responsi wiryani fr.antebrachii
TRANSCRIPT
RESPONSI ILMU BEDAH
Pembimbing : dr. Tanjung AS,Sp.OT
Penyusun : Wiryani Astuti K, S. Ked
NIM : 2007.04.0.0066
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RF
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bratang satu lapangan 36
MRS : 18 juli 2013 jam 12.03
Pemeriksaan : 18 juli 2013 jam 16.00
II. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Nyeri pada lengan bawah kanan
Keluhan Tambahan
Lengan bawah kanan sulit digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang ke IGD RSAL pada tanggal 17 juli 2013
pukul 21.30 dengan keluhan nyeri pada lengan bawah kanan saat
digerakkan dan sulit untuk digerakkan. Sebelumnya pasien
bermain dengan temannya lalu dikejar dan jatuh tersandung
dengan badan telungkup dan lengan bawah kanan tertindih badan
pasien. Kepala pasien tidak terbentur dan tidak pingsan. Setelah
jatuh, pasien merasa lengan bawah kanannya sakit, sulit
digerakkan dan bengkak. Setelah itu pasien pulang rumah dan
dibawa ke IGD RSAL oleh orangtuanya. Di IGD RSAL lengan
bawah kanan dirontgen, dipasang bidai, diberi obat anti nyeri dan
1
disarankan untuk kontrol ke poli orthopedi besoknya. Keesokannya
pasien dan orang tua ke poli orthopedi disarankan untuk MRS
untuk reposisi. Tidak ada riwayat trauma lain sebelumnya. Tidak
ada keluhan mual, muntah, pusing dan penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita menyangkal adanya riwayat trauma dan operasi
sebelumnya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 130 cm
Berat Badan : 39 kg
Vital Sign :
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
Respiratory Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,30 C
Kepala dan Leher :
Konjungtiva Palpebra : tidak tampak anemis
Sklera : tidak tampak icterus
Reflex Pupil : ( +/+ ), isokhor Ø 3 mm
Gerak Bola Mata : simetris
Nafas Cuping Hidung : ( - )
Deviasi Trachea : ( - )
Pembesaran KGB : ( - )
Pembesaran kel. Thyroid : ( - )
JVP : tidak meningkat
2
Thorax :
Sistem Kardiovaskuler :
Inspeksi : ictus cordis tidak rampak
Palpasi : ictus cordis teraba MCL ICS V sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : parasternal line ICS V
Batas jantung kiri : MCL ICS V sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, murmur(-), gallop(-)
Sistem Respiratorik :
Inspeksi : normochest
Palpasi : gerak napas simetris
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesicular +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi ( - )
Palpasi : Nyeri tekan ( - ),
Hepar / Lien / Ginjal tidak teraba
Perkusi : Tympani, meteorismus ( - )
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral hangat (+) pada ekstremitas superior et inferior
dextra et sinistra.
Edema (+) pada ekstremitas superior dextra
Status Lokalis
Regio antebrachii dextra
Look : deformitas (+) angulasi, edema(+), hematom(-),
vulnus(-), jejas (-).
Feel : nyeri tekan (+), hangat (-), krepitasi (-),
arteri radialis teraba (+), sensoris tidak menurun, CRT < 2
detik.
3
Move : Nyeri gerak aktif dan pasif (+), ROM aktif terbatas,
false movement (-), Plegi (-), Parese (-)
IV. DIAGNOSA:
- Close Fracture Antebrachii 1/3 distal dextra
V. PLANNING
1. Recognition
Planning Diagnosa
a. Radiologi Foto Antebrachii dextra AP/Lateral Foto Rontgen :
4
Diagnosa : Fraktur inkomplet os.radius dan ulna 1/3 distal dekstra
dengan garis fraktur transversal dan bowing fraktur os radius dan
ulna 1/3 distal dekstra (fraktur greenstick)
5
b. Laboratorium:
(18 juli 2013, pukul 12.53) :
WBC = 9000
Hb = 12.2 g/dl
Hct = 33.3%
Plt = 409.000
SGOT = 18 SGPT= 23
Na = 133,6
K = 3,78
Cl = 103,4
Faal Hemostasis: PT = 12,0 APTT= 35,2
Masa Perdarahan : 3 menit
Masa Pembekuan : 13 menit 5 detik
2. Reduction
Closed reduction, refrakturisasi serta pemasangan long
arm cast. Setelah itu evaluasi apakah acceptable atau tidak. Jika
acceptable maka terapi diteruskan. Selain itu perlu dilakukan
evaluasi untuk mengetahui komplikasi, yaitu: Compartment
syndrome atau stiffness.
Pada compartment syndrome maka yang perlu
dilakukan adalah elevasi, gips dibelah/split, serta exercise jari-jari
selama 15 menit. Jika setelah 15 menit keadaan tidak membaik,
maka perlu dipikirkan untuk melakukan fasciotomy. Pada kekakuan
atau stiffness maka perlu dilakukan fisoterapi baik aktif maupun
pasif.
Jika dengan closed reduction, refrakturisasi dan
pemasangan long arm cast tidak berhasil maka perlu disarankan
untuk operasi. Indikasi operasi adalah: jika reposisi tertutup tidak
berhasil, terjadi open fracture, dan terdapat komplikasi yaitu infeksi.
6
3. Retention
pemasangan long arm cast posisi pronasi
4. Rehabilitation
- Fisioterapi aktif dan pasif
- Bila masih nyeri dapat diberikan obat analgetika :
asam mefenamat 3x 500 mg (p.r.n)
Planing Monitoring
Mencari tanda-tanda komplikasi (infeksi, malunion,
non-union, stiffness, compartment syndrome).
Kontrol poli baik post closed reduction maupun post
operasi 1 minggu kemudian serta foto ulang
antebrachii dextra AP/Lat.
Biasanya penyambungan setelah 3 minggu lalu
kontrol foto antebrachii dextra AP/Lat, jika tampak
adanya callus lepas gips.
VI. RESUME
1. Anamnesa
♂ anak-anak 11 tahun ke UGD RS.AL dengan keluhan nyeri
lengan kanan bawah saat digerakkan, sulit untuk digerakkan dan
bengkak. Sebelumnya jatuh dengan posisi badan telungkup dan
lengan bawah kanan tertindih badan. Tidak ada mual,muntah
dan penurunan kesadaran.
2. Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Status generalis : dalam batas normal
7
- Status lokalis : Regio antebrachii dekstra
Deformitas (+) angulasi, edema (+), nyeri tekan (+), nyeri
gerak aktif dan pasif (+), ROM aktif terbatas
Laporan Operasi
Nomor RM : 440041
Nama : An. Rafi, 11 tahun
Kelamin : Laki-laki
Ruangan : C1
Tanggal : 19 Juli 2013
Diagnosa Pra bedah: Greenstick fr.antebrachii dextra 1/3 distal
Diagnosa Pasca bedah: Post reposisi + Gips
Jaringan yang di eksisi / insisi :
1. Informed consent
2. Pasien supine dibawah general anestesi
3. Didapatkan greenstick fr.antebrachii dekstra 1/3 distal
4. Dilakukan closed reduction + refraktur + imobilisasi : LAC
5. Op. selesai
VII. PROGNOSA
Dubia ad bonam.
8
FOLLOW UP
Jumat, 19 Juli 2013, pre reposisi. Jumat , 19 Juli 2013, post reposisi.S: sedikit nyeri pada lengan bawah kanan
O: VS: TD: 110/70 mmHg Nadi: 80x/min Suhu: 36,2°C RR: 20x/min Status generalis: dbn Status lokalis regio antebrachii dextra:L: bidai (+), bandage(+)F: nyeri tekan (+), pulsasi arteri Radialis (+), sensoris dbnM: ROM dan gerak aktif pasif terbatas karena nyeri.
A: Close Fracture antebrachii 1/3 distal dextra
P: Pro Closed reduction + LAC hari ini
S: keluhan (-)
O: VS: TD: 110/70 mmHg Nadi: 84x/min Suhu: 36,3°C RR: 20x/min Status generalis: dbn Status lokalis regio antebrachii dextra:L: LAC(+) F: nyeri tekan(-), pulsasi arteri Radialis (+), sensoris dbnM: ROM dan gerak aktif pasif terbatas
A: post closed reduction + LAC
P: instruksi post.op Inj. Ketorolac 3x15 mg Inj. Rantin 2x1/2 amp foto Antebrachii dekstra
AP/Lat
9
FOLLOW UP
Sabtu, 20 juli 2013
S: keluhan(-)
O: VS: TD: 120/80 mmHg Nadi: 80x/min Suhu: 36,2°C RR: 20x/min Status generalis: dbn Status lokalis regio antebrachii dextra:L: LAC (+)F: nyeri tekan (-), hangat (+), pulsasi arteri Radialis (+), sensoris dbnM: ROM dan gerak aktif pasif terbatas
A: post Closed reduction + LACP: ACC KRS
10
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
1.1 Anatomi Radius
Radius adalah tulang lengan bawah bagian lateral. Tulang ini
melebar pada ujung proksimal dan distal; dan bagian distal ada bagian
yang lebih lebar. Tulang radius bagian tengah melebar dengan cepat saat
menuju ujung distal, berbentuk konveks pada bagian lateral dan konkav
pada bagian anterior. 2
Ujung proksimal meliputi kepala, leher dan tuberositas. Kepala
berbentuk diskoid, permukaan proksimal berbentuk cekungan dangkal
untuk kapitulum humeri. Bagian pinggiran artikular yang halus terdalam
secara vertikal pada bagian medial dan vertikal, di mana yang
berhubungan dengan tonjolan ulnaris radial. Permukaan posterior teraba
dalam depresi kecil di sisi lateral bagian belakang siku. Bagian leher
merupakan penyempitan distal ke arah kepala. Tuberositas adalah
sebelah distal dari bagian medial leher; bagian posteriornya kasar dan
bagian anterior biasanya halus. 2
Bagian shaft / tengah ini memiliki konveksitas lateral, dan bentukan
segitiga. Perbatasan interoseus merupakan bagian yang tajam, kecuali
pada dua bidang: proksimal (dekat tuberositas), dan distal, di mana batas
interoseus adalah margin posterior suatu bagian kecil yang memanjang,
berbentuk segitiga, dan proksimal dari ulnar notch. Kedua daerah
membentuk permukaan medial. Membran interoseus melekat ke ¾ bagian
distal, dan menghubungkan radius ke ulna. Batas anterior terlihat jelas di
kedua ujungnya. Bagian ini turun pada sisi lateral dari bagian anterolateral
dari tuberositas sebagai garis oblique anterior, yang pada bagian distal
menjadi tajam teraba sepanjang margin lateral dari permukaan anterior.
Batas posterior dapat dilihat dengan baik hanya pada bagian 1/3
tengahnya: bagian proksimal naik secara medial menuju bagian
posteroinferior dari tuberositas, dan pada bagian distal hanyalah
11
berbentuk ujung bulat. Permukaan anterior, antara batas anterior dan
interoseus, berbentuk cekung secara transversal dan menunjukkan
kelengkungan distal depan. Dekat titik tengahnya ada foramen dan kanal
nutrisi yang mengarah ke proksimal. Permukaan posterior, antara
interoseus dan perbatasan posterior, sebagian besar datar tapi dapat
sedikit berongga di daerah proksimal. Permukaan lateral sedikit konveks.
Pada bagian proksimal, karena kemiringan dari batas anterior dan
posterior, bagian ini melampaui aspek anterior dan posterior dan pada
bagian ini menjadi sedikit lebih kasar. Area yang iregular dan berbentuk
oval terdapat di dekat bagian tengah dan memiliki permukaan yang halus.2
Ujung distal adalah bagian terluas. Bagian ini memiliki empat-sisi.
Permukaan lateral sedikit kasar, menonjol ke arah distal sebagai prosesus
styloid yang bisa diraba ketika tendon di sekitarnya yang kendur.
Permukaan artikular karpal dibagi oleh tonjolan menjadi daerah medial
dan lateral. Bagian medial berbentuk segi empat, sedangkan lateral
berbentuk segitiga dan melengkung ke prosesus styloid. Permukaan
anterior adalah tonjolan tebal dan prominen dan teraba bahkan melalui
tendon atasnya, 2 cm proksimal ke eminensia tenar. Permukaan medial
adalah ulnar notch, dimana berbentuk konkav halus anteroposterior untuk
artikulasi dengan kepala ulna. Permukaan posterior menampilkan
tuberkulum dorsal yang dapat teraba (tuberkulum Lister), yang dibatasi
pada bagian medial oleh cekungan oblik dan sejalan dengan celah antara
jari telunjuk dan jari tengah. Lateral dari tuberkulum terdapat celah yang
lebar dangkal, yang dibagi oleh daerah vertikal yang tipis. 2
1.2 Anatomi ulna
Ulna terletak medial dari radius pada lengan bawah dalam posisi
supinasi. Ujung proksimal adalah kait besar yang cekung ke depan. Batas
lateral dari batang radius adalah krista interoseus tajam. Tulang berkurang
secara progresif dari massa proksimal di hampir seluruh panjang tulang,
tetapi pada ujung distal membesar menjadi kepala bulat kecil dan
prosessus styloid. Batang ulna adalah berbentuk segitiga dan tidak
12
memiliki kurva ganda. Panjang keseluruhannya sedikit cembung kearah
posterior. Pada bagian mediolateral, permukaannya berliku-liku. Bagian
proksimal memiliki sedikit kelengkungan konkav lateral, dan bagian distal
kelengkungan konkav pada bagian medial. 2
Ujung proksimal terdiri dari olekranon yang besar dan prosesus
koronoideus dan troklear dan radial notch yang mengartikulasikan
humerus dan radius. Olekranon terletak lebih proksimal dan membengkok
ke depan pada puncaknya seperti paruh, yang memasuki fossa olekranon
humerus pada posisi ekstensi. Permukaan posteriornya halus, triangular
dan subkutan, dan perbatasan proksimal membentuk 'titik' siku. Saat
ekstensi, bagian ini dapat dirasakan di dekat sebuah garis yang
menghubungkan epikondilus humerus, tetapi pada saat fleksi bagian ini
turun, sehingga tiga tonjolan tulang membentuk segitiga sama kaki.
Permukaan artikular anterior membentuk daerah proksimal troklearis
notch. Dasarnya sedikit menyempit di mana bagian ini bergabung dengan
batang ulna dan merupakan bagian tersempit dari proksimal ulna.
Prosesus koronoideus memanjang anterior ke distal olekranon. Aspek
proksimalnya membentuk bagian distal troklearis notch. Pada permukaan
lateral, distal dari troklearis notch, terdapat radial notch yang dangkal, oval
dan halus yang berartikulasi dengan kepala radial. Sebelah distal dari
radial notch, permukaannya berongga untuk menampung tuberositas
radial selama pronasi dan supinasi. Permukaan anterior koronoideus
berbentuk segitiga. Bagian distalnya merupakan tuberositas ulna. Batas
medialnya tajam dan pengenai tuberkulum minor pada bagian proksimal.
Troklearis notch berartikulasi dengan troklea humerus. Bagian ini
menyempit pada persimpangan prosesus olecranon dan koronoideus, di
mana permukaan artikular mereka dapat dipisahkan oleh satu jalur sempit
non-artikular yang kasar. Sebuah tonjolan halus, sesuai dengan alur pada
troklea humerus, membagi notch menjadi bagian medial dan lateral.
Medial selaras dengan troklearis flange. Radial notch, sebuah depresi
proksimal oval atau lonjong pada aspek lateral prosesus koronoideus,
13
berartikulasi dengan kepala radial perifer, dan dipisahkan dari troklearis
notch oleh tonjolan halus. 2
Shaft berbentuk segitiga pada bagian ¾ proksimal, tapi pada
bagian distal hampir silinder. Memiliki permukaan anterior, posterior dan
medial dan interoseus, perbatasan posterior dan anterior. Perbatasan
interoseus adalah puncak lateral pada pertengahan 2/4 media. Pada
bagian proksimal menjadi supinator crest, yang terus-menerus dengan
batas posterior dari depresi distal ke radial notch. Batas anterior yang
bulat mulai medial tuberositas ulnaris, turun ke belakang, dan biasanya
dapat dilacak ke dasar prosesus styloid. Batas posterior, juga bulat, turun
dari puncak aspek posterior olecranon, dan kurva lateral untuk mencapai
proses styloid. Ini bisa diraba seluruh panjangnya dalam alur longitudinal
yang paling jelas ketika siku sepenuhnya tertekuk. 2
Permukaan anterior, di antara perbatasan interoseus dan anterior,
memiliki alur longitudinal. Proksimal dari titik tengahnya ada foramen
nutrient, yang mengarah proksimal dan berisi cabang dari arteri interosea
anterior. Di distal disilangkan miring dari interoseus ke perbatasan
anterior. Permukaan medial, antara batas anterior dan posterior, adalah
secara melintang cembung dan halus. Permukaan posterior, antara batas
posterior dan interoseus, dibagi menjadi tiga area. Yang paling proksimal
dibatasi oleh garis miring kadang-kadang samar naik lateral dari
persimpangan pertiga menengah dan atas dari batas posterior ke ujung
posterior dari radial notch. Bagian di distal dari garis ini dibagi oleh
tonjolan vertikal menjadi bagian yang lebih lebar pada sisi medial dan
bagian yang lebih sempit pada sisi lateral, dan biasanya terpisah pada
bagian ¾ proksimal. 2
Ujung distal sedikit diperluas dan memiliki caput dan prosesus
styloid. Caput terlihat dalam pronasi pada aspek posteromedial karpal,
dan dapat mencengkeram ketika tangan supinasi difleksikan. Permukaan
artikular lateral yang cembung yang sesuai ulnaris radial notch.
Permukaan distal dipisahkan dari tulang pergelangan tangan oleh diskus
14
artikularis, apeks yang terpasang ke daerah kasar antara permukaan
artikular dan proses styloid. Yang terakhir, pendek, bulat, proyeksi
posterolateral dari ujung distal ulna, bisa diraba (paling mudah dalam
supinasi) 1 cm proksimal terhadap bidang yang styloid radial. Sebuah alur
vertikal posterior terdapat antara caput dan prosesus styloid. 2
Radius dan Ulna beserta otot-otot penting dan perlekatan ligamentum.
2. Fraktur
2.1 Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.6
2.2 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Fraktur traumatik
Karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba
yang mengenai tulang secara langsung maupun tidak
langsung. Pada benturan yang langsung, tulang patah
15
pada tempat benturan, contoh: fraktur ulna yang
disebabkan benturan pada lengan bawah. Pada benturan
yang tidak langsung, tulang patah pada tempat dengan
jarak tertentu dari tempat benturan awal, contoh yang
umum adalah: fraktur spiral pada tibia dan fibula karena
adanya perputaran lengan, kompresi vertebra karena
adanya fleksi hebat vertebra secara tiba-tiba dan fraktur
avulsi yang disebabkan traksi kasar oleh otot, tendon,
dan ligamen.
Fraktur patologis
Karena kelemahan tulang akibat keadaan patologis
tulang. Contohnya : osteoporosis, tumor tulang
(osteolitik), Paget’s disease.
Fraktur stress
Karena trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu. Hal ini paling sering terjadi pada tibia
dan fibula atau metatarsal, khususnya pada atlet , penari
ataupun tentara yang berjalan kaki jauh.
2. Klasifikasi klinis6
Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak. Bisa dari dalam (from
within) atau dari luar (from without).
Fraktur dengan komplikasi
Fraktur dengan komplikasi misal infeksi tulang,
malunion, delayed union dan nonunion.
3. Klasifikasi radiologis7
Lokasi
Diafisis
16
Metafisis
Intra artikular
Fraktur dengan dislokasi
Konfigurasi7
Tranfersal : garis patah tulang melintang sumbu
tulang (80-100o dari sumbu tulang)
Oblik : garis patah tulang membentuk sudut pada
sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)
Longitudinal : garis patah mengikuti sumbu tulang
Spiral : garis patah tulang berada di dua bidang
atau lebih.
Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak berhubungan.
Komminutifa : fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur
dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot yang insersinya pada
tulang.
Depresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan
lain.
Impaksi : satu fragmen masuk ke fragmen yang
lain.
Fraktur epifisis
17
Transverse Oblique Butterfly Spiral Communited Segmentaltfracture fracture Fragment fracture fracture fracture
Gambar fraktur menurut konfigurasi
Ekstensi
Total/ komplit : tulang patah terbagi menjadi dua
bagian (fragmen) atau lebih
Tidak total (crack)/ parsial : terdapat garis fraktur
tetapi periosteum tulang masih tampak menyatu.
Fraktur parsial terbagi menjadi :
18
a. Fissure/Crack/Hairline – tampak garis fraktur
tulang tetapi tulang masih tampak menyatu, biasa
terjadi pada tulang pipih
b. Greenstick Fracture – tampak tulang
melengkung dan terjadi fraktur inkomplit. Biasa
terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae.
c. Buckle Fracture – merupakan fraktur incomplete
pada batang tulang panjang yang ditandai adanya
penonjolan korteks dan sering terjadi pada anak-
anak. Biasa terjadi karena adanya kompresi pada
sumbu axial.
Hubungan antar fragmen7
Undisplaced (tidak bergeser) : fragmen tulang
masih terdapat pada tempat anatomisnya.
Displaced (bergeser)
- Shifted Sideways – pergeseran tulang
kea rah medial atau lateral
- Angulated – membentuk sudut tertentu
19
Hair-line fracture Greenstick fracture Buckle/Torus
- Rotated – memutar
- Distracted – saling menjauh karena ada
interposisi
- Overriding – garis fraktur tumpang tindih
- Impacted – satu fragmen masuk ke
fragmen yang lain
Gambar fraktur menurut hubungan antar fragmen
2.3 Fraktur pada Anak-anak
Fraktur pada anak-anak akan mempengaruhi bentukan pada saat
menjadi dewasa:
1. Pada anak kecil, tulang berujung pada kartilago yang besar. Fraktur
pada sisi ini sangat sulit untuk didiagnosa. Dapat dibantu dengan
pemeriksaan x-ray dengan membandingkan sisi yang sehat.
2. Tulang anak-anak cenderung lebih rapuh dan lebih lentur daripada
orang dewasa. Oleh karena itu fraktur inkomplit, fraktur torus (buckling
cortex), dan fraktur greenstick sangat sering terjadi pada anak-anak.
3. Periosteum lebih tebal daripada dewasa, hal ini menjelaskan kenapa
fraktur dengan pergeseran lebih dapat terkontrol. Aktivitas selular juga
lebih baik sehingga penyembuhan fraktur pada anak-anak lebih cepat
daripada dewasa. Semakin muda usia anak-anak, semakin cepat
penyembuhan frakturnya.
20
4. Non-union jarang terjadi.
5. Pertumbuhan tulang bergantung pada proses modelling dan
remodelling yang menentukan struktur secara keseluruhan dari tulang.
2.4 Proses Penyembuhan Tulang
1. Penyembuhan dengan callus
A. Kerusakan jaringan dan pembentukan Haematome
Pembuluh darah robek dan terjadi hematom pada daerah fraktur.
Tulang pada tempat fraktur tidak mendapatkan suplai darah dan
nantinya akan terjadi kematian sel tulang .
B. Inflamasi dan proliferasi sel
Selama 8 jam terjadi proses inflamasi akut dengan proliferasi sel
pada periosteum dan endosteum (canalis medullary).
Hematoma yang membeku secara perlahan akan direabsorbsi dan
akan membentuk kapiler baru.
C. Pembentukan callus
Proliferasi sel akan membetuk osteogenik dan kondrogenik yang
akan membentuk tulang dan kartilago.
Massa sel yang tebal membentuk callus dan membentang pada
periosteal (externa) sampai endosteal (interna).
Osteoblas yang berasal dari sel osteogenik akan membentuk
tulang imatur/ Woven bone.
Keseluruhan proses ini dipengaruhi protein, fibroblast growth factor
(FGF), transforming growth factor (TGF) , dan bone morphogenic
protein (BMP).
D. Konsolidasi
Aktivitas osteolytic dan osteoblastic merubah woven bone menjadi
lamellar bone.
Permukaannya menjadi lebih padat sehingga osteoclast dapat
melewati luka pada garis fraktur.
21
Selain osteoclast terdapat osteoblast yang mengisi ruang antar
fragmen dengan tulang yang baru.
Membutuhkan waktu beberapa bulan untuk membentuk tulang
yang kuat.
E. Remodelling
Fraktur telah menjadi tulang yang kuat.
Setelah beberapa bulan atau tahun, tulang akan dibentuk ulang
melalui proses resorbsi dan formasi yang berulang.
Gambar Penyembuhan Tulang
2. Penyembuhan tanpa callus
Callus merupakan respon terhadap gerakan pada sisi fraktur. Callus
akan menstabilkan fragmen secepat mungkin membentuk suatu kondisi
untuk menghubungkan tulang.
Jika sisi fraktur diimmobilisasi, contoh pada fraktur yang difiksasi
secara internal, tidak membutuhkan proses callus. Adanya ruang antara
permukaan fraktur akan diisi oleh pembentukan pembuluh darah baru dan
22
sel pembentukan tulang yang tumbuh mulai bagian dari tepi. Ketika jarak
antara dua fragmen sangat sedikit sekali (kurang dari 200 µm),
osteogenesis membentuk tulang lamellar. Jarak yang lebih lebar diisi
terlebih dahulu oleh woven bone, yang kemudian berubah menjadi tulang
lamellar.
2.5 Waktu Penyembuhan Tulang
Proses penyembuhan tulang merupakan proses yang berkelanjutan
dan tidak ada tanda spesifik untuk menentukan saat penyatuan (union)
ataupun konsolidasi. Tes yang tepat adalah tes kekuatan tulang untuk
menahan beban. Fraktur (union) adalah penyembuhan inkomplet dan
tidak aman bagi tulang penderita yang tidak terlindungi untuk menahan
beban. Callus yang meliputinya akan mengalami kalsifikasi. Secara klinik
tempat fraktur masih sedikit nyeri, dan meskipun dapat bergerak sebagai
satu potong tulang (dalam arti ini sudah menyatu), usaha menekuknya
akan menimbulkan nyeri.
Konsolidasi juga merupakan penyembuhan yang kurang sempurna,
tetapi dapat digerakan sesuai fungsinya hanya jika proses proses
remodelling dan restorasi penyembuhan tulang selesai. Kalus akan
mengalami osifikasi. Secara klinik tempat fraktur tidak nyeri. Fragmen-
fragmen tidak dapat bergerak dan percobaan angulasi tidak terasa nyeri.
Tingkatan perbaikan tulang bergantung pada jenis tulang yang
terlibat, tipe fraktur (fraktur transversus lebih lama daripada fraktur spiral),
suplai darah (sirkulasi yang jelek membutuhkan waktu lebih lama), dan
usia pasien (semakin usianya muda semakin cepat penyembuhan
tulangnya).
Pedoman waktu penyembuhan tulang
Waktu rerata penyembuhan tulang
Ekstrmitas atas Ekstremitas bawah
Callus (+) 2-3 minggu 2-3 minggu
Union 4-6 minggu 8-12 minggu
Konsolidasi 6-8 minggu 12-16 minggu
23
2.6 Penatalaksanaan Fraktur
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur 4 :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan
posisi yang dapat diterima.Pada fraktur intra-artikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas
serta perubahan osteoarthritis.4
Posisi yang baik adalah :
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Fraktur yang tidak memerlukan reduksi :
Fraktur pada klavikula
Fraktur costae
Fraktur impaksi dari humerus
Angulasi < 50 pada tulang panjang anggota gerak
bawah dengan lengan atas dan angulasi sampai 10 0
pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50 %
Over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur
24
Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokasi frakturnya.
Ada 2 cara reduksi yaitu 4:
Reduksi tertutup : Anestesi dan muscle relaxan.
Menggunakan 3 manuver yaitu:
(1) bagian distal ditarik ke garis tulang
(2) sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen direposisi
dengan mengembalikan arah kekuatan, asalkan kalau ini
dapat diperkirakan
(3) Penjajaran disesuaikan ke setiap bidang.
Cara ini paling efektif bila periosteum dan otot pada satu sisi
fraktur tetap utuh. Pengikatan jaringan lunak mencegah over
reduksi dan menstabilkan fraktur setelah direduksi.
Umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur
dengan pergeseran minimal, sebagian besar pada fraktur
anak-anak dan pada fraktur yang stabil setelah direduksi.7
Reduksi terbuka
Indikasinya :
(1) bila reduksi tertutup gagal karena sulit kontrol fragmen
dan ada jaringan lunak diantara fragmen-fragmen fraktur
(2) bila ada fragmen artikular yang butuh posisi yang akurat
(3) fraktur avulsi
(4) bila terjadi cedera ikutan misal cedera arteri
(5) sebagai langkah pertama untuk pemasangan internal
fiksasi.
3. Retention : imobilisasi fraktur untuk mencegah pergeseran,
menurunkan nyeri dan memperantarai penyembuhan. Caranya
berupa :
a. Traksi : dipakaikan pada bagian distal fraktur dan
untuk menarik terus-menerus sepanjang aksis tulang.
25
Efektif pada fraktur tulang panjang. (1) traksi grafitasi
(2) balance traksi (skin dan skeletal traksi) diberi
beban 4-5 kg (3) fixed traksi.4
b. Cast splintage : banyak digunakkan. Terutama pada
distal fraktur dan fraktur pada anak. Cukup aman dan
dapat imobilisasi fraktur dengan baik. Kompliksi
pemakaian terlalu ketat dapat menyebabkan
hambatan vascular, decubitus, perlukaan kulit dan
bila telalu longgar karena bengkak menghilang maka
harus diganti.4
c. Fungsional bracing : banyak digunakkan pada fraktur
femur dan tibia. Karena tidak terlalu rigid maka
digunakkan bila fraktur mulai union, misal setelah 3-6
minggu setelah traksi atau splintage.4
d. Internal fiksasi : fragmen tulang difiksasi
menggunakkan sekrup, pin, plate, intramedullary nail,
pita yang melingkar dan kombinasi teknik tersebut.
Keuntungannya mempu menahan fragmen dengan
baik dan tidak menimbulkan kekakuan sendi dan
edema. Kerugian dapat menimbulkan infeksi.
Indiksasi fiksasi interna : (1) fraktur yang tidak bisa di
reduksi tanpa operasi (2) fraktur yang tidak sabil dan
kemungkinan akan bergeser setelah reduksi (3)
fraktur collum femoris (4) fraktur patologis (5) fracture
multiple.4
e. Eksternal fiksasi : prinsipnya tulang difiksasi diatas
dan dibawah fraktur dengan pin, sekrup atau kawat
yang kuat dan dihubungkan diluar dengan balok yang
kuat. Indikasinya dalah (1) fraktur dengan kerusakan
jaringan yang parah (2) fraktur comminutifa dan
unstable (3) fraktur pelvis yang tidak dapat dikontrol
26
dengan berbagai metode (4) fraktur dengan
kerusakan saraf dan pembuluh darah (5) infeksi pada
fraktur (6) fraktur non union dimana terdapat fragmen
yang mati dan sklerotik. Kompliksai eksternal fiksasi
adalah kerusakan jaringan lunak dan infeksi disekitar
jalur pin.4
4. Rehabilitation :
Lebih tepatnya memulihkan fungsi, bukan saja pada
bagian yang mengalami cedera tetapi juga pada pasien secara
keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi edema,
mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot,
dan memandu pasien kembali ke aktifitas normal.
2.7 Komplikasi Fraktur
Early complication 3
Komplikasi awal dapat muncul sebagai akibat dari primary injury
atau setelah beberapa hari atau minggu.
a. Visceral injury
Pneumothorax akibat fraktur iga, ruptur kandung kemih atau
uretra pada fraktur pelvis.
b. Nerve injury
Common nerve injuries
Injury Nerve
Shoulder dislocation Axillary
Humeral shaft fracture Radial
Humeral supracondylar
fracture
Radial or median (anterior
interosseous)
Elbow medial condyle Ulnar
Elbow dislocation Ulnar
27
Monteggia fracture-
dislocation
Posterior interosseous
Hip dislocation Sciatic
Knee dislocation Peroneal
c. Vascular injury
Common vascular injury
injury Vessel
First rib fracture Subclavian
Shoulder dislocation Axillary
Humeral supracondylar
fracture
Brachial
Elbow dislocation Brachial
Pelvic fracture Presacral and internal iliac
Femoral supracondylar
fracture
Femoral
Knee dislocation Popliteal
Proximal tibial fracture Popliteal or itd branches
Gejala klinis :
- Parestesi / mati rasa pada jari kaki / tangan.
- Anggota gerak yang terluka tampak pucat dan dingin/
sedikit sianosis dan pulsasi lemah atau tidak ada.
Jika dicurigai ada vascular injury, angiogram harus
dilakukan segera, jika positif, tatalaksana emergensi
harus segera dilaksanakan.
Tatalaksana vascular injury :
Semua perban dan bidai harus dilepas. Fraktur di
x-ray ulang dan jika posisi tulang yang menyebabkan
kompresi dapat dilakukan reduksi.
28
Pembuluh darah yang robek dijahit, segmen diganti
dengan vein-graft, jika mengalami thrombosis
dilakukan endarterectomy
d. Compartment Syndrome
Fraktur pada lengan dan kaki dapat menyebabkan
iskemia parah meskipun tidak ada kerusakan pada
pembuluh darah besar. Perdarahan, edema atau
inflamasi(infeksi) menyebabkan peningkatan tekanan dalam
salah satu kompartemen osteofascial sehingga menurunkan
aliran kapiler yang menyebabkan iskemia otot, edema lebih
parah, tekanan yang lebih besar lagi setelah 12 jam atau
kurang terjadi nekrosis dari saraf dan otot pada
kompartemen. Saraf mampu beregenerasi tetapi otot, sekali
mengalami infark tidak dapat recover dan digantikan oleh
jaringan fibrous inelastic (Volkmann’s ischaemic
contracture).
Tanda klasik dari iskemia adalah 5P :
Pain
Paraesthesia
Pallor
Paralysis
Pulseless
Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengukur tekanan
dalam kompartemen fascial. Kateter dimasukan dalam
kompartemen dan tekanan diukur setinggi tempat fraktur.
Perbedaan tekanan(ΔP) antara tekanan diastole dan
tekanan kompartemen kurang dari 30 mmHg (4.00 kPa)
adalah indikasi dekompresi kompartemen awal. 3
Tatalaksana awal adalah melepaskan cast, dressing dan
bandage, anggota gerak didatarkan (elevasi pada anggota
gerak menyebabkan penurunan tekanan end-capillary dan
29
memperburuk iskemia otot. ΔP harus dimonitor dengan hati-
hati, jika jatuh dibawah 30 mmHg open fasciotomy harus
segera dilaksanakan. Jika tidak ada fasilitas untuk mengukur
tekanan kompartemen, keputusan untuk operasi dapat
dibuat dengan melihat klinis pasien. Anggota gerak diperiksa
dengan interval waktu tiap 15 menit dan jika tidak ada
perbaikan dalam 2 jam setelah melepaskan dressing,
fasciotomy harus dilakukan. Otot akan mati setelah 4-6 jam
iskemia total. 3
e. Haemathrosis
Fraktur yang mengenai sendi dapat menyebabkan
haemarthrosis akut. Sendi bengkak dan kesulitan
menggerakan sendi. Darah harus diaspirasi sebelum
menangani frakturnya. 3
f. Infeksi
Fraktur terbuka dapat terinfeksi, fraktur tertutup
biasanya tidak kecuali dilakukan operasi. Infeksi luka post
trauma umumnya menyebabkan osteomyelitis kronis. Hal ini
tidak mencegah fraktur bersatu namun union melambat dan
kemungkinan refraktur dapat meningkat. 3
Gejala klinis dimulai dengan adanya cairan
seropurulen. Sampel dari pus ini harus diperiksa secara
mikrobiologi, antibiotic intravenous dapat diberikan. Jika ada
tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan disekitar
fraktur harus dibuka dan di drain, pilihan untuk antibiotik
harus diperiksa sensitivitas bakteri. Jika fiksasi interna
dilakukan tidak harus diambil tetapi jika infeksi tidak respon
terhadap terapi antibiotik maka pengambilan implant dan
menggantinya menjadi fiksasi eksterna diperlukan.3
g. Gas gangrene
30
Biasanya disebabkan infeksi clostridial (Clostridium
welchii). Toksin yang dihasilkan merusakn dinding sel dan
secara cepat memicu nekrosis jaringan, dan menyebabkan
penyebaran dari penyakit. Gejala muncul dalam 24 jam
dengan keluhan nyeri, bengkak disekitar luka dan discharge
kecoklatan dapat terlihat. Hanya ditemukan sedikit atau tidak
ada pireksia, tapi nadi meningkat dan bau yang jelas. Secara
cepat pasien menjadi toksemia dan dapat jatuh pada koma
dan kematian. 3
h. Fracture blisters
i. Plaster sores dan pressures sores
Late Compications
a. Delayed Union
Fraktur yang tidak mengalami konsolidasi lebih dari 6-8
minggu(upper limb) dan 12-16 minggu (lower limb). Faktor yang
menyebabkan delayed union : (1) suplai darah yang kurang; (2)
kerusakan soft tissue yang parah; (3) periosteal stripping; (4)
imperfect splintage; (5) infeksi; (6) over-rigid fixation.
Secara radiologis, garis fraktur masih terlihat dan hanya
sedikit callus atau reaksi periosteal yang terbentuk. Akan tetapi
ujung dari tulang tidak mengalami sklerosis atau atrofi.
Tatalaksana secara konservatif punya 2 prinsip utama:
(1). eliminasi kemungkinan penyebab delayed union; (2).
mempercepat healing dengan menciptakan kondisi biologi
seperti imobilisasi (cast/fiksasi interna) untuk mencegah
pergerakan pada tempat fraktur. Tetapi perlu diikuti latihan otot
dan weight-bearing pada cast / brace.
31
Tatalaksana secara operatif, jika union tidak terjadi lebih
dari 6 bulan dan tidak ada tanda pembentukan callus maka
fiksasi interna dan bone-grafting diindikasikan.
b. Non-Union
Pada beberapa kasus, delayed union berangsur-angsur
menjadi non union, fraktur tidak dapat menyatu tanpa
adanya intervensi. Gap fraktur menjadi pesudoarthrosis.
Non-union dibagi menjadi 2 :
Hypertrophic non-union
Ujung tulang membesar, menandakan osteogenesis
masih aktif tapi tidak cukup membentuk bridging gap.
Atrophic non-union
Osteogenesis tampak , ujung tulang membulat,
dengan tanpa pembentukan tulang baru
32
Tatalaksana secara konservatif pada non-union tanpa gejala
biasanya tidak ada terapi atau mengangkat bidai. Jika muncul
gejala dengan hypertrophic non-union pemasangan brace dapat
menginduksi union tapi terapi diperpanjang. Pulse electromagnetic
fields dan low-frequency pulsed ultrasound dapat digunakan untuk
stimulasi union.
Tatalaksana secara operatif pada hypertrophic non-union
dan tidak ada deformitas dengan rigid fixation (interna/eksterna)
dapat merangsang union. Pada atrophic non-union, fiksasi sendiri
tidak cukup. Jaringan ikat pada gap fraktur, sklerotik pada ujung
tulang harus di eksisi dan dilakukan bone graft ( ilizator technique)
disekitar fraktur.
c. Malunion
Fraktur sudah sembuh pada saatnya tapi terjadi deformitas
(unacceptable angulation, rotasi atau pemendekan). X-ray
essensial untuk mengetahui posisi fraktur saat mengalami
union (terutama pada 3 minggu pertama dimana bila terjadi
deformitas masih dapat dengan mudah dikoreksi).
Tatalaksana :
33
Pada dewasa, fraktur harus direduksi mendekati
posisi anatomi, aposisi penting untuk penyembuhan,
alignment dan rotasi penting untuk fungsinya.
Angulasi lebih dari 10-15° pada tulang panjang atau
deformitas rotasi yang jelas, butuh koreksi dengan re-
manipulasi atau osteotomi dan fiksasi interna.
Pada anak-anak, deformitas angular dekat ujung
tulang akan mengalami remodeling dengan waktu;
deformitas rotasi tidak dapat.
Pada ekstremitas bawah pemendekan lebih dari 2cm
jarang dapat diterima oleh pasien dan indikasi untuk
shoe raise; pada kasus diskrepensi yang parah limb
lengthening dipertimbangkan
Sedikit diketahui mengenai efek jangka panjang dari
deformitas angular kecil pada fungsi sendi. Akan
tetapi, malalignment lebih dari 15° dapat
menyebabkan asimetris dari sendi diatas maupun
dibawahnya dan perkembangan lambat dari
osteoarthritis sekunder.
d. Avascular Necrosis
Beberapa region yang sering berkembang menjadi iskemia
dan nekrosis tulang setelah injury :
1. caput femur (setelah fraktur collum femur atau dislokasi
hip)
2. bagian proksimal dari scaphoid
3. corpus talus
e. Growth disturbance
Pada anak-anak kerusakan pada physis menyebabkan
pertumbuhan tulang abnormal atau terhenti.
f. Joint instability
g. Osteoarthritis
34
Fraktur yang mengenai sendi dapat merusak kartilago
articular dan menyebabkan osteoarthritis post-trauma dalam
beberapa bulan. Meskipun kartilago sembuh, permukaan
sendi yang irregular dapat menyebabkan stress lokal dan
menjadi predisposisi osteoarthritis sekunder beberapa tahun
kemudian.
Late soft-tissue complications
a. Joint stiffness
b. Heterotopic ossification
c. Muscle contracture
d. Tendon rupture
e. Nerve compression
f. Nerve entrapment
3. Fraktur pada Radius dan Ulna
3.1 Mekanisme Cedera
Suatu gaya torsi (biasanya karena jatuh yang mengenai tangan)
menyebabkan fraktur spiral dengan tulang patah pada level yang berbeda-
beda. Pukulan langsung mengakibatkan fraktur transversal pada kedua
tulang pada level yang sama. Fragmen-fragmen tulang dengan mudah
berpindah karena kontraksi dari otot yang melekat pada radius.
Perdarahan dan bengkak pada kompartemen otot lengan bawah dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi. 3
3.2 Gambaran Klinis
Diagnosis biasanya cukup jelas, tetapi pergelangan tangan dan
tangan harus diperiksa dengan hati-hati untuk mengetahui tanda
kerusakan saraf atau gangguan sirkulasi. 3
35
3.3 X-ray
Pada dewasa fraktur ini mudah dilihat, sedangkan pada anak-anak
sering inkomplet dan tulang terlihat bengkok daripada patah. 3
3.4 Penatalaksanaan
3.4.1 Anak-anak
Pada anak-anak, reduksi tertutup biasanya berhasil dan fragmen-
fragmen dapat tercetak dengan baik, full-length cast memanjang dari
aksila hingga metacarpal shaft (untuk mengontrol rotasi). Cast ini
diterapkan dengan siku pada sudut 90°. Jika fraktur radial proksimal dari
pronator teres, lengan bawah disupinasikan; jika distal dari pronator teres
lengan bawah pada posisi netral. Posisi dicek dengan x-ray setelah
seminggu dan jika hasilnya memuaskan, pembidaian dipertahankan
hingga kedua fraktur bersatu (biasanya 6-8 minggu). Selama periode ini,
pelatihan dari tangan dan bahu dibutuhkan. 3
3.4.2 Dewasa
Jika fragmen-fragmen letaknya berjauhan, reduksi sulit. Sehingga
konsekuensinya, banyak ahli bedah memilih reduksi terbuka dan fiksasi
interna (ORIF). Fragmen ditahan oleh plat dan screw. Fascia terdalam
dibiarkan terbuka untuk mencegah timbulnya tekanan pada kompartemen
otot, dan hanya kulit dan jaringan subkutan yang dijahit. 3
Setelah operasi, lengan dielevasikan hingga bengkak menghilang,
dan selama periode ini latihan aktif dari tangan diperlukan. Jika fraktur
bukan kominutiva dan pasien dapat dipercaya, latihan range-of-movement
dimulai tetapi mengangkat dan olahraga dihindari. Butuh waktu 8-12
minggu bagi tulang untuk bersatu. 3
3.5 Komplikasi
a. Cedera saraf
36
Cedera saraf jarang sekali disebabkan karena fraktur tetapi dapat
disebabkan oleh ahli bedah. Paparan radius pada 1/3 proksimal
memiliki resiko mencederai nervus interoseus posterior yang ditutupi
oleh bagian superfisal dari muskulus supinator. Teknik pembedahan
sangat penting disini, penanganan dengan cara Henry secara anterior
adalah yang paling aman.3
b. Compartment syndrome
Fraktur (dan tindakan operasi) dari tulang-tulang lengan bawah sering
kali disertai dengan bengkak pada jaringan lunak disekitarnya, hal ini
menyebabkan resiko terjadinya compartment syndrome. Resiko ini
menjadi lebih besar dan diagnosis menjadi lebih susah jika lengan
bawah dibungkus dengan plaster. Jika terjadi gangguan sirkulasi
maka penanganan harus cepat dan segera.3
c. Delayed union atau non-union
Kebanyakan fraktur pada radius dan ulna sembuh dalam 8-12 minggu.
Tetapi, salah satu dari tulang dapat memerlukan waktu yang lebih
lama dari seharusnya dan imobilisasi dapat dilanjutkan melebihi waktu
yang seharusnya. Fraktur dengan energi besar dan fraktur terbuka
beresiko menjadi non-union dimana akan memerlukan bone grafting
dan fiksasi internal. 3
d. Malunion
Dengan reduksi tertutup akan selalu ada kemungkinan untuk terjadi
malunion, hal ini mengakibatkan deformitas yang berputar atau
membentuk sudut dari lengan bawah, terjadi cross-union dari
fragmen, atau pemendekan dari salah satu tulang dan gangguan pada
sendi radioulnar bagian distal. Jika pasien sangat sulit untuk pronasi
dan supinasi dan tidak terdapat cross-union , mobilisasi dapat
ditingkatkan dengan cara correctional osteotomy. 3
e. Komplikasi pelepasan plat
37
Pelepasan plat dan sekrup sering dianggap sebagai tindakan yang
tidak berbahaya tetapi komplikasi sering terjadi yaitu kerusakan pada
saraf, pembuluh darah, infeksi dan terjadi fraktur melalui lubang
sekrup. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Ezeddin, Harri P. 2008. Fraktur.
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/ diakses tanggal 20 Juli
2013
2. Ellis Harold. 2006. Clinical Anatomy A Revision and Applied
Anatomy for Clinical Students Eleven Edition. Blackwell
Publishing : USA
3. Solomom L., Apley’s Concise System of Orthopaedics and
Fractures, 3rd edition, 2005, Hodder Arnold.Standring.
4. Wiesel Sam W, Delahay Jhon N. 2006. Essential Of Orthopedic
Surgery 3rd Edition. Springer Science + Bussines Media : USA, p
40-83
38
5. Beaty, James et al, Rockwood and Wilkins : Fractures in Children,
7th edition, 2010, Philadelphia: Wolters Kluwer.
6. Salter B, Textbook of Disorders and injuries of the Muskuloskeletal
System, 3rd edition, 1999, USA: Lippincott Williams & Wilkins.
39