rizka k g4a014072 tinea corporis

Upload: c3fkupn2011

Post on 09-Mar-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cdcdscdscdsc

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

TINEA KORPORIS

Disusun Oleh :Rizka KhairizaG4A014072

Pembimbing :dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERANJURUSAN KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2015LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TINEA KORPORIS

Disusun oleh:Rizka Khairiza G4A014072

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, November 2015Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul Tinea Korporis ini dapat diselesaikan.Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing.1. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RS. Margono Soekarjo.1. Rekan-rekan Co-Assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas semangat dan dorongan serta bantuannya.Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RS. Margono Soekarjo.

Purwokerto, November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HalamanBAB I LAPORAN KASUS5A.Identitas Pasien5B.Anamnesis5C. Pemeriksaan Fisik6D.Resume9E.Diagnosis Kerja9F.Diagnosis Banding9G.Pemeriksaan penunjang9H.Terapi9I.Prognosis1BAB II TINJAUAN PUSTAKA11A.Definisi11B.Epidemiologi11C. Etiopatogenesis11E.Gejala Klinis13F.Diagnosis14G.Diagnosis Banding14H.Penatalaksanaan15I.Prognosis17BAB III PEMBAHASAN18A.Penegakkan Diagnosis18B.Diagnosis Banding18C.Pemeriksaan Penunjang19D.Penatalaksanaan20E.Prognosis21DAFTAR PUSTAKA22

I. LAPORAN KASUS

1. IDENTITASNama : Tn. SUsia: 71 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Rajawana, PurbalinggaNo. Rekam Medik: 00438243Tanggal Periksa: 29 Oktober 2015

1. ANAMNESISKeluhan Utama: gatal-gatal dan bercak merah pada badanRiwayat Penyakit Sekarang (RPS)Onset : 6 hari yang lalu.Lokasi: dada, punggung, dan ketiakKronologis: Pasien mengeluhkan gatal-gatal dan kemerahan pada dada, punggung dan ketiak. Pada awalnya gatal dan bercak meraha hanya 2-3 buah dan berukuran kecil, akan tetapi bercak merah yang semain melebar dari hari ke hari. Kualitas: Pasien merasa gatal terutama saat berkativitas sehingga dirasa mengganggu.Kuantitas: Keluhan gatal dirasakan terus-menerus sepanjang hari.Faktor memperberat: Gatal terasa memberat apabila berkeringat dan sedang beraktivitas.Faktor memperingan: dibasahi atau disiram airGejala penyerta: -

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)Keluhan gatal yang sama sebelumnya: diakuiPasien mengaku sebelumnya pernah merasakan gatal yang serupa di lokasi yang sama 1 bulan yang lalu namun bercak merah yang muncul berukuan kecil dan berjumlah sedikit sehingga pasien tidak menganggap serius dan tidak mengobatinya. Rasa gatal hilang dengan sendirinya. Kencing manis / DM: disangkalAlergi obat/makaanan: disangkalAsma : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)Keluhan gatal yang sama : disangkalKencing manis / DM: disangkalAlergi obat/makaanan: disangkalAsma : disangkal

Riwayat Sosial EkonomiPasien merupakan pensiunan guru SD. Saat ini pasien tinggal berdua bersama istrinya. Sehari-hari pasien tidak lagi bekerja. Setiap sore hari pasien disibukkan dengan kegiatan mengurus kebunnya yang cukup luas dan mengurus hewan ternaknya, yaitu ayam dan kambing. Pasien mengaku kerap menggunakan baju yang panjang dan tebal agar tidak terluka saat embersihkan alang-alang sehingga kkerap berkeringat berlebih.

1. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentisTanda vital : N = 88x/menit; RR = 20x/mnt S = 36,4oCBerat Badan = 69 kg; Tinggi Badan = 165 cmStatus GeneralisKepala : bentuk mesochepalMata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Hidung: napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)Telinga: simetris, discharge (-/-)Mulut: bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)Thoraks: bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)Cor/Pulmo: dalam batas normalAbdomen: dalam batas normal

Status Lokalis (Dermatologis)

Gambar 1. Lesi kulit di regio thoraks Gambar 2. Lesi kulit di regio dorsum

Gambar 3. (a. Kiri) Lesi kulit di regio aksilaris tapak lateroposterior;(b. Kanan) Lesi kulit di regio aksilaris tampak lateroanterior

1. Regio thoraksEfloresensi: Makula eritematosa berbatas tegas anular multipel dengan tepi aktif dan central healing2. Regio dorsumEfloresensi: Makula eritematosa berbatas tegas ukurang plakat dengan tepi aktif dan central healing3. Regio aksilaris sinistraEfloresensi: Makula eritematosa berbatas tegas ukuran lentikular hingga plakat dengan tepi aktif dan central healing4. Regio aksilaris sinistra dala batas normal

1. RESUMEPasien seroang pria berusia 71 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS dengan keluhan gatal dan bercak merah pada dada, punggung dan ketiak sejak 6 hari yang lalu. Pasien mengaku gatal dirasakan terus-menerus dan menggangu aktivitasnya. Gatal bertambah berat saat berkeringat atau beraktivitas. Gatal berkurang apabila badan dibasahi atau disiram air saat mandi. Pasien memiliki keluhan gatal yang serupa 2 bulan yang lalu pada lokasi yang sama namun rasa gatal tidak dihiraukan dan menghilang dengan sendirinya. Pada pemeriksaan status dermatologis, makula eritematosa berbatas tegas dengan tepi aktif dan central healing pada regio thoraks, dorsum, dan aksilaris sinistra.

1. DIAGNOSIS KERJATinea korporis

1. DIAGNOSIS BANDINGDermatitis Kontak, Kandidiasis, psoriasis, pitiriasis rosea

1. PEMERIKSAAN ANJURAN1. Peeriksaan kerokan kulit dengan KOH1. Peeriksaan lampu wood

1. PENATALAKSANAAN1. Non farmakologis1. Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang berlebihan1. Menggunakan baju dari bahan yang menyerap keringat (misal: katun), dan menghindari mengenaan baju dari bahan yang tidak menyerap keringat (misal: karet, nylon)1. Tidak bertukar handuk dan dengan orang lain1. Menjemur handuk dan pakaian di luar, tidak di dalam rumah agar tidak lembab1. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena akan memperparah luka dan menimbulkan tempat infeksi baru.

1. Farmakologis1. R/ Loratadine tablet 10 mg 2 dd 1 pc1. R/ Ketokonazol tablet 200mg 2 dd 1 pc1. R/ Mikonazol cream III Hidrokortison 1% cr IAsam salisilat 2%LCD 5% creammf cr da in pot I 2 dd 1 ue

1. PROGNOSIS1. Quo Ad vitam: Ad bonam1. Quo Ad fungsionam: Ad bonam1. Quo Ad sanationam: Ad bonam1. Quo Ad cosmeticam: Dubia ad bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISITinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha (El-Gohary et al, 2014). Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis (Djuanda, 2007).

1. EPIDEMIOLOGIPrevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi (Sharquie et al, 2013).Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Universitas Sumatera Utara Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes dan Tricophyton violaceum (El-Gohary et al, 2014).

1. ETIOPATOGENESISDermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis (Djuanda, 2007).Elemen kecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filament terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan karakteristik utama yang membedakan jamur, karena banyak mengandung substrat nitrogen disebut dengan chitin. Struktur bagian dalam (organela) terdiri dari nukleus, mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma, lisosom, apparatus golgi dan sentriol dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium (Djuanda, 2007).Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora, baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk hifa, besarnya antara 1-3, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut atau lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang membentuk hifa. terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan) (Czaika, 2013).Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak. Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan masuknya jamur ke epidermis (El-Gohary et al, 2014).Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik respon imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum, seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons radang (Sharquie et al, 2013).Respons radang merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur. Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme. Komponen kimia ini antara lain ialah lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut. Unsur kedua merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing. Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Selsel lain yang termasuk respons radang nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK (natural killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan infeksi jamur (Sharquie et al, 2013).Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan jamur setelah jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan sel yang berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik. Sel-sel ini mempunyai mekanisme termasuk pengenalan dan mengingat organism asing, sehingga terjadi amplifikasi dari kerja dan kemampuannya untuk merspons secara cepat terhadap adanya presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T berperan dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat penting pada infeksi jamur. Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak antara limfosit dengan antigen (Sharquie et al, 2013).

1. GEJALA KLINISGambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklik, arsinar, dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang (Siregar, 2014). Tinea korporis yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya (Djuanda, 2007; Hube et al, 2015).1. DIAGNOSISDiagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat. Efloresensi kulit tampak sebagai lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklik, arsinar, dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang (Siregar, 2014).Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR (Hay dan Moore,2004). Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3.Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25- 30C),kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora (Djuanda, 2007).Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna kuning kehijauan (fluoresensi). Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan T.schoenleini (Djuanda, 2007).

1. DIAGNOSIS BANDING1. 1. Dermatitis Kontak Alergi1. Kandidiasis1. Psoriasis1. Ptiriasis rosea

PenyakitGambaran klinis

Dermatitis Kontak AlergiGatalUKK: Makula eritematosa numular-plakat, papul dan vesikel yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat

PsoriasisGatal, bersisik, kumat-kuatan dan tidak pernah sembuhUKK: Makula/plak eritematosa dengan skuama putih tebal berlapis seperti mika

KandidiasisGatal pada area-area lipatan kulit, diperberat dengan keringatUKK: Makula dan papul eritem numular hingga plakat dengan papul eritem disekitarnya sebagai lesi satelit

Pitiriasis roseaBercak-bercak merah pada badan dan tangan yang tidak sakit dan tidak gatalMakula hipopigmentasi hingga eritematosa lonjong dengan skuama halus, sumbu panjang sejajar dengan lipatan kuliat.Didahului dengan lesi induk (mother patch/herald patch) yang diikuti lesi lebih kecil membentuk pola pohon cemara

1. PENATALAKSANAANPengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non medikamentosa dan pengobatan medikamentosa (Hube et al, 2015).0. Non Medikamentosa 0. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya. 0. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang yang terinfeksi.0. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah penyebaran jamur tersebut. 0. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.0. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat sirkulasi udara. 0. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu. 0. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet 0. MedikamentosaPengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan sistemik. Pada tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup diberikan obat topikal. Lama pengobatan bervariasi antara 1-4 minggu bergantung jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan pada lesi yang luas atau kronik rekurens(El-Gohary et al, 2014). Anti jamur topikal yang dapat diberikan yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat (Sharquei, 2013). Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dilakukan dengan kompres basah secara terbuka Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antijamur dengan kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien (Djuanda, 2007).0. Pengobatan TopikalPengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat tersebut. Selain obat-obat klasik, obatobat derivate imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang termasuk golongan imidaol kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4 minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga untuk meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan klinis dan mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan.

0. Pengobatan SistemikPengobatan sistemik yang dapat diberikan pada tinea korporis adalah: GriseofulvinGriseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari KetokonazolKetokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang resisten terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 10 hari 2 minggu Kekurangan dari ketokonaol adalah efek sampingnya yang hepatotoksik bila dikonsumsi lebih dari 10 hari. ItrakonazolDibandingkan dengan ketokonazol itrakonazol relatif baru, naun memberikan hasil yang cukup memuaskan. Mengingat efek sampng ketokonazol, Itrakonazol dianggap lebih aman. Dosisnya adalah 2 x 100-200 mg/hari selama 3 hari 1 minggu. TerbinafinTerbinafin yang bersifat fungsisida juga dapat diberikan sebagai pengganti griseolfulvin. Mengingat efek sampng ketokonazol, Itrakonazol dianggap lebih aman. Dosisnya adalah 62,5-2250 mg/hari bergantung berat badan selama 2-3minggu.

1. PROGNOSISPrognosis tinea korporis secara umum baik. Namun perlu diketahui bahwa penyakit ini erat kaitannya denga higienitas pasien sehingga meskipun keluhan sudah tidak muncul apabila ebersihan tidak terpelihara dapat terjadi infeksi berulang. faktor-faktor yang menjadi penyulit kesembuhan dan atau menunjang kekambuhan tinea korporis diantaranya (El-Gohary et al, 2014).:1. Lesi luas1. Higienitias personal buruk1. Bertahan pada lingkungan dan kebiasaan berpakian yang lembab1. Terapi tidak adekuat

II. PEMBAHASAN

1. PENEGAKKAN DIAGNOSIS Penyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah tinea korporis. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis yang mendukung ke arah diagnosis kerja tinea korporis adalah sebagai berikut (Czaika, 2013):Hasil anamnesis :1. Keluhan utama gatal pada areayang tertutup pakaian dan area lipatan kulit.1. Keluhan gatal memberata apabila pasien berkeringat Maupun beraktivitas.1. Pasien tinggal di tepat bercuaca panas dan beraktivitas menggunakan baju tebal dengan bahan yang tidak menyerap keringat.Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis :1. Lokasi : regio thoraks, dorsum, dan aksilaris1. Efloresensi : makula eritematosa berbatas tegas dengan tepi aktif dan central healing

1. DIAGNOSIS BANDING Berdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :1. Dermatitis kontak alergikaDermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis kontak alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap alergen, sementara pada kasus ini, pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada dermatitis kontak alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan vesikel yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat (Siregar, 2014).1. KandidiasisKandidiasisselalu ditandai dengan rasa gatal yang terutama seakin berat bila berkeringat. Rasa gatal dirasakan pada lesi kulit yang muncul pada area-area yang berkeringat, seperrti lipatan, atau area yang lembap.. Efloresensi pada kandidiasis adalah makula dan papul eritem numular hingga plakat dengan papul eritem disekitarnya sebagai lesi satelit yang tidak diteukan padda lesi kulit pasien (Siregar, 2014).1. PsoriasisPsoriasis merupakan penyakit kronik residif yang memiliki ujud kelainan kulit serupa dermatofitosis. Pasien umumnya mengeluhkan muncul bercak yang bersisik disertai rasa gatal. Efloresensi kulit yang muncul berupa maukla eritem anular multipel dengan sisik putih tebal seperti mika. Terkadang lesi tampak sebagai maula hipopigmentasi dengan tepi eritematosa sehingga sangat mirip dengan dermatofitosis (Siregar, 2014).1. Pitiriasis RoseaPitiriasis rosea biasanya ditandai oleh bercak-bercak merah pada badan dan tangan yang tidak sakit dan tidak gatal. Lesi yang muncul sangat khas, yaitu diawali oleh lesi induk (mother patch/herald patch) yang kemudian diikuti oleh lesi lainnya meengikuti garis lipat kulit seoerti gambaran pohon cemara (Siregar, 2014).

1. PEMERIKSAAN PENUNJANGSelain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR (Djuanda, 2007).Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil (Czaika, 2013).Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna kuning kehijauan (El-Gohary et al, 2014).

1. PENATALAKSANAAN1. Non Farmakologisa. Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang berlebihanb. Menggunakan baju dari bahan yang menyerap keringat (misal: katun), dan menghindari mengenaan baju dari bahan yang tidak menyerap keringat (misal: karet, nylon)c. Tidak bertukar handuk dan dengan orang laind. Menjemur handuk dan pakaian di luar, tidak di dalam rumah agar tidak lebabe. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena akan memperparah luka dan menimbulkan tempat infeksi baru.1. Farmakologis1. Loratadine tablet; 2 x 10 mg/ hariLoratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik gatal dan terbakar pada mata. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini digunakan untuk mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien (Katzung, 2004). 1. Ketokonazol tablet; 2 x 200 mg/ hari.Ketokonazol merupakan fungistatik yang bekerja melalui inhibisi sintesis ergosterol dependen-sitokrom p450 yang berperang dalam pembentukan membran sel. Ketokonazol memiliki hepatotksik sehigga tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama (El-Gohary et al, 2014).1. Krim racikan (Mikonazol + Hidrokortison 1% + Asam salisilat 2% + LCD 5% ); 2 x 1Obat topikal dala sediaan krim diberikan pada pasien untuk dioleskan tipis pada area yang gatal secara teratur sebanyak 2 kali sehari. Mikonazol merupakan obat antifungal bekerja dengan mengubah permebilitas membran sel fungi sehingga merusak sistem barier selektif yang berdampak pada ketidaksimbangan komponen sel. Hidrokrtison merupakan kortikosteroid lemah yang yang berfungsi sebagai anti radang dan anti pruritus. Asam salisilat berfungsi sebagai anti pruritus dan agen keratolitik. LCD merupakan preparat ter batu bara yang berfungsi sebagai anti radang dan emolien (El-Gohary et al, 2014; Djuanda, 2007).

1. PROGNOSISPada pasien lesi tinea korporis cukup luas sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkannya. Namun secara umum tingkat kesembuhan untuk dermatofitosis superfisialis cukup tinggi (Hube et al, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Czaika AV. 2013. Effective Treatment of Tinea Corporis due to Trichophyton mentagrophytes with Combined Isoconazole Nitrate and Diflucortolone Valerate Therapy. Mycoses Special Issues. Blackwell Verlag GmbH. 56(1):30-32.Djuanda A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.El-Gohary M. Van Zuuren EJ, Fedorowics Z, Burgess H, Doney L. 2014. Topical Antifungal Treatment for Tinea Cruris anda Tinea Corporis. Cochrane Databse System Review. Hube B. Hay R, Brasch J, Veraldi S, Schaller M. 2015. Dermatomycoses and Inflammation: The adaptive balance between growth, damage, and survival. Journal of Medical Mycology. 25(1).Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: EGC.Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.Sharquie KE. Noaimi AA, Al-Hashimy SA, Al-Tereihi IG. 2013. Treatment of Tinea Corporis by Topical 10% Zinc Sulfate Solution. The Iraqi Post Graduate Medical Journal. 12(2):247-250.Siregar RS. 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 4. Jakarta : EGC.