refrat
DESCRIPTION
Plasenta PreviaTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah
anak atau plasenta lahir pada umunya dalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya dalah
plasenta previa. Plasenta previa sendiri adalah masalah pada kehamilan dimana plasenta
berkembang pada bagian bawah dari uterus dan menutup semua atau sebagian dari pembukaan
serviks. Plasenta berkembang selama kehamilan dan memberikan makan untuk perkembangan
janin. Dan seriks adalah tempat jalan lahir janin.1
Dalam setiap tahap kehamilan ketika seorang wanita didiagnosis dengan kondisi plasenta
previa, menunjuk ke fakta bahwa plasenta itu telah bergeser posisi dan sekarang diposisikan
lebih rendah daripada seharusnya yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam pengiriman.2
Posisi semula plasenta dekat di atas rahim, & peran utamanya adalah untuk memberikan
nutrisi ke janin tumbuh. Dalam kondisi plasenta previa, plasenta bergeser dekat rahim atau
kadang-kadang bahkan terlihat menutupi leher rahim.2
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berinplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.1
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ikut
berpindah kea rah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu
bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada
derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa
antenatal maupun dalam masa internatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan
digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu di ulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.1
14
Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya dalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semua dapat di pandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya resiko plasenta
previa.1
Usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko plasenta. Pada kedua ujung, insidennya adalah
1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 banding 100 untuk wanita berusia
lebih dari 35 tahun. Frederiksen, dkk (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa
meningkat dari 0,3% pada tahun 1997. Mereka memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh
bergesernya usia populasi obstetris kea rah yang lebih tua.3
Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap
314 wanita para 5 atau lebih, Babinzki dkk. (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa
adalah 2,2% dan meningkat drastis dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang
lebih rendah. Pada lebih dari 196.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk wanita para
3 atau lebih adalah 1 dari 175.3
Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Nielsen
dkk. (1999) mendapatkan peningkatan insiden plasenta previa lima kali lipat pada wanita Swedia
dengan riwayat seksio sesarea. Di Parkland, insiden meningkat dua kali lipat 1 diantara 400
menjadi 1 diantara 200 pada riwayat seksio sesarea minimal satu kali. Miller dkk (1996), dari
150.000 lebih pelahiran di Los Angles Country Women’s Hospital, menyebutkan peningkatan
tiga kali lipat plasenta previa pada wanita pada dengan riwayat seksio sesarea yang pernah
dijalani.- angkanya 1,9 persen pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat
seksio tiga kali atau lebih. Jelasrah riwayat seksio sesarea disertai plasenta previa meningkatkan
insiden histerektomi. Frederiksen dkk. (1999) melapokan angka histerektomi 25 persen pada
wanita dengan seksio sesarea berulang atas dasar indikasi plasenta previa dibandingkan dengan
hanya 6 persen pada mereka yang menjalni seksio sesarea primer atau atas indikasi plasenta
previa.3
15
Williams dkk. (1991b) mendapatkan resiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua
kali lipat akibat merokok. Mereka berteori bahwa hipoksemia akibat karbonmonoksida
menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Temuan-temuan ini dikonfirmasi oleh Handler
dkk. (1994). Mungkin terdapat kaitan antara gangguan vaskularisasi desidua yang m\ungkin
disebabkan oleh peradangan atau atrofi dengan terjadinya plasenta previa.3
Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas
30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal. Uterus
bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2.9%. Di Negara maju insidennya lebih
rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi.
Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang memungkinkan deteksi dini,
insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.1
Klasifikasi1
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
2. Plasenta previa parsial adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir ostium uteri in-
ternum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2cm dari ostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
16
Keadaan lain yang disebut vasa previa adalah keadaan dengan pembuluh-pembuluh janin
berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di ostium interna. Kondisi ini merupakan
penyebab perdarahan antepartum yang jarang dan memiliki angka kematian janin paling tinggi.
Diagnosis prenatal dengan ultrasonografi memperbaiki prognosis perinatal (Lee dkk.,2000) 3
Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada pembukaan serviks saat
diperiksa. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta
previa parsial pada pembukaan 8 cm karena serviks yang berdilatasi akan memajankan plasenta.
Sebaliknya, plasenta previa yang tampak total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial
pada pembukaan 4 cm karena serviks berdilatasi di luar tepi plasenta (Gambar 25-11). Palpasi
dengan jari untuk memastikan hubungan antara tepi plasenta dengan ostium interna sewaktu
serviks membuka dapat memicu perdarahan hebat. Pada plasenta previa totalis dan parsialis,
terlepasnya plasenta secar aspontan sampai tahap tertentu merupakan konsekuensi yang tidak
terhindar dari pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan serviks. Pelepasan ini
menyebabkan perdarahan akibat robeknya pembuluh darah.2
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim tampak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ akan
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua basalis sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari siklus maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh Karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan
terjadi (unavoidable bleeding). Perlahan ditempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahimm dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih
17
lama dan lebih banyak. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang keluar berwarna merah segar
tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk terlebih dahulu pada
bagian bawah rahim yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis
atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit, tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Untuk berjaga-jaga mencegah syok, hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada
umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung letak perdarahan terletak dekat dngan ostium
uteri interna, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak lebih luas jaringan dan melepaskan tromboplastin
ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.1
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis dan
mudah diinvasi oleh pembuluh villi dari trofoblast, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa. Plasenta akreta dan inkreta sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah mengalami
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnnya dalam kala tiga karena plasenta
sukar melepas dengan sempurna (retention plasenta) atau setelah uri terlepas karena segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 1
Gambaran klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adala perdarahan uterus keluar melalui vagina.
Tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir semester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi
tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap
18
pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit sampai
banyak mirip pada solution plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung dengan segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa
berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan juga bisa bertambah disebabkan serviks dan
segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan
lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan, misalnya pada retensio
plasenta sebagai komplikasi plasenta arkreta.1
Penyebab perdarahaan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas ostium
uteri, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan
robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat
miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang
robek.3
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat berlanjut
setelah plasenta dilahirkan karena segmen bawah uterus lebih rentan mengalami gangguan
kontraksi daripada korpus uterus.3 Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan
segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah pengeluaran plasenta yang agak melekat
secara manual.2
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemuui bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjnang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang. 3
Diagnosis
Diawali dari anamnesis secara sistematis dan terperinci dan kemudian didapatkan
keluhan berupa perdarahan dari jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab
dan terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 20 minggu. Kemudian setelah di lakukan
anamnesis, maka dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik ini dibagi menjadi dua yaitu
pemeriksaan fisik luar dan inspekulo. Pada pemeriksaan fisik luar didapatkan bagian bawah janin
biasanya belum masuk pintu atas panggul dan ada kelainan letak janin karena plasenta previa
dapat mengakibatkan letak janin yang tidak stabil dan malpresentasi pada kehamilan lanjut. Pada
pemeriksaan inspekulo, ditemukan perdarahan yang keluar dari ostium uteri eksternum.
19
Penentuan letak plasenta secara langsung baru dikerjakan apabila fasilitas lain tidak ada dan
dilakukan dalam keadaan siap operasi, disebut pemeriksaan dalam di atas meja operasi (PDMO).
Caranya adalah sebagai berikut: 4
- Perabaan forniks. Hanya bermakna jika janin presentasi kepala. Sambil mendorong
sedikit kepala janin kearah pintu atas panggul , perlahan-lahan raba seluruh forniks den-
gan jari. Perabaan lunak bila diantara jari dan kepala terdapat plasenta. Bekuan darah da-
pat dikelirukan dengan plasenta.
- Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada perabaan forniks dicurigai adanya
plasenta previa. Bila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan masukkan jari telun-
juk ke dalam kanalis servikalis untuk meraba kotiledon plasenta. Jangan sekali-kali
berusaha menyusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas
dari insersinya.
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya
mendereita plasenta previa atau solutio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat menolong
membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepatian diagnosis pada kasus dengan perdrahan
banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah demikian rupa dengan segala sesuatunya
termasuk staf dan perlengkapan anesthesia semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan
pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan pemeriksaan dalam (vagina toucher)
dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi secra hati-hati dengan dua jari dan jari tengah meraba
forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian
terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan
plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti sleuruh pembukaan untuk mengetahui derajat
atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi
dan diberi oksitoksin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan banyak
atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan yang
demikian disebut dengan double set-up examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam
tidak boleh/kontraindikasi dilakukan di luar persiapan double set-up examination. Periksa dalam
sekalipun yang dilakukan dnegan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan yang banyak di luar persiapan
akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.1
20
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang dilakukan
berhubung telah tersedianya alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan
kandung kemih yang dikosongkan akan member kepastian diagnosis plasenta previa dengan
ketepatan tinggi sampai 96%-98%. Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal
ultrasonografi untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli
pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di tangan
yang ahli dnegan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive predictive value dan
100% negative predictive vapue pada upaya diagnosis plasenta previa.1
Jika plasenta marginalis atau lateralis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin
drip untuk mempercepat persalinan jka tidak terjadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien
dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa
totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada
indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan demikian ini disebut dengan double set-up
examination. Tindakan periksa dalam tidak boleh/ kontra indikasi dilakukan di luar persiapan
double set-up examination. Pemeriksaan dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat lembut
dan hati-hati tidak menjamin tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi
perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan
bisa fatal.1,2,3
Pemeriksaan Penunjang
USG
Metode paling sederhana, tepat dan aman untuk mengetahui lokasi plasenta adalah dengan
USG transabdominal (gambar 25-12 dan 25-13). Menurut Laing (1996), rata-rata tingkat
akurasinya adalah sekitar 96% dan angka setinggi 98% pernah dicapai. Hasil positif palsu sering
disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu, ultrasonografi pada kasus yang tampaknya
positif harus diulang setelah kandung kemih dkosongkan. Sumber kesalahan yang besar
berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa plasenta tersebut besar dan meluas ke bawah
sampai ke ostium interna serviks.3
21
Pemakaian ultrasonografi transvaginal telah secara nyata menyempurnakan tingkat
ketepatan diagnosis plasenta previa. Farine dkk. (1988) mampu melakukan visualisasi ostium
interna serviks pada semua kasus dengan teknik transvaginal., berbeda dengan hanya 70 % pada
penggunaan transabdominal. Salah satu contohnya diperlihatkan di gambar 25-14. Leerentveld
dkk. (1990) mempelajari 100 wanita yang dicurigai mengalami plasenta previa. Mereka
melaporkan nilai prediksi positif sebesar 100% dan nilai prediksi negatif 98% untuk
ultrasonografi tranvaginal. Tan dkk. (1995) melaporkan akurasi yang lebih rendah dengan teknik
22
ini. Dalam studi-studi yang membandingkan ultrasonografi abdominal dengan pencitraan
transvaginal, Smith dkk. (!997) serta Taipale dkk. (1998) mndapatkan bahwa teknik transvaginal
lebih superior. Sekarang sebagian besar setuju bahwa apabila pada USG trandabdominal plasenta
terletak rendah atau tampak menutupi ostium serviks, diperlukan konfirmasi dengan
ultrasonografi transvaginal.3
Hertzberg dkk. (1992) membuktikan bahwa dengan USG transperineal memungkinkan
kita melihat ostium interna pada semua kasus yang diteliti (164 kasus) karena USG
transabdominal memperlihatkan adanya plasenta previa atau tidak konklusif. Plasenta previa
dengan tepat disingkirkan pada 154 wanita dan pada 10 kasus yang semula didiagnosis secara
sonografis, sembiln mengalami plasenta previa yang terbukti saat persalinan. Nilai prediksi
positif adalah 98% dan nilai prediksi negatif 100%.3
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan Rh sebagai
persiapan untuk melakukan transfuse jika sewaktu-waktu diperlukan.
Penanganan
23
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau trimester ke
tiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap termasuk golongan darah dan Rh. Jika Rh negatif, RhoGam diberikan pada pasien
yang belum pernah mengalami sensititasi. Jika kemudian perdarahan tidak banyak dan berhenti
serta janin dalam keadaan sehat dan masih premature dibolehkan pulang dilanjutkan dengan
rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar
dengan segera kembali bila terjadi perdarahan ulang walau kelihatannya tidak mencemaskan. .
Pada kehamilan 24-34 minggu, diberikan steroida dalam perawatan antenatal untuk pematangan
paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta biaya dapat ditekan.
Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.1
Hal yang harus dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik perempuan hamil yang
memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda tanda vital dan hasil pemeriksaan
laboratorium yang masih normal padahal bisa mencerminkan keadaan yang sejati. Bila
perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulangan
biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia, pasien
tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat dari penampakannya
secara klinis. Transfuse darah yang banyak perlu diberikan. 1
Pada keadaan yang kelihatannya stabil dan rawatan di luar rumah sakit hubungan suami
istri dan kerja rumah tangga dihindarkan kecuali jika setelah pemeriksaan USG ulangan,
dianjurkan minimal setelah 4 minngu, memperlihatkan adanya migrasi plasenta menjauhi ostium
uteri internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasehati untuk mengurangi
kegiatan fisiknya dan bepergian ke tempat jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhadap
perdarahan ulang sewakti-waktu. 1
Rawat inap mungkin perlu diberikan transfuse darah dan terhadap pasien perlu dilakuakn
pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa
diramalkan pada pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Perdarahan pada
plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan keadaan janin tidak sampai membahayakan.
Pasien dengan plasenta previa dilaporkan beresiko tinggi untuk mengalami solusio plasenta,
seksio sesarea, kelainan letak janin, dan perdarahan pasca persalinan. 1
Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring
yang lebih lama dan dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan untuk
24
merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi
sekalipun pasien diistirahat baringkan. Jika pada waktu masuk terjaadi perdarahan yang banyak
perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viable. Bila perdarahannya tidak
sampai demikian banyak, pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila
amneosintesis menunjukkan paru-paru janin sudah matang, terminasi dapat dilakukan dan jika
perlu melalui seksio sesarea.1
Persalinan
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta sehingga
perdarahan berkurang atau berhenti. Persalinan pervaginam memiliki indikasi, yaitu :5
1. Plasenta previa marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan.
2. Pada primigravida dengan plasenta previa marginalis atau letak rendah dengan
pembukaan 4 cm atau lebih.
3. Plasenta previa marginalis atau letak rendah dengan janin yang sudah meninggal.
Seksio sesarea diperlukan pada hampir semua kasus plasenta previa. Pada sebagian besar
kasus dilakukan insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke
dalam plasenta anterior, kadang-kadang dianjurkan insisi vertical pada keadaan ini. Namun,
bahkan apabla insisi meluas hingga mencapai plasenta, prognosis ibu dan janin jarang
terganggu2.
Karena sifat kontraktil segmen bawah uterus yang sangat lemah, mungkin terjadi
peradangan yang tidak terkendali setelah plasenta dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi walaupun
secara histologis tidak terbukti adanya plasenta akreta. Pada situasi ini, diindikasikan
penatalaksanaan yang sesuai untuk plasenta akreta. Apabila plasenya previa dipersulit oleh
adanya plasenta akreta sehingga cara-cara konservatif untuk mengendalikan perdarahan dari
tempat pelekatan plasenta tidak berhasil, diperlukan metode hemostasis yang lain. Penjahitan
tempat implantasi dengan benang kromik 0 mungkin dapat menghentikan perdarahan. Pada
sebagian besar kasus, perlu dilakuakn ligasi bilateral arteri uterine, dan pada yang lain
perdarahan berhenti setelah ligasi arteri iliaka interna. 1,2
Apabila tindakan konservatif ini gagal dan perdarahannya deras, perlu dilakukan
histerektomi. Pada sebagian kasus, ligasi arteri uterine atau iliaka interna dapat menghentikan
perdarahan. Embolisasi arteri Pelvika juga pernah dilakukan. Bagi wanita yang plasenta
25
previanya tertanam di anterior dibekas insisi seksio sesarea, maka kemungkinan plasenta akreta
dan perlunya histerektomi meningkat.1,2
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta
previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.1
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta
dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan
yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Plasenta previa mungkin disertai oleh plasenta akreta atau salah satu bentuk lanjutannya,
plasenta inkreta atau perkreta. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis, mudahlah jaringan trofoblas dengan ke-
mampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Per-
lekatan plsenta yang terlalu kuat tersebut diperkirakan terjadi apabila desidua di segmen
bawah uterus kurang berkembang. Hampir tujuh persen diantara 514 kasus plasenta pre-
via yang dilaporkan oleh oleh Frediksen dkk. (1999) melakukan biopsi jaringan plasenta
saat seksio sesarea pada 50 wanita dengan plasenta previa dan 50 wanita kontrol. Semen-
tara sekitar sepuluh spesimen dari plasenta previa memperlihatkan arteriol spiralis
miometrium mengalami infiltrasi sel raksasa trofoblastik, hasil 20 persen dari spesimen
yang implantasinya normal memperlihatkan temuan serupa. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi villinya masih belum masuk ke dalam
miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami
akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini sering
terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea
26
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial
untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati
pada semua tindakan manual ditempat ini, misalnya pada waktu mengeluarkan anak
melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan tanpa retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah
, ligasi arteri uterina, ligasi arteri ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteri hipogas-
trika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbilitas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih ser-
ing diambil tidakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena tin-
dakan terminasi kehamilan yang terpaksa dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan
<37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan
pemberian kortikosteroid untuk mempercepatan pematangan paru janin sebagi upaya an-
tisipasi.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustaaan selain masa
rawatan yang lebih lama, adalah beresiko tinggi untuk solusio plasenta (resiko relatif
13,8), seksio sesarea (RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal
akibat perdarahan (50%) dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15.9%
Prognosis
27
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG
disamping ketersediaan transfusi darah dan infuse cairan telah ada di hampir semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program
keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian, banyak
komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena interversi seksio sesarea.
Karenanya kelahiran premature belum sepenuhnya dihindari sekalipun tindakan konservatif
diberlakukan. 1
Daftar Pustaka1. Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sar-
wono Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
2. Placenta Previa. Di unduh dari http://www.placentaprevia.org/ tanggal 17 Maret 2013.
3. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, etc, editors. William obstetrics 20 th Edition.
USA. Appletorri & Lange. 1997.
4. Diagnosis Plasenta Previa. Diunduh dari http://buletinkesehatan.com/patofisiologi-dan-
manifestasi-klinis-plasenta-previa/ tanggal 17 Maret 2013.
5. Penanganan Plasenta Previa. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/30489/4/Chapter%20II.pdf tanggal 21 Maret 2013.
28