refrat-marasmik-kwashiorkor (reni apriliana).doc

Upload: reni-april-ana

Post on 03-Apr-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    1/38

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di

    dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika

    Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah

    marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang

    menderita gizi buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya hidup di

    negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur

    5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih

    tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita

    mengalami gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional)

    tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun

    2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan

    yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa

    Tenggara Barat.1,2

    Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut

    saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang

    mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita

    penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh

    tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.

    Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya

    persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi /

    kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akarmasalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat

    pendapatan dan kemiskinan keluarga.3

    Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis

    (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan

    penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis

    (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54%

    1

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    2/38

    angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA,

    18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4

    Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas dan mortalitas

    anak dengan gizi buruk, maka kami menulis referat yang berjudul Patogenesis,

    Diagnosis, dan Penatalaksanaan Marasmik-Kwashiorkor pada Anak.

    1.2. Tujuan Penulisan

    Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

    patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan marasmik kwashiorkor pada anak.

    2

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    3/38

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi

    Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus,

    iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor

    adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di

    punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,

    pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah

    keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1

    Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen

    Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran

    klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

    marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang

    tidak mencolok.5

    2.2. Klasifikasi

    Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP,

    klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

    2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS6

    Klasifikasi KEP BB/U BB/TB

    Ringan 70-80% 80-90%

    Sedang 60-70% 70-80%

    Berat

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    4/38

    BB/TB

    (berat menurut tinggi)

    TB/U

    (tinggi menurut umur)

    Mild 80 90 % 90 94%

    Moderate 70 79 % 85 89 %Severe < 70 %

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    5/38

    3,00-3,49 6,25-6,99 2

    3,50-3,99 7,00-7,74 1

    >4,00 >7,75 0

    Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren6

    Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap

    penderita:

    0-3 angka = marasmus

    4-8 angka = marasmic-kwashiorkor

    9-15 angka = kwashiorkor

    Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan

    cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan

    bantuan laboratorium.

    2.1.5. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)

    Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara

    ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat

    pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada

    penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang

    lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah

    tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang

    seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.6

    Berat badan %

    dari baku

    Edema

    Tidak ada Ada>60% Gizi kurang Kwashiorkor

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    6/38

    tinggimencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan

    wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan

    akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi

    badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk

    seusianya.6

    Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)

    0 >95% >90%

    1 95-90% 90-80%

    2 89-85% 80-70%

    3

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    7/38

    terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110

    Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai

    prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini

    masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan

    Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi

    buruk sebanyak 76.178 balita.Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah

    kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu

    Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.1,2,3

    Jumlah kasus gizi buruk yang meninggal dunia dilaporkan dari bulan Januari

    2005 sampai Desember 2005 adalah 286 balita. Kasus gizi buruk yang meninggal

    tersebut pada umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti ISPA, diare, TB,

    campak dan malaria.3

    2.4. Etiologi

    Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai model

    hirarki yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai

    berikut:7

    7

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    8/38

    Bagan 1. Model Hirarki penyebab KEP7

    UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2)

    sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam

    kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:7

    1. Penyebab langsung

    Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.

    Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,

    tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering

    menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada

    anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan

    melemah dan akan mudah terserang penyakit.

    8

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    9/38

    2. Penyebab tidak langsung

    Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :

    Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga

    diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

    keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

    Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat

    diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap

    anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.

    Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan

    kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan

    sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang

    membutuhkan.

    Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan

    keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan

    keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola

    pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan

    kesehatan.

    3. Pokok masalah di masyarakat

    Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber

    daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak

    langsung.

    4. Akar Masalah

    Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan

    sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi

    dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan

    sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah

    memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan

    pangan keluarga yang tidak memadai.

    9

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    10/38

    Bagan 2. Etiologi Gizi Buruk

    Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor

    resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin,

    umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak

    lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang

    10

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    11/38

    rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota

    keluarga yang besar dan lain- lain.8

    Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai

    berikut:

    Penyakit Infeksi

    Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah

    Konsumsi Energi yang kurang

    Perolehan Imunisasi yang kurang

    Konsumsi Protein yang kurang

    Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.

    Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa

    faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi

    dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara

    pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan

    segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya

    karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang

    kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga

    dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor

    terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang

    beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka

    terhadap gizi sudah terpenuhi.9

    2.5. Patogenesis

    Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan

    makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan

    pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

    melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan

    akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang

    relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--

    3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated

    malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila

    11

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    12/38

    stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah

    marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi

    sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik /

    compensatedmalnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan

    pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,

    penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.10

    Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara

    penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup

    mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada

    penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,

    memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan

    kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan

    nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,

    dan protein, terutama protein otot.11,12

    Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam

    amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi

    hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering

    menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan

    mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin

    memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan

    semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa

    dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet

    akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan

    menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,

    kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuhmemerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini

    tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein

    digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih

    banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak

    edema.11,12

    12

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    13/38

    Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

    13

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    14/38

    2.6. Manifestasi Klinis

    Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

    dan marasmus, dengan BB/U

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    15/38

    mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan

    maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun

    jarang, asites dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita

    tampak lemah dan berbaring terusmenerus, walaupun sebelum menderita penyakit

    demikian sudah dapat berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan merupakan gejala

    penting. Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan,

    hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare

    tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan mengandung

    banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase dan enzim disaharidase

    lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit

    lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun

    warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah

    dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan tercabutnya

    seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut

    dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah

    warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih.

    Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian

    dengan rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh

    Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor,

    diberi namacrazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi

    penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah

    menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah

    bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh

    batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan

    keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat tekanan merupakanpredeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva,

    dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang kering

    dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda

    inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa

    trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.6

    Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-

    kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar denganmudah dapat

    15

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    16/38

    dirabah dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaanyang licin dan pinggir

    yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan,

    bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan

    infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya

    lebih banyak sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat

    perlemakanterdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya

    fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita

    demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama

    ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada

    kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik

    hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada

    kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi

    kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga,

    insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemiayang terjadi menunjukkan

    faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering

    ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum

    tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi

    menahun.6

    2.7. Diagnosis

    Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan

    manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.13,14

    1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,

    serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang

    umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pulasatu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.

    2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepiyaitu Hb

    memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,

    kadar albumin serum sedikit menurun.Kadar elektrolit seperti Kalium dan

    Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar

    Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah

    umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai -lipoprotein

    16

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    17/38

    dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino

    esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi

    hormon pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati

    hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan

    perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan

    tulang yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.

    3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi

    badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis

    ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U

    (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U

    (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),

    LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan

    antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi

    menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan

    Depkes RI.

    2.8. Penatalaksanaan

    Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4

    17

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    18/38

    18

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    19/38

    Bagan 4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk4

    Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat

    berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan

    berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan

    menjadi 5, yaitu:4

    Kondisi I

    Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

    dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4

    1. Pasang O2 1-2L/menit

    2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan

    perbandingan 1:1 (RLG 5%)

    3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan

    dengan

    4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

    Kondisi II

    Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana II,

    dengan tindakan segera, yaitu:4

    1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB

    19

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    20/38

    2. Lanjutkan dengan glukosa 10% melalui NGT sebanyak 50ml

    3. 2 jam pertama

    berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB

    setiap pemberian

    catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

    Kondisi III

    Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana III, dengan

    tindakan segera, yaitu:4

    1. Berikan 50ml glukosa 10% (oral/NGT)

    2. 2 Jam pertama

    berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB

    setiap pemberian

    catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

    Kondisi IV

    Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4

    1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB

    2. Lanjutkan dengan glukosa 10% melalui NGT sebanyak 50ml

    3. 2 jam pertama

    berikan F 75 setiap 30 menit, untuk 2 jam sesuai dengan berat badan

    (NGT)

    catat nadi, frekuensi nafas

    Kondisi V

    Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.

    Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:4

    1. Berikan 50ml glukosa 10% oral

    2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

    Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 faseyang

    harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14),

    faserehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana

    tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:4

    20

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    21/38

    *) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1

    minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit

    Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk

    A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah

    utama)

    Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia

    Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali

    sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia

    ( suhu ketiak

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    22/38

    1. 50 ml bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10%

    (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.

    2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali

    berikan bagian dari jatah untuk 2 jam).

    3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

    4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).

    Pemantauan:

    Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah

    dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.

    Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit

    Bila gula darah turun lagi sampai

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    23/38

    Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,

    letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau

    peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).

    Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

    Pemantauan:

    Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila

    memakai pemanas ukur setiap 30 menit

    Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam

    hari

    Raba suhu anak

    Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

    Pencegahan:

    Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).

    Sepanjang malam selalu beri makan

    Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)

    Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis

    terlalu lama).

    Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi

    Jangan menggunakan jalur intravena / i.v. untuk rehidrasi kecuali pada

    keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan

    perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat

    penanganan kegawatan).4,15

    Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyaknatrium dan

    kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai

    pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah

    mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan

    menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi

    buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:4,15

    Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2

    jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.

    23

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    24/38

    Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat

    yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan

    banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.

    Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula

    khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.

    Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).

    Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak

    mulai kencing.

    Pemantauan

    Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2

    jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:

    denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.

    Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang

    berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah

    berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak

    terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang

    cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan

    cairan.4,15

    Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema

    dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut,

    hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.

    Pencegahan:

    Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)

    Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)

    Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap

    kali buang air besar cair

    Bila masih mendapat ASI, teruskan.

    Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

    Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar

    Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan

    paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini

    24

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    25/38

    ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian

    diuretikum). 4,15

    Berikan :

    Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)

    Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)

    Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)

    Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

    Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang

    ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1

    liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk

    cara pembuatan larutan).

    Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi

    Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya

    infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP

    berat/gizi buruk beri secara rutin:4,15

    Antibiotik spektrum luas

    Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi

    (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak

    menjadi baik.

    Catatan:

    Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama

    7 hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat

    perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi

    sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.

    Pilihan antibiotik spektrum luas:

    1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2

    x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau

    2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:

    hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :

    Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan

    dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari.

    25

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    26/38

    Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam

    secara oral.Dan

    Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.

    3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol

    25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.

    4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik

    yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk

    malaria positif.

    5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi

    pemberian hingga 10 hari.

    6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk

    lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah

    vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.

    Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan

    Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena

    keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.

    Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang

    sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi

    metabolisme basal.4,15

    Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :

    Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.

    Berikan secara oral/nasogastrik

    Energi : 80 100 kal/kgBB/hari

    Protein : 1 1.5 g/kgBB/hari

    Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)

    Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.

    Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian

    makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di

    atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila

    anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.4,15

    26

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    27/38

    Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian

    makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari

    untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg

    BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan

    lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.4,15

    Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi

    buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).

    Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,

    tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan

    dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.

    Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah

    berhati-hati, lihat bab diare persisten.

    Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar

    Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar

    tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan

    50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,

    biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk

    menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi

    bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.4,15

    Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari

    formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :4,15

    Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)

    dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per

    100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga

    dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

    Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula

    tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200

    ml/kgBB/hari).

    27

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    28/38

    Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila

    terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam

    pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah

    normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.

    Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:

    Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

    Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari

    Protein 4-6 gram/kgBB/hari

    Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena

    energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

    Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan

    kecepatan pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi

    makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:

    kurang ( 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :

    100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah

    28

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    29/38

    mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda /

    gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.

    Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional

    Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

    karenanya berikan:4,15

    Kasih sayang

    Lingkungan yang ceria

    Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari

    Aktifitas fisik segera setelah sembuh

    Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

    Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah

    Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,

    dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi

    harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada

    orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan

    nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,15

    Nasehatkan kepada orang tua untuk :

    Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di

    Puskesmas

    Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-

    Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran

    5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di

    posyandu / puskesmas.

    pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang

    padat

    penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

    Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

    Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000

    SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

    29

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    30/38

    B. Pengobatan Penyakit Penyerta

    1. Defisiensi vitamin A

    Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14

    atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis

    diberikan vitamin A dengan dosis:4,15

    umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

    umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali

    umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali

    Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep

    matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin,

    1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi

    larutan garam faal.4,15

    2. Dermatosis

    Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit

    mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai

    infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,15

    Tatalaksana :

    a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4

    (Kpermanganat) 1% selama 10 menit

    b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

    c. usahakan agar daerah perineum tetap kering

    d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

    3. Parasit / Cacing

    Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

    antihelmintik lain.4,15

    4. Diare Melanjut

    Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan

    umum. Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa

    usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila

    30

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    31/38

    mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5

    mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.4,15

    5. Tuberkulosis

    Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering

    kali anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati

    sesuai pedoman pengobatan TB.4,15

    C. Kegagalan Pengobatan

    Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat

    badan:4,15

    1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi

    kematian

    dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis

    yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.

    dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan

    formula tidak tepat

    malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang

    memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu

    cepat.

    2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian

    kenaikan BB:

    Baik : 50 gram/kgBB/minggu

    Kurang :

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    32/38

    D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas

    Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis

    sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai

    minimal 80%.4,15

    Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus

    diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6

    gram/kgBB/hari):

    beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling

    sedikit 5 kali sehari

    beri makanan selingan di antara makanan utama

    upayakan makanan selalu dihabiskan

    beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit

    teruskan ASI.

    E. Tindakan Kegawatan

    1. Syok (renjatan)

    Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

    membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan

    membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada

    sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,15

    Pedoman pemberian cairan :

    a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer

    dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam

    pertama. Evaluasi setelah 1 jam.

    b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)

    dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian

    cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan

    dengan pemberian Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10

    ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula

    khusus (F-75 / pengganti).

    32

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    33/38

    c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam

    hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan

    transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3

    jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)

    2. Anemia berat

    Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai

    distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :

    Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

    Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi

    dengan jumlah yang sama.

    Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

    Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila

    pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau

    antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

    2.9. Pencegahan KEP

    Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 %

    sementara KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika

    kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan

    serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Tidaklah

    bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan

    kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu diperulkan

    pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat level ekonomi menengah ke

    bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan penanganan nutrisi yang bisa

    dilakukan di masyatakat :

    2.9.1. Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi

    Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap

    pentingnya makanan seimbang melalui penganekaragaman makanan. Ini juga

    ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil pertanian.

    Pendidikan gizi ini berfokus pada :

    33

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    34/38

    Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan

    proses menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi

    oleh budaya dan kepercayaan yang keliru.

    Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah

    antaranggota keluarga yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.

    Menumbuhkan kesadaran terhadap status gizi anak serta penanganan

    praktis dan tepat jika terjadi gangguang status gizi pada anak.

    Pentingnya ASI eksklusif.

    Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).

    Pentingnya imunisasi.

    Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa

    dikonsumsi oleh anggota kelarga di pekarangan rumah.

    Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke pusat

    pelayanan kesehatan.

    2.9.2. Pendekatan Ekonomi

    Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target

    sebagai solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang bisa

    digunakan adalah :

    Food for work

    Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau yang

    membutuhkan dan membayarnya dengan makanan.

    Food subsidy

    Metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan makanan oleh

    pemerintah.

    Income generating project

    Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan

    menggunakan cara mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dibelikan

    makanan. Metode ini melibatkan lembaga-lembaga swadaya

    masyarakat.

    34

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    35/38

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di

    dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

    Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang

    diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak

    cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

    Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain

    hambatan pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot,

    perubahan tekstur dan warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang

    tegas dalam, pembesaran hati, anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain.

    Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik

    (gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium

    yang memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan

    keseimbangan elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting

    bagi tubuh.

    3.2. Saran

    Diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat

    sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-kwashiorkor secara optimal.

    Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan tepat dalam waktu sedini mungkin

    untuk mencegah komplikasi yang menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.

    35

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    36/38

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

    Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

    KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.

    2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ

    173:279-86

    3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses dari

    http://www.gizi.net/busung lapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai

    %20Des2005-Final.pdftanggal 3 Maret 2011.

    4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

    Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi

    Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.

    5. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan

    Informasi Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.

    6. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada

    Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.

    7. Admin.Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari

    http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2004.

    8. Simanjuntak,E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan.

    Diakses dari http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?

    option=com_journalreview&id=3197&task=view, 2008.

    9. Marizza, Nofelia.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi

    Protein (KEP) Pada Balita Di URJ RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diakses darihttp://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.

    10. Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses

    dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?

    page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-

    rswg255.htm.

    11. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of

    Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.

    36

    http://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.dochttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://ojs.lib.unair.ac.id/index.%20php/bprsuds/article/view/1439/1438http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/busunglapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdfhttp://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.dochttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?%20option=com_journalreview&id=3197&task=viewhttp://ojs.lib.unair.ac.id/index.%20php/bprsuds/article/view/1439/1438http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htmhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm
  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    37/38

    12. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.

    13. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and

    Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.

    14. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing

    Countries. 1993. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.

    15. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan

    Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.

    Lampiran

    37

  • 7/29/2019 refrat-marasmik-kwashiorkor (RENI APRILIANA).doc

    38/38