refrat tb

54
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel-tuberkel dan kaseasi jaringan- jaringan. 1 Tuberkulosis merupakan penyakit radang kronis yang terutama terdapat di negara berkembang. Penyakit ini umumnya tampak pada decade 20 hingga 30, dimana berdasarkan pada banyak penelitian, insiden yang tinggi terdapat pada wanita muda. 2 M. tuberculosae masuk ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka di kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. 3 Selain tuberkulosis paru, didapatkan juga tuberkulosis ekstra paru. Berdasarkan penelitian Shehzad dkk, tuberkulosis abdomen merupakan bentuk kedua yang paling sering pada tuberkulosis ekstra paru. Telah didapatkan 31 pasien didiagnosa menderita tuberkulosis abdomen, berdasarkan data epidemiologi 1

Upload: blinkbumbum

Post on 11-Aug-2015

106 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

referat tuberculosis

TRANSCRIPT

Page 1: refrat TB

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel-tuberkel dan kaseasi

jaringan-jaringan.1 Tuberkulosis merupakan penyakit radang kronis yang terutama

terdapat di negara berkembang. Penyakit ini umumnya tampak pada decade 20

hingga 30, dimana berdasarkan pada banyak penelitian, insiden yang tinggi

terdapat pada wanita muda.2

M. tuberculosae masuk ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan,

saluran pencernaan, dan luka terbuka di kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis

terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung

kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.3

Selain tuberkulosis paru, didapatkan juga tuberkulosis ekstra paru.

Berdasarkan penelitian Shehzad dkk, tuberkulosis abdomen merupakan bentuk

kedua yang paling sering pada tuberkulosis ekstra paru. Telah didapatkan 31 pasien

didiagnosa menderita tuberkulosis abdomen, berdasarkan data epidemiologi dari

Departemen Gastroenterologi RS Kartal, Istanbul, Turki periode Maret 1998 -

Desember 2001.4

Patogenesis pelibatan isi abdomen oleh Mycobacterium tuberculosae belum

dapat secara penuh dijelaskan. Namun, nutrisi yang rendah, status sosio-ekonomi

dan kurangnya fasilitas kesehatan telah memberikan kontribusi yang besar dalam

menyebabkan kasus ini.

Pasien yang terinfeksi HIV dimana CD4 nya rendah, merupakan populasi

berisiko terkena TB ekstra paru, karena imunosupresi dan bila masih termasuk

dalam populasi negara berkembang. Populasi lain yang berisiko yaitu orang

miskin, narapidana, perawat berusia tua yang merawat di rumah pasien. Pelibatan

1

Page 2: refrat TB

TB ekstra paru terjadi hanya 15% dari TB. Rata-rata ini meningkat pada pasien

yang terinfeksi HIV, dimana memiliki 50% insiden terkena penyakit ekstra paru

(pleura, limfa nodus, tulang, saluran gastrointestinus, atau saluran genitourinarius).5

Penanggulangan TB terutama di negara berkembang masih belum

memuaskan, karena angka kesembuhannya hanya mencapai 30% saja. Masalah

yang dihadapi dalam hal ini adalah: meningkatnya populasi TB sehubungan dengan

adanya letusan HIV, timbulnya resistensi terhadap beberapa obat anti TB,

kurangnya biaya pengadaan obat TB seperti rifampisin dan pirazinamid yang

relative mahal, dan kurangnya perhatian aparat pemerintah terhadap besarnya

masalah TB ini serta kurang terpadu penanggulangannya.6

BAB II

2

Page 3: refrat TB

TUBERKULOSIS ABDOMEN

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditandai dengan radang kronis

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosae dan ditandai dengan

pembentukan tuberkel-tuberkel dan kaseasi jaringan-jaringan. Tuberkulosis

dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag,

sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas

seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi

oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas

tipe lambat.3,6,7

TB ekstra paru yakni TB dimana pasien memiliki kelainan histologis atau

dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu sediaan

dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae.3

Tuberkulosis abdomen merupakan tuberkulosis ekstra paru yang termasuk

dalam kondisi pausibasiler dan memiliki hasil pewarnaan dan kultur yang positif

mungkin saja rendah (30-50%).

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Secara umum, mikroba yang menyebabkan tuberkulosa, yaitu

Mycobacterium tuberculosae, menginfeksi organ paru-paru. Pada orang dengan

CMI (cell-mediated immunity) yang kuat, infeksi dapat terdiri dari sel T. Namun

pada orang dengan imun yang lemah, malnutrisi dan yang sedang mendapat

kemoterapi kanker dan kortikosteroid serta terinfeksi HIV, tuberkulosis dapat

3

Page 4: refrat TB

menginfeksi bagian tubuh di luar paru-paru. Infeksi seperti ini dikenal dengan

nama tuberkulosis ekstra paru.8

Mycobacterium tuberculosae merupakan kuman berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Yang tergolong dalam kuman

Mycobacterium tuberculosae kompleks adalah (pembagian secara epidemiologi):

1) M. tuberculosae,

2) Varian Asian,

3) Varian African I,

4) Varian African II dan

5) M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan arabinomanan. Lipid ini membuat kuman lebih tahan terhadap asam

(asam alcohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga

lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada

udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam

lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat

dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi. Di

dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya

karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob, menunjukkan

bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.3

Patogenesis pelibatan isi abdomen oleh Mycobacterium tuberculosae belum

dapat secara penuh dijelaskan. Namun, nutrisi yang rendah, status sosio-ekonomi

dan kurangnya fasilitas kesehatan serta rendahnya pasteurisasi susu telah

memberikan kontribusi yang besar dalam menyebabkan kasus ini.

4

Page 5: refrat TB

2.3 Klasifikasi

Secara konvensional, tuberkulosis ekstrapulmonal diklasifikasikan menjadi

bentuk parah (seperti tuberkulosis meningen, neurouberkulosis, tuberkulosis spinal,

tuberkulosis abdomen, efusi pleura bilateral, efusi pericardium dan tuberkulosis

tulang dan sendi yang lebih dari satu sisi) dan bentuk tuberkulosis yang tidak parah

(selain bentuk parah).9

WHO 1991 membagi tuberkulosis berdasarkan terapinya, memberikan

klasifikasi tuberkulosis yaitu:

1. Kategori I, ditujukan terhadap:

- kasus baru dengan sputum positif,

- kasus baru dengan bentuk TB berat

2. Kategori II, ditujukan terhadap:

- kasus kambuh

- kasus gagal dengan sputum BTA positif

3. Kategori III, ditujukan terhadap:

- kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas

- kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

4. Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik.

Klasifikasi lain berdasarkan manifestasi umum TB abdomen, seperti:

1) Tipe yang menunjukkan asites,

2) Tipe plastik, yang menyebabkan obstruksi usus dan

3) Tipe glandular, yang melibatkan nodus mesenterikus.

Tuberkulosis dibagi menjadi 3 grup berdasarkan tipe pelibatan, yaitu

intestinal TB (15 pasien, 48%), peritonitis tuberkulosa (11 pasien, 35,2 %) dan

limfadenitis tuberkulosa (5 pasien, 16,8%).7 Klasifikasi TB abdomen lainnya

berdasarkan organ yang terkena, seperti: TB Hepatosplenik, TB genitourinarius,

TB ginjal, TB Ureter, TB kandung kemih, TB genital wanita, TB genital pria, TB

Limfa nodus dan lainnya.

5

Page 6: refrat TB

2.4 Manifestasi Klinis

Berdasarkan penelitian di India dan Nepal, karakteristik gejala sering yang

tampak pada pasien yaitu: nyeri abdomen, penurunan berat badan, asites, diare,

batuk dan adanya sputum, muntah dan mual, demam, adanya tanda perforasi, nyeri

tulang, keringat pada malam hari, gejala traktus urinarius, adanya masa pada

kuadran abdomen bawah, nyeri bagian serviks, eviserasi mengikuti laparotomi,

terjadi secara incidental dan terkadang perlu operasi karena brid ileus.10

Secara frekuensi, gejala dan tanda tersebut tampak pada tabel 1

Tabel 1. Frekuensi Gejala dan Tanda pada Pasien TB Abdomen

(bisa saja terdapat lebih dari satu pada masing-masing pasien) (n=32)

No Gejala dan Tanda Jumlah Pasien Persentase

1 Nyeri abdomen 16 51,2

2 Penurunan berat badan 16 51,2

3 Asites 12 38,4

4 Diare 10 32

5 Batuk dan berdahak 6 19,2

5 Mual dan muntah 5 16

7 Demam 4 12,8

8 Perforasi 3 9,6

9 Nyeri tulang 2 6,4

10 Keringat malam hari 2 6,4

11 Gejala traktus urinarius 1 3,2

12 Masa pada kuadran bawah 1 3,2

13 Nyeri daerah serviks 1 3,2

14 Eviserasi mengikuti laparotomi 1 3,2

15 Terjadi secara tiba-tiba 1 3,2

16 Operasi karena brid ileus 1 3,2

6

Page 7: refrat TB

Penyakit hati kronik disertai TB abdomen dapat menyebabkan asites, dimana

patogenesisnya yaitu adanya kebocoran cairan yang kaya protein ke dalam rongga

peritoneum dari peritoneum yang terinfeksi (menyebabkan eksudasi cairan

ekstraseluler ke dalam rongga peritoneum).11

Secara umum, gejala yang tampak secara klinis pada pasien TB abdomen

yaitu: 10

1) Abdomen yang teraba lemas (60%) dimana biasanya terdapat pada bagian

tengah abdomen,

2) Adanya masa pada abdomen (40%) dimana biasanya terdapat pada region

ileocaecal atau basal mesenterikus; namun masa jarang terdapat pada tipe

asitik,

3) Adanya tanda obstruksi dimana dapat terjadi secara akut maupun subakut

pada usus kecil bagian bawah,

4) Anemis moderat dan

5) Dapat memiliki edema sebagai akibat dari hipoproteinemia.

TB abdomen dapat melibatkan omentum, traktus intestines, hati, lien,

saluran genital wanita dan peritoneum. Hal ini disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosae dan M. bovis. Berdasarkan frekuensi, yang paling sering terlibat yaitu

regio ileocaecal dan rectum. Hipertrofi enteritis tuberkulosa menghasilkan stenosis,

dan gejala dan tanda yang tampak yaitu obstruksi. Bentuk ulserasi menyebabkan

nyeri abdomen, konstipasi dan diare. Komplikasi melibatkan obstruksi usus,

hemoragia, bentukan fistula, dan pertumbuhan bakteri dengan malabsorbsi. Fistula

pada TB usus terjadi pada 44% pasien dan dapat merupakan hasil dari invasi

bakteri sekunder dari sekuel perforasi.5

Tuberkulosis abdomen dapat memiliki manifestasi klinis yang bervariasi.

Kita tidak dapat mendiagnosa peritonitis tuberkulosa, hingga kita melakukan

laparotomi. Di India dan Nepal, ditemui lebih kurang 10% obstruksi usus. Ada 3

tipe utama, dan lainnya jarang. Di Afrika, urutan manifestasi umum pada orang

7

Page 8: refrat TB

dewasa yaitu: 1) Tipe yang menunjukkan asites, 2) tipe plastik, yang menyebabkan

obstruksi usus dan 3) tipe glandular, yang melibatkan nodus mesenterikus.

Sedangkan di India, urutan manifestasi kliniknya yaitu (2), (3) dan (1). Di Afrika,

urutan pada anak-anak yaitu (3), (1) dan (2). Selain ketiga gejala di atas, terdapat

juga gejala lainnya: 4) penyempitan tuberkulosa yang tampak pada usus pasien,

namun biasanya pada caecum dan usus kecil bagian distal, dimana disebabkan oleh

pengecilan masa ileocaecal tuberkulosa untuk membentuk konstriksi fibrosa, 5)

Ulkus tuberkulosa (jarang) dapat terjadi di bagian manapun dari usus, namun

paling sering terdapat pada ileum, caecum, rectum atau colon sigmoid. Pada usus

kecilnya, ulkus tuberkulosa dapat menyebabkan diare. Pada kasus yang jarang, bila

ulkus terdapat pada lambung atau duodenum, maka dapat gejala dapat seperti ulkus

peptikum, atau karsinoma. Kaseasi nodus limfatikus dapat membimbing kita

menuju diagnosa yang tepat. Perforasi maupun perdarahan ulkus tuberkulosa dapat

terjadi pada usus (biasanya pada rectum), karena hal ini terjadi secara distail, dan 6)

Fistula tuberkulosa.10

1) Tipe yang menunjukkan asites

Pada tuberkulosis abdomen yang menunjukkan tipe asites, didapat frekuensi

sebanyak 70% di Afrika, 10% di India dan 20% di Zambia. Cairan berakumulasi

sebagai hasil dari tuberkel milier yang banyak pada peritoneum. Satu-satunya cara

untuk mendiagnosanya yaitu melakukan minilaparotomi, yang memungkinkan kita

juga untuk mendiagnosa sirosis, fibrosis periportal, (karena Schistosomiasis

mansoni), karsinomatosis peritoneum dan hepatocellulare carcinoma (biasanya

dengan sirosis).

2) Tipe plastik, yang menyebabkan obstruksi usus

Pada tuberculosis abdomen yang menunjukkan tipe peritonitis plastik,

tampak merupakan hasil dari granuloma tuberkulosa dimana menyebabkan

omentum pasien dan struktur lain pada abdomen, bagian lengkung dari usus kecil

distal, caecum dan colon ascenden bergabung bersama dengan beberapa adesi.

8

Page 9: refrat TB

Lilitan pada usus pasien tersebut tebal dan seperti karet, dengan karakteristik lesi

transversal pada usus kecilnya. Lengkung usus kecil pasien dapat terjadi obstruksi

dan sulit untuk dipisahkan. Karsinoma, aboeboma dan penyakit Chron’s dapat

menyebabkan peritonitis plastik; namun pada negara berkembang, tuberculosis

lebih sering dijumpai daripada selainnya. Amoebiasis menyebabkan usus kecil

pasien mengenai colon asenden tanpa menyebabkan peritonitis plastik sebenarnya.

Obstruksi pada ususnya biasanya tidak lengkap, dengan demikian, gejalanya dapat

subakut atau kronik, dan dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahunan. Adesi

menyebabkan penggabungan lengkung usus, dan sulit untuk dipisahkan. Dengan

demikian, perlu menanganinya secara non-operatif. Berikan pasien kemoterapi, diet

ringan, atau cairan saja, jika perlu secara intravena selama beberapa hari.

Granuloma tuberkulosa dari usus kecil biasanya sembuh tanpa penyempitan;

namun pada daerah ileocaecal, fibrosis dan stenosis sering ada.

Di India dan Nepal, dimana tipa plastik sebagai tipe predominan, tampak

perbedaan gejala antara tipe plastik dengan asitik, yaitu:

a. Kehilangan berat badan, tampak pada semua kasus,

b. Kelemahan, malaise, lelah, anoreksia tampak 75%, mual, muntah, demam

dan keringat pada malam hari ada (60%),

c. Nyeri perut (90%) konstan, sentral dan tidak parah. Jika pada kuadran

perut bawah kanan, kemungkinan TB ileocaecal. Pada tipe asitik, nyeri

biasanya ringan dan dapat saja tidak tampak,

d. Gejala obstruksi (30%) termasuk konstipasi dan diare, dan suara bubble.

Secara tipikal, hal ini menjelaskan sebuah “bola angina” yang bergerak

dalam perut pasien,

e. Perdarahan rectum, jarang namun dapat parah,

f. Steatore, dengan pucat dan benda yang besar dan ofensif terkadang dapat

terlihat dan

g. Batuk kronik dan sputum yang diwarnai darah, namun terjadi lebih jarang

dari yang diperkirakan.

9

Page 10: refrat TB

Pada setiap kesempatan, kita harus dapat melakukan operasi untuk obstruksi

komplit yang persisten. Bahkan, jika kita mengetahui bahwa TB adalah

penyebabnya, kita harus bijaksana untuk mencoba terapi non-operatif selama

beberapa hari pertama, jika tidak ada strangulasi. Ketika melakukan operasi, kita

dapat menemukan bahwa tidak ada penyempitan dinding usus dan kita dapat

menyingkirkan obstruksi usus, hanya dengan membagi adesi. Hal ini dapat dicegah

jika mungkin, karena jika kita membuka usus, selalu ada bahaya dan fistula dapat

terjadi. Jika kita membuka usus, kita punya pilihan antara:

a. “Stricturoplasty”: jika ada striktura sempit pada usus halusnya,

b. Bypass usus kecil local,

c. Bypass (ileotransversostomi) antara ileum dengan colon transversal. Ini

dapat menghilangkan obstruksinya dan kita dapat merujuknya untuk

pembedahan definitive kemudian,

d. Hemikolektomi kanan. Jika kita cukup memiliki keahlian untuk

melakukannya, hal ini dapat memindahkan focus infeksi dan lebih baik

daripada ileotransversostomi.

3) Tipe glandular, yang melibatkan nodus mesenterikus

Pada tipe glandular, tampak sebagai gumpalan tak teratur pada abdomen

anak, terkadang dengan asites dan kecenderungan yang ringan untuk menyebabkan

obstruksi. Nodus mesenterikus pasien lebar dan tidak begitu mobile. Mereka dapat

saja melebar dan kita dapat merasakan mereka melaluinya dinding abdomen

pasien. Mereka bersatu bersama dan mengeras, dengan karakteristik area kaseasei

kuning pucat pada potongan permukaan mereka. Jika nodus limfatikus lebih

banyak terlibat, lakukan biopsi dari leher, aksila atau lipat paha. Adenitis

nonspesifik lebih sering pada lipat paha, jadi hanya biopsi yang tidak biasa (yang

besar). Kita dapat melihat pembesaran nodus pada roentgen toraks. Jika kita tidak

dapat menegakkan diagnosa dengan jalan lain, kita harus melakukan laparotomi

dan memotong nodus. Limfoma merupakan diagnosa banding yang penting.

10

Page 11: refrat TB

Pelibatan ileocaecal gastrointestinal tampak pada 80-90% dari pasien

dengan TB abdomen. Penebalan bibir katup atau pelebaran jarak dari katup dengan

penyempitan ileum terminal (tanda Fleischner) telah dijelaskan sebagai

karakteristik dari TB. Pada penilaian barium double kontras, tampak ulkus dangkal

yang linear atau stellata dengan ciri sisi yang elevasi. Ulkus pada TB cenderung

menjadi lebih luas daripada penyakit Crohn dan cenderung menjadi oval daripada

bulat. Lebih lanjut, TB memproduksi penebalan lebih besar daripada dinding perut.

Fistula dan traktus sinus cukup jarang. Pada kasus lebih lanjut, karakteristik

deformitas termasuk simetris anular “cincin napkin” penyempitan dan obstruksi,

pemendekan, retraksi dan pembentukan kantung. Caecum secara klasik diamputasi.

Amputasi caecum dapat terlihat pada amebiasis, namun penyakit ini jarang

melibatkan usus halus terjadap derajat yang sama dengan TB. Amputasi dan

penyempitan fokal dari usus dapat juga menyerupai karsinoma, namun ca caecal

jarang yang meluas di antara katup ileocaecal. Pada CT, ⅓ pasien dengan TB

gastrointestinal menunjukkan penebalan caecum dan ileum terminal, pelebaran

katup ileocaecal dan limfadenopati mesentericus. Namun, penemuan lain seperti

asimetris katup ileocaecal, penebalan dinding medial caecal, ekstensi eksofitik dan

pemasukan dari ileum terminal dan edenopati massif lebih mensugesti dari TB.

TB Peritonitis. Pelibatan peritoneum secara frekuensi tampak pada

penggabungan dengan bentuk lain dari TB gastrointestinal. Tiga tipe TB peritonitis

telah dijelaskan, dimana tipe basah yang dicirikan dengan sejumlah besar dari

cairan yang melekat secara bebas atau terlokalisasi tampak pada kebanyakan

pasien; tipe fibrotik menetap; dan tipe kering atau plastik terjadi lebih sedikit.

Penampakan yang mirip dengan peritoneum dapat terjadi dengan karsinomatosis,

mesotelioma atau TB nonperitonitis.

TB Hepatosplenik. TB Hepatosplenik secara umum bermanifes dalam

mikronodul (milier) atau bentuk makronodul (tuberkuloma). Bentuk mikronodul

biasanya terjadi pada penggabungan dengan TB paru milier. Pada CT scan, dapat

tampak kecil, tidak bisa dihitung dan atenuasi rendah. Bentuk makronodul cukup

11

Page 12: refrat TB

jarang. Pada CT, lesi hipoatenuasi 1-3 cm pada diameter atau adanya masa tunggal

tampak dalam pelebaran hati atau lien secara difus. MRI menunjukkan hipointens

dan perluasan minimal lesi seperti “honey comb” pada image dengan T-1. pada

image dengan T-2, hasilnya lebih intens dengan intensitas ringan sisi relative ke

sekitar hati. Diagnosa banding bentuk milier termasuk metastase, infeksi jamur,

sarkoidosis dan limfosa. Bentuk makronodul dapat menjadi salah untuk metastase,

tumor primer ganas atau abses piogenik.

TB Limfadenitis. Limfadenopati merupakan manifestasi yang tersering

dari TB abdominal. Nodus umumnya multiple dan luas, rata-rata berdiameter 2-3

cm. Grup mesenterikus dan peripankreatikus merupakan grup yang paling banyak

dipengaruhi.

TB genitourinarius. TB genitourinarius merupakan manifestasi tersering

dari TB ekstra paru. M. tuberculosae mencapai organ genitourinarius, bagian

ginjal, dengan rute hematogen dari paru-paru. Ginjal dan dapat saja prostate dan

vesicular seminalis merupakan sisi primer yang paling sering dari TB

genitourinarius. Semua organ genital lainnya, termasuk epididimis dan kandung

kencing, menjadi terlibat dengan dengan kenaikan atau penurunan dari M.

tuberculosae. Testikula dapat terlibat dengan ekstensi langsung dari infeksi

epididimis, namun penyebaran hematogen ke testikula jarang terjadi.

TB ginjal. Kelainan urografi yang paling awal yaitu calyx “moth eaten”

karena erosi. Penemuan ini diikuti oleh nekrosis papil. Fungsi ginjal yang rendah,

dilatasi dari system pelvicaliceal karena penyempitan dari sambungan

ureteropelvic, atau dilatasi destruktif atau hidrokalikosis terlokalisasi berhubungan

dengan penyempitan infundibuler dapat terjadi. Kavitasi dalam parenkim ginjal

dapat dideteksi sebagai kolam yang tidak teratur dari materi kontras. Kontraktur

yang bersikatrik atau parenkim fibrotik dapat menjadi traksi pelvis calyx atau

ginjal. Kalkuli dapat tampak dalam system kolektivus ginjal. Karakteristik

kalsifikasi dalam distribusi lobuler sering tampak pada TB stadium akhir. Fibrosis

stadium akhir dan uropati obstruktif subsekuen menghasilkan autonefrektomi. Pada

12

Page 13: refrat TB

waktu ini, penilaian ginjal secara baik ditangkap dengan US, CT atau MRI. Lesi

yang mirip dapat ditemukan dalam nefritis bakteri akut fokal, dalam pielonefritis

xantogranuloma, dan dengan tumor jinak kecil atau ganas.

TB Ureter. Dilatasi dan penampakan tak teratur dari urotelium merupakan

tanda pertama dari TB ureter. Dilatasi terjadi secara primer karena obstruksi pada

penghubung ureterovesical, dan secara sekunder karena sistitis dan ureteritis

tuberculosa. Pada penyakit lebih lanjut, penyempitan dan pemendekan ureter,

filling defect ureter atau pun kalsifikasi dinding ureter dapat terjadi.

TB kandung kemih. Penemuan tersering pada sistitis tuberkulosa yaitu

penurunan kapasitas kandung kemih. Pada kasus lebih lanjut, kandung kemihnya

kecil, tidak teratur dan berkalsifikasi. Sistitis tuberkulosa yang terkalsifikasi pasti

terdiferensiasi dari schistosomiasis, sistitis karena siklofosfamid, perubahan yang

diinduksi radiasi dan karsinoma kandung kemih yang terkalsifikasi.

TB genital wanita. Tuba falopi terpengaruh sebanyak 94% dari wanita

dengan TB genital. Salpingitis disebabkan diseminasi hematogen terjadi hampir

selalu bilateral. Abses tubo-ovarian yang meluas melalui peritoneum ke bagian

ekstraperitoneum menunjukkan tuberkulosis.

TB genital laki-laki. Pada US transrektal, penemuan tersering dari

prostatitis tuberkulosa yaitu area hipoekoik dengan rumusan irregular pada daerah

perifer prostate. Kontras CT menunjukkan lesi prostate hipoatenuasi, yang

menunjukkan nekrosis kaseosa dan peradangan. Abses prostate piogenik

nontuberkulosa memiliki gambaran CT yang mirip. Pada MRI, abses prostate

menunjukkan perluasan perifer. Penemuan ini menolong membedakan abses dari

keganasan prostate. Sebagai tambahan, MRI menunjukkan area difus, radiasi dan

bergaris dari intensitas sinyal rendah pada prostate (tanda “kulit semangka”) pada

image dengan T-2. Epididimitis tuberkulosa atau epididimo-orkitis memiliki

penemuan gambar nonspesifik.

TB Limfa nodus. TB limfatik lebih sering terjadi pada anak-anak. Nodus

cervical atau supraklavikula lebih sering terlibat. Pada CT, nodus menunjukkan

13

Page 14: refrat TB

perluasan perifer dengan pusat atenuasi rendah. Penampakan ini menunjukkan

interpretasi cukup tinggi, namun bukan patognomonis dari TB. Rumusan yang

sama dapat terlihat pada keganasan metastatik, limfoma dan kondisi radang.

Dengan demikian, gambaran klinis dan radiologi dari TB ekstra paru dapat

menyerupai beberapa penyakit. Indeks yang tinggi diperlukan, khususnya pada

populasi resiko tinggi. Meskipun kultur positif atau analisis histologi dari specimen

biopsi masih diperlukan pada beberapa pasien untuk menghasilkan diagnosis

definitif, pengenalan dan pemahaman dari spectrum gambaran image dari TB paru

dapat menolong dalam menegakkan diagnosis.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Unit Bedah III, Bagian Ilmu Bedah,

Jinnah Postgraduate Medical Centre Karachi, didapatkan nyeri abdomen sebagai

gejala terbanyak yang dirasakan pasien. Penyempitan secara tunggal atau banyak

dari ileum merupakan penyebab terbanyak dari obstruksi usus, diikuti dengan

adanya masa pada ileocaecal dan adesi (26%). Adesi tampak melibatkan ileum dan

jejunum dengan peritoneum parietal. Pasien tampak dengan peritonitis sebanyak

47,7% dimana penyebabnya adalah perforasi tunggal atau multiple pada usus kecil.

Penelitian (dari tahun 1986 hingga 1992) dari salah satu pusat penelitian

California dalam mencari kasus TB abdomen yang diketahui dengan tes

laboratorium dan scan sinar X abdomen. Mereka memiliki 43 orang terinfeksi HIV

dan membandingkan mereka dengan 35 orang tidak terinfeksi HIV yang juga

memiliki TB ekstra paru (67 pria dan 11 wanita). Hasilnya, rata rata mereka yang

terinfeksi HIV dan TB berusia lebih muda dan sedikit kecenderungan menjadi

alkoholik daripada mereka yang tidak terinfeksi HIV. Sebanyak 83% dari mereka,

mendapat sebuah diagnosa dari TB juga sebuah diagnosa dari AIDS. Dengan

demikian, mereka dengan HIV yang memiliki gejala infeksi TB selama 6 minggu

sebelumnya, mereka harus mendapat perawatan medis. Gejala berikutnya yang

tampak (secara statistic bermakna) di antara yang terinfeksi HIV daripada yang

tidak terinfeksi HIV yaitu: demam, keringat malam, kehilangan berat badan yang

tidak disengaja dan demam yang lebih tinggi. Mereka yang terinfeksi HIV

14

Page 15: refrat TB

cenderung untuk memiliki jumlah sel darah putih yang lebih rendah. Untuk

mengetahui paparan TB, kita harus menyuntikkan sejumlah kecil protein dari TB

(bakteri penyebabnya), menghasilkan bengkak dan kemerahan dalam “6 dari 14”

orang yang terinfeksi HIV. Reaksi ini menunjukkan bahwa level CMI lemah pada

beberapa subjek. Dalam abdomen, scan sinar X menunjukkan bahwa orang yang

terinfeksi HIV lebih cenderung memiliki limfa nodus yang bengkak secara

persisten dari pada yang tidak terinfeksi HIV. Perbedaan ini bermakan secara

statistic Orang yang terinfeksi HIV lebih cenderung memiliki TB pada limfa nodus,

lien, jaringan dan saluran dari system genitalis dan system urinarius daripada yang

tidak terinfeksi HIV. Perbedaan ini bermakna secara statistic. Sekitar 25% dari

mereka yang terinfeksi HIV dan 25% meninggal selama di rumah sakit dan sekitar

40% dari mereka meninggal ketika mendapat antibiotik untuk TB. Berdasarkan

peneliti, hanya 14 subjek dalam masing-masing grup (terinfeksi dan tidak terinfeksi

HIV) yang mendapat terapi antibiotik komplit.8

2.5 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis ekstrapulmonal sering sulit ditegakkan, karena

spectrum manifestasi klinik dan tidak adanya tes sensitifitas. Selain itu, hal tersebut

dikarenakan gambaran klinis dan laboratories tidak spesifik dan hanya

menunjukkan penyakit infeksi kronis.10

Diagnosis tuberkulosis abdomen dapat secara klasik ditegakkan dengan

memeriksa mikrobiologi dan konfirmasi kultur Mycobacterium tuberculosae,

sedangkan pemeriksaan histopatologi dapat ditegakkan juga pada beberapa kasus

yaitu 60,8%.

Pada pasien yang mengeluh adanya gejala dyspepsia, nyeri perut, muntah,

perdarahan saluran cerna atas atau distensi lambung, perlu dilakukan pemeriksaan

endoskopi. Biopsi lambung dilakukan 3 hingga 4 kali secara rutin dari bagian

korpus dan antrum selama endoskopi dan di dalam spesimennya dicari

15

Page 16: refrat TB

Mycobacterium tuberculosae atau adanya granuloma. Jika pasien memiliki gejala

sugestif dari tuberkulosis usus seperti diare kronik, organ berdarah atau perubahan

pada perut, basil diperiksa dan dilakukan kultur M. tuberculosae. Kemudian,

kolonoskopi, atau pada pasien dengan masalah penampakan kolonoskopi,

dilakukan barium enema. Diambil 8 hingga 10 biopsi untuk pemeriksaan

hisopatologi dan mikrobiologi, jika beberapa lesi ditemukan selamaa kolonoskopi.

Beberapa kelainan dari organ abdomen, nodus limfatikus, mesenterikus dan

peritoneum tampak pada USG abdomen dievaluasi dengan CT abdomen, namun

selain itu, CT abdomen tidak dilakukan.12

Para ahli biasanya dapat mendiagnosa tuberkulosis milier dengan mata

mereka secara langsung, namun jika mereka salah, bisa melakukan biopsi

peritoneum parietal dan atau livernya. Sebagaimana telah disebutkan pada

manifestasi klinik, bahwa tuberkulosis abdomen memiliki tiga tipe yaitu tipe yang

menyebabkan asites, tipe plastik yang menyebabkan obstruksi usus dan tipe

glandular. Pemeriksaan khusus pada tuberkulosis abdomen tipe asites yaitu:

roentgen toraks, dan laboratorium cairan asites. Jika jumlah sel lebih dari 50 (gm)l

dengan paling sedikit 70% limfosit, pasien dengan jelas memiliki peritonitis

tuberkulosa. Namun jika asites lebih sedikit, umumnya asites disebabkan oleh

sirosis atau fibrosis periportal. Selain limfosit, perlu juga mengukur protein. Pada

peritonitis tuberkulosa, biasanya 3-10 g/l namun dapat meningkat menjadi 20%

atau lebih. Kebanyakan pasien yang memiliki (mt) 20 g/l, atau lebih, memiliki

karsinomatosis. Jika terdiri lebih dari 4 g/l protein, biasanya merupakan eksudat,

namun jika kurang dari 4 g/l maka merupakan transudat. Sirosis biasanya

memproduksi transudat, begitu juga dengan fibrosis periportal. Jika ada darah pada

cairan asites, memungkinkan adanya karsinoma atau hepatoma.10

Dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis abdomen, perlu memperhatikan 7

hal berikut, yaitu:

1) Riwayat dan gejala penyakit

Perlu ditanyakan apakah terdapat riwayat dan gejala sebagai berikut:

16

Page 17: refrat TB

a. Sterilisasi (secara primer atau setelah dilatasi dan kuretase untuk aborsi

atau sterilisasi setelah memiliki satu anak, khususnya setelah operasi

Caesar),

b. Perubahan pola menstruasi (menjadi lebih berat dalam hal perdarahan

dengan uterus fibrosa yang kecil atau aliran yang sedikit atau tidak haid

sama sekali),

c. Periode nyeri, setengah hingga satu hari sebelum dan setengah hingga

satu hari setelah periode onset,

d. Perasaan mudah lelah, lemah, ingin selalu istirahat atau tidur,

e. Peningkatan suhu (demam) saat malam hari,

f. Kehilangan selera makan dan gangguan pencernaan (konstipasi atau

diare),

g. Berkeringat pada tangan dan kaki,

h. Nyeri yang tidak jelas pada abdomen,

i. Sakit saat berhubungan seks (dispareuni), kurang tertarik dengan

hubungan seksual karena nyeri dan kelelahan dan

j. Menarche menjadi sangat cepat atau sangat lambat atau bahkan seperti

amenore primer.

2) Penilaian dan tanda klinis

Pada penilaian dan tanda klinis, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Uterus yang fibrous dan hipoplastik (mungkin dengan aliran darah haid

yang deras),

b. Uterus retroversi dengan mobilitas terbatas atau bahkan tidak bergerak,

c. Fornix yang sempit (biasanya bagian lateral), ruangan atau cincin fibrosa

yang sempit pada vagina bagian atas,

d. Deviasi uterus,

e. Adanya masa yang difus,

f. Interoitus fibrosa,

17

Page 18: refrat TB

g. Rasa abdomen yang kurang nyaman,

h. Diabetik vulvitis atau prediabetik dan mondial vaginitis,

i. Kekasaran pada dinding posterior uterus yang menumbuhkan fibroid dan

j. Ulkus serviks, lebih banyak pada bagian anterior serviks (tampak menjadi

ganas namun tidak berdarah saat disentuh).

3) Tes dan pemeriksaan rutin

1. LED,

2. Cairan peritoneum (transudat/eksudat),

3. Biopsi endometrium atau D&C dengan histopatologi,

4. Kultur endometrium dan inokulasi hewan,

5. Tes Mantoux (distandarisasi),

6. Roentgen toraks dan sputum untuk AFB,

7. Biopsi kelenjar limfe,

8. AFB pada darah menstruasi (konsentrasi dengan mikro),

9. Histerosalpingogram dan

10. Ultrasound.

4) Penemuan laparoskopi

1. Cairan peritoneum yang banyak warna (cenderung menjadi encysted),

2. Periuteritis (permukaan uterine yang tidak cerah) dengan bercak seperti

lepra atau gambaran luka erosi),

3. Uterus yang biru atau injeksi metilen biru,

4. Perisalpingitis, salpingitis isthmica nodosa, tabung yang lembab,

gambaran tasbih, tabung yang tebal, hydrosalpinx,

5. Tuberkel, mikro dan makro kaseasi (pada tabung, cavum Douglas, bagian

posterior dari ligament yang besar),

6. Adesi yang tipis/lemah pada fossa iliaca kanan, cavum Douglas, fossa

iliaca kiri dan daerah hati,

18

Page 19: refrat TB

7. Adesi omentum adalah fibrosa dan padat, jika terbentuk setelah

pembedahan,

8. Fibrosis pada bagian posterior ligamentum, menyerupai endometriosis

karena pecahnya fibrosis secara tipikal oleh uterus anteversi,

9. Uterus yang bersifat fibrosa yang ukurannya lebih kecil daripada normal

dan

10. Sinekia yang diobservasi oleh asisten vagina selama elevasi uterus.

5) Gambaran histeroskopi

1. Mikrokaseasi,

2. Hiperplasi endometrium dengan sedikit periode (tidak berdarah hingga

menyentuh histeroskop),

3. Eksudasi tampak pada rongga uterus,

4. Saluran masuk ke ostium tuba mengecil atau hilang secara komplit,

5. Ostium tuba yang tidak ada saluran udara, focus sebagai saluran tertutup,

6. Canalisasi area ostium melepaskan materi kaseasi yang berjonjot,

7. Biopsi histeroskopi dari bagian kiri endometrium,

8. Saluran endoskopi yang irregular dan ulserasi,

9. Erosi cervical yang hiperplastik dan

10. Sinekia dan fibrosis pada rongga uterus, khususnya terpresipitasi setelah

kuretase.

6) Tes laboratorium spesifik

1. LED,

2. Limfositosis,

3. Histopatologi dari biopsi sel giant yang dibantu dengan histeroskopi,

4. Tes aglutinasi kaolin (KAT),

5. Inokulasi hewan pada endometrium yang dicurigai,

6. Antibodi tuberkuler dan AFB pada darah menstruasi,

7. Antibodi dalam darah (IgA, IgG, IgM),

8. Antibodi pada cairan peritoneum,

19

Page 20: refrat TB

9. Antigen spesifik pada cairan peritoneum dan

10. PCR serum atau cairan peritoneum.

7) Prinsip manajemen

Tuberkulosis dibagi menjadi 3 grup berdasarkan tipe pelibatan, yaitu

intestinal Tb (15 pasien, 48%), peritonitis tuberkulosa (11 pasien, 35,2 %) dan

limfadenitis tuberkulosa (5 pasien, 16,8%). J)

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding tuberkulosis abdomen yaitu:

1. Infeksi askaris,

2. Abses apendiks,

3. Amoebiasis,

4. Karsinoma colon

5. Sirosis hepatis,

6. Tumor hati, dan

7. Penyakit Chron.

Diagnosa banding pada peritonitis tuberkulosa yang menyebabkan asites

yaitu:

1) Tuberkulosis asitik (md) dengan nodul milier pada peritoneum, masing-

masing berukuran 1-2 mm, agak tinggi dan memutih;

2) Nodul karsinomatosis, merupakan diagnosa banding utama, ukurannya lebih

besar (md) biasanya lebih dari 3 mm(md) lebih vaskular, dan irregular; ia

dapat menjadi efusi maligna dari ukuran yang sama;

3) Asites sekunder pada penyakit hati, hatinya dapat membesar, keras, tidak

teratur, atau kecil dan sulit diraba, limpanya biasanya besar. Biasanya

terdapat 4 g/l protein pada cairan peritoneum;

20

Page 21: refrat TB

4) Sindroma nefrotik, ditandai dengan asites yang lebih sedikit, juga memiliki

tanda asites pada dinding abdomen dan edema seluruh tubuh. Biasanya

terdapat 4 g/l protein dalam cairan peritoneum;

5) Edema nutrisi (hipoproteinemia), merupakan tanda defisiensi protein, namun

dapat juga ada pada tuberkulosis. Biasanya terdapat 4 g/l protein pada cairan

peritoneum;

6) Gagal jantung yang menuju pada sirosis dan asites, terjadi peningkatan

tekanan vena jugularis dan tanda lainnya dari gagal jantung. Biasanya

terdapat 4 g/l protein pada cairan peritoneum;

7) Karsinomatosis peritoneum, terdapat deposit keras pada cavum Douglas atau

cavum rectovesical. Biasanya terdapat 20 g/l protein pada cairan peritoneum.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan data epidemiologi Departemen Gastroenterologi RS Kartal,

Istanbul, Turki periode Maret 1998 - Desember 2001, didapatkan 31 pasien

didiagnosa menderita tuberkulosis abdomen. Pemeriksaan yang dilakukan pada

semua kasus yaitu pemeriksaan lengkap, riwayat medis dan keluarga, laju endap

darah, tes biokimia rutin, tes kulit Mantoux, rontgen toraks dan USG abdomen,

sedangkan pemeriksaan mikrobiologi asites, endoskopi saluran cerna atas,

kolonoskopi atau barium laparoskopi atau laparotomi dilakukan jika diperlukan

saja. J)

Pemeriksaan penunjang TB abdomen meliputi: LED, penilaian cairan

peritoneal (transudat/eksudat), biopsi endometrium atau D& C dengan

histopatologi, kultur endometrium dan inokulasi hewan, tes Mantoux

(distandarisasikan), roentgen toraks dan sputum untuk AFB, biopsi kelenjar limfe,

AFB pada darah menstruasi (yang terkonsentrasi dengan mikro yang tepat),

histerosalfingogram dan USG.13

21

Page 22: refrat TB

Tabel 2. Frekuensi Hasil Laboratorium pada Pasien Tuberkulosis Abdomen 4

No Hasil Lab Jumlah Pasien Persentase

1 Anemia 22 70,4

2 Peningkatan LED 20 64

3 Hipoalbuminemia 15 48

4 Leukositosis 2 6,4

5 Positif CRP 5 16

6 Elevasi transaminase 7 22,4

Tabel 3. Penemuan USG Abdomen pada Pasien Tuberkulosis Abdomen

(mungkin terdapat lebih dari satu pada masing-masing pasien)

No Penemuan Jumlah Pasien Persentase

1 Normal 4 17,2

2 Asites 14 53,2

3 Hepatomegali 4 17,2

4 Penebalan 3 11,4

5 Atropi 2 7,6

6 Abdominal 2 7,6

7 Hepatosteatosis 2 7,6

8 Splenomegali 1 3,8

9 Pericardial 1 3,8

10 LAP 1 3,8

11 Kalsifikasi 1 3,8

22

Page 23: refrat TB

Pada pasien dengan teraba masa pada abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

biopsi jarum halus secara langsung (direct fine needle aspiration cytology).

Namun, metode ini tidak dapat dikerjakan pada seluruh pasien, karena kita tidak

dapat meraba masa pada abdomen semua pasien.

Gambaran CT pada tuberkulosis abdomen dapat membedakan peritonitis

tuberkulosa dengan penyakit malignan dari peritoneum. Pihak Departemen

Gastroenterologi RS Kartal, Istanbul melaporkan pernah mendapatkan 88% pasien

yang dilakukan CT abdomen. Dengan demikian, gambaran CT abdomen lebih

memberikan gambaran data yang objektif dibandingkan dengan gambaran

radiologis lainnya.

Kolonoskopi pada tuberkulosis abdomen tampak menjadi problema, karena

pelibatan segmen penyakit dan adanya granuloma yang sedikit pada penyakit

submukosa. Pada penelitian Singh dan lembaganya, didapatkan granuloma pada

44% pasien, dan 19% memiliki kaseasi/perkijuan; juga didapatkan kelainan

kolonoskopi pada 60% pasien dan mengkonfirmasi tuberkulosis secara

histopatologi. Namun, kolonoskopi masih dilakukan jika diperintahkan saja, untuk

mendapatkan jaringan untuk mengkultur agen yang sangat penting untuk

mendiagnosa tuberkulosis intestine. Sensitivitas biopsi endoskopi berkisar antara

30-80% dan Bhargawa dkkl mendapatkan 8-10 biopsi untuk histology dan 3-4

spesimen untuk kultur.

Laparoskopi dan biopsi peritoneum telah dilaporkan lebih dapat menolong

dalam menegakkan diagnosis, meskipun dalam menangani pasien dengan

tuberkulosis abdomen tanpa konfirmasi histopatologi ataupun bakteriologi. Pada

penelitian terakhir, laparoskopi dilakukan pada 4 pasien dan konfirmasi diagnosis

histopatologi pada 3 pasien dan secara makroskopis 1 pasien. Dengan demikian,

tampaknya laparoskopi menjadi cara diagnostic yang memiliki sensitivitas yang

tinggi.

Pada penelitian Lisehora dkk, mini laparotomi dilaporkan sebagai prosedur

diagnostic tuberkulosis abdomen yang paling sensitif dan spesifik. Secara klasik,

23

Page 24: refrat TB

diagnosanya membutuhkan pemeriksaan mikrobiologi dan kultur Mycobacterium

tuberkulosae, sedangkan diagnosa dapat ditegakkan secara histopatologi pada

beberapa penelitian, yaitu sebanyak 60,8% dari pasien. Jika isolasi Mycobacterium

tuberkulosae diterima sebagai “sine qua non”, pada penyakit infeksi ini

berdasarkan postulat Koch, diagnosis secara histopatologi tidak dapat diterima

sebagai standar. Namun, isolasi agen secara mikrobiologi sangat jarang pada pasien

dengan tuberkulosis abdomen. Hal ini telah dilaporkan sebanyak di bawah 50%

seri. Sebagaimana kita ketahui bahwa Mycobacterium tuberkulosae dapat diisolasi

pada orang sehat. Oleh karena itu, teknik dekontaminasi khusus dan teknologi

BacTec harus digunakan untuk mengkultur agen ini. Menariknya, kita tidak dapat

mengkonfirmasi adanya Mycobacterium tuberkulosae pada beberapa pasien

dengan menggunakan medium Lơwenstein dimana merupakan medium kultur

ideal untuk bakteri ini. Bahkan pada pasien dengan ARB positif pada pewarnaan

langsung, kultur pada Lowenstein tidak positif; namun terdapat 2 kultur positif

dengan tehnik BacTec. Pada laporan kasus Anand dan lembaganya, PCR

digunakan pada biopsi specimen endoskopi yang didapat dari pasien dengan diare

kronik, dan hasilnya positif. Isolasi Mycobacterium tuberkulosis dengan BacTec

atau PCR merupakan tehnik yang menjanjikan untuk masa depan, namun meskipun

metode ini tampak jauh dari ideal, karena tidak cukup baik untuk menatalaksana

penyakit ini karena kekurangan kultur.

Adanya riwayat tuberkulosis paru atau riwayat keluarga tuberkulosis juga

sering ditemui pada pasien dengan tuberkulosis abdomen. Telah diketahui bahwa

pasien dengan resistensi banyak obat, mengharuskan pasien melalui beberapa

percobaan efektivitas beberapa variasi obat. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa kebanyakan kasus dengan tuberkulosis abdomen memiliki resistensi primer

dengan kemoterapi konvensional. Isolasi dari Mycobacterium tuberkulosae juga

penting untuk tes suseptibilitas dimana sekarang dilakukan pada setiap pasien

dengan tuberkulosis paru dikarenakan tingginya insiden dari resistensi banyak obat

(meningkat dari 2% menjadi 9% dalam 3 dekade terakhir).4

24

Page 25: refrat TB

2.8 Penatalaksanaan

Tabel 4. Regimen Terapi yang Direkomendasikan untuk Tuberkulosis

Ekstra Paru

Studi TRC Regimen Durasi dalam Bulan

TB Meningitis 2SHRZ7/10EH7 12

TB Spine 6RH7 atau 9RH7 6 atau 9

TB Abdomen 2RHZ7/4RH7 6

Pott’s Paraplegia 2SHERZ7/7RH2 9

TB Lymphadenitis 2SHRZ3/4SH2 6

Brain Tuberculoma 3RHZ3/6RH2 9

Direkomendasikan oleh:

IUAT 2HRZ/4RH 6

American Academy of Ped 2SHRZ/10RH 9 atau 12 *

WHO 2SHRZ/4RH 6

American Thoracic Society 2HRZ/4RH 6 atau 12 *

* Untuk tulang dan sendi dan TB milier.9

Penatalaksanaan tuberkulosis dengan asites yaitu dengan kemoterapi.

Namun, jangan menginginkan keajaiban, jika pasien memiliki penyakit akut dan

asites. Sebelum 2 bulan, kegagalan cairan untuk berakumulasi kembali

menunjukkan adanya kemajuan.

Penelitian kolaboratif dilakukan untuk membandingkan regimen 6 bulan

setiap hari dari rifampisin, etambutol dan isoniazid selama 2 minggu, diikuti oleh

rifampisin dan isoniazid selama 4 bulan (regimen Short Course Chemotherapy)

dengan regimen 12 bulan setiap hari dari streptomisin, etambutol dan isoniazid

25

Page 26: refrat TB

selama 2 minggu, diikuti oleh etambutol dan isoniazid untuk akhir dari tahun

(regimen standar) pada terapi TB abdomen. Pasien dengan kejadian bakteriologi

atau histopatologi atau radiology dialokasikan random pada 2 regimen. Dari 37

pasien yang mendapat seri kemoterapi dengan respon yang dapat dinilai, 97%

memiliki respon baik dibandingkan dengan 92% daru 37 pasien dengan seri

standar. Dari 64 pasien yang telah difollow up hingga 24 bulan dari mulai terapi,

lebih lanjut tidak kambuh. Namun, kejadian toksisitas ada 11 (26%) dalam seri

kemoterapi jangka pendek dan 6 (13%) dalam seri standar dan 2-3 pasien respek

dengan terapi berubah dengan toksisitas obat. Perbedaan antara keduanya tidak

penting secara statistic. Regimen 6 bulan tampaknya baik sebagaimana terapi

regimen 12 bulan pada terapi TB abdomen.14

Pertimbangan terapi lain TB ekstra paru yaitu steroid dan pembedahan.

Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin, namun lebih

bermakna pada TB massif dengan efusi pleuram meningitis, perikarditis dan

tuberkuloma otak. Pada permukaan serosa pasien TB, steroid menolong

mereabsorbsi cairan lebih cepat dan mencegah adesi. Untuk pembedahan, sejumlah

prosedur pembedahan dilakukan untuk TB spine dan TB limfadenitis pada era

prokemoterapi, namun dengan pengenalan dari kemoterapi singkat, terapi obat-

obatan merupakan metode pilihan untuk kebanyakan TB ekstra paru.9

Pada penelitian yang dilakukan oleh Unit Bedah III, Bagian Ilmu Bedah,

Jinnah Postgraduate Medical Centre Karachi selama 4 tahun pada 83 pasien,

didapatkan frekuensi terbanyak penderita tuberkulosis abdomen adalah wanita

muda yang berpenghasilan rendah. Gejala yang sering tampak adalah nyeri perut,

obstruksi usus dan peritonitis. Intervensi bedah seperti loop ileostomy, reseksi

anastomosis dan adenolisis dilakukan pada 53% kasus karena peritonitis dan

obstruksi usus. Obstruksi usus merupakan indikasi terbanyak dilakukan

pembedahan. Sebanyak 47% pasien respon secara adekuat dengan terapi anti

26

Page 27: refrat TB

tuberkulosis. Sebanyak 20% tampak komplikasi prosedur. Didapatkan juga pasien

yang memerlukan intervensi bedah sebanyak 53%, dimana mayoritasnya dengan

obstruksi usus (52,2%). Pada pasien dengan peritonitis, dilakukan ileostomi (50%).

Namun, komplikasi dari ileostomi pernah dilaporkan fistula enterocutaneus (21%),

infeksi luka (68%) dan pecahnya abdomen (15%), Dengan demikian, diagnosis

tuberkulosis abdomen dapat ditegakkan berdasarkan komplikasi klinis dasar yang

dapat dicegah dengan memulai terapi obat lebih awal. Ileostomi merupakan

prosedur menyelamatkan nyawa pada pasien malnutrisi. Membiarkan luka terbuka

untuk mencegah penutupan primer tidak hanya memudahkan inspeksi secara

kontinyu, namun juga menolong drainase abses jika pus berakumulasi pada

intervensi bedah atau perforasi.

2.9 Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis atau keberhasilan pengobatan TB

sangat kompleks, sukar untuk dipisahkan antara satu faktor penyebab dengan

penyebab lainnya. Secara garis besar, faktor tersebut adalah:15

1. Faktor penderita:

- mempunyai gangguan imunocompromise, dimana yang sering disebut

adalah malnutrisi, pemakaian kortikosteroid/obat-obat penekan system

imun jangka panjang, serta HIV.

- ketidakpatuhan, umumnya berkaitan dengan: faktor obat, tingkat

pendidikan, perbaikan klinis, kemiskinan, penyalahgunaan alcohol, ada

tidaknya tempat pelayanan dan jarak ke tempat pelayanan.

2. Faktor masyarakat dan keluarga, dimana dukungan masyarakat dan keluarga

pada penderita TB masih kurang.

27

Page 28: refrat TB

3. Faktor petugas, dimana terjadi kesalahan pembacaan kuman oleh petugas

laboratorium, kesalahan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan oleh

dokter atau perawat akan mengakibatkan pengobatan yang kurang adekuat

dan dipastikan kegagalan pengobatan akan meningkat.

4. Faktor pemerintah, dimana anggaran yang disediakan termasuk dalam tingkat

rendah, sehingga terjadi berkurangnya supply obat, pengadaan bahan

laboratorium, pemantauan program serta fasilitas diagnosis, dan pada

akhirnya angka penemuan kasus baru tetap rendah.

5. Peningkatan kasus MDR (Multi Drug Resistance), dimana sangat kompleks

dan berkaitan dengan factor lainnya. Dosis, lama dan paduan OAT yang tidak

adekuat serta pengobatan yang terputus dapat menyebabkan MDR.

6. Keterlambatan pengobatan, dimana idealnya diberikan OAT segera setelah

ditegakkan diagnosis. Keterlambatan diagnosis dan pengobatan hanya akan

meningkatkan resiko transmisi, angka kesakitan dan angka kematian.

7. DOTS (Directy Observed Treatment Shourt-course Chemotherapy) dan PMO

(pengawas minum obat). DOTS merupakan strategi yang dicanangkan WHO

untuk mengatasi besarnya beban tuberculosis dunia saat ini.

28

Page 29: refrat TB

BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditandai dengan radang kronis

dan pembentukan tuberkel-tuberkel dan kaseasi jaringan-jaringan. Tuberkulosis

abdomen merupakan TB ekstra paru yakni TB dimana pasien memiliki kelainan

histologis atau dengan gambaran klinis sesuai TB aktif atau pasien dengan satu

sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae.

Populasi yang rentan terkena TB adalah orang dengan imun yang lemah,

malnutrisi dan yang sedang mendapat kemoterapi kanker dan kortikosteroid serta

terinfeksi HIV.

Patogenesis pelibatan isi abdomen oleh Mycobacterium tuberculosae belum

dapat secara penuh dijelaskan. Namun, nutrisi yang rendah, status sosio-ekonomi

dan kurangnya fasilitas kesehatan telah memberikan kontribusi yang besar dalam

menyebabkan kasus ini.

Tuberkulosis dibagi menjadi 3 grup berdasarkan tipe pelibatan, yaitu

intestinal TB (15 pasien, 48%), peritonitis TB (11 pasien, 35,2 %) dan limfadenitis

TB (5 pasien, 16,8%). Klasifikasi lain berdasarkan manifestasi umum TB

abdomen: 1) Tipe yang menunjukkan asites, 2) Tipe plastik, yang menyebabkan

obstruksi usus dan 3) Tipe glandular, yang melibatkan nodus mesenterikus. Selain

itu, terdapat juga: TB Hepatosplenik, TB genitourinarius, TB ginjal, TB Ureter, TB

kandung kemih, TB genital wanita, TB genital pria, TB Limfa nodus dan lainnya.

Berdasarkan penelitian di India dan Nepal, karakteristik gejala yang sering

tampak pada pasien yaitu: nyeri abdomen, penurunan berat badan, asites, diare,

batuk dan adanya sputum, muntah dan mual, demam, adanya tanda perforasi, nyeri

tulang, keringat pada malam hari, gejala traktus urinarius, adanya masa pada

29

Page 30: refrat TB

kuadran abdomen bawah, nyeri bagian serviks, eviserasi mengikuti laparotomi,

terjadi secara incidental dan terkadang perlu operasi karena brid ileus.

Standar emas untuk menegakkan diagnosis tidak begitu tampak dari tanda

klinis (hanya menunjukkan penyakit infeksi kronis), laboratories (tidak spesifik),

radiologis, metode endoskopi, penemuan bakteriologi dan histopatologi dan tidak

adanya tes sensitivitas. Sehingga diagnosis TB ekstrapulmonal sering sulit

ditegakkan. Namun, sebuah algoritme dari metode diagnostic yang ada tersebut

dapat mengarahkan dalam penegakan diagnosis penyakit ini.

Diagnosis banding tuberkulosis abdomen yaitu: Infeksi askaris, abses

apendiks, amoebiasis, karsinoma colon, sirosis hepatis, tumor hati dan Penyakit

Chron.

Pemeriksaan umumnya dilakukan pada semua kasus yaitu pemeriksaan

lengkap, riwayat medis dan keluarga, laju endap darah, tes biokimia rutin, tes kulit

Mantoux, rontgen toraks dan USG abdomen, sedangkan pemeriksaan mikrobiologi

asites, endoskopi saluran cerna atas, kolonoskopi atau barium laparoskopi atau

laparotomi dilakukan jika diperlukan saja.

Pemeriksaan laboratorium yang umumnya ditemukan pada penderita TB

abdomen yaitu: anemia, peningkatan LED, hipoalbuminemia, leukositosis, positif

CRP dan elevasi transaminase.

Penemuan USG abdomen umumnya pada pasien TB abdomen yaitu: normal,

asites, hepatomegali, penebalan, atropi, splenomegali, LAP dan kalsifikasi.

Mini laparotomi dilaporkan sebagai prosedur diagnostic tuberkulosis

abdomen yang paling sensitif dan spesifik. Diagnosis tuberkulosis abdomen dapat

secara klasik ditegakkan dengan memeriksa mikrobiologi dan konfirmasi kultur

Mycobacterium tuberculosae, sedangkan pemeriksaan histopatologi dapat

ditegakkan juga pada beberapa kasus yaitu 60,8%.

Regimen terapi yang direkomendasikan untuk TB abdomen yaitu

2RHZ7/4RH7 selama 6 bulan. Pertimbangan terapi lain TB ekstra paru yaitu

steroid dan pembedahan (dengan syarat-syarat tertentu).

30

Page 31: refrat TB

Faktor yang mempengaruhi prognosis TB sangat kompleks. Secara garis

besar yaitu: faktor penderita, faktor masyarakat dan keluarga, faktor petugas, faktor

pemerintah, peningkatan kasus MDR, keterlambatan pengobatan dan DOTS.

31

Page 32: refrat TB

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland. Kamus Kedokteran. 26th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 1996.

2. Anonym. Abdominal tuberculosis “surgeons” perspective. 2003. Available

from URL: http://jsp.org.pk/JSP.Oct-Dec%202003/ JSP

%20a5.html.

3. Bahar A, Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi

3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 819.

4. Anonym. A clinical dilemma: abdominal tuberculosis. 2002. Available

from URL: http://64.233.187.104/search?q=cache:3v-v3d_10SAJ:

www.wjgnet.com/1007-9327/9/1098.pdf+abdominal+tuberculosis

&hl=id.

5. Anonym. Final diagnosis disseminated tuberculosa. 2002. Available from

URL: http://path.upmc.edu/cases/ case262/dx.html.

6. Price SA, Tuberkulosis Paru-Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 1995. p. 753.

7. Chestnutt MS, Prandergast TJ, Paru Paru. Dalam : Diagnosis dan Terapi

Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam; alih bahasa Abdul Gofir. Jakarta:

Salemba Medika; 2002. p.49.

8. Hosein, Sean. Infection fighters: TB outside of the lungs. 1995. Available

from URL: http://www.aegis.com/pubs/catie/1995/ CATE6106.html

9. Kumaraswarni. Treatment of Extrapulmonary Tuberculosis. 2003.

Available from URL: http://www.sunmed.org/drugproto.html.

10. Anonym. Abdominal Tuberculosis. 2003. Available from URL:

http://www.uni-ulm.de/~bschnei1 /surg126.html.

1

Page 33: refrat TB

11. C, Bolukbas, T, Kendir, et al. Clinical presentation of abdominal

tuberculosis in HIV seronegative adults. 2003. Available from

URL: http://www.osti.gov/energycitations/product.biblio.jsp?

osti_id =6183985.

12. Indian Academy of Clinical Medicine. Ascites: Diagnosis and treatment.

5(1): 81-89. Available from URL:

http://www.indigene.com/ Gas/FeatArt/indGasFeat5.html.

13. Anonym. Abdominal tuberculosis. 1996. Available from URL:

http://www.Irsitbrd.nic.in/IJTB/year%25201996/JUL1996.pdf+Tb+

abdomen&hl=id.

14. Anonym. Diagnosis of abdominal tuberculosis. 2004. Available from URL:

http://www.indiansurg.com/article.asp?issn=0972-2068%

3Byear=2004.1 2 3 4 5 6 3,6,7 3 8 3 9 7? 10 11 10 5 10 8 10 12 10 13 4 4 9 14 9 15

2

Page 34: refrat TB

15. S. Ghazinoor, T, Desser, et al. Increased through-transmission in

abdominal tuberculous lymphadenitis. 2000. Available from URL:

http://www.med.stanford.edu/profiles/frdActionServlet?choiceId =

show Publication%pubid=20494&fid=4143.

16. Ahmad Z, Tuberculosis Paru. Dalam: Naskah Lengkap Work-Shop

Pulmonology Pertemuan Ilmiah Tahunan IV (PIT-4) Ilmu Penyakit

Dalam PAPDI Sumbagsel. Palembang: Lembaga Penerbit Ilmu

Penyakit Dalam FK Unsri; 2002. p. 96.

3