rehab medik - adhd

Upload: chereliadinar

Post on 02-Mar-2016

116 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

anak, psikiatri, pediatri, ADHD, gangguan perilaku

TRANSCRIPT

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan

    gangguan perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan

    remaja. Gejala intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang

    tidak sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian

    yang terganggu. Anak dan remaja yang menderita gangguan tersebut akan

    sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga

    mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang

    dewasa maupun teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai

    potensinya dan memiliki banyak kesulitan komorbid seperti gangguan

    perkembangan, gangguan belajar spesifik dan gangguan perilaku serta

    emosional lainnya (Sign, 2009).

    Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan

    Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV; American Psychiatric

    Association, 1994) membedakan antara subtipe diagnostik ditandai dengan

    tingkat maladaptif dari kedua kurangnya perhatian dan hiperaktivitas-

    impulsivitas (tipe gabungan), maladaptif tingkat kurangnya perhatian saja

    (tipe terutama lalai), dan tingkat maladaptif dari hiperaktivitas-impulsivitas

    sendirian (tipe hiperaktif-impulsif dominan).

    B. Kriteria

    ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa

    kanak-kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari

    kesehatan kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti

    ADHD yaitu :

    1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)

    Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan

    ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya.

  • 13

    Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba

    diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat

    itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan

    suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,

    sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari

    lingkungannya.

    2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)

    Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi

    gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya

    sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan.

    Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif,

    perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu

    mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya,

    sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak

    penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga

    kesulitan untuk memusatkan perhatian.

    3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)

    Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan

    yang tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai

    oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit

    untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan

    atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya.

    Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun

    lingkungannya. (Reiff et al., 1993; Barkley, 1996).

    C. Epidemiologi

    Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD

    bervariasi dari 2 sampai 18 persen, tergantung pada kriteria diagnostik dan

    populasi yang dipelajari (Barabaresi et al., 2004; Froechlich et al., 2007).

    Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal

    tersebut menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling

  • 14

    umum pada masa kanak-kanak (Pliszka, 2007; Merikangas et al, 2007)

    Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak

    perempuan yaitu 4:1 ( untuk ADHD yang didominasi oleh hiperaktif) dan

    2:1 (untuk ADHD yang didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam

    memusatkan perhatian) (Green et al, 1999). Hasil survey yang dilakukan

    oleh National Survey of Childrens Health (NSCH) ada tahun 2007,

    prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada anak

    perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Di Inggris, survei dari 10.438 anak-anak

    antara usia 5 dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari anak laki-laki

    dan 0,85% anak perempuan telah ADHD (Ford dkk, 2003).

    D. Etiologi

    Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling

    keterkaitan antara faktor genetik dan lingkungan .

    1. Pengaruh genetik

    Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat.

    Twin studi menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD

    di dalam populasi adalah karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan

    0,7-0,8). Pengaruh genetik tampaknya mempengaruhi distribusi gejala

    ADHD di seluruh penduduk dan bukan hanya dalam kelompok sub

    klinis.

    2. Pengaruh lingkungan

    Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat

    perinatal dan anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko

    ADHD tanpa gangguan hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh

    terhadap ADHD yaitu ibu yang merokok, mengkonsumsi alkohol, dan

    mengkonsumsi heroin selama kehamilan; berat lahir sangat rendah

    dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun. Faktor risiko tidak

    bertindak dalam isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai

    contoh, risiko ADHD terkait dengan konsumsi alkohol ibu pada

  • 15

    kehamilan mungkin lebih kuat pada anak-anak dengan gen transporter

    dopamin.

    Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley,

    2003 (dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan

    bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya

    ADHD :

    a. Faktor genetika

    Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan

    faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu

    pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu

    jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko

    ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu

    mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko

    mengalami ADHD.

    Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan

    bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan

    munculnya ADHD. Dengan demikian temuan-temun dari aspek

    keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa

    ADHD ada kaitannya dengan keturunan.

    b. Faktor neurobiologis

    Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis

    diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang

    muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan

    fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan

    pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang

    dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui

    MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan

    ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi

    korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian

    dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai

    basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan dengan atensi,

  • 16

    fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons.

    Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang

    serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa

    anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding

    anak yang tidak ADHD.

    E. Diagnosis

    Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk

    mengetahui gejala di bawah ini :

    1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)

    2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan

    3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah,

    sekolah, lingkungan sosial)

    4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan

    5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan

    perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya,

    depresi atau anxietas)

    6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku

    antisosial, delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko

    kecelakaan lalulintas pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula

    timbul pengaruh yang dramatis di kehidupan keluarga

    Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-

    masing revisinya di DSM-IV-TR dan ICD10. Mungkin akan ada revisi

    kriteria selanjutnya untuk menunjukkan permasalahan yang menonjol

    seperti subtipe gangguan, usia onset dan aplikabilitas kriteria melewati

    batas kehidupan. Kriteria DSM IV dan ICD-10 saat ini sama, dengan

    perbedaan secara primer pada derajat beratnya gejala dan pervasiveness.

    1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif.

    Enam dari 9 gejala di tiap seksi harus terdapat tipe kombinasi dari

    diagnosis ADHD. Jika gejala tidak mencukupi untuk diagnosis

    kombinasi, maka tersedia diagnosis untuk predominan (ADHDI) dan

    hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus : kronis (selama 6 bulan),

  • 17

    maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih konteks,

    inkonsisten dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan

    gangguan mental lainnya. Jadi DSM disini mengidentifikasi 3 subtipe

    ADHD: tipe predominan inatentif (gejala khas inatensi namun tidak

    hiperaktivitas/impulsivitas); tipe predominan hiperaktif impulsif

    (gejala khas hiperaktivitas/impulsivitas) namun tidak inatensi); dan

    tipe kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan

    hiperaktivitas/impulsivitas).

    2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang

    sama dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan

    hiperkinetik masa kanak, dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan

    impulsivitas; jadi hanya mengkualifikasikan ADHD tipe kombinasi.

    Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus

    ditemukan semua pada lebih dari 1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria

    eksklusi yang sangat terbatas : sedangkan gangguan psikiatrik penyerta

    yang ada diperbolehkan berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan

    hiperkinetik tidak dibuat jika kriteria untuk gangguan tertentu lainnya,

    meliputi keadaaan anietas ditemukan-kecuali jika gangguan hiperkinetik

    ini merupakan tambahan dari gangguan lainnya.

    Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan

    suatu kelompok yang membentuk subkelompok berat dari subtipe ADHD

    kombinasi milik DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi

    dibagi menjadi gangguan hiperkinetik dengan atau tanpa gangguan

    konduksi (gangguan tingkah laku).

    Table 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention deficit hyperactivity

    disorder (ADHD)

    A. Salah satu (1) atau (2)

    1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan

    bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan

    tingkat perkembangan.

    a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan

  • 18

    tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau

    aktivitas lainnya.

    b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain.

    c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas

    sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena

    perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)

    e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam

    tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas

    disekolah dan pekerjaan rumah)

    g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun

    peralatan)

    h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar. i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

    2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam

    bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan

    tingkat perkembangan.

    Hiperaktivitas

    a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di tempat duduk

    b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang diharapkan anak tetap duduk

    c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif

    kegelisahan)

    d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang

    e. Sering siap-siap pergi atau seakan-akan didorong oleh sebuah gerakan

    f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum

    pertanyaan selesai

    h. Sering sulit menunggu gilirannya i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong

    masuk ke percakapan atau permainan)

    B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan

    gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun

    C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi

    (misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)

    D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara

    klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan

  • 19

    E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif,

    skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan

    mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau

    gangguan kepribadian)

    Adapted from Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-

    IV-TR (2000) with permission from the American Psychiatric Association.

    Table 2. Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik

    1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif

    dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:

    a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan rincian, atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan

    sekolah

    b. pekerjaan atau kegiatan lain c. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas

    atau kegiatan bermain

    d. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya

    e. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja

    (bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk

    memahami instruksi)

    f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatan g. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas,

    seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan

    mental usaha

    h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku,

    mainan atau alat

    i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal j. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari

    2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten

    dengan tingkat perkembangan anak:

    a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk

    b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana sisa duduk adalah diharapkan

    c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi di mana tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya

    perasaan gelisah dapat hadir

    d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan

  • 20

    e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks sosial

    atau tuntutan

    3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif

    dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:

    a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah diselesaikan

    b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam permainan atau situasi kelompok

    c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya, puntung ke percakapan orang lain atau permainan)

    d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk kendala social

    4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.

    5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal, misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus

    hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan

    pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti

    untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan informasi dari

    lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang perilaku kelas,

    misalnya, tidak akan cukup.)

    6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.

    Adapted from ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders

    (1992) with permission from the World Health Organization

    F. Differensial Diagnosis

    1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)

    2. Ansietas

    3. Gangguan belajar

  • 21

    G. Tatalaksana

    Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)

  • 22

    1. Terapi non farmakologis

    1) Terapi Okupasi

    Anak ADHD mempunyai perkembangan motorik kurang baik.

    Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila dibandingkan anak

    normal seusianya. Pada anak ADHD, terapi okupasi untuk membantu

    menguatkan, memperbaiki koordinasi dan kemampuan ototnya. Otot

    jari tangan misalnya, sangt penting dikuatkan dan dilatih supaya anak

    bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan

    keterampilan otot jari tangan. Seperti juga menunjuk, bersalaman,

    memegang raket, memetik gitar, main piano dan lain-lain (Monika &

    Waruwu, 2006).

    2) Reward dan Punishment

    Terapi perilaku dengan pemberian reward dan punishment pada

    anak ADHD bertujuan untuk meningkatkan kemampuannya untuk

    memusatkan perhatian dan perilaku kooperatif. Terapi ini

    membutuhkan waktu relatif lama dan membutuhkan perencanaan,

    kesabaran, dan ketelatenan sebelum mendapatkan perubahan perilaku

    pada anak dengan ADHD.

    3) Cognitive-Behavioral Therapy

    Penanganan cognitive-behavioral terhadap ADHD yag

    menggabungkan modifikasi perilaku, umumnya didasarkan pada

    penggunaan reinforcement (contohnya, seorang guru memuji anak

    penderita ADHD yang duduk tenang) dan modifikasi kognitif

    (contohnya, melatih anak untuk berbicara dalam hati melalui tahapan

    pemecahan masalah akademik) (Braswell & Kendall, 2001 ;Hinshaw,

    Klein & Abikoff, 1998, dalam Nevid, 2003).

  • 23

    4) Talk therapy

    Talk therapy akan membuat anak ADHD merasa menjadi lebih

    baik, mereka belajar mengungkapkan pikiran-pikiran yang

    mengganggu dan belajar mengendalikan emosi. Terapis akan berusaha

    membantu mengorganisir perubahan dan jadwal pekerjaan yang harus

    dilakukan oleh anak melalui pembicaraan kedua belah pihak.

    5) Social skills training

    Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan

    menempatkan dirinya bersama dengan kelompok bermainnya.

    Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa nonverbal melalui

    insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat

    tangga dalam pelbagai situasi sosial.

    6) Family support groups

    Anggota keluarga memainkan peran dalam pengobatan dan

    pengelolaan anak ADHD. Perkembangan ADHD pada tahun pertama

    dapat dipengaruhi peran pengasuhan (Jones, et al. 2006). Terapi yang

    digunakan memfokuskan pada pengurangan ketegangan dalam

    keluarga melalui penetapan tujuan, pemecahan masalah dan

    manajemen stress serta peningkatan komunikasi antar anggota

    keluarga (Ford et al. 2007).

    Merupakan kelompok orangtua yang memiliki anggota keluarga

    dengan gangguan ADHD untuk berbagi pengalaman. Kelompok ini

    juga saling menyediakan informasi bagi sesama anggotanya,

    mengundang pembicara profesional untuk berbagi pengetahuan dalam

    menghadapi dan membesarkan anak-anak mereka. Peranan

    pengasuhan (keluarga) lebih memfokuskan pada bagaimana anak dapat

    mengendalikan emosi dan perilakunya. Peranan pengasuhan adalah

    mengarahkan perilaku dan perasaan marah, ketakutan, rasa bersalah

    dan

  • 24

    kesedihan pada hal-hal yang lebih positif (Concannon & Tang,

    2005 ; Bull & Whelan, 2006).

    7) Intervensi diet

    Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen

    mineral (besi, magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik.

    Beberapa bukti menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut

    dan urin berkaitan dengan respon yang buruk terhadap

    methylphenidate, meskipun belum terdapat studi yang menyebutkan

    bahwa suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap obat.

    Suplementasi asam lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya

    pada individu yang kadar asam lemak tak jenuhnya rendah. Namun

    belum ada bukti yang cukup untuk mendukung pemakaian rutin

    suplementasi mineral untuk manajemen ADHD (Konofal et al., 2008).

    Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan

    buatan memiliki efek samping pada perilaku anak, masih menjadi

    konflik. Dalam bukti sekarang ini, tidaklah mungkin

    merekomendasikan restriksi atau eliminasi makanan pada anak

    dengan ADHD (MrCann et al , 2007).

    Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untu anak

    ADHD/gangguan hiperkinetik, antara lain :

    o Bahan makanan aditif

    o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton

    et al., 2007)

    o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)

    o Antioksidan (Bateman et al., 2004)

    8) Intervensi komplementer dan alternatif

    Di antaranya meliputi :

    o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)

    o Homeopathy (Coulter et al., 2007)

    o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)

  • 25

    o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)

    9) Intervensi sosial dan komunitas

    10) Intervensi multimodal

    2. Terapi Farmakologis

    Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik

    di Amerika Serikat : methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine

    sulphate dan atomoxetine. Methylphenidate dan atomoxetine digunakan

    untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3

    tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah.

    Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali

    dokter spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang

    telah menjalani pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi

    psikotropik.

    Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum

    terapi farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat

    dan tinggi badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran

    parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu.

    Klinisi harus menginformasikan keuntungan potensial dan efek samping

    medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai

    minimal 1 tahun sekali.

    1) Psikostimulan

    Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal

    2 minggu) menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan

    dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan

    bahwa keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun psikostimulan

    memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa

    digunakan di USA adalah methylphenidate (MPH) dan

    dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk

    immediate atau modified release untuk memfasilitasi medikasi

    sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih,

  • 26

    sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk

    mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan

    merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau

    gangguan hiperkinetik.

    Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan

    berkurang, nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek

    samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis

    dan bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2

    minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau

    dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah.

    Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak

    reguler antara keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan

    dengan pertanyaan dan penilaian yang diperlukan.

    Tabel 3 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan

    Efek samping Pilihan manajemen

    Anoreksia, nausea,

    penurunan berat badan

    Berikan obat bersama makanan

    Pertimbangkan reduksi dosis atau penghentian

    obat

    Monitor berat dan tinggi badan menggunakan

    grafik persentil

    Edukasi diet, tambahan kalori

    Hal yang menyangkut

    pertumbuhan

    Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang)

    atau menyebabkan kecemasan pada orang

    tuanya, upayakan penghentian medikasi saat

    akhir minggu atau liburan.

    Kesulitan tidur (bandingkan

    dengan kesulitan tidur

    sebelum terapi)

    Berikan edukasi sleep hygiene Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau

    akhir sore (namun catat bahwa beberapa

    pasien membaik dengan medikasi malam

    tambahan).

    Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine

    Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor

    teliti (cek tekanan darah), turunkan

    dosis/hentikan medikasi, pastikan obat

    dimakan dengan makanan dan edukasi intake

    cairan. Jika persisten,

    Pergerakan involunter, Tics Kurangi, atau jika persisten, hentikan

  • 27

    dan sindrom Tourette medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics.

    Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA)

    jika gejalanya berat.

    Hilangnya spontanitas,

    disforia, agitasi

    Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan

    jika timbul gangguan piir atau suspek psikosis-

    jarang terjadi)

    Iritabilitas, behavioural

    rebound

    Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore

    hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)

    Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review

    secara teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya,

    tinggi/berat badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta

    pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan

    untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini

    jarang terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan

    klinisis dan hanya jika diindikasikan secara klinis.

    Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil

    mungkin dan titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan

    interval per minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek

    samping yang mengganggu. Perlu diingat bahwa efek samping

    psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka tentukan dosis efektif

    terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping

    minimum. Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang

    disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara tradisional

    pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen

    yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan DEX

    bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat

    badan. Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat

    dan tidak terakumulasi di lemak tubuh.

    Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi

    memberikan keuntungan bagi beberapa anak yang memerlukan dosis lebih

    tinggi. Jadwal dosis berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang

    pas utuk anak yang membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk

  • 28

    mengontrol gejala mereka. Sebaliknya, metode titrasi dosis tipe pil (fixed

    pill-type dose titration methods) dapat memaparkan anak yang kecil ke

    dosis yang tinggi, dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak

    diinginkan.

    Tabel 4: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment

    Source Methylphenidate Dexamphetamine

    Block, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/dose

    Findling and Dogin, 1998

    124

    0.3 - 0.8 mg/kg/dose -

    Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -

    AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/dose

    NHMRC(Ausi),1996 126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day

    Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing

    individu. Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan

    keuntungan pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin

    diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah

    direncanakan.

    Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen

    ini terhadap tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka

    dosis akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru

    melaporkan bahwa efek dosis dini hari hilang pada pertengahan pagi. Pada

    kasus yang demikian dosis pertengahan pagi dapat dijadwalkan pada jam

    10.30 11 am, dengan dosis pertama pada hari tersebut diberikan antara

    jam 7 dan jam 8 pagi.

    Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per

    minggu untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan

    masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat.

    Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika

    terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak.

    Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada

    usia dewasa atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali

    bila psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika

  • 29

    tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak

    menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang

    lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi

    dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi

    kembali dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi

    ulang strategi psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu

    dihentikan pada onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja

    dan dewasa.

    2) Atomoxetine

    Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan

    pada berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5

    mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2

    mg/kg/hari.

    Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau

    lebih. Saat terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24

    jam atau lebih dengan kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam

    atau lebih dari waktu setelah minum obat. Kombinasi awal jangka pendek

    medikasi psikostimulan mungkin perlu selama fase transisi.

    Tabel 5: Manajemen efek samping atomoxetin

    Side effects Management options

    Anorexia, nausea, weight loss,

    growth concerns

    Gastrointestinal effects may be

    temporary during first few days of

    treatment.

    Administer medication with food.

    Consider dose reduction.

    Monitor height and weight using centile

    charts.

    Provide dietetic advice; caloric

    augmentation.

    Jaundice, signs of liver disease

    or biliary obstruction

    Stop medication immediately and seek

    specialist help.

    Self harm or suicidal ideation Monitor for suicidal ideation, clinical

    worsening of mood and unusual

  • 30

    changes in behaviour.

    New onset of suicidal behaviour should

    prompt discontinuation of medication

    pending further assessment.

    Somnolence Administer at a different time of day or

    reduce dose.

    Dysphoria, agitation Reduce dose and monitor effect.

    Tachycardia, hypertension Investigate and consider

    discontinuation or dose reduction.

    Syncope suspected to have

    cardiac origin

    Stop medication immediately and seek

    specialist advice.

    Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/

    gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau

    inefektif dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin,

    klinisi harus mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian

    keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi,

    tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan

    diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler,

    hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri besar.

    3) Antidepresan trisiklik (TCAs)

    Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi

    nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan

    hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,

    nortriptyline and clomipramine.

    TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/

    gangguan hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala

    behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas

    keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan, disertai dengan

    rentang efek samping potensial yang lebih lebar.

    Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi

    ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak

    yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan.

  • 31

    Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut

    kering ( dengan rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan

    insomnia, disertai dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania,

    mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf

    pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi kardiotoksik.

    Belum ada konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi

    terapi TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata

    berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari

    untuk imipramine, desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang

    0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.

    Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun

    sebaiknya tetap dilakukan pengukuran berikut :

    Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti

    bebas dari efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan

    sebelum dan sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki

    riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.

    Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline

    (10-25 mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan

    efek samping yang mungkin timbul.

    Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil

    dimonitor efek sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk

    imipramin dan amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.

    Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek

    samping dan perilakunya secara klinis.

    Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di

    luar batas.

    Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan

    dengan perumbuhan dan perkembangan anak.

    Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk

    mencegah influenza like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini

    meliputi malaise, menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri

  • 32

    otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga

    dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami

    periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai

    efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang

    memburuk. Dan hal ini membuat manajemen menjadi sukar.

    4) Obat lainnya

    Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/

    gangguan hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat

    alternatif tersebut meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine,

    SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika

    terdapat gangguan komorbid (misal anxietas, depresi, tics, respon kurang

    atau efek samping psikostimulan atau TCA).

    a. Alpha-2-agonist

    a) Klonidin

    Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik,

    dikenal sebagai antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi

    gejala ADHD, dan terdapat penurunan yang besar saat

    dikombinasikan dengan methylphenidate dibandingkan jika

    diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan dosis

    maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek

    samping yang muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total

    0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah studi,individu yang

    menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik

    yang lebih besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi

    transien serta pening.

    Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak

    responsif atau tidak toleransi terhadap psikostimulan atau

    atomoxetine. Dapat digunakan sendiri maupun

    dikombinasikan dengan methylphenidate disesuaikan

    dengan kasus masing-masing individu. Klinisi harus

    memonitor tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda

  • 33

    oversedasi. Penghentian klonidin harus bertahap untuk

    menghindari adanya rebound phenomenon.

    b) Guanfacine

    Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi

    dan fatigue. Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah

    dan nadi akan makin rendah. Belum ada cukup data untuk

    merekomendasikan obat ini.

    b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)

    c. Antipsikotik

    d. Modafinil

    e. Nikotin

    5) Terapi obat kombinasi

    Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping

    potensial, misal pada peningkatan TCAs pada pemakaian bersama

    psikostimulan, toksisitas potensial pada kombinasi klonidin dan

    psikostimulan, intraventricular conduction delays pada pimozide dan

    TCAs, dan interferensi dengan metabolisme obat seperti warfarin dan

    beberapa antiepileptik. Fluoxetin (SSRI) dilaporkan efektif tanpa efek

    samping berlebih, jika dikombinasikan dengan psikostimulan untuk

    sejumlah kesil anak dengan ADH/ gangguan hiperknetik dan depresi

    komorbid, ODD, CD atau gangguan obsesif kompulsif.

    H. Prognosis

    Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence,

    sedangkan gejala impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak

    dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif

    dan menjadi pencandu minuman keras/alkoholisme).

    Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi,

    dukungan yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di

    kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau

    lebih komorbid gangguan psikiatri.

  • 34

    I. Kesimpulan

    ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu

    peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang

    menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya padadua tempat

    dan suasana yang berbeda dan kondisi yang sangat umum di antara anak-

    anak. Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara

    jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan

    yang bersifat multi faktorial. Banyak faktoryang dianggap sebagai

    penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik,perkembangan

    otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat

    kecerdasan(IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan

    hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan anak oleh orang

    tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Melihat

    penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan ada beberapa teori

    penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara

    dalam penanganannya sesuai dengan landasan teori penyebabnya.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Barbaresi W, Katusic S, Colligan R, et al. How common is attention-

    deficit/hyperactivity disorder? Towards resolution of the controversy: results

    from a population-based study. Acta Paediatr Suppl 2004; 93:55.

    Barkley RA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Handbook for Diagnosis

    and Treatment. 2nd ed. New York, NY: Guilford Press; 1996

    Bateman B, Warner JO, Hutchinson E, Dean T, Rowlandson P, Grant C, et al. The

    effects of a double blind, placebo controlled, artificial food colourings and

    benzoate preservative challenge on hyperactivity in a general population

    sample of preschool children. Archives of Disease in Childhood

    2004;89(6):506-11.

    Beauregard M, Levesque J. Functional magnetic resonance imaging investigation of

    the effects of neurofeedback training on the neural bases of selective attention

    and response inhibition in children with attention-deficit/hyperactivity

    disorder. Applied Psychophysiology & Biofeedback 2006;31(1):3-20.

    Bilici M, Yildirim F, Kandil S, Bekarolu M, Yildirmi S, Deer O,et al. Double-blind,

    placebo-controlled study of zinc sulfate in the treatment of attention deficit

    hyperactivity disorder. Progress in Neuro-Psychopharmacology and

    Biological Psychiatry.2004;28(1):181-90.

    Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Increasing prevalence of parent-

    reported attention-deficit/hyperactivity disorder among children --- United

    States, 2003 and 2007. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2010; 59:1439.

    Clayton EH, Hanstock TL, Garg ML, Hazell PL. Long chain omega-3

    polyunsaturated fatty acids in the treatment of psychiatric illnesses in children

    and adolescents. Acta Neuropsychiatrica. 2007;19(2):92-103.

    Coulter MK, Dean ME. Homeopathy for attention deficit/hyperactivity disorder or

    hyperkinetic disorder. Cochrane Database of Systematic Reviews.

    2007(4):(CD005648).

    Eric Taylor, Tim Kendall , Philip Asherson et al. 2008. Attention deficit

    hyperactivity disorder: Diagnosis and management of ADHD in children,

    young people and adults.

    Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of

    ADHD : is it an American condition?. World Psychiatry. 2003 ; 2: 104-13.

  • 36

    Froehlich TE, Lanphear BP, Epstein JN, et al. Prevalence, recognition, and treatment

    of attention-deficit/hyperactivity disorder in a national sample of US children.

    Arch Pediatr Adolesc Med 2007; 161:857.

    Green, M, Wong, M, Atkins, D, et al. Diagnosis of Attention Deficit/Hyperactivity

    Disorder: Technical Review 3. US Department of Health and Human

    Services, Agency for Health Care Policy and Research; Rockville, MD, 1999.

    Hill P., Taylor, E. 2001. An auditable protocol for treating attention

    decit/hyperactivity disorder. London UK. Arch Dis Child. 84: pp 404409

    Khilnani S, Field T, Hernandez-Reif M, Schanberg S. Massage therapy improves

    mood and behavior of students with attentiondeficit/hyperactivity disorder.

    Adolescence 2003;38(152):623

    Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al. Effects

    of iron supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in children.

    Pediatr Neurol 2008;38(1):20-6.

    McCann D, Barrett A, Cooper A, Crumpler D, Dalen L, Grimshaw K, et al. Food

    additives and hyperactive behaviourin 3-year-old and 8/9-year-old children in

    the community: a randomised, double-blind

    Merikangas KR, He JP, Brody D, et al. Prevalence and treatment of mental disorders

    among US children in the 2001-2004 NHANES. Pediatrics 2010; 125:75.

    Moore, David P. Eds. 2006. Little Black Book of Psychiatry. Jones and Bartlett

    Publishers. The 3rd Edition, pp: 45-48.

    Moore. Kent L. Recent advances in the genetics off attention deficit hyperactivity

    disorder. Curr Psychiatry Res 2004; 6: 143.

    Philip Asherson, Simon Bailey, Karen Bretherton et al. Diagnosis and management

    of ADHD in children, young people and adults. 2008

    Pintov S, Hochman M, Livne A, Heyman E, Lahat E. Bach flowerremedies used for

    attention deficit hyperactivity disorder inchildren - a prospective double blind

    controlled study. European Journal of Paediatric Neurology 2005;9(6):395-8.

    Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the

    assessment and treatment of children and adolescents with attention-

    deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007;

    46:894.

    Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. Children who have attentional disorders: diagnosis

    and evaluation. Pediatr Rev. 1993;14:455465

  • 37

    Saputro, D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Jakarta: CV.

    Sagung Seta.

    SIGN. Management of attention deficit and hyperkinetic disorders in children and

    young people. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2009

    Wiguna, T. (2010). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). In S.

    D. Elvira, & G. Hadisukanto (Eds.), Buku Ajar Psikiatri (pp. 441-454).

    Jakarta: Badan Penerbit FKUI.