landasan kependidikan ctl dan rme 2003

49
LANDASAN KEPENDIDIKAN Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Realistic Mathematics Education (RME) Kelompok 4 : Sintya Lastari Depa R.S. (113174005) Rif’atun Nasyizah (113174013) Bambang Hendy S. (113174025) Rachmi Arivesfa R.T. (114174026) Amelia Hidayatin U. (113174037) Pendidikan Matematika 2011A 1

Upload: bambang-hendy-setiawan

Post on 09-Aug-2015

488 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

LANDASAN KEPENDIDIKAN

Model Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) dan Realistic Mathematics

Education (RME)

Kelompok 4 :

Sintya Lastari Depa R.S. (113174005)

Rif’atun Nasyizah (113174013)

Bambang Hendy S. (113174025)

Rachmi Arivesfa R.T. (114174026)

Amelia Hidayatin U. (113174037)

Pendidikan Matematika 2011A

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Surabaya

1

Page 2: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

limpahan rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata

kuliah “Landasan Kependidikan” yang berjudul Model Pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL) dan Realistic Mathematics Education (RME)

dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Realistic

Mathematics Education (RME) dan sekaligus memenuhi tugas mata kuliah

“Landasan Kependidikan”.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu kami dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen

pembimbing.

Kami menyadari bahwa kami adalah manusia yang mempunyai

keterbatasan dalam berbagai hal, termasuk dalam pembuatan makalah ini. Maka

dari itu kami mengharapkan kritik dan saran. Kami berharap makalah ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca. Sehingga dapat memperluas wawasan tentang

materi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan

Realistic Mathematics Education (RME).

Surabaya, 24 Oktober 2012

Penulis

i

Page 3: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................. ii

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)..........................................1

1. Pengertian..............................................................................................................1

2. Landasan Pemikiran/ Latar Belakang......................................................................1

3. Tujuan....................................................................................................................2

4. Prinsip-Prinsip CTL..................................................................................................3

5. Pendekatan pembelajaran CTL...............................................................................3

6. Penerapan pembelajaran CTL didalam kelas..........................................................4

7. Strategi pembelajaran CTL...................................................................................11

8. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran CTL.......................................................13

Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)........................................15

1. RME sebagai Inovasi Pendidikan Matematika......................................................15

2. Sejarah RME.........................................................................................................15

3. Pengertian RME....................................................................................................17

4. Karakteristik RME.................................................................................................19

5. Prinsip Utama RME...............................................................................................20

6. Keuntungan Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik........................................................................................................................23

7. Implementasi pembelajaran Matematika Realistik..............................................25

Daftar Pustaka..................................................................................................................28

ii

Page 4: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

1. Pengertian

Menurut Nur Hadi CTL adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.

Menurut Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas,2004:18).

Pembelajaran CTL terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata dimana isi pelajaran akan digunakan.

Pembelajaran CTL awalnya dikembangkan oleh John Dewey 1918 yang merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman dan minat siswa.

2. Landasan Pemikiran/ Latar Belakang

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Berikut Latar Belakang Model pembelajaran CTL :

• Dasar pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.

1

Page 5: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

• Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya”.

• Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

3. Tujuan

Berikut tujuan dari model pembelajaran CTL, yaitu :

1. Guru dapat memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran

yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau

keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan

kepermasalahan lainya. 

2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya

sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman.

3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat

pengalaman siswa. 

4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat

berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat

menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

sendiri dan orang lain. 

5. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif

dan bermakna.

6. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada

suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks

jehidupan sehari-hari. 

7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu

dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa

dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.

2

Page 6: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

4. Prinsip-Prinsip CTL

Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.

Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.

Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.

5. Pendekatan pembelajaran CTL

·     Pendekatan – pendekatan pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :

1. Problem-Based Learning, yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk

belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam

3

Page 7: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi

pelajaran.

2. Authentic Instruction, yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan

siswa untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan

keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks

kehidupan nyata.

3. Inquiry-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang mengikuti

metodologi sains dan memberi ke-sempatan untuk pembelajaran bermakna.

4. Project-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang memperkenankan

siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya

(pengetahuan dan keterampilan baru), dan mengkulminasikannya dalam

produk nyata.

5. Work-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa

menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi ajar dan

menggunakannya kembali di tempat kerja.

6. Service Learning, yaitu pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu

penerapan praktis dari pengetahuan baru dan berbagai keterampilan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan

kegiatan lainnya.

7. Cooperative Learning, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan

kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam rangka memaksimalkan

kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

6. Penerapan pembelajaran CTL didalam kelas

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas – asas

ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL. Untuk lebih jelasnya, uraian setiap asas CTL dan penerapannya

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:

a. Kontruktivisme (Constructivism)

Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL.

Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri

4

Page 8: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari

pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta,

konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus dkonstruksi

terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu

siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.

Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat

kegiatan inti, yaitu :

1. Mengandung pengalaman nyata (Experience);

2. Adanya interaksi sosial (Social interaction);

3. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);

4. Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).

Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai

berikut:

1. Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.

2. Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih

penting daripada informasi verbalistis.

3. Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan

menerapkan idenya sendiri.

4. Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam

belajar.

5. Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.

6. Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat

apabila diuji dengan pengalaman baru.

7. Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru

dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur

pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya

pengalaman baru).

5

Page 9: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

b. Bertanya (Questioning)

Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam

pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa

untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi,

sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain,

kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu

bermula dari bertanya.

Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan

dengan komponen bertanya sebagai berikut:

1. Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.

2. Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui

tanya jawab.

3. Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif

dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.

4. Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan

menilai kemampuan berpikir siswa.

5. Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk:

menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon

siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang

diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki

guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan

menyegarkan pengetahuan siswa.

c. Menemukan (Inquiry)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini

diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-

kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh

siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa

tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri

dari fakta yang dihadapinya.

6

Page 10: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa

menemukan sendiri.

2. Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan

bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

3. Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan,

pengumpulan data, dan penyimpulan.

4. Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau

melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan,

gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau

menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens

yang lain).

d. Masyarakat belajar (learning community)

Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh

dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing

antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik

di dalam maupun di luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam

diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat

mendukung komponen learning community.

Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan

pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah

sebagai berikut:

1. Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan

pihak lain.

2. Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima

informasi.

3. Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.

7

Page 11: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

4. Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di

dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang

dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.

5. Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi

sumber belajar.

e. Pemodelan (modelling)

Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran

keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru

siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara

mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu

penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa

dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa

ditunjukkan modelnya atau contohnya.

Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika

melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model

atau contoh yang bisa ditiru.

2. Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari

ahlinya.

3. Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil

karya, atau model penampilan.

f. Refleksi (reflection)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran

dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang

baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah,

dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam

pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa

akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan

pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki

8

Page 12: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia

bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.

Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka

penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut:

1. Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan

pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.

2. Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan

yang baru diperolehnya.

3. Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang

baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau

unjuk kerja.

g. Penilaian autentik (authentic assessment)

Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual

adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran

atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran

perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa

memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian

autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data

yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa

berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi

perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam

pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui

perkembangan pengalaman belajar siswa.

2. Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian

proses dan hasil.

3. Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat

merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan

9

Page 13: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana

perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.

4. Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat

mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer

assessment).

Selain itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru

ketika akan menggunakan pendekatan CTL. Diantaranya adalah :

1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang

sedang berkembang.Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh

tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.Anak

bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,melainkan organism yang sedang

berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat

ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan

demikian peran guru bukan sebagai instruktur yang memaksakan kehendak

melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka belajar sesuai dengan

tahap perkembangannya.

2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan

penuh tantangan.Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh

dan baru. Oleh karena itu belajar belajar bagi mereka adalah mencoba

memecahkan setiap persoalan yang menantang, Dengan demikian guru

berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk

dipelajari oleh siswa.

3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru

dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah

membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru

dengan penngalaman sebelumnya.

4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada atau

proses pembentukan skema baru,dengan demikian tugas guru adalah

memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses

akomodasi.

10

Page 14: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

7. Strategi pembelajaran CTL

Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara

konstektual antara lain: 

a. Pembelajaran berbasis masalah

Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang

untuk berfikir kritis untuk memecahkan. 

b. Menggunakan konteks yang beragam

Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga

makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas.

c. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa

Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual

dan social seyogianya  dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar 

saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan

interpersonal.

d. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri

Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk

menguasai cara belajar untuk belajar mandiri dikemudian hari. 

e. Belajar melalui kolaborasi

Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan

dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam

kelompoknya.

f. Menggunakan penelitian autentik

11

Page 15: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara

terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju

terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

g. Mengejar standar tinggi

Setiap sekolah seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari

waktu kewaktu terus ditingkatkan  dan setiap sekolah hendaknya melakukan

Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai sekolah dan luar

negeri.

Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD)

Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:

a. Relating

Belajar dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks

merupakan kerangka kerja yang dirancang guru  untuk membantu peserta didik

agar yang dipelajarinya bermakna.

b. Experiencing

Belajar adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif

dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal

yang dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang

dipelajarinya.

c. Applying

Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang

dimiliki dengan dalam konteks dan pemanfaatanya.

d. Cooperative

Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan

kelompok, komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.

12

Page 16: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

e. Trasfering

Belajar menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

8. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran CTL

Terdapat beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, diantaranya adalah :

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk

dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan

materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi

itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya

akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep

kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran

konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan

pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa

diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang

materi yang dipelajari.

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya

kepada guru.

5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk

memecahkan masalah yang ada.

6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :

1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan

pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa

tidak mengalami sendiri.

13

Page 17: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa

karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang

lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang

lain dalam kelompoknya.

4. Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak

lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas

sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan

ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang

sedang berkembang. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar

dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka

sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan

perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran

sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

5. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan

dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru

bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak

melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai

dengan tahap perkembangannya.

Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam menerapkan model

pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas.

Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara

heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.

14

Page 18: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

1. RME sebagai Inovasi Pendidikan Matematika

Salah satu permasalahan yang muncul terkait dengan dunia pendidikan

matematika di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi sejak

lama adalah bagaimana melakukan transformasi berbagai konsep matematika

yang telah dikenal masyarakat menjadi konsep-konsep yang mengasyikkan untuk

dipelajari dan mudah untuk diaplikasikan.

Sejalan dengan hal tersebut, di dalam pendidikan matematika terdapat

perubahan yang cukup signifikan, khususnya dalam hal pendekatan

pembelajarannya. Profesor Dr. Robert Sembiring dari Intsitut Teknologi Bandung

(ITB) merintis Realistic Mathematics Education (RME) atau pendidikan

matematika realistik di Indonesia dengan membentuk IP-PMRI (singkatan dari

Institut Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Tujuan

utama institut ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di

Indonesia melalui reformasi pendekatan pembelajaran matematika di sekolah

dengan menggunakan teori pembelajaran Realistic Mathematics Education

(RME) atau dalam konteks Indonesia-PMRI.

IP-PMRI itu sendiri mengadopsi RME yang dikembangkan oleh Freudenthal

Instute Belanda, yang merupakan sebuah lembaga penelitian dan pengembangan

pendidikan matematika di Universitas Utrecht. Setelah dianggap berhasil

diterapkan di Eropa dan Amerika, metode ini mulai berkebang ke Asia. Tepatnya

tahun 2001 RME mulai merambah Indonesia.

2. Sejarah RME

Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education

(RME) mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan

matematika di Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan

15

Page 19: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

ini mula-mula diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek

Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar

ditentukan oleh pandangan Freudenthal (1977) tentang matematika. Menurut

pandangannya matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan

pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian

dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang

ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan

kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada

pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan

melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama

matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran

matematika harus pada kegiatan bermatematika atau “matematisasi”

(Freudental,1968).

Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut

dalam 2 tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi

horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas

matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Matematisasi vertikal di pihak lain merupakan proses

reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung

dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian

menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah

nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam

ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda

maknanya dan sama nilainya (Freudenthal, 1991). Hal ini disebabkan oleh

pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya

bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan

“membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari

dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.

16

Page 20: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

3. Pengertian RME

RME adalah suatu pendekatan dimana matematika dipandang sebagai

suatu kegiatan manusia (Freudental, 1973, Treffers, 1987, De Moor, 1994 dalam

Ahmad Fauzan 2001:1). Kata Realistik diambil dari salah satu diantara empat

pendekatan dalam pendidikan matematika yang diklasifikasikan oleh Treffers

(Marpaung,2001:2). Realistik yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi

dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada

tahap ini siswa melakukan aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya,

siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentfikasi aspek

matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan

vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

RME merupakan metode yang dapat memberikan pengertian mengenai

proses pendidikan matematika sebagai proses menggabungkan pandangan tentang

apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana

matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh

dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif

matematika yang sudah jadi), namun pendidikan harus mengarahkan siswa kepada

penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali

matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari

berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber

belajar.

Dua pandangan penting RME adalah ‘mathematics must be connected to

reality and mathematics as human activity’.Pertama, matematika harus dekat

terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia

menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia sehingga siswa harus di

beri kesempatan untuk belajar.

Menurut pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika,

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep

matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam

hal ini berperan sebagai fasilitator. Hal ini dilakukan agar siswa mampu

17

Page 21: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

menemukan konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan

tugas guru adalah terus memantau atau mengarahkan siswa dalam pembelajaran.

RME dimulai dengan pengajuan masalah yang kaya (rich problem), yakni

masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara yang berbeda.

Karakteristik rich problem adalah:

1. Pemecahannya mengarah pada aktivitas matematika.

2. Pemecahannya dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan.

3. Biasanya diambil dari masalah kehidupan sehari-hari.

4. Pada dasarnya adalah masalah open-ended.

5. Biasanya melibatkan banyak disiplin ilmu lain.

Pada RME, pendidikan matematika lebih ditekankan pada aktivitas, yaitu

aktivitas matematisasi. Matematisasi terdiri dari dua tipe yaitu matematisasi

vertikal dan matematisasi horisontal.

o Matematisasi horisontal adalah proses penggunaan matematika

sehingga siswa dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah

dalam situasi nyata.

o Matematisasi vertikal adalah proses pengorganisasian kembali dengan

menggunakan matematika itu sendiri.

Matematisasi horisontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol atau

pentransformasian masalah nyata ke dalam model matematika, sedangkan

matematisasi vertikal bergerak dalam dunia simbol itu sendiri atau proses dalam

matematika itu sendiri.

Berdasarkan dua jenis matematisasi inilah, dibuatlah 4 klasifikasi

pendekatan dalam pendidikan matematika, yaitu mekanistik, empiristik,

strukturalistik, dan realistik.

1. Pendekatan mekanistik tidak menggunakan matematisasi horisontal dan

matematisasi vertikal.

2. Pendekatan empiristik hanya menggunakan matematisasi horizontal.

3. Pendekatan stukturalistik hanya menggunakan matematisasi vertikal.

18

Page 22: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

4. Pendekatan realistik menggunakan matematisasi horisontal dan

matematisasi vertikal dalam proses belajar mengajar.

4. Karakteristik RME

Secara umum, teori RME terdiri dari lima karakteristik yaitu:

1. Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika.

Menggunakan konteks “dunia nyata” yang tidak hanya sebagai

sumber matematisasi tetapi juga sebagai tempat untuk

mengaplikasikan kembali matematika. Pembelajaran matematika

realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga

siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara

langsung. Proses pencarian (inti) dari proses yang sesuai dari

situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai

matematisasi konseptual. Dengan pembelajaran matematika

realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit.

Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep

matematika ke bidang baru dan dunia nyata. Oleh karena itu untuk

membatasi konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-

hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan

penerapan matematika dalam sehari-hari.

2. Penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal

sebelum menggunakan cara formal atau rumus. Istilah model ini

berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang

dikembangkan oleh siswa sendiri. Dan berperan sebagai jembatan

bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika

informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model

sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model situasi merupakan

model yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan

formalisasi model tersebut. Melalui penalaran matematika model-

of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada

akhirnya akan menjadi model matematika formal.

19

Page 23: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

3. Mengaitkan sesama topik dalam matematika. Menggunakan

keterkaitan dalam pembelajaran matematika realistik. Dalam

pembelajaran ada keterkaitan dengan bidang yang lain, jadi kita

harus memperhatikan juga bidang-bidang yang lainnya karena

akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam

mengaplikasikan matematika biasanya diperlukan pengetahuan

yang kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri

tetapi juga bidang lain.

4. Penggunaan metode interaktif dalam belajar. Menggunakan

interaktif. Interaktif antara siswa dengan guru merupakan hal yang

mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk

interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi,

penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan,

digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk

informal siswa.

5. Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa. Menggunakan

produksi dan konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa

dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk

melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting

dalam proses belajar. Strategi-strategi formal siswa yang berupa

prosedur pemecahan masalah konstekstual merupakan sumber

inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu

untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

5. Prinsip Utama RME

Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1. Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua

hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

2. Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan

simbol”.

20

Page 24: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat

pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.

4. Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.

5. Intertwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok

bahasan.

Gravemeijer dalam Yulianti (2006:12), menyatakan bahwa dalam

merancang pembelajaran yang berbasis RME ada 3 prinsip kunci (Key

Principles) yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut.

1. Penemuan Kembali Terbimbing dan Matematisasi Progresif (Guided

Reinvention dan Progressive Mathematization)

Dalam mempelajari matematika perlu diupayakan agar siswa

mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep,

prinsip matematika dan lain-lain, dengan bimbingan orang dewasa,

dengan melalui proses matematisasi horizontal dan matematisasi

vertical, seperti yang dulu pernah dialami oleh para pakar pertama kali

menemukan atau mengembangkan konsep-konsep atau materi-materi

tersebut.

2. Fenomenologi Didaktis (Didactical phenomenology)

Fenomenologi didaktis mengandung arti bahwa dalam mempelajari

konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam

matematika, para peserta didik perlu bertolak dari masalah-masalah

(fenomena-fenomena) realistik, yaitu masalah-masalah yang berasal

dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalahmasalah yang

dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah yang nyata. Masalah

yang dipilih untuk dipecahkan juga harus didesuaikan degan tingkat

berpikir peserta didik.

3. Mengembangkan Model-Model Sendiri (Self-developed models)

Self-developed models mengandung arti bahwa dalam mempelajari

konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan

melalui masalah-masalah yang realistik peserta didik mengembangkan

sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah-masalah

tersebut dengan berbekal pengetahuan penunjang yang telah dimiliki.

21

Page 25: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Adapun prinsip RME Menurut Van den Heuvel Panhuizen (dalam

Supinah dan Agus D.W, 2008), prinsip-prinsip dalam pendekatan realistik

adalah sebagai berikut :

1. Prinsip aktivitas (Activity Principle)

Matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus aktif baik

secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.

2. Prinsip realitas (Reality Principle)

Pembelajaran matematika dimulai dengan masalah-masalah yang

realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

3. Prinsip berjenjang (Level Principle)

Artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang

pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah

kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi

memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai

mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.

4. Prinsip jalinan

Artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang

dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu

sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi

itu secara lebih baik.

5. Prinsip interaksi

Yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan

harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam

menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan

menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan

itu serta menanggapinya.

6. Prinsip bimbingan ( Guidance Principle)

Yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan

pengetahuan matematika.

22

Page 26: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Pembelajaran matematika dengan menggunakan RME banyak

memfasilitasi berbagai aspek :

1. Matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal

dan tidak terlalu abstrak.

2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa

3. Menekankan belajar matematika pada learning by doing

4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa

menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku

5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika

6. Keuntungan Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik

Utari (2003:11) mengungkapkan berbagai keuntungan pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan realistik, yaitu:

1. Melalui penyajian masalah konstektual pemahaman

konsepsiswa meningkat dan bermakna mendorong siswa untuk

memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitar.

2. Siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga

mereka tidak takut belajar matematika.

3. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya

dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari bidang studi

lainnya.

4. Memberi peluang pengembangan potensi dan kemampuan

berfikir alternative.

5. Kesempatan cara penyelesaian berbeda.

6. Melalui belajar berkelompok, siswa dilatih untuk menghargai

pendapat orang lain.

23

Page 27: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

7. Memenuhi empat pilar yang dikemukakan oleh UNESCO yaitu

learning to know, learning to do, learning to be, learning to

live together.

Asmin (2006) menggambarkan tentang keunggulan dan kelemahan RME

yang disajikan pada tabel berikut:

Kelemahan dan Keunggulan RME

Keunggulan Kelemahan

1. Karena siswa membangun

sendiri pengetahuannya

maka siswa tidak mudah

lupa dengan

pengetahuannya.

2. Suasana dalam proses

pembelajaran

menyenangkan karena

menggunakan realitas

kehidupan, sehingga siswa

tidak cepat bosan belajar

matematika.

3. Siswa merasa dihargai dan

semakin terbuka karena

setiap jawaban siswa ada

nilainya.

4. Memupuk kerja sama

dalam kelompok.

5. Melatih keberanian siswa

karena harus menjelaskan

jawabannya.

6. Melatih siswa untuk

terbiasa berpikir dan

mengemukakan pendapat.

1. Karena sudah terbiasa diberi

informasi terlebih dahulu

maka siswa masih kesulitan

dalam menemukan sendiri

jawabannya.

2. Membutuhkan waktu yang

lama terutama bagi siswa

yang lemah.

3. Siswa yang pandai kadang-

kadang tidak sabar untuk

menanti temannya yang

belum selesai.

4. Membutuhkan alat peraga

yang sesuai dengan situasi

pembelajaran saat itu.

5. Diskusi kelompok masih

dikuasai oleh siswa

kelompok pandai, sedangkan

untuk kelompok siswa

kurang pandai cenderung

pasif dan cenderung lama

dalam mengerjakan tugas

dari guru.

6. Tingkat pengetahuan guru

24

Page 28: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

7. Pendidikan budi pekerti,

misalnya: saling kerja sama

dan menghormati teman

yang sedang berbicara.

yang rendah mengakibatkan

terjadinya miskonsepsi

terhadap materi.

7. Implementasi pembelajaran Matematika Realistik

Implementasi RME di kelas meliputi tiga fase yaitu:

1. Fase pengenalan

Pada fase ini guru memperkenalkan masalah realistic dalam

matematika kepada siswa serta membantu untuk memberikan

pemahaman masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua

konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk

mengkaitkan masalah yang dikaji dengan pengalaman siswa

sebelumnya.

2. Fase eksplorasi

Pada fase ini siswa dianjurkan bekerja secara individual, berpasangan,

atau berkelompok. Pada saat siswa bekerja, mereka mencoba membuat

model situasi masalah, berbagai pengalaman atau ide, mendiskusikan

pola dibentuk, serta berupaya membuat dugaan. Peran guru disini

adalah melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa, memberi

motivasi kepada siswa untuk giat bekerja, dan memberikan bantuan

seperlunya bagi siswa yang membutuhkan. Bagi siswa yang

berkemampuan tinggi, dapatdiberikan pekerjaan yang lebih menantang

yang berkaitan dengan masalah.

3. Fase meringkas

Setelah siswa menunjukkan kemajuan dalam pemecahan masalah, guru

dapat mengajukan dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi,

alternatif-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan,

memperbaiki strategi dan dugaan mereka, dan membuat keterkaitan.

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran

matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran

25

Page 29: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada

siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian

menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa

memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami

pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang

sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda

dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal

dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Berikut adalah beberapa contoh situasi yang dapat dilakukan oleh

guru dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik :

1. Penjumlahan

Seorang siswa diminta untuk membuka “warung” di sudut kelas.

Siswa yang lain diminta untuk membeli dua jenis menu dan

menghitung berapa harga yang harus dibayar. Daftar menu dan

harga dibuat dalam bentuk gambar yang menarik.

2. Pengurangan

a. Suatu mikrolet memuat 12 penumpang dari terminal Arjosari.

Ketika sampai di pasar, ada yang turun sebanyak 6 orang.

Berapa siswa penumpang mikrolet itu sekarang?

b. Di dua halte, dibuat catatan mengenai jumlah penumpang yang

naik dan turun pada suatu mikrolet. Halte pertama mencatat

jumlah penumpang yang naik dan halte kedua mencatat jumlah

penumpang yang turun. Selanjutnya mikrolet melanjutkan

perjalanan. Catatan untuk semua mikrolet ada. Yang

ditanyakan berapa sisa penumpang setelah masing-masing

mikrolet melewati halte kedua.

3. Perkalian

a. Andi mempunyai 3 kucing, berapa jumlah kaki semua kucing

Andi?

b. Andi mempunyai 2 kambing dan 5 ayam. Berapa jumlah kaki

kambing dan kaki ayam yang dimiliki Andi?

26

Page 30: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

c. Ibu menghidangkan kue pada tamu. Kue ditaruh di 5 piring

dan masing-masing piring memuat 6 kue. Berapa kue

semuanya?

d. Andi memelihara ayam dan kambing. Setelah dihitung,

diketahui bahwa banyaknya kaki ayam dan kaki kambing

adalah 32. Berapa banyaknya ayam dan kambing Andi?

4. Pembagian

Ibu mengundang 30 orang tetangga untuk acara syukuran. Ayah

menyediakan meja tamu yang mempunyai 6 kursi. Berapa

banyaknya meja yang diperlukan untuk tamu?

5. Sistem Persamaan Linear Dua Peubah

Langkah-langkahnya sebagai berikut.

a. Diberi permasalahan nyata yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari siswa berikut. Misalnya :

Ali membeli dua buku dan satu pensil harganya Rp.

5000,00. Amir membeli satu buku dan satu pensil yang

sama dengan yang dibeli Ali harganya Rp. 3500,00. Jika

Andi membeli satu buku berapa harganya?

b. Guru membimbing siswa untuk mengenal konsep SPL dua

peubah. Guru mengajak siswa menuliskan harga buku sebagai

B dan harga pensil sebagai P. Akan didapat

2B + P = 5000

B + P   = 3500

c. Guru menjelaskan bahwa bentuk tersebut dinamai Sistem

Persamaan Linear Dua Peubah.

d. Guru mengajak siswa menyelesaikan SPL tersebut secara

formal, sebagai berikut.

2B + P = 5000

B + P   = 3500

Persamaan pertama dikurangi persamaan kedua menghasilkan

B = 1500.

Jadi, harga satu buku Rp.1.500,00.

27

Page 31: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

Daftar Pustaka

Contextual Teaching and Learning (CTL)

http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-contextual-teaching.html

di akses pada pukul 14:17 tanggal 22/10/12

http://pend-ekonomi.blogspot.com/2012/03/pengertian-tujuan-dan-strategi.html

di akses pada pukul 14:20 tanggal 22/10/12

http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/07/metode-pembelajaran-ctl.html

di akses pada pukul 14:21 tanggal 22/10/12

http://almasdi.unri.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=68:berita-6&catid=25:the-project

di akses pada pukul 14:23 tanggal 22/10/12

http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html

di akses pada pukul 14:24 tanggal 22/10/12

http://konsultasikurikulum.sekolahjuara.com/2011/02/09/bagaimana-penerapan-ctl-dalam-pembelajaran/

http://syacom.blogspot.com/2012/04/strategi-pembelajaran-konstekstual.html

http://pend-ekonomi.blogspot.com/2012/03/pengertian-tujuan-dan-strategi.html

http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html

http://arissudarmawan.blogspot.com/2011/04/makalah-ctl.html

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-contextual-teaching-learning-ctl/

http://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/02/24/model-pembelajaran-ctl/

28

Page 32: Landasan Kependidikan Ctl Dan Rme 2003

http://andiborneo.blogspot.com/2009/02/kelemahan-dan-kelebihan-ctl-dan-pakem.html

http://almasdi.unri.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=68:berita-6&catid=25:the-project

Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/skripsi-ptk-rme-realistic-mathematics.html

http://syamsulfajrin.blogspot.com/2011/12/penggunaan-model-pembelajaran-realistic.html

http://shofiarenny.wordpress.com/pengetahuan-artikel-tugas-kuliah/diskusi-tentang-metode-pembelajaran-berbasis-rme-realistic-mathematics-education/

PMRI, Institut Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (IP-PMRI), 2006,(http://www.pmri.or.id/home.php).

Zulkardi, RME, http:// www. geocities. com/ Athens /Crete/2336/semarang.doc).

http://funmatika.wordpress.com/2012/01/08/laporan-diskusi-realistic-mathematics-education-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik/

http://www.papantulisku.com/2011/12/kelebihan-dan-kelemahan-

pembelajaran.html

http://www.papantulisku.com/2011/12/ciri-ciri-dan-prinsip-rme-

pendekatan.html

29