referat morbili

Upload: cahyo-wisnugroho

Post on 29-Oct-2015

356 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Morbili

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangCampak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat. Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.

1.2 Batasan PermasalahanCampak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini.1.3 Tujuan PenulisanMengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis banding, diagnosis, komplikasi, prognosis, terapi dan pencegahan campak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiPenyakit campak adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit.Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: stadium kataral, stadium erupsi dan, stadium konvalesensi.Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:1. Stadium kataralDi tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.2. Stadium erupsiDitandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.3. Stadium konvalesensiDitandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.2.2 EtiologiCampak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.2.3 EpidemiologiBerdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans dan Daerah, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 19981999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 19941999, yaitu sekitar 1555 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa FETP (UGM) selama 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 19981999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 14 tahun dan 59 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih tua (1014 tahun).2.4 PatofisiologiVirus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdaraha perivasculer dan infiltrasi limfosit.

Manusia merupakan satu- stunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, appendik). Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali. Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam. Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otak dan hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat ini. Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.

Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik. 2.5 Gejala KlinisMasa inkubasi 10-12 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:1. Stadium kataral (prodormal).Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.2. Stadium erupsi Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya.Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.3. Stadium konvalesensi Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi. 2.6 Diagnosis BandingDiagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah campak jerman, infeksi enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia, demam skarlantina, penyakit riketsia dan ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan dengan ruam kulit pada penyakit campak. 1. Campak jerman.Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.2. Eksantema subitum.Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.3. Infeksi enterovirusRuam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat demam dan berat penyakitnya.4. Penyakit RiketsiaDisertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara khas terlihat pada penyakit campak.

5. MeningokoksemiaDisertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjungtivits.6. Ruam kulit akibat obatRuam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada riwayat penyuntikan atau menelan obat.7. Demam skarlantina.Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur seperti kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah dibedakan dengan campak.2.7 DiagnosisDiagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.2.8 KomplikasiPada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti: 1. BronkopnemoniaBronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.2. Komplikasi neurologisKompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.3. Encephalitis morbili akutEncephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.4. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.5. Immunosuppresive measles encephalopathyDidapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.2.9 PrognosisPrognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur5.2.10 PenatalaksaanPengobatan bersifat suportif, terdidiri dari : Pemberian cairan yang cukup Pemberian kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi. Suplemen nutrisi Antibiotic diberikan bila terjadi infeksi sekunder Antikonvulsi apabila terjadi kejang Pemberian vitamin AIndikasi rawat inap: hiperpireksia (>39C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.Campak Tanpa komplikasi: Tirah baring Diet cukup Vitamin A 100.000 IU, apabila malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhariCampak dengan komplikasi : o Ensefalopati/ensefalitisAntibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitisKortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitisKebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolito Bronkopneumonia :Antibiotika sesuai dengan PDT pneumoniaOksigen nasal atau dengan maskerKoreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolito Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).o Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.o Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk. 2.11 PencegahanVaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat. Macam imunisasi pada campak: 1. Imunisasi aktif.Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.2. Imunisasi pasif.Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.3. Isolasi Isolasi ditujukan pada penderita pada stadium infeksius, agar tidak menularkan melalui droplet yang sudah terinfeksi.

BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan1. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak.2. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet.3. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.4. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium.5. Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut, komplikasi neurologis, SSPE dan immunosuppresive measles encephalopathy.6. Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk.7. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.8. Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif dan isolasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.2. Brooks. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit buku kedokteran ECG: 1996 3. Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular. info.4. Hassan, et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika.5. Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.6. Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html.

7