kalkulus ekonomik − yang disebut “program penganggaran”.

Sentra penyajian program ini lebih banyak berori­entasi kepada isu output seperti: kapabilitas serangan balik nuklir, kapabilitas-kapabilitas sistem senjata, peperangan terbatas, kekuatan yang lebih rendah kualitasnya, pengawasan senjata, pertahanan sipil, berbagai pangkalan mobilisasi, angkutan laut, dsb 9 − jawaban apa sebenarnya yang dibutuhkan dilanjutkan dengan berapa yang dibutuhkan atau “berapa sih cukupnya?”.10 Dampaknya dalam tahapan berikutnya proposal yang akan diajukan lebih menonjolkan es­ensi yang berkaitan dengan misi atau efektivitas alut atau sista itu sudah tidak ada lagi proposal tradisional yang hanya berorientasi nominal (angka) anggaran yang dibutuhkan. Program pengadaan meriam misal­nya; mudah dicerna pengesah anggaran apabila ber­bentuk besaran kapabilitasnya, atau sajian outcome­nya (apa yang akan diperoleh sebenarnya) misalnya berapa CER (circular error probability) per setiap jarak tembak. 11

Informasi seperti jarak tembak, kecepatan tembak, kecepatan jelajah, daya kejut, kerahasiaan, dll, sesuai rancangan pabrik − sama sekali belum menampilkan seberapa jauh dampak program tersebut terhadap musuh. Pernyataan abi litas belum menampilkan misi yang sebenarnya dari alut, atau sista atau material atau “barang jadi” (fi nished good) yang mau dibeli, di­pelihara, dimodernisir, diujicobakan, dioperasional­kan dan akhirnya dimusnahkan sewaktu harga buku “nol” − pengadaan berbasis BSU (Biaya Sepanjang Usia pakai/total life cycle cost) berlangsung sampai alut atau sista dimusnahkan. Pengadaan bukan hanya sebatas investasi awal saja. Anggaran suatu progam atau proyek akan lebih “nyaman”

Page 39: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-39

apabila diperhi­tungkan sampai dengan harga buku “nol”, termasuk perhitungan nilai mata uang mendatang (present dan future value, pen).

Konsep terakhir ini akan menjadi komponen uta-ma biaya pendukung yang lebih dikenal sebagai to­tal biaya berbasis BSU. Apabila dipasangkan harga “perolehan” misi dan konsekuensi biayanya serta dipertanggungjawabkan kedua-duanya (effektivitas dan biaya) maka akan jauh lebih fair. Perlakuan sep­erti itu akan memudahkan para pengguna anggaran untuk tidak mengais-ngais anggaran di-tahun ber­jalan berikutnya dari sektor lainnya guna menutup keperluan bagi proyek atau program yang sedang berjalan tersebut. Alasan lain adalah transparansi, publik menghendaki informasi berapa unit (sebena­rnya) kocek negara yang telah digunakan dan berapa unit (sebenarnya) perolehan atau hasil misi, atau efek­ivitas yang didapat, tidaklah fair hanya Pj Keuangan yang mewakili kedua ukuran tersebut − esensi lain dari Ekonomi pertahanan.

Untuk menampilkan solusi ekonomi yang baik dalam problema (pemilihan) ekonomi pertahanan maka output atau esensi atau misi sebenarnya mas­ing-masing alternatif harus terukur demikian juga konsekuensi dukungannya berupa komponen-kom­ponen anggarannya dihitung berbasis BSU. Solusi ekonomi pertahanan berorientasi untuk masa yang akan datang sebab penggunaan (utilisasinya, pen) sumber daya dan realisasinya adalah masa yang akan datang, bukan sekarang. Jantung solusi problema ekonomi pertahanan adalah proses pengambilan keputusan (MCDC/ multiple criteria decision making) dan seleksi beberapa alternatif cara bertindak (COA/ course of action, pen ) guna menetapkan harga (relatif) misi atau output atau efektivitas dan harga (relatif) biaya sebagai konsekuensi dukungan per masing­masing alternatif.

Penjelasan konsep terakhir ini, membulatkan suatu perangkat analisis ekonomi pertahanan yang populer disebut rasio effektivitas biaya (REB). Maka­lah tidak membahas lebih dalam tentang REB meng­ingat memerlukan pemahaman pemodelan efektivi­tas dan pemodelan komponen biaya. Dalam seksi ini beberapa hal yang perlu dijadikan catatan ihwal para analis problema ekonomi pertahanan. 12

Pertama, para analis bukanlah pengambil kepu­tusan. Mereka hanyalah bagian dari MCDM (multiple criteria decision making), perannya lebih kepada mem­bantu pengambil keputusan memilih beberapa cara bertindak − menampilkan kepatutan harga efektivi­tas dan biayanya per setiap alternatif, dengan asumsi yang dapat diciptakan dan membangun model-model efektivitas serta total biaya berbasis BSU yang dinilai absah. Kedua, para analis jarang memberikan narasi yang cukup jelas bagi pengambil keputusan tentang produk analisisnya. Barangkali justru akan menyulit­kan memaparkan rinci produknya, utamanya model efektivitas dan biaya yang bisa saja sangat rekayasa sekali (engineering) lebih-lebih versus isu yang strate­gik sekali dengan obyektif ganda (multiple objectives criterion) dan faktor

Page 40: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-40

ketidakpastian yang tinggi. Un­tuk ini perlu interaksi dan kearifan antara pengambil keputusan dan para analis sendiri sebelum diputus­kan.

Ketiga, para analis biasanya belum menampilkan alternatif mana yang paling optimal, analis hanya merekomendasikan dalam urutan atau memberikan gambaran umum. Pengambil keputusan bisa saja me­nentukan pilihan dengan kriteria [1] effektivitas yang ditetapkan atau [2] biaya tertentu yang ditetapkan atau [3] dengan teknik tertentu (analisis kepekaan, pen) bisa saja ditemukan alternatif lain. Konsep seperti ini dikenal sebagai AoA (Analysis of Alternatives). Kon­sep lebih disempurnakan oleh Prof Melese dengan EEoA (Economic Evaluation of Alternatives) berorien­tasi pada tingkat keabsahan produsen/pengembang atau pihak ketiga yang menyediakan alut, sistem, dll dalam ruang keputusan (model) effektivitas − atau mempertanyakan bisakah/benarkah kapabel sesuai usia pakainya (Economics Life).13

Ekonomi Pertahanan, Strategi, Teknologi Dan Pen­gambilan Keputusan

Strategi Ekonomi nasional, strategi diplomasi (po­lugri) dan strategi pertahanan nasional dengan kapa­bilitas kekuatan militer nasionalnya merupakan pilar instrumen kekuatan nasional.14 Tanpa Strategi Ekonomi nasional yang kokoh, maka pendapatan negara akan menurun dan mem­berikan kucuran anggaran “sedikit” bagi kekuatan militernya. Sebaliknya tanpa kekuatan militer maka dukungannya terhadap strategi ekonomi nasional dan strategi /politik luar negeri akan melemah. Aki­bat melemahnya dukungan semua strategi tersebut terhadap pencapaian obyektif kepentingan nasional akan menurun. Oleh karena semua strategi instru­men kekuatan nasional bisa disebut (atau subordi­nasi) strategi keamanan nasional maka diperlukan seorang “dirigen” yang akan mengatur irama dan kekompakan semua strategi dan wakil ketua Dewan Keamanan nasional yang akan mengendalikan opera­sionalnya kesehariannya − dewan inilah yang men­jalankan analisis keputusan untuk memilih alternatif strategi yang terbaik. Masing-masing strategi memer­lukan cara yang paling effisien dan ekonomik untuk menjalankan kegiatannya − masing-masing memiliki problema Ekonomi per bidangnya. Ekonomi pertah­anan menggunakan perangkat Ekonomi di dalam kasus pertahanan atau isu yang berkaitan dengan pertahanan. Para ekonom mengikuti kerangka pikir dan metoda ekonomi empirik atau teoritikal dihadap­kan isu pertahanan dan kebijakannya, serta memper­timbangkan keterkaitannya dengan strategi nasional lainnya.

Munculnya teknik kontemporer salah satunya adalah sistem analisis15 dalam sistem bantu pengam­bilan keputusan problema pertahanan (MCDM) den­gan melibatkan teknik ekonomi di dalamnya telah menimbulkan debat hangat para ekonom pertahanan tentang trio strategi, tehnologi dan ekonomi yang su­dah tidak laik lagi dipertimbangkan sebagai materi yang “bebas”. Strategi adalah interaksi dan kejelasan means (sumber daya; termasuk biaya/anggaran), ways dan ends guna

Page 41: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-41

mencapai obyektif militer. Tehnologi memunculkan serangkaian kandidat alternatif strate­gi dan problema Ekonomi pertahanan (makro) adalah memilih strategi yang paling efisien atau ekonomis.16

Umumnya problema ekonomi pertahanan di tingkat strategik bisa disebut “optimalisasi raya (grand optimum)”.17 Optimalisasi raya ini sebagaima­na lasimnya diruang strategik, akan selalu berhada­pan dengan faktor ketidakpastian yang tinggi. Um­umnya dua kategori ketidakpastian akan muncul, yakni [1] ketidakpastian status dunia atau kejadian di masa mendatang. Faktor besarnya adalah ketidakpas­tian teknologi, ketidakpastian dalam kontek strategik, dan ketidakpastian tentang “lawan” dan reaksinya. Kedua [2] adalah ketidakpastian statistika. Tipikal ini berangkat dari peluang kemunculan kejadian didunia nyata yang berbeda jauh dengan kalkulasi probabili­tas kemunculannya. Ketidak pastian tipikal kedua, bi­asanya lebih mudah diatasi dengan studi sistem anali­sis, bilamana perlu teknik simulasi atau Monte Carlo dan bahkan analisis kepekaan dapat dilakukan.

Sedangkan kategori pertama, lebih sering muncul, dan amat sering terjadi ditipikal problema perenca­naan jangka panjang dan amat susah mengatasinya. Teknik yang dapat digunakan selain analisis kepe­kaan, juga analisis kontijensi dan analisis “a-fortriori”.

Teknik yang lebih bersifat operasional tersebut tidak dibahas lebih dalam. Kasus strategik yang dicontoh­kan Fisher adalah “optimum force mix”. Suatu kekua­tan gabungan yang dideploikan dengan dibatasi kapabilitas, kualifikasi, kekuatan dan moda angkutan (sea-lift atau air-lift), serta bentangan waktu sampai diterminasikan. Kasus strategik yang tentunya tidak gampang diselesaikan, setidak-tidaknya gambaran ekonomik, effisien dan ekonomis bisa tergambar di dalam produk para komptroler.

Gabungan akan mengambarkan efi siensi bukan saja kualitas namun upayanya, moda angkutan dan batasan waktu serta medan yang ada selanjutnya akan membuat suatu pilihan selanjutnya yakni siapakah pemegang kendalinya dari Darat, Laut atau Marinir atau Udara. Definisi optimum (atau esensial, pen) menurut sistem rekayasa adalah harga yang “pas” disesuaikan dengan obyektif kekuatan gabungan bisa saja membentang antara minimum dan maksimum.

Ide pelibatan perangkat Ekonomi pertahanan yang ada dengan teknik-teknik analisis ekonominya dengan MCDM bukanlah sesuatu yang baru. Para analis dengan analisisnya akan terus menerus men­gulang kembali langkah-langkah kajiannya lebih operasional sebagai bagian tanggung jawabnya, dan sepatutnya diingat bahwa analisis dan para analis khususnya para komptroller bukan satu-satunya pembantu pengambilan keputusan.18 Ekonomi per­tahanan atau problema Ekonomi pertahanan tidaklah sama sekali mengambil alih “kewenangan” pengam­bil keputusan. Bahkan sebaliknya obyektif proses pe­nyelesaian problema ini akan

Page 42: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-42

menjamin basis penal­aran yang lebih baik untuk membantu pelaksanakan kewenangan (judgment) pengambil keputusan me­lalui pernyataan problema (definisi masalah) yang lebih konkrit, kemudian menemukan dan menjabar­kan lebih lanjut kemunculan alternatif-alternatifnya dan membuat perbandingan antar alternatif (seleksi) dan seterusnya. 19

Isu strategik sangatlah rumit, tidak serta merta para analis ekonomi pertahanan mendapat gambaran utuh tentang “maunya” sang pemimpin, sebaliknya sang pemimpin terkadang belum bisa menalarkan idea “padat” dalam bahasa yang sederhana. Meng­ingat faktor kesulitan ditingkat strategik disebabkan isu politik, sosiologi dan pertimbangan psikologi ser­ta tidak bisa langsung ditetapkan dalam satu proses analitik khususnya dalam bahasa kuantitatif.20 Upaya analitik pemecahan problema ekonomi pertahanan sepertinya memerlukan dan mengharuskan kebera­nian para analis untuk berinteraksi dengan pen­gambil keputusan (sebaliknya kerendahan hati sang pemimpin untuk bisa menerima kenyataan ini, pen) sesering mungkin − akan semakin lebih baik. 21

Kesimpulan

Bagi negara maju Ekonomi pertahanan menjadi agenda yang penting, kajian US NPS dalam empat operasi kehadirannya Gugus laut AS (forward pres­ence) menujukkan hasil yang signifi kan mendongkrak indeks saham dan PDB nya. 22 Ekonomi pertahanan sangat luas untuk dibicarakan, mudah-mudahan makalah ini bisa menggenerik teks Ekonomi per­tahanan di negeri tercinta ini di masa mendatang. Setidak-tidaknya beberapa perangkat Ekonomi perta­hanan sudah dapat dijadikan prototype guna perbaik­an dan pe nyempurnaan sistem anggaran, seperti teknik pembiayaan berbasis BSU (Biaya Sepanjang Usia pakai), teknik REB (rasio effektivitas biaya), dll .

Ekpresi akuntabilitas, effisiensi dan transparansi sebagai retorika tata kelola pemerintahan yang baik sudah diliput (meskipun sedikit) sebagian besar ma­teri singkat yang dibahas di atas. Pelajaran strategik yang dapat dipetik dari Mc Namarra dan staff-nya selain isu HSM juga juga gebrakannya dalam sistem program dan anggaran, meskipun mereka (para comptroller) berada dalam “inside–of–the box” proses MCDM pemerintah namun nampak lebih leluasa dan effektif (dengan ide segarnya) ikut membangun tata kelola pemerintahan yang baik.

Banyak isu-isu Ekonomi pertahanan strategik dan kritik yang bisa segera dikaji lebih sistematik, semi-sal didongkraknya (leveraging) peran DIB (Defense In­dustrial Board) yang bekerja sebagai agen (full-agent) Ekonomik yang bisa mendorong TNI dan parnernya (industri Hannas) dengan asumsi kehadiran Strategi pertahanan dan kebijakan (policy) TNI-nya (subor­dinasi strategi Pertahanan Nasional) dan Strategi masing-masing aktor industri pertahanan. Mungkin saja industri pertahanan sudah mengarahkan dirinya untuk ikut merealisasikan pertumbuhan Ekonomi nasional

Page 43: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-43

atau regional (sekurang-kurangnya) − se­berapa jauhkan strateginya? Industri tidak bisa di iming-iming begitu saja dengan nominal anggaran, namun perlu mengetahui obyektif strategi pertahan­an dan militer yang konkrit untuk berhitung “biaya” Litbangnya, dll, utamanya porsi beban kerja (workload dan workforce) untuk sekian persen produk komersial dan sekian persen produk militer per tahun termasuk porsi transfer teknologi dalam tingkatan tertentu (ti­dak semua bagian bisa ”mutlak” ditransfer) seperti platform, atau mekanikal bisa sampai 100% — elek­tronik → amat bervariasi … (tergantung kedekatan dengan negara produsen, pen).

Seyogyanya Lemdik TNI, UNHAN dan UPN su­dah mulai memikirkan kurikulum analisis biaya, aplikasi sistem analisis, sekurang-kurangnya sebagai bagian dari Ekonomi pertahanan. Ekspresi akuntabil­itas, efisiensi dan transparansi sebagai retorika tata kelola pemerintahan yang baik akan meliput sebagian besar materi yang dibahas diatas. Upaya Menhan AS dengan “unfi nished business” merupakan idea segar perbaikan sistem anggaran dari komuniti “inside-of­the box” dan nampak efektif membangun tata kelola pemerintahan yang baik bisa dijadikan pelajaran. Berikutnya teknik mo dern dan konsep mempertang­gungjawabkan suatu proyek atau program bukan hanya dari sisi keuangan atau anggarannya namunlebih penting lagi adalah apa yang dapat diperoleh dari misi sistem atau alut atau materi “barang-jadi” yang konon kabarnya sudah lama dilakukan negara lain (kl semenjak tahun 1972-an). Meskipun (mung­kin) sulit pada awalnya, namun lebih “fair” (tentun­ya, pen) bila dapat dipertanggungjawabkan didepan publik − bukan hanya PJK Keu saja, namun performa/ efektifvitas atau manfaat yang bisa didemonstrasikan kepada publik. Sekaligus mendemonstrasikan bahwa satu unit rupiah atau dollar yang sudah dikeluarkan (expense) telah mendukung sekian unit manfaat/ efektivitas atau performa. Tidaklah “fair” bila daya serap dijadikan ukuran effektivitas berjalannya pro­gram, kecuali semua proyek/program berjalan dalam waktu yang sama , pencairan turun pada hari H ta­hun 0 dan setiap proyek berangkat pada waktu yang sama serta semua kategori proyek sama (misal pen­gadaan baru), kualifikasi pihak ketiga sama, de ngan laju “lead time” inventory setiap material sama. Konsep ini mendidik kita bahwa untuk setiap unit “keringat” biaya (bukan saja nominal rupiah, tetapi juga risiko, atrisi, kehilangan, dll) sebagai konsekuensi dukungan kegiatan terpilih yang diharapkan (ekpektasi) dapat memberikan “kenikmatan” atau “manfaat” atau “efektivitas” tertentu.

Insentif lainnya adalah perkembangan yang bisa dimonitor dari hasil konferensi Ekonomi pertahanan nasional, sepertinya Angkatan masing-masing negara sudah menjadi lembaga riset tentang Ekonomi per­tahanannya masing-masing dengan agendanya yang mungkin bisa menjadi topik riset mahasiswa Ekono­mi S-2 atau S-3 nya. Tidak berlebihan bila Bappenas atau Perguruan tinggi (FE, FTI) di negeri tercinta ini bisa memulai kajian tentang Ekonomi pertahanan leb­ih komprehensif dan sistematik dihadapkan dengan kondisi yang ada. Nampaknya kemahiran (state-craft) Ekonomi pertahanan sudah bukan lagi menjadi do­main dan dominasi korps

Page 44: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

4-44

keuangan atau administrasi atau komuniti “comptroller” mengingat keterampilan memutuskan situasi yang tidak pasti dan ketrampilan memonitor tinggi rendahnya tingkat efektivitas alut atau material yang dapat dicapai dan tinggi rendahn­ya konsekuensi anggaran yang mampu mendukung pilihan yang telah diputuskan dan analisis kepekaan­nya − merupakan ruang pelibatan (decision engage­ment) isu ekonomi pertahanan atau lebih spesifi k lagi adalah ruang analisis alternatif (AoA/analysis of alter­natives) yang sudah semakin disempurnakan dengan konsep AEoA (Analysis Economics of Alternatives) dan berada di ruang besar pengambilan keputusan (deci­sion space). Semoga bermanfaat .

Page 45: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-45

Artikel 5 Mencari Format Strategi Pertahanan Negara Kepulauan

Republik Indonesia

http://www.tandef.net/mencari-format-strategi-pertahanan-negara-kepulauan-republik-indonesia

Oleh : Mayor Laut (P) Salim, Anggota Dewan Penasehat Harian TANDEF

“Spending Money on defense will not give us security if our doctrine is wrong, or if our force structure does not suit our doctrine.”

The analysis of a maritime strategic environment which involved technical and juridical dimensional, political dimensional, and military and security dimensional, placed the dynamic of Indonesia has to be reference as unique case in terms of maritime defense problems. In this context, Indonesian Waters contribute a significance terms to develop Indonesia maritime defense system. Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai corak ragam kondisi sosial budayanya. Semenjak Proklamasi Kemerdekaan bangsa ini belum memilki sense of belonging terhadap pendahulu sebagai bangsa bahari serta bentuk negara disatukan oleh ribuan pulau yang ada. Era sekarang telah terjadi perubahan yang sangat signifikan terhadap perubahan lingkungan keamanan, baik regional kawasan maupun internasional yang sangat mempengaruhi pola berpikir, cara bertindak dalam penentuan kebijakan politik negara-negara, yang secara otomatis pula mempengaruhi penentuan strategi keamanan nasional masing-masing negara.

Geographical Awareness dan Pengertian Strategi

Disandangnya Indonesia sebagai the bigest Archipelagic state in the world hendaknya bangsa ini bisa menumbuhkan Geographical awareness atau kesadaran akan kedudukan dan bentuk geografis negara yaitu sebagai negara Kepulauan. Dalam hubungannya dengan bentuk geografis dan dengan melihat Factors shaping strategy yang meliputi: Ideology, norms, and values. National interests: what to achieve in a particular time/circumstance, defined by political authority. Geography. Threats and Technology. Lantas timbul pertanyaan bagaimana strategi Pertahanan Negara Indonesia sebagai negara Kepulauan dibangun? Tak lain dan tak bukan tujuannya adalah untuk melindungi kedaulatan negara dan mencapai tujuan nasional bangsa.

Berbicara masalah strategi tentunya semua orang akan bilang bahwasanya permasalahan strategi tidak terlepas dari unsur-unsur utama yang meliputi ways,

Page 46: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-46

ends dan means, rumusan strategi dapat dinyatakan sebagai cara mencapai tujuan dengan mengerahkan sarana ataupun sumber daya yang ada pada saat ini. Sehingga dalam menciptakan suatu Pertahanan Negara yang handal, harus merupakan korelasi yang erat dan saling mendukung dari instrumen pertahanan yang ada.

Mencoba untuk membuka beberapa literatur asing yang berhubungan dengan strategi, bahwa: Strategy is an art, rather than a science, to win war, by translating military effects into political results, must be based on political goals, comparative analysis of advantage, calculation of cost and benefits. The aim is to convince the enemy that they cannot achieve their aims, Limited resources, Effective and efficient.

Thus, Strategy is a rational process (John Baylis, James Wirtz, Colin S. Gray and Eliot Cohen, Strategy in the Contemporary World (Oxford: Oxford University Press, 2007). Art of applying military force to achieve end set by political policy (Andre Beaufre, An Introduction to Strategy (New York: Praeger, 1965). A science, art, plan to governing the raising, arming, and utilization of the military forces of a nation to the end that its interests will be effectively promoted or secured against enemies, actual, potential or merely presumed. (Lexicon of Military Terms, 1960). The art and science of developing and using political, economic, psychological and military forces as necessary during peace and war to afford the maximum support to policies…to increase the probabilities and favorable consequences of victory and to lessen the chances of defeat (Dictionary of US Military Terms for Joint Usage, 1964)

Tingkatan Strategi berdasakan kepada Kepentingan nasional atau political objective dengan turunannya meliputi: Strategi raya di mana pembinaan dan penggunaan seluruh komponen kekuatan nasional untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini meliputi kekuatan militer dan non-militer. Strategi militer adalah seni dan ilmu pengetahuan dalam membina, menggelar dan menggunakan kekuatan militer. Strategi operasi yaitu merencanakan, memadukan, dan mengendalikan pertempuran militer. Strategi Medan Tempur yaitu dengan menggunakan kekuatan militer di medan tempur.

Strategi Pertahanan Negara

Pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan yang bersifat semesta dengan mengikut sertakan seluruh warga Negara dalam usaha pertahanan negara. Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

Strategi pertahanan negara di bidang militer adalah strategi pertahanan negara Republik Indonesia yang merupakan pertahanan yang tersusun dalam bentuk pertahanan terpadu dari unsur kekuatan pertahanan yang ada. Strategi militer

Page 47: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-47

bersifat defensif aktif dalam susunan pertahanan mendalam, direalisasikan dalam upaya pencegahan sebagai prioritas agar wilayah yurisdiksi nasional tidak dijadikan ajang peperangan atau mencegah terjadinya konflik dalam negeri.

Oleh karena itu Strategi Pertahanan negara Republik Indonesia hendaknya dirumuskan dengan mencermati dinamika yang terjadi pada perubahan lingkungan strategis yang terjadi dengan karakteristik perang dan kecenderungan penggunaan persenjataan lainnya, baik pada lingkungan internasional, regional dan nasional. Dinamika lingkungan strategis tersebut digunakan untuk menganalisa ancaman, yang berdasarkan sumberdaya dapat berupa ancaman yang ada pada saat ini dan yang akan datang. Strategi yang digunakan akan dipengaruhi oleh Political Authority. Geography. Threats and Technology

Dalam pencapaian kepentingan Nasional yaitu menjamin kesejahteraan rakyat indonesia yang berada dalam NKRI yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945, maka dibentuklah sistem pertahanan dengan menetapkan negara indonesia adalah negara Kepulauan. Oleh karena itu pondasi negara yang memilki bangunan kepulauan, maka laut akan menjadi vital bagi bangsa ini. Untuk bisa bertahan hidup dengan habitat yang telah disandangnya bahwa fungsi strategis laut bagi bangsa ini di antaranya: 1. Laut digunakan sebagai Media Penyeimbang Iklim Global 2. Laut digunakan sebagai Media Sumber Daya alam yang melimpah 3. Laut digunakan sebagai Media Perlintasan Antar bangsa dan Perhubungan 4. Laut digunakan sebagai Media Pemersatu bangsa 5. Laut digunakan sebagai Media Pertahanan Keamanan 6. Laut digunakan sebagai Media Membangun Pengaruh

Pengembangan Grand Maritime Strategy

Dengan diterimanya bahwa Negara kita adalah Archipelagic state hendaknya disyukuri dengan mengaplikasikannya ke dalam konsep pertahanan yang dibuatnya. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan negara yang mapan seperti Amerika Serikat, hirarki pengambilan keputusan di bidang keamanan dan pertahanan nasional dari yang tertinggi terus ke bawah adalah sebagai berikut: national interest sebagai the fundamental goal of the nation - National Security Strategy - National Defense Strategy - National Military Strategy - National Strategy for Maritime Security (khusus bidang maritim) - Maritime Strategy - Naval Operations - Naval Tactics. Pada tahapan strata tersebut memiliki rumusan masing-masing yang dikeluarkan oleh masing masing instansi, yang mengatur secara jelas tentang tujuan yang akan dicapai, kewenangan serta tugas dan fungsi yang akan dilaksanakan.

Namun apabila melihat strata tersebut di Indonesia bahwa dari National Interest, National Strategy, National Security sistem, National Security Policy, Defence

Page 48: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-48

Policy, Military Strategy, Doctrine (Indonesia Maritime strategy) yang dituangkan dalam Doktrin Eka sasana Jaya TNI AL atau Sea Power-nya Indonesia, di mana di dalamnya termasuk TNI AL melaksanakan international role-nya. Dari Grand Strategy atau Maritime Strategy terdapat suatu jarak konsep dan kebijakan dalam pola pertahanan maritim Indonesia, bahwa kita tidak memiliki maritime strategy, namun langsung dituangkan ke dalam Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya.

Apabila dilakukan konfirmasi konsepsi dan dan kebijakan maka merujuk pada urutan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa muncul gap atau jarak kebijakan antara konsep grand strategy yang telah dirumuskan oleh Indonesia melalui ragam kebijakan maritimnya dengan level kebijakan pertahanannya.

Dari perbedaan konsep negara yang dibilang maju untuk pertahanan maritimnya, bahwasannya kita telah kehilangan National Strategy for Maritime Security yang akan di jabarkan ke turunannya yaitu Military Startegy, Naval Operation dan Naval Tactics.

Pola Strategy Maritim Indonesia

Dengan melihat Kebijakan Nasional dalam strategi maritim Indonesia belum sepenuhnya bisa menjawab atau menjabarkan bagaimana pola strategi maritim Indonesia. Kita akan menghadapi legal constrain apabila menganalisa pendekatan top-down pada institusi institusi yang ada, seperti TNI AL, Polri, Bakorkamla ataupun Coast Guard yang nantinya akan dibentuk, apabila dihadapkan pada tindak kriminal seperti transnational crime karena aturannya memang belum ada.

Pada Lingkup TNI AL telah merintis SPLN maupun SPMI. Perintisan ini mengalami kendala politis dikarenakan belum ada komitmen politik tingkat nasional bahwa sisitem pertahanan belum dijadikan rujukan pokok. Oleh karenanya Centre of Gravity dari kebijakan pertahanan nasional belum bisa dikatakan berpusat pada kerangka maritim. Seacara konseptual bahwa membangun sistem pertahanan maritim dilakukan dengan memenuhi aspek aspek command of the sea, sea control sea denial, SLOC dan power projection of shore.

Dalam penyusunan suatu konsep strategi maritim negara manapun tidak ada yang sama, karena instrumen instrumen yang dimilikinya berbeda dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi geografik serta sistim politik negara bersangkutan. Demikian pula dengan Indonesia, yang memiliki kekhususan tersendiri ditinjau dari segi geografi, hal tersebut dikarenakan geography is the bone of strategy.

Pada pola bottom-up sebenarnya peran universal TNI AL seharusnya sudah sangat relevan dengan strategi pertahanan maritim karena institusi ini sebagai unsur pertahanan yang menjadi ujung tombak sebagai negara maritim. Dalam hal ini TNI AL berjalan pada dua strategi dasar yaitu Pengendalian Maritim dan Proyeksi kekuatan, dan ini pula bisa dijadikan level minor pada pertahanan maritim. Kajian

Page 49: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-49

terhadap Doktrin Eka sasana Jaya sangat relevan karena penerapan dari doktrin ini mampu untuk menemukan pola pertahanan Maritim Indonesia.

Peran Diplomasi TNI AL

Guna mendukung terwujudnya grand strategy maritim Indonesia, salah satu faktor bahwa TNI AL sebagai ujung tombak adalah dukungan dalam bentuk peran diplomasi TNI AL. Salah satu peran universal tersebut digunakan sebagai sarana untuk mendukung kebijakan Luar negeri pemerintah. Berinteraksinya TNI AL dengan keterlibatan kerjasama latihan antar negara kawasan maupun internasional, serta Honour Visit yang dilakukan oleh kapal-kapal perang TNI AL dirancang untuk mempengaruhi kepemimpinan negara dalam keadaan damai maupun pada masa perang. Kehadiran kapal perang di dunia internasional menunjukkan akan kemampuan dan kekuatan maritim negara indonesia, serta untuk membangun opini antar negara atau confidence building measure .

Hal yang paling menonjol dalam peran diplomasi adalah adanya upaya untuk “avoiding the power” dengan cara mengubah potensi konflik menjadi potensi kerjasama. Selain hal tersebut yang termaktub dalam Doktrin Eka Sasana Jaya tentang hal kalkulasi resiko adalah eliminating the power dan transfering the power. Namun sekarang bentuk kerjasama tersebut seperti tersebut di atas masih menghadapi kualitas deterrence, coercion dan seduction secara nyata. Hal tersebut dikarenakan salah satunya adalah mensyaratkan kemampuan dan persenjataan yang handal. Tetapi sangat berlawanan dengan komitmen politik Indonesia yang belum melihat secara konsisten terhadap peningkatan teknologi perang unsur unsur TNI AL maupun biaya operasionalnya.

Kesimpulan

Adanya gap kebijakan yang luar biasa jaraknya antara national interest dengan kebijakan pendukung sampai pada tataran doktrin militer, hal tersebut mengakibatkan belum ada kerangka kebijakan pertahanan maritim di Indonesia. Perlunya perubahan doktrin yang substansial dalam doktrin induk TNI di mana dalam doktrin tersebut menempatkan sistem pertahanan maritim sebagai acuan pokok.

Perlunya pemerintah mewujudkan fungsi TNI AL yang berimbang sehingga tidak hanya peran konstabulari yang diandalkan di Indonesia, namun dua peran lainnya yang juga sama pentingnya yaitu Peran Pertahanan dan Peran diplomasi.

Dibandingkan dengan negara yang memilki kemampuan maritim yang handal maka negara kita masih kehilangan National Strategy for Maritime Security (khusus bidang maritim) - Maritime Strategy atau apapun namanya seperti Strategi Pertahanan Negara Kepulauan Indonesia namun pada tataran strata yang sama.

Page 50: Aneka Bahan Terkait KSN Laut Lepas

KSN Laut Lepas

5-50

Kalau tidak dimulai dari sekarang apakah kita akan menunggu sampai Negara Kepulauan Indonesia menjadi benua alias Negara Daratan Indonesia.