resume kasus 1

Upload: uphie-luthfia-rahmy

Post on 30-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESUME KASUS ISISTEM REPRODUKSI I(Kekerasan dalam Rumah Tangga)

Disusun Oleh:Yufi Luthfia Rahmy220110100070

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN2013

KasusSeorang wanita, berusia 10 tahun datang ke P2TP2A untuk melaporkan tindakan suaminya yang sering memukulinya. Sang isstri sudah tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya itu. Dia sering dipukuli dengan menggunakan tangan atau benda-benda yang ada di sekitarnya. Suaminya sering memukuli bila istri tidak memenuhi kebutuhan suaminya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri, namun perilaku dan ucapan kasar dari suami pun kerap kali dilontarkan pada sang istri. Mata pencaharian suami adalah tukang becak, yang sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang. Maka istri sudah tidak pernah menerima nafkah lagi dari suaminya. Mereka tinggal di perkampungan kumuh, pinggiran sungai Ciliwung. Anak mereka sebanyak 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah mereka karena masalah biaya. Sang istri menceritakan bahwa sang suami sering memukulinya karena masalah sepele, suaminya mulai sering memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun yang lalu. Saaat dilakukan pemeriksaan terdapat luka lebam di sekujur badan, tampak sering menangis dan ketakutan, sering menyendiri dan tampak murung.

DefinisiKekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri) PBB dapat disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Citra Dewi Saputra, 2009).Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan maupunanak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaankesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap PerempuanMenurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :1. Kekerasan fisikKekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.Menurut Magetan,2010, kekerasan fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat menyebabkan terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi tindakan penyerangan yang lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku seperti mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda berharga, meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat pasangan sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya. Berikut ini ada beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri :Kekerasan Fisik Berat.

Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan :Cedera beratTidak mampu menjalankan tugas sehari-hariPingsanLuka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya matiKehilangan salah satu panca indera.Mendapat cacat.Menderita sakit lumpuh.Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebihGugurnya atau matinya kandungan seorang perempuanKematian korban.

KekerasanFisik Ringan.

Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan :CederaringanRasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat .

2. Kekerasan psikologis / emosionalKerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7).Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.Pembagiannya:Kekerasan Psikis Berat

Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut :Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.Gangguan stress pasca trauma.Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)Depresi berat atau destruksi diriGangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnyaBunuh diri (www.lbh-apik.or.id).

Kekerasan Psikis Ringan

Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini :Ketakutan dan perasaan terterorRasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindakGangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksualGangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)Fobia atau depresi temporer.

3. Kekerasan seksualKerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. KekerasanSeksual Berat,berupa :

Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

KekerasanSeksual Ringan

Kekerasan iniberupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebutPemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

4. Kekerasan ekonomiPenelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya.KekerasanEkonomi Berat,yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

Memaksakorban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.Melarangkorban bekerja tetapi menelantarkannya.Mengambiltanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

KekerasanEkonomi Ringan,Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Faktor PenyebabMasyarakat membesarkan laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosialPemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanakMelakukan imitasi, terutama laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferiorMasalah rendahnya kesadaran untuk berani melapor karena dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak-pihak yang terkait kurang mensosialisasikan tentang KDRT.Masalah budaya. Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki mendominasi perempuan.Faktor domestik, adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya rasa malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu engurus rumah tangga.

Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam Rumah tanggaAdanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.

Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.Ketergantungan ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami. Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik

Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganyaBeban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan sgala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak elakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.Fustasi.

Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini :Belum siap kawin.Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga.Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang tua atau mertua.Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.

Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.CemburuMasalah orang tua

Orang tua selalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya, ataupun karena perbedaaan sikap terhadap masing-masing orang tua.Faktor PresdiposisiFaktor Psikologis

Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan secara efektif.Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

Faktor Sosial Budaya

Social LearningTheory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan makan semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresifdibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri.Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.Faktor-faktor yang mendukung :Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.Sering mengalami kegagalan.Kehidupan yang penuh tindakan agresif.Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

Karakteristik Kekerasan Dalam KeluargaIsolasi sosialAnggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka kan dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka menyimpanrahasia atau mencegah orang lain mencampuri urusan keluarga yang pribadi

Kekuasaan dan kontrolAnggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi berkuasa dan memilki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya menyebabkanpeningkatan prilaku kekerasan (singer at al, 1995).

Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lainAda hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-alkohol tidak menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat mengurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebih intens atau sering (denham, 1995).

Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDCs division of violence prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.Proses transmisi antargenerasiBerarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial (Humphreeys, 1997; Tyra, 1996). Transmisi antargenerasimenunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus ada.

Tanda dan GejalaKemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:Perubahan fisiologi

Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.Perubahan Emosional

Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.Perubahan Perilaku

Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Dampak Kekerasan dalam Rumah TanggaDalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri. Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan suami.Dampak pada istri :

Perasaan rendah diri, malu dan pasifGangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan dan susah tidurMengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanenGangguan kesehatan seksualMenderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasanKekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks

Dampak pada anak :

Mengembangkan prilaku agresif dan pendendamMimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatanKekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik

Dampak pada suami :

Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimisPendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak perempuan lebih parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan mereka.Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran/abortus, persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR. Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak mampu berpikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini terjadi tidak saja pada wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang bekerja atau mencari nafkah. Seperti terputusnya akses mendadak , kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk tempat tinggal, kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang lain.Upaya penanganan KDRT Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu pendekatan kuratif dan preventif.1. Pendekatan preventif: Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi KDRT. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang mengundang terjadinya KDRT. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada akibat yang ditimbulkan dari KDRT. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan yang harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik, yang menampilkan informasi kekerasan. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelamin, kondisi, dan potensinya. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap korban KDRT. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di lingkungannya. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.Mengkampanyekan penentangan terhadap penayanagn kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan.

2. Pendekatan kuratif:Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan jenis dan tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota masyarakat lainnya.Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam mengurangi, mengeliminir, dan menghilangkan salah satu bentuk KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses kehidupan yang tenang dan membahagiakan. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki efektivitas yang tinggi. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan trauma psikis sampai serius. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih sayang dan keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga tidak menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan pertaubatan diri kepada Allah swt, akan kekeliruan dan kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota keluarga. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap setiap praktek KDRT dengan mengacu pada UU tentang PKDRT, sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan masyarakat.

Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat tergantung pada kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga untuk keluar dari praketk KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah menindak praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Upaya Penanganan KDRT Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Pengahpusan Kekerasan dalam Rumah TanggaSalah satu terobosan hukum yang dilakukan melalui UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah mengenai peran-peran Aparat Penegak Hukum khususnya kepolisian, advokat, dan pengadilan dalam memberikan perlindungan dan pelayanan bagi korban kekerasan adalam rumah tangga. Berikut peran mereka dalam melindungi dan melayanai korban sesuai UU No. 23 Tahun 2004 :Peran Kepolisian (Pasal 16-20)

Pasal 16Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban.Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani.Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

Pasal 17Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja samadengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.Pasal 18Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.Pasal 19Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.Pasal 20Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang :a. identitas petugas untuk pengenalan kepada korban;b. kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; danc. kewajiban kepolisian untuk melindungi korban.2. Peran Advokat (Pasal 25)Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib :a. memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atauc. melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.

3. Peran PengadilanPerlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.Peran Tenaga Kesehatan (Pasal 21)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus :

memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.

Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Peran Pekerja Sosial (Pasal 22)

Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus :

melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban;memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; danmelakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.

Pelayanan pekerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di rumah aman milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat

Peran Relawan (Pasal 23)

Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat :menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping;mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya;mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping; danmemberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

Peran Pembimbing Rohani (Pasal 24)

Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban.

Solusi untuk Mengatasi Kekerasan dalam Rumah TanggaUntuk menurunkan kasus kekerasan dalam rumah tangga, maka massa perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan.

Menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.Mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan.Mempromosikan kesetaraaan gender.Mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media

Untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri:

Mencari bantuan pada psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.

Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.

Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan elajar untuk berlaku asertif. Selain itu juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlindungan.

Suami istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok, masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menimbulkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan melainkan dilandasi oleh rasa saling empati.

Suami istri perlu belajar bagaiamana bersikap asertif da memanage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena potensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut.

Terapi meditasi

Meditasi yaitu suatu latihan mental sederhana yang dirancang untuk mengendalikan perhatian individu pada suatu objek. Meditasi sangat efektif untuk menimbulkan relaksasi dan menurunkan kesadaran fisiologis.Meditasi membuat indivisu dapat belajar menjalani hidup dengan baik dan membuat individu berusaha mengatasi masalah yang dihadapi.Teknik relaksasi untuk melatih mengontrol diri, menerima diri apa adanya, membantu berpikir jernih, mengendalikan berbagai bentuk manifestasi dari stres.

Fakta dan Mitos tentang KDRTMitosFaktaIstri dipukul karena membantah, melawan suami, dan berbuat kesalahan besarKDRT hanya terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan tanpa dasar saling cinta (dijodohkan).KDRThanya terjadi pada suami yang memiliki kelainan jiwa.KDRThanya terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya rendah.KDRThanya terjadi karena suami mabuk, kalah judi, gagal dalam pekerjaan, dan sebagainya.KDRThanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar.KDRTadalah persoalan perempuan Barat.Pemukulan terhadap istri itu terjadi semata-mata karena suami lepas kontrol atau marah.Pemukulan terhadap istri tidak akan terjadi bila suami istri beragama dengan baik dan taat.

Suami memukul karena "kesalahan istri" berdasarstandarnilai si suami.KDRTterjadi pada pasangan yang memulai perkawinan dengan dasar saling cinta.KDRTdilakukan oleh suami yang normal (tidak punya kelainan jiwa).KDRTjuga banyak terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya tinggi.KDRTdilakukan oleh suami yang tidak mabuk, tidak kalah judi, bahkan sukses di dalam karier.KDRTdilakukan oleh suami yang mampu bergaul dengan baik dan santun kepada semua orang.KDRTadalah persoalan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia.Pemukulan terhadap istri justru dengan alasan diperbolehkan agama.

Peran PerawatMemeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan segera lakukan pemeriksaan visum)Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif (ruang pelayanan khusus)Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, serta lembaga sosial yang dibutuhkan korban.Sosialisasi UU KDRT kepada keluarga dan masyarakat.

Alur Pelaporan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak)Dibentuk tahun 2009.Tugas pokok: sebagai wadah pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat (prtp2ajabar.org)Alur penanganan korban KDRT:Korban melapor diterima oleh staf advokasi konsultasi awal need assessment pemilahan kasus prosedur penanganan persetujuan lembar intervensi tenaga ahli rumah tangga konfirmasi dengan suami keluarga korban konseling mediasi tidak bisa didamaikan tenaga ahli hukum.Hal yang Harus DikajiPengkajianAspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.Aspek FisikAspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Aspek emosional

Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturanAspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.Klasifikasi dataData yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

Analisa dataDengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

Daftar Pustaka

Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak dan Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.Bawole, Grace. 2011. Karya Ilmiah Upaya Penangana Kasus KDRT Berdasarkan Kitab KUHP dan Pasca Berlakunya UU 23 Tahun 2004. Universitas Sam Ratulangi. Dep. Kes. RI. (2003). Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta: Dep. Kes. RI__________. (2006). Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari http://www.depkes.co.id.Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM Yogyakarta, 6 November.Kiswantoro. 2010. Skripsi; Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Semarang: IAIN Walisongo.Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta: Ameepro.Monemi Kajsa Asling et.al. (2003). Violence Againts Women Increases The Risk Of Infant and Child Mortality: a case-referent Study in Niceragua. The International Journal of Public Health, 81, (1), 10-18.Rahman, Anita. (2006). Pemberdayaan PerempuanDikaitkan Dengan 12 Area of Concerns (Issue Beijing, 1995). Tidak diterbitkan, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.Sciortino, Rosalia dan Ine Smyth. (1997). Harmoni: Pengingkaran Kekerasan Domestik di Jawa. Jurnal Perempuan, Edisi: 3, Mei-Juni.WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal dan Neunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.____ . (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada tanggal 25 Maret 2007 dari www.depkes.go.id.