romi (skenario 4 blok 18)

20
Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Penatalaksanaannya Romi Andriyana 102013220 / B7 Email : [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Pendahuluan Pada era modern ini, banyak sekali masalah di masyarakat tentang terkenanya penyakit pernafasan pada paru, karena sekarang banyak sekali faktor resiko yang bisa membuat itu terjadi. Salah satunya nya ada dari faktor lingkungan dan gaya hidup seseorang. Faktor lingkungan itu contohnya adalah asap knalpot kendaraan, asap pabrik, dan bahan polutan lainnya, sedangkan dalam faktor gaya hidup itu contohnya merokok, karena seperti yang kita tahu rokok itu mempunyai bahan – bahan yang bisa merusak paru contohnya adalah nikotin dan tar, kedua zat itu salah satu nya bisa melisis suatu dinding pada saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan,lalu nanti akan terjadi penyempitan pada saluran nafas kita, yaitu penyakitnya yang sering kita sebut adalah penyakit paru obstruksi kronik. Secara umum PPOK ini satu kelompok penyakit paru dengan terutama terjadi obstruksi menahun, Page 1 | 20

Upload: romi-andriyana

Post on 12-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ewffefefefeffeeeeeeeee

TRANSCRIPT

Page 1: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Penatalaksanaannya

Romi Andriyana

102013220 / B7

Email : [email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Pada era modern ini, banyak sekali masalah di masyarakat tentang terkenanya penyakit

pernafasan pada paru, karena sekarang banyak sekali faktor resiko yang bisa membuat itu terjadi.

Salah satunya nya ada dari faktor lingkungan dan gaya hidup seseorang. Faktor lingkungan itu

contohnya adalah asap knalpot kendaraan, asap pabrik, dan bahan polutan lainnya, sedangkan

dalam faktor gaya hidup itu contohnya merokok, karena seperti yang kita tahu rokok itu

mempunyai bahan – bahan yang bisa merusak paru contohnya adalah nikotin dan tar, kedua zat

itu salah satu nya bisa melisis suatu dinding pada saluran pernafasan sehingga terjadi

peradangan,lalu nanti akan terjadi penyempitan pada saluran nafas kita, yaitu penyakitnya yang

sering kita sebut adalah penyakit paru obstruksi kronik. Secara umum PPOK ini satu kelompok

penyakit paru dengan terutama terjadi obstruksi menahun, yang termasuk didalam PPOK adalah

asma, bronchitis kronik, dan emfisema.

Isi

Anamnesis

Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga

dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan.

Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap

keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk

di wawancarai.1

P a g e 1 | 13

Page 2: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

Anamnesis ini meliputi :1

- Identitas

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,

pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan

dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.

- Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter

atau petugas kesehatan lainnya.

- Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak

- Apakah pasien sesak saat istirahat atau beraktivitas ?

- Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba ?

- Apakah disertai mengi atau stridor ?

Batuk

- Apakah batuk kering / produktif ? Jika produktif, apa warna sputum ? apakah hijau dan

purulen ?

- Apakah batuk berdarah (hemoptisis) ? Apakah ‘berkarat’ (pneumonia) atau merah muda

dan berbusa (edema paru) ?

- Apakah terjadi pada musim atau merupakan gejala yang baru timbul ?

Nyeri Dada

- Kapan dimulainya ? Seperti apa nyerinya ? Di mana dan menjalar ke mana ? Apakah

diperberat/berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan ? Adakah nyeri

dada setempat ?

- Adakah demam, menggigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam,

limfadenopati, atau ruam kulit ?

P a g e 2 | 13

Page 3: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

- Riwayat Penyakit Dahulu

Penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis yang pernah timbul sebelumnya

dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan anastesi sebelumnya,

kejadian penyakit umum tertentu.

- Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien

karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit.

- Riwayat Pribadi, Sosial-Ekonomi

Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan

pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal yang berkaitan. Selain itu, harus

ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien.

Pemeriksaan Fisik

Biasanya hasil pemeriksaan fisik merupakan gabungan dari pemeriksaan fisik yang

didapat dari penderita bronkitis kronis dan emfisema. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan

melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi. Tetapi sebelum melakukan itu semua, kita

lakukan lihat keadaan umum pasien, dan melakukan tanda – tanda vital terlebih dahulu. Setelah

itu, baru mulai kita lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan hasil : Pernafasan 30x/menit, suhu : 36ᴼC, saat inspeksi paru – paru simetris, retraksi

intercostal, palpasi taktil fermitus simetris, perkusi sonor, auskultasi wheezing, ronki basah kasar.

Pemeriksaan Penunjang

- Spirometri

Pemeriksaan spirometri dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume

(FEV1) dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang

dapat dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat

dihirup dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70%

FVC keluar pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka

70%. Pada pasien PPOK rasio akan menurun dibawah 70%.2

- Pemeriksaan Radiologis

Dapat dilakukan dengan x-ray. Biasanya terdapat gambaran seperti hiperinflasi,

hiperlusen, diagfragma mendatar, corakan bronkovaskular meningkat, jantung pendulum.

P a g e 3 | 13

Page 4: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

Selain menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis

banding terhadap penyakit-penyakit paru lainnya.2

- Elektrokardiografi (EKG)

Untuk membantu menegakan diagnosis hipertropi ventrikel kanan.2

Working Diagnosis

Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah ada, pasien ini terkena penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK), yaitu adalah suatu penyakit dengan karakteristik hambatan aliran

udara dan progresif yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran nafas

dan paru terhadap partikel yang berbahaya.2

Bronkitis kronis, emfisema paru serta asma bronkhial membentuk suatu kesatuan yang

disebut PPOK. Ada hubungan antara bronkitis kronik dan emfisema namun pada asma tidak ada

hubungan dengan dua penyakit tersebut. hubungan ini sangat nyata sekali dengan etiologi,

pathogenesis serta pengobatannya.2,3

Differential Diagnosis

- Asma Bronkial

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang ditandai dengan

mengi episodik, batuk, sesak didada akibat penyumbatan saluran nafas. Ciri khas yang

paling dominan adalah sesak yang episodik, terutama pada malam hari dan dini hari yang

disertai oleh batuk.

Asma ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan,

mengingat pathogenesis nya belum jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu

inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap

rangsangan.3

P a g e 4 | 13

Page 5: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

Tabel 1. Perbedaan Asma dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik.5

- Bronkitis Kronik

Merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang

berlebih di daerah bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan

P a g e 5 | 13

Asma PPOK

Timbul pada usia muda ++ -

Sakit mendadak ++ -

Riwayat merokok +/- +++

Riwayat atopi ++ +

Sesak dan mengi berulang +++ +

Batuk kronik berdahak + ++

Hipereaktiviti bronkus +++ +

Reversibiliti obstruksi ++ -

Variabiliti harian ++ +

Eosinofili sputum + -

Neutrofil sputum - +

Makrofag sputum + -

Page 6: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

sputum sedikitnya 3 bulan dalam setahun dalam dua tahun berturut-turut. Sputum yang

terbentuk pada bronkitis kronis dapat berupa mukoid atau mukopurulen.2,3

Temuan bronkitis kronik adalah hipertropik pada kelenjar mukosa bronkus dan

peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet dengan infiltrasi sel radang dan edema mukosa

bronkus, peningkatan pembentukan mucus mengakibatkan terjadinya batuk produktif,

batuk kronis yang disertai peningkatan sekeresi bronkus mempengaruhi bronkiolus

sehingga dindingnya melebar dan rusak. Penyebab utamanya adalah merokok dan polusi

udara yang lazim terjadi di daerah industry karena menghambat aktifitas silia dan

fagositosis yang membuat pertahanan melemah sedangkan pembentukan mucus

meningkat.

- Emfisema

Merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai dengan

pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang abnormal serta destruksi dinding

alveolar. Bibagi menurut bentuk asinus, ada dua bentuk emfisema yang terpenting yang

berhubungan dengan PPOK yaitu:

Emfisema sentrilobuler (CLE) Secara selektif menyerang bronkus respiratorius dan

duktus alveolaris, dending mulai membesar,berlubang dan bergabung dan cenderung

menjadi ruang sewaktu dinding mengalami integrasi.

Emfisema panlobuler (PLE) Merupakan bentuk yang jarang ditemukan dimana

alveolus yang terletak didistal bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta

kerusakan secara merata, bila menyebar ke asinus perifer atau sentral itu berhubungan

dengan perburukan penyakit. PLE mempunyai gambaran khas yaitu menyebar diseluruh

paru.

Pada emfisema tidak diketahui secara pasti etiologinya tetapi sengat familial berkaitan

dengan defisiensi enzim alfa1-antiprotease yang dulu sering disebut sebagai alfa1 – anti-

tripsin. Enzim ini diduga sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang

terbentuk secara alami. Bila kekurangan enzim ini memiliki peranan penting terhadap

P a g e 6 | 13

Page 7: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

pathogenesis emfisema. Protease dihasilkan secara alami oleh sel PMN dan Makrofag

dalam proses fagositosis. Enzim tersebut mampu merusak elastin dan makromolekul lain

pada jaringan paru. Maka disitulah fungsi enzim antiprotease tersebut sebagai pelindung.3

- Kor Pulmonal

Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi

pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau

pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan.

Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan

bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara

selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor  pulmonal

adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah  pada

hipertensi arteri pulmonal.

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal

akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering

disebabkan oleh  penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik

umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi

dilatasi ventrikel kanan.3

- Aspergillosis

Kelompok kapang oportunis pathogen yang dapat menginfeksi manusia. Kelainan

yang ditimbulkan berupa infeksi yang dapat mengenai kulit, kuku, dan alat pernafasan

dalam terutama paru. Selain infeksi, dapat menyebabkan alergi / kolonisasi dalam paru.

Disebabkan oleh aspergillus, yaitu saprofit yang sangat mudah ditemukan

disekitar kehidupan manusia dan terdiri atas sekelompok spesies yang berbeda. Spesies

yang kerap menyebabkan infeksi adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus,

Aspergillus niger, Aspergillus terreus, spesies yang paling pathogen adalah Aspergillus

fumigatus mampu tumbuh pada suhu 37’C bahkan sampai suhu 50’C.

Biasanya kelainan ini tanpa gejala namun bila telah terjadi hemoptysis dapat

berakibat fatal. Gambaran radiologi biasanya khas dengan masa jamur ditengah kavitas.4

Etiologi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran

napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis

P a g e 7 | 13

Page 8: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

kronis dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas

yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya

dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis

paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan

dinding alveoli.2,3

Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting

dari penyebab lainnya. Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara (lingkungan dan

tempat kerja), hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi

alfa-1 anti tripsin, jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit putih lebih berisiko). Rokok dapat

menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir

terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2,3

Epidemiologi

PPOK tersebar di seluruh negara dan mengenai kurang lebih sebanyak 329 juta jiwa di

seluruh dunia dan secara global merupakan penyebab kematian utama ke-6 pada tahun 1990 dan

diprediksikan akan mencapai penyebab kematian utama ke-4 pada tahun 2030 akibat kebiasaan

merokok yang semakin meningkat dan perubahan demografis pada berbagai negara. Penyebab

keempat kematian di Amerika Serikat.2 Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang di Amerika

Serikat dan 20% orang di negara-negara industri menderita PPOK sistomatik.3

Patofisiologi

PPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang terpapar

terjadi oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok. Partikel

iritan dalam asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan proses

inflamasi dalam paru. Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan enzim

antiprotease seperti alfa-1-antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat enzim

protease dari proses inflamasi. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar

dan kecil disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi

yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan mengalami

metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan P a g e 8 | 13

Page 9: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini

akan merangsang dan mempertahankan inflamasi dimana CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi

tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran

nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa,

peningkatan otot polos.2,3

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang

diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada

bronkitis kronis. Sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan anti

protease serta defisiensi α1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang

melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan

akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan

struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan

menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di

paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam

sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B,

chemotacticfactors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α,

IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease,

adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti

produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga

terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi

mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses

ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang

kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan

berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut dapat

berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada

hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor

konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri

pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi

faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.2,3

Manisfestasi Klinik

P a g e 9 | 13

Page 10: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

Pasien dengan PPOK memiliki gejala sesuai penyakit yang diderita. Secara umum pasien

akan merasakan sesak napas, batuk produktif, dan terkadang hemoptisis.

Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan sputum mukoid

terutama pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat eksaserbasi adalah

meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan wheezing.2,3,7

Penatalaksanaan

- Medikamentosa

Pengobatan farmakologis untuk mengurangi gejala PPOK adalah bronkodilator,

anti kolinergik, golongan metilxantin, dan kortikosteroid. Pengobatan non-farmakologi

adalah dengan memberi edukasi tertang bahaya merokok, terapi oksigen, memberi nutrisi

dan dukungan psikologis.

a. Bronkodilator

Bronkodilator merupakan pilihan lini pertama terutama dalam sediaan inhalasi

karena kapasitas eksersisenya tinggi menurunkan gejala sesak napas dengan cepat.

Bronkodilator golongan simpatomimetik bekerja sebagai beta - adregenik selektif

yang menyebabkan relaksasi otot polos bronkus dan bronkodilatasi dengan cara

merangsang enzim adenil siklase untuk membentuk cAMP (AMP siklik). Obat ini

juga memperbaiki mukosilia yang dapat diberikan secara inhalasi dengan Metered

Dose Inhaler (MDI).6

Preparat bronkodilator terbagi menjadi short acting (kerja singkat) dan long

acting (kerja lama). Obat-obatan yang tergolong short acting antara lain adalah

albuterol, levabuterol, bitolterol, dan terbutalin. Obat ini bekerja selektifitas beta lebih

besar dan lama kerja lebih panjang dari pada preparat short acting lain seperti

isoproterenol, metaproterenol, dan isoetarin. Lama kerjanya sekitar 4-6 jam dan

hanya digunakan untuk serangan akut. Preparat long acting terdiri dari formoterol dan

salmeterol. Lama kerjanya 12 jam dan tidak boleh diberikan untuk mengatasi gejala

akut. Efek sampingnya antara lain adalah jantung berdebar, takikardi, insomnia, dan

hipertensi. Obat ini juga tidak boleh diberikan pada penderita Benign Prostatic

Hypertrophy (BPH).6

P a g e 10 | 13

Page 11: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

b. Obat golongan anti kolinergik juga dapat digunakan karena obat ini bekerja

menghambat kompetitif reseptor kolinergik pada otot polos bronkus yang akan

menghambat asetilkolin sehingga terjadi penurunan cGMP (GMP siklik) sehingga

terjadi bronkodilatasi. Sediaannya diberikan dalam bentuk inhalasi. Preparat anti

kolinergik yaitu ipratropium bromida dan tiotropium bromida. Ipratropium bromida

memiliki efek bronkodilator yang panjang tetapi mulai kerjanya lebih lambat

dibandingkan dengan beta agonis yang short acting. Efek samping berupa mulut

kering, nausea, rasa metalik, penglihatan kabur, retensi urin, dan takikardi.6

c. Kortikosteroid digunakan karena efek antiinflamasinya. Obat ini akan menurunkan

permeabilitas kapiler sehingga produksi mukus menurun dan menimbulkan hambatan

pelepasan enzim proteolitik dari leukosit dan menghambat prostaglandin. Penggunaan

kronis tidak dianjurkan, indikasi kortikosteroid digunakan hanya pada eksaserbasi

akut untuk terapi jangka pendek. Sediaan yang digunakan adalah dalam bentuk

inhalasi. Efek samping berupa suara serak, nyeri telan, kandidiasis oral dan skin

bruising. Pada keadaan yang parah dapat juga terjadi supresi adrenal, osteoporosis,

dan katarak apabila inhalasi diberikan dalam jangka panjang dan dosis tinggi.6

d. Pengobatan secara simptomatik juga perlu dilakukan terutama apabila eksaserbasi

terjadi akibat infeksi bakteri atau virus. Antibiotik dapat diberikan apabila pasien

mengalami dyspnea dan peningkatan volume sputum yang purulen. Obat yang dapat

digunakan adalah preparat markolid, azitromisin, klaritromisin, sefalosporin generasi

2 atau 3, dan doksisiklin. Apabila kuman penyebab adalah penghasil beta-laktamase

maka digunakan amoksisilin ditambah asam klavulanat, juga dapat diberikan

fluorokuinolon (levofloxasin, gatifloxasin, moxifloxasin, dll).6

- Non-Medikamentosa

Penghentian merokok mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi riwayat

dari PPOK. Kita sebagai dokter harus bisa membuat pasien untuk berhenti merokok.

Sekali konseling dengan dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti merokok,

konseling selama 3 menit dapat menghasilkan angka berhenti merokok hingga melakukan

pencegahan primer, dapat dilakukan dengan baik dengan mengeleminasi atau

menghilangkan eksposur pada tempat kerja. Pencegahan sekunder dapat dilakukan

dengan baik dengan deteksi dini. Kita menghindari atau mengurangi polusi indoor berupa

P a g e 11 | 13

Page 12: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

pembakaran bahan bakar biomass dan pemanasan atau memasak diruangan yang

ventilasinya buruk, sarankan pasien untuk memperhatikan pengumuman publik tentang

tingkat polusi udara. Semua pasien PPOK mendapat keuntungan yang baik dari aktivitas

fisik dan disarankan untuk selalu aktif.6

Pencegahan

Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam

upaya memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja

terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan ventilasi

yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan terutama pada

lingkungan pertambangan.

Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi

paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen jangka panjang

merupakan satu-satunya terapi yang terbukti memperbaiki angka harapan hidup.

Kesimpulan

PPOK adalah kelompok penyakit paru dengan terutama terjadi obstruksi menahun.

Kelompok penyakit yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, dan

bronkiektasis. Faktor predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak adalah

sesak napas dan batuk persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi

progresivitas penyakit dan menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale. Prognosis

kurang baik dan diperberat oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang sering, dan

kebiasaan merokok yang belum dihentikan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005. h42-3.

2. Tanto C, Liwang F, Hanifati S . kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi ke-4. Jakarta:

Media Aesculapius;2014, h. 824.

3. Price S A, Wilson L M , patofisiologi volume 2 Edisi ke-6 Jakarta: EGC; 2008. h.783-5.

P a g e 12 | 13

Page 13: Romi (Skenario 4 BLOK 18)

4. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4.

Jakarta: Departemen Parasitologi FKUI;2008.

5. Di unduh dari http://www.klikparu.com/2013/02/penyakit-paru-obstruktif-kronik-

ppok.html tanggal 04 Juli 2015

6. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2003. hal 1-56.

P a g e 13 | 13