rme
DESCRIPTION
model pembelajaran rmeTRANSCRIPT
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK
Yuliana Herlinawati
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
Abstrak: Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah salah satu pendekatan pembelajaran
matematika yang diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. Dikatakan
bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.
Karakteristik dari PMR adalah menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model,
menggunakan kontribusi murid, interaktivitas, dan intertwinning. Sehingga hasil dari penelitian
ini pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata kunci: PMR, prestasi belajar
Pendahuluan
Menurut Zulkardi (dalam Riyadi, 2006), masalah pendidikan matematika Indonesia
terlihat dari (1) rendahnya daya saing siswa di ajang Internasional, (2) rendahnya rata-rata
NUN, serta (3) rendahnya minat belajar matematika karena matematika terasa sulit yang
disebabkan matematika diajarkan dengan tidak menarik yaitu guru menerangkan materi dan
siswa mencatat apa yang diterangkan guru. Jadi permasalahan yang mengakibatkan siswa
kurang menyukai mata pelajaran matematika adalah karena proses pembelajaran yang monoton
sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa.
Berdasarkan paparan di atas, hal yang perlu ditingkatkan adalah kualitas pendidikan
dengan cara memperbarui hal-hal di dalamnya. Menurut Hadi (dalam Riyadi, 2004:1) ada tiga
hal utama yang perlu diperhatikan yaitu: (1) pembaruan kurikulum, (2) peningkatan kualitas
pembelajaran, dan (3) efektifitas metode pembelajaran.
Dalam memperbarui efektifitas metode pembelajaran, hal-hal yang perlu dilakukan oleh
guru adalah: (1) mengurangi metode teacher centered, (2) mengelola dan memodifikasi bahan
pembelajaran dengan baik, (3) mengajak siswa terlibat dalam proses pembelajaran.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan pembelajaran matematika
melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Melalui pendekatan tersebut
siswa dihadapkan langsung dengan persoalan-persoalan matematika sesuai dengan lingkungan
realistik. Menurut Sutawidjaya (dalam Riyadi, 2001:3) mengatakan “dalam membelajarkan
matematika, siswa perlu diajak bermatematika dalam konteks kehidupan sehari-hari. Singkatnya
guru atau pendidik perlu mempunyai ketrampilan membuat soal-soal matematika dalam konteks
kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dapat dipergunakan dalam awal pembelajaran maupun
dipergunakan sebagai soal aplikasi pada saat proses pembelajaran.”
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh beberapa peneliti pendidikan
khususnya di Indonesia, penerapan model pembelajaran dengan pendekatan realistik
menunjukkan bahwa pemahaman dan hasil belajar siswa meningkat, serta siswa memberi
respon positif. Hal ini diperkuat oleh Fadlun (dalam Riyadi, 2002) bahwa hasil belajar siswa
yang mengikuti pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada hasil belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran tradisional, pembelajaran realistik dapat meningkatkan pemahaman
matematika, ketrampilan, komunikasi, dan kemampuan pemecahan masalah yang ada di sekitar
siswa.
Hal tersebut didukung oleh beberapa hasil penelitian diantaranya: (1) Sofiani (2011)
mengatakan bahwa pmbelajaran dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan komunikasi
matematis siswa kelas VII SMPN 1 Malang, (2) menurut Hadi (dalam Riyadi, 2003:14)
mengatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi sistem persamaan linear dua peubah di kelas SMP Laboratorium UM.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang
bagaimana meningkatkan prestasi belajar matematika melalui pembelajaran matematika
realistik dan bagaimana langkah-langkahnya. Dengan tujuannya yaitu untuk mengetahui
bagaimana pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan
bagaimana langkah-langkahnya.
PEMBAHASAN
A. Pengajaran
Pengajaran merupakan bagian dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pengajaran di kelas
semestinya selalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasikan
pengalaman dan pengetahuannya dalam suatu tindakan nyata. Rohani dan Ahmadi (dalam
Ramadhan, 1995) menyatakan bahwa pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu
: aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peran seorang guru
dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu
sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu
aktivitas dalam proses pengajaran itu baik.
Sedangkan aktivitas belajar berhubungan dengan berbagai aktivitas yang melibatkan
aktivitas raga dan indera seperti ; mendengarkan, memandang, meraba, menulis atau mencatat,
membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, mengamati tabel-tabel,
diagram-diagram dan bagan-bagan, menyusun kertas kerja, mengingat, berpikir, latihan atau
praktek, meraba, mencium dan mengecap/ mencicipi.
Menurut pandangan William H.Burton yang sejalan dengan Gagne dan Briggs (dalam
Ramadhan, 1994), dalam pengajaran hal yang penting bukan upaya guru menyampaikan bahan,
melainkan bagaimana siswa dapat aktif mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti
upaya seorang guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat memengaruhi siswa
belajar. Dalam hal ini peranan guru bukan sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai
pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses belajar.
Suatu pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara baik manakala mampu
mengubah peserta didik dalam arti luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta
didik untuk belajar sehingga pengalaman yang diperoleh selama ia terlibat dalam proses
pembelajaran akan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengajaran mutlak harus diwarnai oleh keterlibatan
individu anak didik.
B. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik
Pembelajaran matematika realistik awalnya dikembangkan di Belanda. Penggunaan istilah
“realistic” bukanlah karena pembelajaran realistik berkaitan dengan dunia nyata (real world),
tetapi juga berkaitan dengan penggunaan masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa.
Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Jadi masalah yang
disampaikan tidak selamanya harus berasal dari dunia nyata.
Menurut Gravemeijer (dalam Riyadi, 1994), terdapat tiga prinsip pokok dalam
Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu (a) guided reinvention and progressive
mathematizing, (b) didactical phenomology, dan (c) self developed models.
Prinsip pertama, yakni guided reinvention and progressive mathematizing memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep atau algoritma sebagaimana
ditemukannya konsep itu secara matematis. Bila diperlukan, siswa perlu digiring kearah
penemuan itu. Berawal dari masalah kontekstual yang berupa pemahaman yang telah dipunyai
siswa, dapat dari sekitar siswa atau pengetahuan siswa sebelumnya, siswa berpikir dari
matematika informal bergerak ke arah matematika formal. Pengembangan suatu konsep
matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi dan memberikan
peluang pada siswa untuk berkreasi dan mengembangkan pemikirannya. Peranan guru hanyalah
sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pemikiran siswa, sekiranya jalan berpikir siswa
melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Prinsip kedua didactical phenomology, menyatakan bahwa fenomena pembelajaran harus
menekankan bahwa masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa harus memenuhi kriteria:
(a) memerlihatkan berbagai macam aplikasi yang telah diantisipasi, dan (b) sesuai dengan
dampak pada matematisasi progresif. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus
sudah diantisipasi agar membelajarkan siswa ke arah konsep atau algoritma yang dituju.
Prinsip ketiga self developed models, menyatakan bahwa model yang dikembangkan siswa
harus dapat menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal. Model
matematika dikembangkan oleh siswa secara mandiri untuk memecahkan masalah. Pada
awalnya, model matematika itu berupa model situasi yang telah diakrabi siswa berdasarkan
pengalaman siswa sebelumnya. Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model itu akhirnya
dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal.
Berpandu pada tiga prinsip tersebut, Treffers ( dalam Riyadi, 1993) dan Van den Heuvel
Panhuizen (dalam Riyadi, 1998) merumuskan lima karakteristik Pembelajaran Matematika
Realistik, sebagai berikut:
a. Use of context
Belajar matematika adalah aktivitas konstruktif. Siswa dikenalkan pada konsep dan
abstraksi melalui hal-hal yang konkret dan diawali dari pengalaman siswa serta berasal
dari lingkungan di sekitar siswa.
b. Use of models
Belajar matematika sering berlangsung dalam waktu yang panjang dan bergerak dalam
berbagai tingkat abstraksi. Untuk menaikkan tingkat abstraksi, perlu digunakan model
berupa benda manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara
konkret dan abstak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi selanjutnya.
c. Student contribution
Sumbangan atau gagasan siswa perlu diperhatikan dan dihargai agar terjadi pertukaran
ide dalam proses pembelajaran. Siswa memroduksi dan mengontruksi gagasan mereka,
sehingga proses pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif. Gagasan siswa
dikomunikasikan kepada siswa lain dan guru, sehingga belajar matematika tidak hanya
terjadi melalui aktivitas individu, melainkan juga melalui aktivitas bersama.
d. Interactivity
Dalam belajar matematika harus muncul interaksi yang kuat antara siswa dengan siswa
lainnya, menyangkut hasil pemikiran para siswa yang dikonfrontasikan dengan siswa
lainnya. Guru bertugas memfasilitasi komunikasi matematika siswa, sehingga
pembelajaran akan berlangsung secara interaktif.
e. Intertwinning
Belajar matematika bukanlah menyerap pengetahuan yang terpisah, namun belajar
merupakan kegiatan untuk membangun pengetahuan yang terkait menjadi entitas yang
terstruktur. Perlu ada jalinan antar topik atau antar pokok bahasan. Konsep baru perlu
dikaitkan atau dicari pijakannya pada konsep lama yang telah dimiliki siswa.
Menurut Fauzan (dalam Indayani, 2009), pembelajaran yang menggunakan pendekatan
RME dicirikan oleh beberapa hal antara lain:
1) Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga dapat
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problems) merupakan
bagian yang esensial.
2) Belajar dengan matematika berarti bekerja dengan matematika
3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika dibawah
bimbingan orang dewasa (guru)
4) Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari
semua aktivitas di kelas
5) Aktivitas yang dilakukan meliputi; menemukan masalah-masalah kontekstual (looking
for problems), memecahkan masalah (solving problems) dan mengorganisir bahan
belajar.
Langkah-langkah pembelajaran RME (Indayani, 2014) sebagai berikut:
Langkah 1. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang
dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah yang diberikan
tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.
Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika
yang ada dalam masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah.
Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan
pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan
penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan
memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memeroleh penyelesaian masalah
tersebut.
Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa unuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjunya membandingkan dan
mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk berani
mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan lainnya.
Langkah 4. Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik
kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistik yang diselesaikan.
C. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Realistik
Menurut Suwarsono (dalam Riyadi, 2001:5) kelebihan pendekaan realistik adalah sebagai
berikut:
1. Siswa akan mengetahui keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
kegunaan matematika itu sendiri.
2. Siswa akan mengerti bahwa matematika tidak hanya dapat dikonstruksi dan
dikembangkan oleh para ahli tetapi siswa juga mampu melakukan.
3. Siswa akan mengetahui bahwa cara penyelesaian suatu masalah tidak harus tunggal.
4. Siswa akan belajar melalui proses sehingga memberikan pemahaman yang jelas dan
operasional.
5. Siswa akan lebih aktif, kreatif, dan lebih berani mengungkapkan ide atau pendapat.
6. Siswa akan mempunyai pemahaman yang tinggi karena mengkonstruksi sendiri.
7. Siswa akan sangat termotivasi dan lebih menyukai matematika.
Kekurangan pendekatan realistik adalah sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan realistik memerlukan perubahan pandangan mengenai berbagai
hal misalnya mengenai siswa dan peran guru.
2. Tidak selamanya dalam menyiapkan masalah yang kontekstual yang sesuai dengan
syarat pendekatan realistik.
3. Tidak mudah mendorong siswa menemukan berbagai cara dalam memecahkan masalah.
4. Tidak mudah meminta alasan siswa dalam memecahkan suatu masalah.
5. Membutuhkan banyak waktu.
6. Sulit diterapkan di kelas besar
D. Prestasi Belajar
Menurut Bloom (dalam Riyadi, 2009:19), prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku
meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek kognitif, (2) aspek afektif, dan (3) aspek psikomotorik.
Sedangkan menurut Gagne (dalam Riyadi, 2009:19) prestasi belajar dapat diartikan sebagai
kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar. Kemampuan tersebut dapat berupa
intellectual skill, verbal information, cognitive strategies, motor skill, attitudes. Penjelasan
kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Intelectual skill adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan, dan merupakan sarana
seseorang untuk melakukan hubungan dengan lingkungannya melalui simbol.
2. Verbal information adalah kemampuan untuk mengungkapkan ide berupa jalinan dari
berbagai pesan yang diperoleh seseorang baik secara lisan maupun tertulis.
3. Cognitive strategies adalah kemampuan untuk mengatur diri bagaimana harus
mengingat, berpikir dan menganalisis masalah sehingga mampu memecahkannya.
4. Motor skill adalah kemampuan untuk mengorganisasikan kemampua fisik sehingga
dapat melakukan pekerjaan dengan lancar.
5. Attitudes adalah sikap yang tumbuh karena hasil belajar, erat kaitannya dengan tingkah
laku, dan berpengaruh terhadap penampilan seseorang.
Prestasi belajar matematika didefinisikan sebagai aktivitas siswa dalam pembelajaran
matematika dan hasil belajar siswa. Hasil belajar ini ditunjukkan oleh skor tes siswa. Aktivitas
siswa didefinisikan sebagai segala bentuk partisipasi siswa dalam pembelajaran yang meliputi:
memerhatikan penjelasan guru atau teman, memahami masalah, menemukan cara untuk
menyelesaikan masalah, mengemukakan gagasan, berdiskusi atau bertanya ke guru, berdiskusi
atau bertanya ke siswa, menyimpulkan, dan kegiatan lain yang tidak relevan dengan
pembelajaran.
Menurut Thourburg (dalam Riyadi, 1989) faktor yang memengaruhi prestasi belajar antara
lain:
1. Faktor Intern
Faktor yang memengaruhi antara lain:
1.1 Faktor Kesehatan
Kesehatan sesorang sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Orang yang
sedang sakit tidak dapat berknsentrasi dalam belajar sehingga proses belajar akan
terganggu.
1.2 Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dimaksud disini meliputi: intelegensi, perhatian, minat,
bakat motif, kematangan, dan kesiapan.
1.3 Faktor Kelelahan
Kelelahan yang dimaksud disini adalah kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani terlihat dengan melemahnya kondisi tubuh, sedangkan kelelahan rohani
akan terlihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan dalam belajar.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
2.1 Faktor keluarga, antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengetahuan orang tua,
latar belakang kebudayaan.
2.2 Faktor sekolah, antara lain: metode mngajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
rumah.
2.3 Faktor masyarakat, antara lain: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, dan bentuk kegiatan masyarakat.
E. Kerangka Pembelajaran Matematika Realistik
Tahapan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran matematika realistik
diuraikan sebagai berikut:
Tahap Awal: Tahap Pendahuluan
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hal ini dimaksudkan untuk memberitahu
siswa tentang arah pembelajaran, sehingga siswa akan terfokus pada kegiatan yang
mengarah pada tujuan.
2. Guru memberi motivasi tentang kaitan antara materi yang akan disampaikan dengan
lingkungan siswa. Memberikan motivasi sangat penting untuk memermudah pencapaian
tujuan pembelajaran.
3. Guru mengecek pengetahuan awal siswa. Mengakifkan pengetahuan awal siswa
digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa tentang segiempat yang dipelajari di
SD.
4. Guru memberikan masalah realistik ke siswa. Memberikan masalah realistik akan
mendorong siswa untuk menjelajahi situasi yang diberikan dan mengidentifikasi
hubungan matematika unuk menuju ke matematika formal sampai ke pembentukan
konsep. Masalah realistik yang diberikan sebagai topik awal pembelajaran merupakan
masalah sederhana yang dikenal oleh siswa.
Tahap Inti: Tahap Penelusuran
1. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa secara individual atau kelompok (4-5
orang) menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri yang dibantu
oleh pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam menyelesaikan masalah
siswa dapat terlibat dalam kegiatan 5M yang terdapat pada kurikulum 2013. Disini
siswa terlibat dalam mengamati masalah, menanya, mengumpulkan data, dan
mengasosiasi. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator yang mengamati
siswa bekerja dan menjelaskan atau menjawab pertanyaan siswa secara individual atau
kelompok.
2. Guru mengkoordinasi diskusi kelas dan membandingkan jawaban siswa. Guru meminta
setiap kelompok untuk menjelaskan jawaban mereka atas masalah yang diberikan.
Siswa lain memberikan tanggapan atau komentar terhadap penjelasan temannya. Pada
tahap ini sebagai ajang untuk melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di
dalam berinteraksi antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. Guru bertindak
sebagai pembimbing, penegosiasi dalam menyeleksi berbagai pendapat siswa melalui
pemecahan masalah kontekstual.
Tahap Akhir: Tahap Penyimpulan
1. Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman yang bertujuan untuk merefleksi
apakah siswa sudah memahami materi yang diajarkan.
2. Guru memberikan penekanan tentang inti konsep yang dipelajari untuk
mengintegrasikan pengetahuan yang diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya, dan
agar pengetahuan yang diperoleh dapat tertananm kuat dalam benak siswa sehingga
tidak mudah dilupakan.
3. Guru memberikan tes akhir kepada siswa yang bertujuan untuk melihat apakah ada
peningkatan kualitas pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan di atas, Penerapan pembelajaran matematika dengan
pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
karena pada dasarnya pendekatan RME menggunakan masalah kontekstual yang artinya
masalah sehari-hari yang sering dijumpai oleh siswa atau yang dapat dibayangkan (nyata dalam
pikiran siswa), sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan
oleh guru. Dan pendekatan RME ini juga menuntun siswa untuk mengubah masalah matematika
informal ( masalah sehari-hari ) kedalam matematika formal ( rumus ), jadi siswa diajak berpikir
sistematis dan diajak untuk membangun sendiri pemahamannya untuk masalah tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Indayani, Nunik. 2014. PENINGKAAN HOTS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA
KELAS X SMKN 4 MALANG. Skripsi Tidak Diterbikan. Malang: Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Noname. T1_292008275_BABII, (Online), (http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB8QFjAA&url=http
%3A%2F%2Frepository.uksw.edu%2Fbitstream%2Fhandle
%2F123456789%2F984%2FT1_292008275_BAB%2520II.pdf%3Fsequence
%3D3&ei=gx3AVJ_mH6W_mwXgoIHQDA&usg=AFQjCNHMoACHwStW1nO931vQ2PX7nk
K1Rg&sig2=Yf7IFkLSNAFzs1Z4nCHKWw&bvm=bv.83829542,d.dGY), diakses 17 Februari
2015.
Ramadhan, Hammad Fithry. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA
(PMRI) INDONESIA. (Online), (https://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-
matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/), diakses 20 Februari 2015.
Riyadi, Akhmad. 2009. MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA MTS BUANA
MALANG.Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Sofiani, Dewi Masna. 2011. PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
KELAS VII SMPN 1 MALANG. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika
FMIPA Universitas Negeri Malang.
Universitas Negeri Malang, 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alteratif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.