referat marasmik kwarshiorkor

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Gizi buruk adalah suatu keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama (Moehji, 2002). Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya berada dibawah standar rata-rata (Nency, 2005). Prevalensi gizi buruk pada balita adalah 5,4% dan gizi kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target rencana pembangunan jangka menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada tahun 2015 (18,5%) telah tercapai pada tahun 2007. Namun demikian sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan 1

Upload: ayuikagnfkump

Post on 30-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Gizi buruk adalah suatu keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama.

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAnak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia.Gizi buruk adalah suatu keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama (Moehji, 2002). Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya berada dibawah standar rata-rata (Nency, 2005). Prevalensi gizi buruk pada balita adalah 5,4% dan gizi kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target rencana pembangunan jangka menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada tahun 2015 (18,5%) telah tercapai pada tahun 2007. Namun demikian sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Depkes RI, 2008).Masalah gizi secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan (energi dan protein) dan penyakit penyerta. Sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pola asuh, sosial budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan (Depkes RI, 2007). Gizi kurang masih merupakan masalah di Indonesia. Hal ini ditandai dengan masih tingginya prevalensi balita gizi kurang yaitu pada tahun 2005 sebesar 28% (Susenas, 2005). Setiap anak bergizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ point 10-13 poin. Secara umum gizi kurang pada balita dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah (Dinkes Prov Sultra, 2007).Penderita gizi buruk pada balita di Provinsi Sulawesi Tenggara selama empat tahun terakhir terjadi peningkatan yaitu pada tahun 2006 sebanyak 803 kasus (2,65%), tahun 2007 sebanyak 1.113 (3,5%), tahun 2008 sebanyak 1.387 (3,7%) kasus dan pada tahun 2009 penderita gizi buruk sebanyak 1.171 kasus (4,2%) (Dinkes Prov Sultra, 2009). Hasil survai kasus gizi buruk yang dilakukan oleh dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2005 diketahui bahwa di Provinsi Sulawesi Tenggara 910 kasus gizi buruk dengan 265 kasus gizi buruk diantaranya terjadi di Kota Kendari. Sedang pada tahun 2009 berdasarkan hasil pemantauan status gizi di Kota Kendari pada 30.821 sasaran balita, 16.073 (52,15%) dilakukan penimbangan, dengan hasil 15.018 (93,44%) status gizi baik, 833 (5,18%) status gizi kurang, 153 (0,95%) status gizi buruk dan 69 (0,43%) status gizi lebih (Profil Kota Kendari, 2009). Puskesmas Mata merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kota Kendari yang prevalensi balita gizi buruk. Dimana pada tahun 2009 diPuskesmas Mata balita gizi buruknya mencapai 20 kasus (0,96%) Sedangkan pada tahun 2010 balita gizi buruk mencapai sebanyak 25 kasus (0,97%) (Profil Puskesmas Mata Kota Kendari, 2010).Telaah ilmiah ini mencoba membantu memahami gejala, etiologi, faktor resiko, upaya pencegahan gizi buruk, dan deteksi dini serta pengobatannya dan diharapkan dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat gizi buruk.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005). Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).

2.2. Faktor Penyebab Gizi Buruk Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006). Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005).Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008).

2.3. Klasifikasi Gizi Buruk Penentuan status gizi anak dapat menggunakan dua cara, yaitu melalui klinis dan antropometri.Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi AnakKlasifikasiKlinisAntropometri

Gizi BurukTampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh< -3 SD

Gizi KurangTampak kurus-3 SD sampai < - 2 SD

Gizi BaikTampak sehat-2SD samapi 2 SD

Gizi LebihTamapk gemuk>2 SD

(Sumber : Buku I Bagan Tatalaksana Gizi Buruk)Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 2.3.1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) : a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

Gambar 2.1. Marasmus

2.3.2. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Gambar 2.2. Kwarsiorkor.

2.3.3. Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

2.4. Patofisiologi gizi buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008). Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus

2.5. Dampak Gizi Buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

2.6. Pemeriksaan Fisik Pada Anak Gizi BurukTerdapat tiga tanda bahaya dan penting pada anak gizi buruk, yaitu renjatan (syok), letargis (tidak sadar), dan muntah/diare/dehidrasi. Dari ketiga tanda tersebut didapatkan lima kondisi pada anak gizi buruk, yaitu :a. Kondisi I : jika ditemukan renjatan (syok), letargis (tidak sadar), dan muntah/diare/dehidrasi.b. Kondisi II : jika ditemukan letargis, dan muntah/diare/dehidrasi.c. Kondisi III : jika ditemukan muntah/diare/dehidrasi.d. Kondisi IV : jika ditemukan letargis.e. Kondisi V : jika tidak ditemukan renjatan (syok), letargis, dan muntah/diare/dehidrasi.

2.7. Tatalaksana Gizi BurukTatalaksana gizi buruk mencakup 10 langkah utama, yaitu :1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia.Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak tidak sadar berikan larutan glukosa 10% secara intravena sebanyak 5ml/kgbb. Bila anak syok berikan cairan intavena berupa RL dan D10% dengan perbandingan 1:1 sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia.Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi.Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal.Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit.Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :

Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.Berikan : Makanan tanpa diberi garam/rendah garam Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak Contoh bahan makanan sumber mineral Sumber Zink : Daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayamSumber Cuprum : Daging, hati.Sumber Mangan : Beras, kacang tanah, kedelai.Sumber Magnesium :kacang-kacangan, bayam. Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.

5. Mengobati infeksi.Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :Tabel 2.2. Pemberian Antibiotik Pada Anak Gizi BurukUMUR ATAU BERAT BADANKOTRIMOKSASOL(Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 kali sehari selama 5 hariAMOKSISILIN Beri 3 kali sehari untuk 5 hari

Tablet dewasa80 mg trimetoprim + 400 mg sulfametoksazolTablet Anak20 mg trimetoprim + 100 mg sulfametoksazolSirup/5ml40 mg trimetoprim + 200 mg sulfametoksazolSirup

125 mgper 5 ml

2 sampai 4 bulan(4 - < 6 kg)12,5 ml2,5 ml

4 sampai 12 bulan(6 - < 10 Kg)25 ml5 ml

12 bln s/d 5 thn(10 - < 19 Kg)137,5 ml10 ml

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro.Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap hari : Tambahan multivitamin lain Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :Tabel 2.3. Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup BesiUMUR DAN BERAT BADANTABLET BESI/FOLATSulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg Asam Folat Berikan 3 kali sehariSIRUP BESISulfas ferosus 150 ml Berikan 3 kali sehari

6 sampai 12 bulan(7 - < 10 Kg) tablet2,5 ml (1/2 sendok teh)

12 bulan sampai 5 tahun tablet5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut :Table 2.4. Pemberian Pirantel PamoatUMUR ATAU BERAT BADANPIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)(DOSIS TUNGGAL)

4 bulan sampai 9 bulan (6-