refrat-marasmik-kwashiorkor (reni apriliana).doc
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
1/38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di
dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika
Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah
marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang
menderita gizi buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya hidup di
negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur
5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih
tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional)
tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun
2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan
yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat.1,2
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang
mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita
penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh
tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.
Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya
persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi /
kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akarmasalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan kemiskinan keluarga.3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis
(TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54%
1
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
2/38
angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA,
18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4
Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas dan mortalitas
anak dengan gizi buruk, maka kami menulis referat yang berjudul Patogenesis,
Diagnosis, dan Penatalaksanaan Marasmik-Kwashiorkor pada Anak.
1.2. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan marasmik kwashiorkor pada anak.
2
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
3/38
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus,
iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor
adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di
punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,
pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran
klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang
tidak mencolok.5
2.2. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP,
klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS6
Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
4/38
BB/TB
(berat menurut tinggi)
TB/U
(tinggi menurut umur)
Mild 80 90 % 90 94%
Moderate 70 79 % 85 89 %Severe < 70 %
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
5/38
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren6
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan
cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan
bantuan laboratorium.
2.1.5. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)
Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara
ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat
pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada
penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang
lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah
tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang
seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.6
Berat badan %
dari baku
Edema
Tidak ada Ada>60% Gizi kurang Kwashiorkor
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
6/38
tinggimencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan
wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan
akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi
badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk
seusianya.6
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
7/38
terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110
Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai
prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini
masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan
Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi
buruk sebanyak 76.178 balita.Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu
Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.1,2,3
Jumlah kasus gizi buruk yang meninggal dunia dilaporkan dari bulan Januari
2005 sampai Desember 2005 adalah 286 balita. Kasus gizi buruk yang meninggal
tersebut pada umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti ISPA, diare, TB,
campak dan malaria.3
2.4. Etiologi
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai model
hirarki yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai
berikut:7
7
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
8/38
Bagan 1. Model Hirarki penyebab KEP7
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2)
sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam
kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:7
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada
anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan
melemah dan akan mudah terserang penyakit.
8
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
9/38
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
3. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung.
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi
dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan
sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah
memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan
pangan keluarga yang tidak memadai.
9
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
10/38
Bagan 2. Etiologi Gizi Buruk
Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor
resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin,
umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak
lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang
10
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
11/38
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota
keluarga yang besar dan lain- lain.8
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai
berikut:
Penyakit Infeksi
Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
Konsumsi Energi yang kurang
Perolehan Imunisasi yang kurang
Konsumsi Protein yang kurang
Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa
faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi
dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara
pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan
segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya
karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang
kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga
dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor
terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang
beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka
terhadap gizi sudah terpenuhi.9
2.5. Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan
akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang
relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--
3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated
malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila
11
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
12/38
stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah
marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi
sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik /
compensatedmalnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.10
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.11,12
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuhmemerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini
tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.11,12
12
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
13/38
Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
13
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
14/38
2.6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
15/38
mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan
maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun
jarang, asites dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita
tampak lemah dan berbaring terusmenerus, walaupun sebelum menderita penyakit
demikian sudah dapat berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan merupakan gejala
penting. Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan,
hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare
tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan mengandung
banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase dan enzim disaharidase
lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit
lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun
warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah
dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan tercabutnya
seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut
dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah
warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih.
Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian
dengan rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh
Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor,
diberi namacrazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi
penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah
menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah
bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh
batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan
keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat tekanan merupakanpredeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva,
dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang kering
dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda
inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa
trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.6
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar denganmudah dapat
15
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
16/38
dirabah dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaanyang licin dan pinggir
yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan,
bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan
infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya
lebih banyak sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakanterdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya
fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama
ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada
kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik
hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada
kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga,
insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemiayang terjadi menunjukkan
faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering
ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum
tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi
menahun.6
2.7. Diagnosis
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.13,14
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,
serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang
umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pulasatu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepiyaitu Hb
memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,
kadar albumin serum sedikit menurun.Kadar elektrolit seperti Kalium dan
Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar
Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah
umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai -lipoprotein
16
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
17/38
dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino
esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi
hormon pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati
hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan
perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan
tulang yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U
(berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U
(lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi
menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan
Depkes RI.
2.8. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4
17
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
18/38
18
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
19/38
Bagan 4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk4
Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat
berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan
berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan
menjadi 5, yaitu:4
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan
dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana II,
dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
19
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
20/38
2. Lanjutkan dengan glukosa 10% melalui NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana III, dengan
tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa 10% melalui NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, untuk 2 jam sesuai dengan berat badan
(NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 faseyang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14),
faserehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:4
20
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
21/38
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1
minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk
A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah
utama)
Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali
sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia
( suhu ketiak
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
22/38
1. 50 ml bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10%
(1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).
Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
Bila gula darah turun lagi sampai
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
23/38
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
memakai pemanas ukur setiap 30 menit
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari
Raba suhu anak
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis
terlalu lama).
Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena / i.v. untuk rehidrasi kecuali pada
keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan
perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat
penanganan kegawatan).4,15
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyaknatrium dan
kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah
mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi
buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:4,15
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2
jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
23
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
24/38
Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat
yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak
terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang
cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan
cairan.4,15
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema
dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut,
hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap
kali buang air besar cair
Bila masih mendapat ASI, teruskan.
Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar
Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan
paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini
24
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
25/38
ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian
diuretikum). 4,15
Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang
ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1
liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk
cara pembuatan larutan).
Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya
infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP
berat/gizi buruk beri secara rutin:4,15
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak
menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama
7 hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2
x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan
dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari.
25
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
26/38
Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam
secara oral.Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol
25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik
yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk
malaria positif.
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk
lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah
vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.
Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal.4,15
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di
atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila
anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.4,15
26
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
27/38
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.4,15
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi
buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah
berhati-hati, lihat bab diare persisten.
Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk
menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi
bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.4,15
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :4,15
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
27
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
28/38
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila
terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
Protein 4-6 gram/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan
kecepatan pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi
makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:
kurang ( 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah
28
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
29/38
mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda /
gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.
Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:4,15
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,
dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi
harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada
orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,15
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu / puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000
SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
29
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
30/38
B. Pengobatan Penyakit Penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14
atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis
diberikan vitamin A dengan dosis:4,15
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin,
1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi
larutan garam faal.4,15
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,15
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(Kpermanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit / Cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.4,15
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa
usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila
30
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
31/38
mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5
mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.4,15
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering
kali anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati
sesuai pedoman pengobatan TB.4,15
C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat
badan:4,15
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi
kematian
dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat
malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu
cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang :
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
32/38
D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis
sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai
minimal 80%.4,15
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus
diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari
beri makanan selingan di antara makanan utama
upayakan makanan selalu dihabiskan
beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
teruskan ASI.
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,15
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian
cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan
dengan pemberian Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75 / pengganti).
32
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
33/38
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam
hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan
transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3
jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila
pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
2.9. Pencegahan KEP
Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 %
sementara KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika
kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan
serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Tidaklah
bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan
kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu diperulkan
pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat level ekonomi menengah ke
bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan penanganan nutrisi yang bisa
dilakukan di masyatakat :
2.9.1. Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi
Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap
pentingnya makanan seimbang melalui penganekaragaman makanan. Ini juga
ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil pertanian.
Pendidikan gizi ini berfokus pada :
33
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
34/38
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan
proses menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi
oleh budaya dan kepercayaan yang keliru.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah
antaranggota keluarga yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Menumbuhkan kesadaran terhadap status gizi anak serta penanganan
praktis dan tepat jika terjadi gangguang status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa
dikonsumsi oleh anggota kelarga di pekarangan rumah.
Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke pusat
pelayanan kesehatan.
2.9.2. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target
sebagai solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang bisa
digunakan adalah :
Food for work
Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau yang
membutuhkan dan membayarnya dengan makanan.
Food subsidy
Metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan makanan oleh
pemerintah.
Income generating project
Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan
menggunakan cara mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dibelikan
makanan. Metode ini melibatkan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat.
34
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
35/38
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di
dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang
diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain
hambatan pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot,
perubahan tekstur dan warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang
tegas dalam, pembesaran hati, anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain.
Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
(gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium
yang memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan
keseimbangan elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting
bagi tubuh.
3.2. Saran
Diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-kwashiorkor secara optimal.
Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan tepat dalam waktu sedini mungkin
untuk mencegah komplikasi yang menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.
35
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
36/38
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ
173:279-86
3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses dari
http://www.gizi.net/busung lapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai
%20Des2005-Final.pdftanggal 3 Maret 2011.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi
Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.
5. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan
Informasi Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.
6. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada
Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.
7. Admin.Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari
http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2004.
8. Simanjuntak,E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan.
Diakses dari http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journalreview&id=3197&task=view, 2008.
9. Marizza, Nofelia.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi
Protein (KEP) Pada Balita Di URJ RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diakses darihttp://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.
10. Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses
dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
rswg255.htm.
11. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of
Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
36
http://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.dochttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://ojs.lib.unair.ac.id/index.%20php/bprsuds/article/view/1439/1438http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.dochttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://ojs.lib.unair.ac.id/index.%20php/bprsuds/article/view/1439/1438http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm -
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
37/38
12. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
13. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.
14. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing
Countries. 1993. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.
15. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.
Lampiran
37
-
7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc
38/38